Anda di halaman 1dari 10

Etiologi mata merah Tanpa Penurunan Penglihatan disertai Sekret Kotor

1. Bakteri
 Streptococcus pneumoniae
 Staphylococcus aureus
 Haemophilus influenzae
 Escherichia coli
 Corynebacterium diphterica
 Pseudomonas
 Neisseria gonorrhoeae
 Chlamydia trachomatis
2. Virus
 Adenovirus (tipe 3, 4, 7, 8,19, 29 dan 37)
 Virus herpes simpleks
 Virus herpes zoster
 Virus varisela
 Virus New Castle
3. Jamur
 Candida albicans
 Sporothrix schenckii
 Rhinosporidium seeberi
 Coccidioides immitis
4. Parasit
 Loa-loa
 Ascaris
 Larva lalat
5. Alergi
 Riwayat atopic
 Alergi serbuk sari
 Alergi terhadap bakteri tertentu seperti stafilokok
 Alergi terhadap obat sulfonamide, barbiturate dan slisilat (pada sindroma Steven
Johnson)

Sumber:
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit FKUI;
2017. p 124-51
2. Ferrer-Garcia FJ, Augsburger JJ, Correa ZM. Conjunctiva. Dalam: Eva PR, Augsburger JJ.
Editor: Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. 19th Edition. London: McGraw-Hill;
2018. p 200-73
Konjungtivitis Dry Eyes (Mata Kering)
- Defisini:

Permukaan kornea dan konjungtiva mengalami kekeringan karena terjadi


penurunan fungsi air mata.

- Etiologi:

Blefaritis yang menahun, sindrom syogren dan keratitis neuroparalitik,


computer vision syndrome, pemakaian kontak lensa dan paparan asap.

- Gambaran klinis:

Mata terasa gatal, mata seperti berpasir, sekresi mucus berlebih, kesulitan
untuk menggerakkan kelopak mata, silau dan penglihatan kabur. Di samping itu,
mata juga terlihat kering dan disertai erosi kornea. Konjungtiva bulbi juga akan
mengalami edema, hiperemik menebal dan terlihat kusam. Terkadang pada pada
forniks konjungtiva bagian bawah ditemukan benang mukus kekuning-kuningan.
Dalam upaya penegakkan diagnosis perlu dilakukan uji Schirmer.

- Tatalaksana Konjungtivitis Dry Eyes

Pengobatan konjungtivitis dry eyes diberikan sesuai dengan penyebabnya


dan diberikan air mata buatan untuk selamanya. Komplikasi dari konjungtivitis
dry eyes yaitu ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri dan parut kornea dan
neovaskularisasi kornea.

Di samping itu, pada konjungtivitis dry eyes juga dapat diberikan


siklosporin 0,05%, namun untuk pemberian steroid sifatnya masih diperdebatkan.
Jika mata kering ini disertai oleh keluhan pada palpebra, maka dapat diberikan
obat sistemik seperti doksisiklin atau antibiotic topikal seperti eritromisin.

Sumber:
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta : Badan Penerbit FKUI;
2017. p 124-51
2. Golden MI, Patel BC. Dry Eye Syndrome. National Center for Biotechnology Information;
2019. [cited 2020 Apr 2]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470411/
3. Akkaya S. Atakan T, et al. Effects of long-term computer use on eye dryness. National
Center for Biotechnology Information; 2019. [cited 2020 Apr 2]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6371992/
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
MATA MERAH

1. Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :

(Kasus skenario : Laki-laki, 37 tahun, programmer)

b. Keluhan Utama
- Keluhan yang dirasakan oleh pasien sehingga pasien datang ke rumah sakit
- Onset dari keluhan

(Kasus skenario: Pasien mengeluh mata merah sejak 2 hari SMRS)

c. Keluhan Tambahan
- Keluhan lain pada mata yang menyertai keluhan utama
- Keluhan pada sistem lain yang menyertai keluhan utama
- Onset dari keluhan tambahan

(Kasus skenario: Terdapat kotoran mata yang banyak dan mata terasa mengganjal
sejak hari 2 hari SMRS.)

d. Riwayat Penyakit Sekarang


- Keluhan utama, onset dari keluhan utama, keluhan utama timbul
mendadak/perlahan, keluhan utama hilang-timbul/terus menerus dan faktor yang
meringankan atau memberatkan keluhan utama. Pada penyakit mata merah,
umumnya mata merah merupakan keluhan utama. Pada kasus yang akut seperti
konjungtivitis akut keluhan terjadi kurang dari 14 hari, dan pada kasus yang kronik,
keluhan terjadi lebih dari 14 hari.
- Keluhan tambahan onset dari keluhan tambahan, keluhan tambahan timbul
mendadak/perlahan, keluhan tambahan hilang-timbul/terus menerus dan faktor yang
meringankan atau memberatkan keluhan tambahan. Pada penyakit mata merah,
keluhan lain yang dapat menyertai seperti gatal yang dapat terjadi pada
konjungtivitis alergi, nyeri, keluar kotoran (sekret) terutama pada pagi hari pada
konjungtivitis bakteri, rasa silau pada uveitis, terlihatnya halo pada glaukoma dan
penurunan penglihatan pada keratitis.
- Keluhan sistem lain, onset dari keluhan sistem lain, keluhan sistem lain timbul
mendadak/perlahan, keluhan sistem lain hilang-timbul/terus menerus dan faktor
yang meringankan atau memberatkan keluhan sistem lain. Pada demam
faringokonjungtiva, selain pasien mengeluhkan gangguan pada matanya, pasien
juga dapat mengalami faringitis.
(Kasus: Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan mata merah sejak dua hari
lalu. keluhan disertai adanya kotoran mata terutama di pagi hari, mata terasa ada
yang sehingga selalu digosok dan menyangkal adanya penurunan ketajaman
penglihatan.)
e. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit lain pada mata yang berkaitan dengan keluhan pasien seperti pada
keratitis yang didahului oleh reaksi konjungtivitis menahun.
- Riwayat penyakit pada sistem lain yang berkaitan dengan keluhan pasien seperti
pada skleritis yang dapat terjadi akibat penyakit lain seperti infeksi herpes.
(Kasus skenario: tidak ada data)

f. Riwayat Penyakit Keluarga


- Ada atau tidaknya keluhan yang serupa pada anggota keluarga yang tinggal
bersama pasien. Pada konjungtivitis bakteri dan virus yang sifatnya menular,
keluhan serupa dapat terjadi pada anggota keluarganya.
- Riwayat penyakit keluarga lainnya yang berkaitan dengan keluhan pasien seperti
adanya infeksi kelamin akibat gonore pada ibu dari pasien bayi dengan
konjungtivitis gonore.

(Kasus skenario: tidak ada data)


g. Riwayat Pengobatan
- Obat yang sudah dikonsumsi atau dipakai oleh pasien dan bagaimana respon obat
terhap keluhannya
- Obat untuk penyakit sistem lain yang sedang dikonsumsi
(Kasus skenario: tidak ada data)

h. Riwayat alergi
- Ada atau tidaknya alergi terhadap serbuk sari, obat tertentu dan riwayat atopik.
Pada penyakit konjungtivitis alergi umumnya terdapat alergi terhadap serbuk sari,
adanya riwayat atopic dan pada sindrom Steven Johnson terdapat alergi terhadap
obat seperti sulfonamide.
(Kasus skenario: tidak ada data)

i. Riwayat Psikososial
- Kebiasaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya seperti kebiasaan menatap layar
computer dalam waktu yang lama sehingga pasien jarang berkedip memiliki hubungan
terhadap konjungtivitis dry eyes.
- Ada atau tidaknya gejala serupa pada orang-orang di sekitar pasien seperti teman kerja atau
tetangga. Pada konjungtivitis bakteri dan virus yang sifatnya menular, keluhan
serupa dapat terjadi pada anggota keluarganya.
(Kasus skenario: Seminggu yang lalu, rekan sekerjanya yang duduk tak terlalu
jauh darinya juga mengalami keluhan yang sama.)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Memeriksa keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu. pasien untuk melihat ada
atau tidaknya tanda-tanda kedaruratan pada pasien atau mengetahui ada atau
tidaknya demam pada pasien karena pada demam faringokonjungtiva keluhan
mata merah disertai adanya demam.
(Kasus skenario: Tidak ada data)
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Inspeksi mulai dari ada atau tidaknya sekret, lalu inspeksi alis, palpebra, bulu mata,
sklera, lensa, pupil dan konjungtiva. Pada penyakit mata merah dapat ditemukan sekret
pada konjungtivitis bakteri, pembengkakan pada palpebra, atau bisa juga ditemukan
adanya benjolan di palpebra pada episkleritis, injeksi yang difus pada konjungtivitis atau
injeksi sirkumkorneal pada iritis dan bulu mata yang salah arah pada konjungtivitis
varisela zoster

- Palpasi, dengan cara melakukan penekanan pada sekitar mata. Pada penyakit mata
merah, jika terdapat benjolan palpebra seperti pada episkleritis, maka lakukan palpasi
pada benjolan tersebut, maka pasien akan merasa nyeri. Selain itu, lakukan penilaian
pada benjolan tersebut, seperti menilai ukuran, jumlah, konsistensi, permukaan dan
mobile/terfiksir.

- Pemeriksaan tajam penglihatan, dilakukan untuk menilai kemampuan mata


melihat huruf-huruf dalam berbagai bentuk seperti pada Snellen chart. Dalam
penilaian kemampuan melihat huruf ini, pasien akan diminta untuk membacanya
pada jarak yang sudah disesuaikan. Jika pasien dapat melihat huruf pada semua
baris dalam jarak 20 kaki atau 6 meter, seperti seharusnya, maka hasilnya akan
ditulis 20/20 atau 6/6, yang artinya pasien memiliki penglihatan yang normal.
Namun jika pada jarak 6 meter pasien hanya dapat melihat sampai huruf di baris
dengan angka 30, maka dapat ditulis hasilnya 6/30. Hal ini dilakukan terus
hingga pasien tidak dapat melihat huruf pada baris dengan angka 60 dari jarak 6
meter, maka lakukan pemeriksaan visus dengan meminta pasien menghitung jari
pemeriksa dari jarak 3 meter, dan jika pasien dapat melihatnya, maka hasilnya
adalah 3/60 yang artinya pasien hanya bisa melihat hitungan jari dalam jarak 3
meter, yang normalnya perhitungan jari ini dapat dilihat dari jarak 60 meter.
Pemeriksaan dengan menghitung jari ini dilakukan hingga jarak 1 meter, jika
pasien tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 meter, maka pemeriksa akan
melambaikan tangan dan jika pasien dapat melihat lambaian tangan pemeriksa,
maka hasilnya 1/300, atau yang artinya pasien dapat melihat lambaian pada jarak
1 meter, yang normalnya lambaian tersebut dapat diliha pada jarak 300 meter.
Namun, jika pasien tidak bisa melihat lambaian tangan, tetapi pasien masih bisa
melihat cahaya di sekitar, maka hasilnya 1/~ yang artinya normalnya cahaya bisa
dilihat pada jarak yang tak terhingga. Jika pasien tetap tidak bisa melihat cahaya
di sekitarnya, maka hasil visusnya 0 atau buta total. Pada penyakit mata merah
dapat tidak disertai penurunan tajam penglihatan seperti pada pterygium dan
konjungtivitis dan dapat juga disertai penurunan tajam penglihatan pada keratitis
dan uveitis.

- Pemeriksaan schirmer I, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai sekresi total


air mata dan biasa dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami
keratokonjungtivitis dry eyes (sicca). Pemeriksaan dilakukan di ruangan dengan
penerangan yang redup, lalu pada forniks konjungtiva bulbi pasien akan
diselipkan kertas filtter whatman no. 41 dengan lebar 5 mm dan panjang 30 mm
lalu ditunggu selama 5 menit, jika kertas tidak basah, maka ini menunjukkan air
mata yang kurang, dan jika kertas basah namun kurang dari 10 mm, maka ini
menunjukkam fungsi sekresi air mata yang terganggu dan menunjukkan adanya
keratokonjungtivitis dry eyes.

Gambar____. Tes Schrimer


(sumbernya yang buku ketiga/ Vaughan)

- Tonometri, dapat dilakukan pada pasien yang mengarah ke diagnosis seperti glaukoma.
Tonometri dilakukan menggunakan tonometer yang bertujuan untuk memeriksa tekanan
intraocular. Salah satu tonometer praktis dan sederhana yang dapat digunakan ialah
tonometer Schiotz. Cara penggunaannya ialah dengan melakikan indentasi (penekanan)
terhadap permukaan kornea, dan jika kornea menjadi cekung pada beban tertentu maka
skala pada Schiotz akan berubah. Jika kornea menjadi cekung pada beban yang rendah,
maka skalanya akan semakin tinggi, dan hal ini menandakan bahwa bola mata semakin
mudah untu ditekan Untuk melihat penilaian berdasarkan skala yang ditunjuk, maka
dapat melihat table yang menunjukkan tekanan bola mata dalam mmHg. Sebelum
dilakukan pemeriksaan tonometri ini, pasien akan ditetesi pantokain 0,5%, lalu
tonometer diletakkan di atas permukaan kornea salah satu mata, dan mata lainnya
difiksai untuk melihat satu titik di langit-langit pemeriksaan. Pada glaukoma, tekanan
intraocular akan mengalami peningkatan. Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan ini
harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat melukai kornea. Selain dengan tonometer
Schiotz, pemeriksaan tonometry juga dapat dilakukan menggunakan tonometer
Goldmann, tonometer digital, hand held aplanasi dan tonometer non-contact air puff.

Gambar___. Tonometri dengan


tonometer Schiotz (Sumbernya yang kedua/Khurana)

Sumber

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI; 2017. p 15 dan p 112-51
2. Khurana A. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited Publishers; 2007. p 461-80.
3. Chang DF. Ophthalmologic Examination. Dalam: Eva PR, Augsburger JJ.
Editor: Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology. 19th Edition. London:
McGraw-Hill; 2018. p 115.

Anda mungkin juga menyukai