Namaku Annisa Halimah Awaliyah aku hidup di daerah dengan banyak sekali tetangga yang beda budaya bahkan bahasa, ada yang dari Sunda, Madura, dan asli orang Betawi. Di lingkunganku termasuk lingkungan yang saling tolong-menolong walaupun beda suku dan kebudayaan. Aku jadi banyak belajar bahasa daerah lain ya walaupun sedikit sih, tetapi aku jadi banyak pengetahuan tentang kebiasaan di daerah mereka. Kebetulan anak dari orang Madura itu seumuran denganku, jadi kami berteman baik. Ibuku hampir setiap pagi selalu membantu Bu madura menusukkan sate dan aku juga kadang membantu setiap libur kuliah. Anak Bu madura bernama Khazimah atau sering di sebut Imah. Sayangnya, imah tidak melanjutkan sekolah sampai ke jenjang SMA, karena katanya di daerahnya masih sangat minim pendidikan dan hanya mementingkan pekerjaan, sehingga dia hanya fokus ke pekerjaan ketimbang sekolah. Bahasa yang Imah pakai lebih terdengar kasar nadanya karena emang itu khas dia, bahkan aku juga sering diajarkan bahasa Madura ya walaupun agak susah di ucapkan. Dan bahkan aku juga pernah diajak ke Madura waktu kakaknya Imah menikah. Ibu bapakku dan beberapa tetangga pun di ajak ke sana. Dan benar sekali bahwa disana sangat pedesaan, akses untuk membeli makanan sangat jauh dari perkotaan. Masih banyak sungai jernih untuk mandi, mencuci pakaian dan bermain untuk anak-anak. Rumahnya pun masih jarang karena disana masih banyak pekarangan dan lahan yang kosong. Bentuk rumahnya pun masih banyak yang bergolong khas Madura. Disana rupanya memang tradisi jika ada yang hajatan pasti ada dangdutan yang megah dan khasnya orang Madura adalah menyawer. Dan disana masih banyak barang-barang tradisional seperti: layah memakai bata, teko memakai kendi, dan kain sarung untuk mengganti rok. Disana pemandangannya dan udaranya sangat asri dan sejuk, aku beruntung bisa main ke sana dan menambah pengalaman. Ibu Imah sangat baik kepadaku dan orangtua ku, walaupun kita beda kebudayaan, suku dan bahasa tetapi dia masih mau peduli dan membantu warga disini terutama keluargaku. Keluargaku juga menghormati keluarga Imah, dan sampai sekarang kita hidup rukun saling tolong-menolong. Apabila di rumahku ada acara tahlil atau acara lainnya mereka ikut membantu dan kadang memberi bantuan berupa makanan atau uang. Ibu dan aku juga sering membantu mereka jika mereka sedang ada acara. Bahkan ibuku juga pernah ikut membantu berjualan sate. Dan itulah cara agar kita selalu hidup rukun dan harmonis dengan teman yang beda kebudayaan, sungguh indah apabila kita memiliki teman atau tetangga yang memiliki latarbelakang kebudayaan yang berbeda dengan kita. Kita akan menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Terimakasih sudah membaca tulisanku.