Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KEGIATAN SPIRITUAL CARE DENGAN DZIKIR


TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA
LANSIA DI BALAI REHABILITASI SOSIAL
LANJUT USIA GAU MABAJI GOWA
SULAWESI SELATAN
TAHUN 2019

Diajukan oleh:

ADHANIAR
NIM: 153010008

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2019
Persetujuan Proposal Penelitian

JUDUL : PENGARUH KEGIATAN SPIRITUAL CARE DENGAN

DZIKIR TERHADAP PENURUNAN TINGKAT

KECEMASAN PADA LANSIA DI BALAI REHABILITASI

SOCIAL LANJUT USIA GAU MABAJI GOWA SULAWESI

SELATAN

NAMA MAHASISWA : ADHANIAR

NIM : 153010008

PROGRAM STUDI : S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS : KESEHATAN

TANGGAL PERSETUJUAN :

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ns. Hamdayani.,S.Kep.,M.Kes Ns. Mirnawati.,S.Kep

Ka. Prodi S1 Ilmu Keperawatan

Ns. A. Saputri Mulyana, S.Kep.,M.Kep

ii
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KEGIATAN SPIRITUAL CARE DENGAN DZIKIR


TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA
LANSIA DI BALAI REHABILITASI SOCIAL LANJUT USIA
GAU MABAJI GOWA SULAWESI SELATAN
TAHUN 2019

Disusun oleh

ADHANIAR
NPM : 153010008

Telah dipertahankan didepan tim penguji


pada hari ……………………, tanggal …………………….
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Tim penguji,

( Ketua Penguji )

( Anggota )

( Anggota )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2019

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI...................................................................................iv
DAFTAR TABEL...............................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................vii
DAFTAR ISTILAH………………………………………………………………………………………………….viii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................7
1.3 Tujan Penelitian...........................................................7
1.4 Manfaat Penelitian........................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................10
2.1 Tijauan Umum Tentang Spiritual Dan Spiritual Care...............10
2.2 Tinjauan Umum Tentang Kecemasan.................................16
2.3 Tinjauan Umum Tentang Lansia.......................................23
2.4 Kerangka Teori...........................................................24
2.5 Kerangka Konsep.........................................................27
2.6 Definisi Operasional.....................................................28
Tabel 2.1.........................................................................28
BAB 3 METODE PENELITIAN...............................................................31
3.1 Desain Penelitian.........................................................31
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian.........................................32
3.5 Instrumen Penelitian....................................................33
3.6 Variabel Penelitian.......................................................34
3.7 Metode Analisis...........................................................34
3.9 Prinsip Dan Etika Penelitian............................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................38

iv
DAFTAR TABEL

Table 2.1……………………………………………………………………………………………………….28

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka pikir..........................................................................................26
Gambar 2.2 Kerangka konsep......................................................................................27

vi
DAFTAR SINGKATAN

Lansia : Lanjut Usia

WHO : World Health Organitation

SAS/SRAS : Zung Self-Rating Anxiety Scale

vii
DAFTAR ISTILAH

Psikososial : yang menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang


dengan kesehatan mental.

Dispensia : sekumpulan gejala beruba nyeri, perasaan tidak enak pada


perut bagian atas yang menetap atau berulang

Hipertensi : nama lain dari tekanan darah tinggi

Insomnia : masalah sulit tidur

Biologis : proses yang ada pada mahluk hidup atau proses yang
membedakan hal-hal yang hidup dan yang tidak hidup

Fisioligis : yang mempelajari mengenai sel, jaringan, organ, dan organisme


secara keseluruhan yang menjalankan fungsi fisik.

Spiritual Care : sebuah penanganan keperawatan yang megajarkan sebuah


keagamaan

Spiritual : yang membahas mengenai keagamaan

Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran


agama yang di anutnya.

Kerohanian : sesuatu yang tidak bersifat jasmani yang kadang dikaitkan


dengan kudus, suci, sebagai sesuatu terpisah pada umumnya dan
pantas di hormati

Spiritus :

Dzakara : yang bagus

Al Kalabadzi : sama dengan kata akidah yang merupakan ilmu pengetahuan


yang memhami mengenai keyakinan terhadap Allah Swt dan sifat-
sifat kesempurnaanya

viii
Al-Quran : sebuah kitap suci utama dalam islam yang ummat islam percaya
dan dijadikan pedoman

Amaliah :

Fundamental : hal yang mendasar

Eksplorasi : sebuah tindakan pencarian atau menelusuri

Non Religious : kebalikan dari kata religius

Somatik : merupakan kata lain dari tubuh

Tinnitus : bunyi berdenging pada telinga


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia merupakan seseorang yang memiliki usia lebih dari 60

tahun. Menua akan membuat seseorang mengalami perkembangan dalam

bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang bersifat

regresif yaitu terjadi kemunduran fungsi-fungsi fisik biologis, psikologis dan

sosial yang terjadi secara bertahap. Masa tua adalah masa paling akhir dari

siklus kehidupan manusia, pada masa-masa ini akan terjadi proses penuaan

atau yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai akibat dari

perubahan-perubahan sel, fisioligis dan psikologis. Pada masa ini manusia

berpotensi mempunyai masalah-masalah kesehatan secara umum maupun

kesehatan jiwa (Issue Brife, 2015).

Lansia (lanjut usia) bukan suatu penyakit tapi tahap lanjut dari proses

kehidupan manusia, walaupun bukan penyakit tetapi kondisi ini dapat

menimbulkan masalah fisik, sosial dan mental. Lanjut usia sering dianggap

tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan sebagainya. Tidak jarang

mereka diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat, hingga negara.

Orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang

sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja, apa

yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia sebenarnya

merupakan suatu kesalahan.

1
2

Lanjut usia adalah bagian dari tahap perkembangan dewasa akhir yang

akan di alami manusia secara alamiah. Pada periode ini terjadi banyak

penurunan baik fisik maupun psikologis yang akan berdampak dalam

interaksi sosial. Penurunan kondisi fisik dan psikologis ini akan

berkontribusi terhadap berbagai permasalahan yang dialami para lanjut

usia. Kondisi kesehatan fisik maupun psikologis semestinya tidak

menghambat para lanjut usia dalam menuntaskan tugas-tugas

perkembangannya secara optimal.

Saat ini jumlah lanjut usia di atas 60 tahun lebih dari 800 juta proyeksi

menunjukkan bahwa angka ini akan meningkat menjadi lebih dari dua

miliar pada tahun 2050 (WHO, 2013 dalam Rosyiana 2015).

Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 20,24 juta jiwa atau

8,03 % (BPS 2014). Pada tahun 2005 umur harapan hidup 66,4 tahun dan

pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan umur harapan hidup menjadi 77,6

tahun (Kemenkes,2013 dalam Rosyiana, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa

penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu.

Presentasi penduduk lanjut usia di atas 10%, dan Sulawesi selatan

menjadi urutan ke 6 terbanyak jumlah usia lanjut dari 34 Provensi di

Indonesia yaitu sebesar 8,34% (Susenas,2012) .

Dengan peningkatan jumlah individu lansia, kecemasan merupakan

masalah yang terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia. Kebanyakan

lansia penghuni panti werdha mengalami gangguan mental sehingga 75%

(Agusti,2011). Pelayanan kesehatan ditingkatkan secara maksimal sehingga

dapat memelihara dan meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sosial

(Kemenkes,2017).
3

Spiritual care tersebut berkontribusi dalam hal mengurangi gejala

depresi dan kecemasan . Orang yang mendekatkan diri kepada tuhan akan

memperoleh kenyamanan dan dapat mengatasi kecemasan (Young, 2012).

Kedekatan dengan tuhan akan memberi kekuatan lebih kepercayaan diri

serta kenyamanan, sehingga memberi manfaat kesehatan termasuk

mengurangi depresi, kesepian, meningkatkan kematangan dalam hubungan,

kompetensi sosial dan penilaian psikososial yang lebih baik dalam

menghadapi kecemasan dan stres (Hill dan paragamen, 2008).

Dzikir merupakan bentuk dari unsur spiritual dan religius. Dzikir

adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dapat

membantu individu membentuk persepsi yang lain selain ketakutan, yaitu

keyakinan bahwa setiap sesuatu yang dihadapi pasti akan di hadapi dengan

baik dengan bantuan Allah melalui dzikir. Umat islam percaya bahwa

penyebutan nama Allah secara berulang (dzikir) dapat menenangkan jiwa

dan menyembuhkan berbagai penyakit (Subandi, 2009 dalam

Perwitaningrum, 2016).

Saat seseorang muslim membiasakan dzikir ia akan merasa dirinya

dekat dengan Allah, berada dalam penjagaan dan lindungannya yang

kemudian akan membangkitkan percaya diri, kekuatan perasaan aman,

tentram dan bahagia (Najati,2005 dalam Perwitaningrum, 2016).

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang

tidak menyenangkan yang di alami semua mahluk dalam keadaan sehari-

hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak

dapat di observasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi

tanpa subjek yang spasefik.


4

Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai

sesuatu dan merupakan sumber penting dalam memelihara keseimbangan

hidup (Suliswati, dkk., 2012).

Pada penelitian di Amerika didapatkan data bahwa kejadian

kecemasan pada lanjut usia sebanyak 17,67 %. Kecemasan pada usia 50-64

tahun lebih besar daripada usia lebih dari 65 tahun dengan data 12,7%

untuk usia 50-64 tahun dan 7,6 untuk usia lebih dari 65 tahun (Issue Brief,

2008 dalam Rosyiana 2015).

Pada penelitian terbaru oleh Wolitzky-Taylor (2010) melaporkan

perkiraan prevalensi gangguan kecemasan lanjut usia, mulai dari 3,2%

menjadi 14,2%. Comorbidity survey replication (NSC-r) melaporkan 7%

lanjut usia diatas 65 tahun memenuhi kriteria gangguan kecemasan dalam

satu tahun terakhir (Gum, dkk, 2009 dalam Rosyiana,2015).

Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal

15 Februari 2019 di Balai Rehabilitasi Social Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa,

Sulawesi Selatan, didapatkan jumlah lansia dengan jenis kelamin laki-laki

berjumlah 21 orang dan lansia yang berjenis kelamin perempuan berjumlah

27 orang jadi total keseluruhan lansia yang berada di Balai Rehabilitasi

Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan yaitu 48 0rang dan

dari 48 orang jumlah lansia ada 7 orang yang tidak beragama islam, ini

merupakan data terbaru 31 Januari 2019.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan dari hasil wawancara kepada

salah satu staf mengenai hal-hal yang dirasakan oleh lansia yang berada

disana serta apakah ada kegiatan-kegiatan kerohanian atau spiritual yang

dilakukan, bapak yang berinisial A mengatakan lanjut usia banyak yang


5

mengeluh dalam menjalani kehidupan yang jauh dari keluarga yang

membuat para lanjut usia merasakan gelisah dan kesepian meskipun

mereka tinggal dipanti bersama teman-teman usia yang sama, hidupnya

saat ini telah hampa, dan terkadang menangis jika mengingat masa lalu.

Lanjut usia merasa gembira jika ada kunjungan meskipun bukan keluarga

mereka, tingkah laku yang muncul pada lanjut usia sebagian yang berada di

panti tersebut seperti, seringkali melamun, duduk bersama-sama tapi

saling diam dan beberapa keluhan pada lanjut usia yaitu rasa sakit fisik

yang kadang mengganggu aktifitasnya, kurang puas dengan tidurnya karena

sering terbangun dan interaksi dengan orang lain jarang dan kadang merasa

kesepian.

Hampir semua lansia merasakan cemas dikarenakan umur yang sudah

tua dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi sehingga hanya biasa

merepotkan keluarga dan orang lain. Dari hasil wawancara dengan perawat

yang menangani menyatakan beberapa lansia juga menarik diri dari

lingkungan sekitarnya dikarenakan kecemasan dan pemikiran-pemikiran

tertentu seperti tidak akan diterima oleh orang-orang di sekitarnya, artinya

lansia ini kurang berinteraksi dengan lansia-lansia lainnya.

Di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa Sulawesi

Selatan disana setiap bulan mereka melalukan kegitan kerohanian dan

spiritual untuk yang beragama islam itu seperti doa bersama dan

pemberian ceramah. Dari beberapa masalah yang dialami lansia maka

dengan adanya spiritual care dengan dzikir, lansia ini mampu lebih merasa

dekat dengan Tuhan dan mampu merasakan ketenangan jiwa sehingga rasa

kesepian dan terasingkan dilingkungannya yang menyebabkan kecemasan


6

pada dirinya itu mampu teratasi, dan lebih merasa ikhlas menjalani

kehidupannya.

Pada penelitian sebelumnya di lakukan oleh Citra Y. Perwitaningrum,

dkk pada tahun 2016 dengan judul pengaruh terapi relaksasi dzikir

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada penderita dispensia. Dari

hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang diberi terapi relaksasi

dzikir kecemasannya lebih rendah daripada kelompok yang tidak diberi

relaksasi dzikir.

Pada Penilitian yang dilakukan oleh Olivia Dwi Kumala, dkk pada

tahun 2017 dengan judul Efektifitas Pelatihan Dzikir Dalam Meningkatkan

Ketenangan Jiwa Pada Lansia Penderita Hipertensi. Dimana dalam

penelitian ini dengan lansia perempuan dengan rentang usia 55-70 tahun

yang berjumlah 8 orang. Dalam hal ini menggunakan metode eksperimen

dengan model pretest dan posttest, dan hasil dari penelitian ini

menunjukkan perbedaan tingkat ketenangan jiwa yang signifikan sebelum

menerima pelatihan dan sesudah menerima pelatihan.

Artinya pada penelitian yang dijelaskan di atas bahwasanya relaksasi

dzikir ini sangat berpengaruh untuk ketenangan jiwa pada penderita-

penderita suatu penyakit seperti yang terjantum di atas, dan dalam

penjelasan sebelumnya juga dijelaskan bahwa semakin berumur seseorang

maka tingkat kecemasannya juga meningkat artinya bukan hanya pada

penderita-penderita suatu penyakit saja namun juga pada usia lanjut.

Sehingga berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti kecemasan pada lansia di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau

Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan. Untuk mengurangi masalah-masalah yang


7

akan terjadi seperti stres, depresi dan beberapa gejala penyakit seperti

insomnia yang akan membahayakan hidupnya sendiri jika kecemasan ini

tidak ditangani seperti yang sudah di jelaskan sebelummya dampak

kecemasan itu sendiri. Sehingga Ingin mengetahui tentang adanya

pengaruh spiritual care dengan dzikir terhadap penurunan tingkat

kecemasan pada lansia Di Balai Rehabilitasi Social Lanjut Usia Gau Mabaji

Gowa, Sulawesi Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah

yang di ambil dalam penelitian ini adalah : “ Apakah ada pengaruh kegiatan

spiritual care dengan dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada

lansia di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi

Selatan.

1.3 Tujan Penelitian

1. Tujuan Umum

Dapat diketahui ada pengaruh kegiatan spiritual care dengan dzikir

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia Di Balai Rehabilitasi

Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan pada lansia di Balai Rehabilitasi Sosial

Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan sebelum dilakukannya

spiritual care dengan dzikir.


8

b. Mengetahui tingkat kecemasan pada lansia di Balai Rehabilitasi Sosial

Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan setelah dilakukannya

spiritual care dengan dzikir.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah informasi bagi

perawat, untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi

tindakann, menentu kan kebijakan-kebijakan serta meningkatkan mutu

pelayanan terkait pengaruh kegiatan spiritual care dengan dzikir

terhadap penurunana tingkat kecemasan pada lansia.

2. Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan

Merupakan bahan bacaan serta sumber informasi bagi mahasiswa yang

lain untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kegiatan spiritual care

dengan dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia

3. Manfaat bagi riset keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah refensi bagi dunia

keperawatan dan pembaca mengenai pengaruh kegiatan spiritual care

dengan dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia.

4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Mampu memberikan informasi terbaru untuk di jadikan sebuah referensi

mengenai pengaruh kegiatan spiritual care dengan dzikir terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada lansia.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tijauan Umum Tentang Spiritual Dan Spiritual Care

1.Definisi

Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernapas atau

angin. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari

kehidupan seseorang. Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya

dengan kompleks yang Maha Kuasa Dan Maha Pencipta. Spiritual

merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan bergantung pada

budaya, perkembangannya, pengalaman hidup, kepercayaan, dan ide-ide

tentang kehidupan seseorang (Hidayat, 2014).

Spiritual merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam

hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang

menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaannya terhadap adanya Tuhan,

dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat. Agama

merupakan petunjuk perilaku karena di dalam agama terdapat ajaran baik

dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan

seseorang, contohnya minuman beralkohol sesuatu yang dilarang agama

dan akan berdampak pada kesehatan bila dikonsumsi manusia. Agama

sebagai sumber dukungan pada seseorang yang mengalami kelemahan

(dalam keadaan sakit) untuk membangkitkan semangat untuk sehat atau

juga dapat memperoleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon

pertolongan dari Tuhan-Nya (Mubarak, 2015).


10

Menurut Meehan (2012) Spiritual care adalah kegiatan dalam

keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan

tindakan praktik keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan

Spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih,

ketenangan kelemah lembutan.

Dalam hal ini didalam Spiritual dalam islam itu banyak hal yang harus

dilakukan untuk mengingat Sang Pencipta yang membuat suatu hamba

menjadi tenang dan merasa dekat dengan Tuhan salah satunya yaitu dzikir.

Dzikir secara bahasa berasal dari kata dzakara yang artinya mengingat,

mengenal, mengenang, memperhatikan, mengerti dan mengambil

pelajaran, dalam Al-Quran dimaksudkan dzikir Allah yang artinya

mengingat Allah. Dzikir juga dapat juga dikatakan latihan spiritual untuk

menghadirkan Allah dalam hati manusia dalam menyebut-nyebut nama dan

sifat Allah sambil mengenang keagungan Allah. Al kalabadzi (Anshori,2013)

“dzikir sesungguhnya adalah melupakan semua kecuali Sang Pencipta” jadi

selama proses dzikir manusia harus melupakan urusan Duniawi dan hanya

berfokus pada Allah. Dzikir pada umumnya dilakukan dengan menyadari

kebesaran Allah dan merasa diawasi oleh Allah, sehingga dzikir dilakukan

seraya menyebut nama kebesaran Allah.

Adapun secara literal dzikir berarti mengingat, merupakan amaliah

yang terkait dengan ibadah ritual lainnya. Dzikir juga dapat dikatakan

sebagai suatu bentuk kesadaran yang dimiliki seseorang dalam hubungan

dengan Sang Pencipta (Michon dalam subandi 2009). Secara umum dzikir

adalah mengingat Allah, mengagungkan nama Allah, memuji Allah atas

kekuasaan Allah dan membangung komunikasi dalam mendekatkan diri


11

pada Allah (Mustofa, 2006). Setiap bacaan dzikir mengandung makna suatu

pengakuan percaya dan yakin hanya kepada Allah SWT. Individu yang

memiliki spiritual yang tinggi memiliki keyakinan yang kuat dan dapat

mengarahkan dindividu kearah yang positif.

Lulu (2002) mengatakan bahwa dzikir telah menembus seluruh bagian

tubuh bahkan kesetiap sel-sel dari tubuh itu sendiri, hal ini berpengaruh

terhadap tubuh (fisik) dengan mengatakan getaran rasa yang lemas dan

pada saat itulah tubuh manusia merasakan relaksasi sehingga ketegangan-

ketegangan yang dirasakan dapat hilang.

Dalam Craigie, dkk (1992) menemukan bahwa keiatan agama seperti

berdoa dan berdzkir dapat meningkatkan kesehatan mental.

Saat seseorang muslim membiasakan dzikir ia akan merasa dirinya

dekat dengan Allah, berada dalam penjagaan dan lindungannya yang

kemudian akan membangkitkan percaya diri kekutan perasaan aman,

tentram dan bahagia (Najati,2005).

Kalimat dzikir yang digunakan adalah kalimat Subuhanallah,

lailahaillah, wallahuakbar. Kalimat dzikir tersebut diucapkan berulang-

ulang dengan tujuan sebagai proses pembelajaran dan melatih untuk

membangun daya juang dan kesungguhan dalam meraih ridha, cinta dan

perjumpaan dengan Allah SWT (Adz-Dzakiey,2008).

Firman Allah SWT tentang membaca istighfar:

“Maka aku katakan kepada mereka: mohon ampunlah (istighfar) kepada

Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan

memberikan hujan kepadamu dengan lebat memperbanyak harta dan anak-


12

anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula

didalamnya untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh:10-12)

Sabdah Rasulullah tengtang kalimat istighfar:

“barang siapa yang senantiasa beristigfar, maka Allah akan memberikan

kegembiraan dari setiap kesedihannya dan memberinya rizki dari arah yang

tiada disangka-sangka” ( HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).

2. Factor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual Care.

Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan

dengan spiritualitas, yaitu:

a. Diri Sendiri

Jiwa seseorang merupakan hal yang mendasar dalam mencari apa

itu spiritual yang sebenarnya.

b. Sesama

Hubungan terhadap sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.

Dimana kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling

berhubungan sangat penting bagi manusia untuk dijadikan sebuah

pengalaman.

c. Tuhan

Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan

secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.

Akan tetapi, hal ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak

terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip

hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil

berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi


13

satu orang dengan orang lain. Manusia memahami Tuhan dalam

banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam dan seni.

3. Klien Yang Membutuhkan Kebetuhan Spiritual Care

Menurut Hidayat (2014) klien yang membutuhkan spiritual care adalah

sebagai berikut:

a. Klien Kesepian

Klien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan

membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada

kekuatan selain kekuatan tuhan, tidak ada yang menyertainya selain

tuhan.

b. Klien Ketakutan Dan Cemas

Adanya ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau.

Sehingga dengan merasa dengan Tuhan dapat menimbukan ketenangan

pada dirinya.

c. Klien Yang Harus Mengubah Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan

keberadaan tuhan (kebutuhan spiritual), pola gaya hidup dapat

membuat kekecauan keyakinan bila kearah lebih buruk. Akan tetapi

bila perubahan gaya hidup kearah lebih baik, maka klien akan

membutuhkan dukungan spiritual.


14

4. Karakteristik Spiritual

Karakteristik spiritual menurut Hidayat (2014) adalah sebagai berikut:

a. Hubungan dengan diri sendiri sebagai kekuatan dalam self reliance

yang tergantung dalam pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang

dilakukan) dan sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/

masa depan, ketenangan pikiran harmoni/keselarasan dengan diri

sendiri).

b. Hubungan dengan alam, sebagai wujud harmoni dengan cara

mengetahui tentang alam, iklim, margasatwa, dan berkomunikasi

dengan alam (berjalan kaki/bertanam), serta melindungi alam.

5. Hubungan dengan orang lain sebagai harmoni sportif melalui berbagai,

waktu pengetahuan, dan sumber secara tidak baik serta mengasuh anak,

orang tua dan orang sakit, menyakini kehidupan dan kematuan

(mengunjuangi atau melayat). Sementara yang tidak harmonis misalnya

konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan.

6. Hubungan dengan ketuhanan, berupa agamis atau tidak agamis yaitu

sembahyang/berdoa, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dalam agama

menunjukan tingkatan yang lebih tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga

diri dan optismisme. Kebutuhan spiritual sangat berperan ketenangan

batiniah, khusunya pada lansia. Rasulullah bersabda “semua penyakit ada

obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan

keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun

kesehatan mental, hal ini di tunjukan penelitian yang dilakukan oleh

hawari (1997) bahwa:


15

a. Lanjut usia yang non religious angka kematiannya dua kali lebih besar

daripada orang yang religious.

b. Lanjut usia yang religious penyembuhan penyakitnya lebih cepat

dibandingkan yang non religious.

c. Lanjut usia yang religious lebih kebal dan tenang menghadapi operasi

atau masalah hidup lainnya.

d. Lanjut usia yang religious lebih kuat dan tabah menghadapi stress

daripada yang non religious, sehingga gangguan mental emosional jauh

lebih kecil.

e. Lanjut usia yang religious tabah dan tenang menghadapi saat-saat

terakhir (kematian ) daripada yang nonreligius.

Kegiatan-kegaitan spritual yang dapat diajarkan dan diberikan kepada

lansia untuk mengurangi kecemasan yang dialami, seperti kegiatan sholat

rutin lima waktu dan kajian-kajian tentang keagamaan.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Definisi

Kecemasan menurut (Stuart, 1995 dalam Riyadi, 2009) adalah

kekwatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki

objek yang spesifik.

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian individu yang

subjektif, yang di pengaruhi alam bawah sadar. kecemasan merupakan

istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang

menggambarkan keadaan khwatir, gelisah, takut, tidak tenteram disertai


16

dengan keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi atau menyertai

kondisi situasi kehidupan dan berbagi gangguan kesehatan. Kecemasan

berbeda dengan takut, takut merupakan penilaian intelektual terhadap

stimulus yang mengancam dan objeknya jelas (Dalami, dkk.,2009).

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi

dialami secara subjektif dan di komunikasikan dalam hubungan

interpersonal. kecemasan berbeda dengan rasa takut yang merupakan

penilaian intelektual terhadap suatu yang berbahaya. kecemasan adalah

respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi

cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang

parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2007).

Kecemasan ialah respon emosi tanpa subjek yang spesifik yang secara

subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan

adalah kebingungan, kekhwatiran pada suatu yang akan terjadi dengan

penyebab yang tidak jelas dan duhubungkan dengan perasaan tidak

menentu dan tidak berdaya. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari

kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas

seseorang tidak sama dalam beberapa situasi dan hubungan interpersonal

(Suliswati,dkk.,2012).

Respon yang timbul pada kecemasan yaitu khwatir, gelisah tidak

tenang dan dapat disertai keluhan fisik. Kondisi dialami secara subjektif

dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan berbeda

dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu

yang berbahaya. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian


17

tersebut yang penyebabnya tidak diketahui. Sedangakan rasa takut

mempunyai penyebab yang jelas dan dapat dipahami. Kapasitas

kecemasan diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan

yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Riyadi, 2009).

Pada orang usia lanjut akan sering mengalami kecemasan, mereka

menyatakan kecemasan tentang rasa takut terhadap kematian,

kehilangan keluarga, kedudukan sosial, pekerjaan, uang, atau mungkin

rumah tangga (Reny, 2014).

2. Manifestasi Klinis Cemas

Keluhan-keluhan yang sering di ungkapkan oleh orang yang

mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut (Hawari,

2011):

a. Cemas, khwatir, firasat buruk takut akan fikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut.

c. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan

d. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

f. Keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lainnya.

7. Factor Penyebab Kecemasan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut (Isaac, 2004

dalam Pramana,dkk.,2016) yaitu:


18

a. Umur

Semakin meningkatnya umur seseorang semakin baik tingkat

kematangan seseorang walau sebenarnya tidak mutlak (Isaac, 2004).

Tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan berkerja dari kepercayaan masyarakat yaitu semakin tua

umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping

terhadap masalah maka akan mempengaruhi konsep dirinya. Umur

dipandang sebagai sesuatu keadaan yang menjadi dasar kematangan

dan perkembangan seseorang (Videbeck,2008).

b. Jenis Kelamin

Gangguan kecemasan lebih sering dialami perempuan daripada laki-

laki, dikarenakan perempuan lebih peka terhadap emosinya yang pada

akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Perempuan

cenderung melihat peristiwa yang dialaminya dari segi detail

sedangkan laki-laki cenderung global atau tidak detail.

c. Pendidikan

Seseorang dengan tingakt pendidikan yang rendah mudah mengalami

kecemasan, karena semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi

kemampuan pola fikir seseorang.


19

8. Tingkat Kecemasan Para Ahli

Menurut peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu

yaitu ringan, sedang, berat (Suliswati,dkk.,2012) :

a. Kecemasan Ringan

Hal ini berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa sehari-hari. Pada

tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu semakin berhati-hati dan

waspada serta individu ini terdorong untuk menghasilkan pertumbuhan

dan kreatifitas.

Tanda dan gejala pada keadaan ini antara lain :

1) Sesak nafas

2) Muka berkerut dan bibir bergetar

3) Konsentrasi pada masalah

4) Menyelesaikan masalah dengan efektif

5) Tidak dapat duduk tenang

6) Tremor halus pada tangan

7) Suara kadang-kadang meninggi

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu

lebih memfokuskan pada hal penting pada saat itu dan mengesampingkan

hal lain.

Tanda dan gejala dalam hal ini sebagai berikut :

1) Sering nafas pendek

2) Mulut kering

3) Anorexia
20

4) Diare

5) Gelisah

6) Lapang persepsi meningkat

7) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya

8) Gerakan tersentak-sentak

9) Bicara banyak dan lebih cepat

c. Kecemasan Berat

Pada masalah ini lahan persepsi individu menjadi sempit. Individu sering

memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain,

individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak

pengarahan dan tuntunan.

Tanda dan gejala yang timbul sebagai berikut:

1) Sering nafas pendek

2) Penglihatan kabur

3) Lapang persepsi sangat menyempit

4) Tidak mampu menyelesaikan masalah

5) Perasaan ancaman meningkat

6) Berbicara cepat
21

9. Pentalaksanaan kecemasan

a. Penatalaksanaan farmakologi

Pengobatan untuk anti kecemasan benzodiazepine, obat ini digunakan

untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena

pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti

kecemasan nonbenzodiazepin, seperti buspiron dan berbagai anti

depresan juga digunakan (Issue Brief, 2015).

b. Penatalaksanaan non farmakologi

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode menghilangkan kecemasan dengan cara

mengalihkan pehatian pada hal-hal lain sehingga pasian akan lupa

terhadap cemas yang dialami.

Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan

spiritual dengan dzikir. Sehingga dapat menurunkan hormon-hormon

stressor, mengaktifkan hormone endorfin alami, meningkatkan

perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian rasa takut, cemas dan

tegang.

2) Relaksasi

Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi meditasi,

relaksasi imajinasi, visualisasi serta relaksasi progresis (Isaacs, 2015)


22

2.3 Tinjauan Umum Tentang Lansia

1. Definisi

Lanjut usia merupakan seseorang yang memiliki usia lebih dari 60

tahun. Menua akan membuat seseorang mengalami perkembangan dalam

bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang

bersifat regresif yaitu terjadi kemunduran fungsi-fungsi fisik biologis,

psikologis dan sosial yang terjadi secara bertahap. Masa tua adalah masa

paling akhir dari siklus kehidupan manusia, pada masa-masa ini akan

terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang

dinamis sebagai akibat dari perubahan-perubahan sel, fisioligis dan

psikologis. Pada masa ini manusia berpotensi mempunyai masalah-

masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa (Issue Brife,

2015).

Lansia (lanjut usia) bukan suatu penyakit tapi tahap lanjut dari

proses kehidupan manusia, walaupun bukan penyakit tetapi kondisi ini

dapat menimbulkan masalah fisik, sosial dan mental. Kaum lanjut usia

sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan

sebagainya. Tidak jarang mereka diperlakukan sebagai beban keluarga,

masyarakat, hingga negara. Orang yang sudah lanjut usia seringkali

mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya

selalu disuruh duduk saja. Apa yang orang muda lakukan pada mereka

yang sudah lansia sebenarnya merupakarn suatu kesalahan.

2. Batasan-Batasan Usia Lanjut


23

Menurut Padila (2013) usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia

itu berbeda-beda, pada umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa

pendapat para ahli tentang batasan usia lanjut adalah sebangai berikut:

a. Menurut WHO dalam Padila (2013), ada empat yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

b. Menurut Hurlock (1979) Padila (2013):

1) Early old (usia 60-70 tahun)

2) Advanced old age (usia 70-79 tahun)

c. Menurut Burns (1979) ( dalam Padila 20 13) :

1) Young old ( usia 60-70 tahun)

2) Middle age old (usia >70 tahun)

3) Old-old usia (80-89 tahun)

4) Very old-old (usia >90 tahun)

2.4 Kerangka Teori

Masa tua adalah masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, pada

masa-masa ini akan terjadi proses penuaan merupakan suatu proses yang

dinamis sebagai akibat dari perubahan-perubahan sel, fisioligis dan

psikologis. Pada masa ini manusia berpotensi mempunyai masalah-masalah

kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa (Issue Brife, 2015).


24

Kecemasan merupakan respon emosional terhadap penilaian individu

yang subjektif, yang di pengaruhi alam bawah sadar dan tidak di ketahui

secara khusus penyebabnya. Kecemasan ini biasanya keadaan khwatir,

gelisa, takut, tidak tenteram disertai dengan keluhan fisik. Dalam hal ini

kecemasan meliki tiga tingkatan yaitu kecemasan ringan, kecemasan

sedang, kecemasan berat.

Menurut Meehan (2012) Spiritual care adalah kegiatan dalam

keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan

tindakan praktik keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual

yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan

kelemah lembutan.

Spiritual care tersebut berkontribusi dalam hal mengurangi gejala

depresi dan kecemasan . Orang yang mendekatkan diri kepada tuhan akan

memperoleh kenyamanan dan dapat mengatasi kecemasan (young, 2012).

Kedekatan dengan tuhan akan memberi kekuatan lebih kepercayaan diri

serta kenyamanan, sehingga memberi manfaat kesehatan termasuk

mengurangi depresi, kesepian, meningkatkan kematangan dalam hubungan,

kompetensi sosial dan penilaian psikososial yang lebih baik dalam

menghadapi kecemasan dan stres (Hill dan paragamen, 2008).


25

Gambar 2.1 Kerangka teori

Lanjut usia

Kemunduran
fungsi fisik dan
psikologis

Tingkat kecemasan
kecemasan 1. Kecemasan ringan
2. Kecemasan
sedang
3. Kecemasan berat

Tindakan penurunan
kcemasan

Farmakologi: Non farmakologi : Spiritual care


antidepresan 1. Ditraksi dengan dzikir
2. Relaksasi

Sumber., Issue brief, 2015. Suliswati dkk, 2012. Meehan, 2012. Young, 2012. Hill dan
paragamen, 2008, Issue brief, 2015
26

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Pra Test Intervensi Post Test

Kecemasan lansia Spiritual care dengan Kecemasan lansia


dzikir

Keterangan:

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

: Garis Penghubung
27

2.6 Definisi Operasional

Tabel 2.1
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala
Operasional objektif
1. Spiritual Spiritual care SOP Pemberian 1. ya : jika
Care dengan dzikir ini informasi responden
Dengan merupakan suatu melakukan
Dzikir kegiatan dzikir
keagamaan untuk
mendekatkan diri 2. tidak :
kepada tuhannya jika
guna untuk responden
mengurangi tidak
kecemasan yang berdzikir
diterapkan pada
lansia setiap hari
senin,jumat,
sabtu dan minggu
tepatnya di siang
hari. dzikir yang
digunakan dalam
hal ini,
Subuhanallah,
Lailahaillallah,
Allahuakbar

2 Kecemasan kecemasan yang Kuesioner Wawancara 1= TP ordinal


dimaksud dalam Terpimpin 2= KD
penelitian ini 3= S
adalah perasaan 4=SLL
yang tidak
nyaman atau
ketakutan yang
dirasakan . Dan
di ukur dengan
kuesioner baku
Zung Self-Rating
Anxiety Scale
(SAS/SRAS) yang
dirancang oleh
William
W.K.Zung
28

2.7 Hipotesis

1. Hipotesis Nihil (H0)

Tidak ada pengaruh spiritual care dengan dzikir terhadap penurunan

tingkat kecemasan pada lanisa di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut

Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh spiritual care dengan dzikir terhadap penuruan

tingkat kecemasan pada lansia Di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut

Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan.


29
BAB 3
METODE PENELITIAN

c.1 Desain Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Desain penelitian ini yakni menggunakan pendekatan studi kuantitatif

dengan desain penelitian pre eksperimen. Rancangan penelitian ini adalah

pre dan post experiment merupakan rancangan penelitian dengan cara

mengungkapkan pengaruh dari suatu intervensi dengan menggunakan satu

kelompok subjek, dengan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah

dilakukannya intervensi atau perlakuan dari hasil tersebut dinyatakan

sebagai efek atau pengaruh dari tindakan yang diberikan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh spiritual care

dengan dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Balai

Rehabilitasi Soasil Lanjut Usia Gau Mabaj Gowa, Sulawesi Selatan.

Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok sampel yang

diberikan tes awal (pre test) lalu di berikan perlakuan selama 16 hari

dalam satu bulan dengan melakukan dzikir pada siang hari, kemudian di

berikan tes akhir (post test) yakni memberikan kuesioner kembali.

Pengontrolan pada saat melakukan dzikir ini terhadap lansia di panti

dilakukan langsung oleh peneliti dan dibantu oleh dua rekan yang bertugas

sebagai penerjemah, pengontrolan dzikir dilakukan oleh peneliti selama 4

hari dalam 1 minggu.


30

c.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian Dilakukan Di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji

Gowa, Sulawesi Selatan.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2019

3.3 Populasi Dan Sampel

1. Popolasi

(Saryono,2013), Popolasi merupakan keseluruhan sumber data yang

perlukan dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia yang berada Di Balai Herabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau

Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan yang sebanyak 48 0rang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi tersebut (Nursalam,2013). Pembagian

sampel berdasarkan tujuan tertentu yang tidak menyimpang dari kriteria

yang sudah ditetapkan oleh peneliti.

Adapun kriteria yang menjadi responden ialah:

a. Kriteria Inklusi

1.) Semua lansia yang beragama islam

2.) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Ekslusi

1.) lansia yang tidak beragama islam

2.) lansia yang tidak bersedia menjadi responden

Sehingga sampel yang ditetapkan pada saat penelitian yakni sebanyak 31

orang.
31

3. Tehnik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, menggunakan teknik total sampling dimana

penetapan sampel dengan cara memilih semua sampel diantara populasi

sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti.

3.4 Jenis Dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan

menggunakan alat pengukuran atau pengambil data, langsung pada

subjek sebangai sumber informaasi yang dicari (Saryono,2013). Data

primer yaitu data yang di peroleh langsung dari responden melalui

kuesioner, observasi dan wawancara.

Data primer dalam penelitian ini yaitu hasil kuesioner yang sudah

diisi oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu berupa data yang diperoleh dengan cara

menelusuri dan memilah literature (Saryono,2013).

Data sekunder dalam penelitian ini ialah dari hasil data di Balai

Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Gau Mabaji Gowa, Sulawesi Selatan.

3.5 Instrumen Penelitian

Istrumen yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu


bolpoint, kertas, tasbih, handphone.
32

3.6 Variabel Penelitian

1. Variable Independen

Variable independen adalah variabel yang mempengeruhi atau nilainya

mempengaruhi variabel lain. Dan dalam penelitian ini adalah pemberian

spiritual care dengan dzikir merupakan variabel independen.

2. Variable Dependen

Variable dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan

oleh variabel lain. Dan dalam penelitian ini kecemasan lansia merupakan

variabel dependennya.

3.7 Metode Analisis

Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS versi 22.

Data yang telah peneliti kumpulkan selanjutnya diolah sebagai berikut:

1. Editing

Setelah kuesioner terkumpul, kemudian kuesioner diobservasi


mengenai kelengkapan penulisan dan kejelasannya.

2. Coding

Coding ialah usaha mengklasifikasi jawaban atau hasil dari wawancara


yang dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-
masing jawaban dengan kode berupa angka ataupun huruf kemudian di
masukkan dalam lembar tabel kerja guna mempermudah membacanya.
Hal ini penting dilakukan karena alat yang digunakan untuk analisa data
dalam komputer yang memerlukan suatu kode tertentu.
33

3. Entry data
Entry data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau databes komputer. Entry data
dalam penelitian inidilakukan dengan menggunakan program software
statistik t-test (spss versi 22).
4. Cleaning
Setelah data di masukkan dalam program komputer selanjutnya
peneliti melakukan cleaning dengan memeriksa kembali data yang sudah
di entry agar mengetahui kemungkinan adanya data yang masih salah atau
tidak lengkap sebelum dilakukan analisis.
5. Scoring
Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang di
berikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang telah
ditemukan, adapun kode yang dimaksud adalah:
Karakteristik Responden
a. Umur :1
b. Jenis kelamin : 2
c. Pendidikan :3
d. Agama :4
Karakteristik Pertanyaan
e. Tidak pernah : (1)
f. Kadang-kadang : (2)
g. Sering : (3)
h. Selalu : (4)
6.Tabulasi Data

Merupakan kegiatan dengan memasukkan data-data hasil penelitian

ke dalam tabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai

hasil observasi
34

3.8 Analisa Data

Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS versi 22 dengan

menggunakan metode uji statistik yaitu analisa univariat pada variabel

tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisa bivariate

untuk melihat distribusi beberapa variabel yang dianggap terkait dengan

menggunakan uji t dengan kemaknaan 0,05

a. Analisa Univariat

Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang

diteliti.

b. Analisa Bivariate

Analisa data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Supriadi, 2014).

Uji statistik dalam penelitian ini yang pertama dilalukan adalah uji

normalitas untuk mengetahui data yang terditribusikan normal atau

tidak. Jika data terdistribusi normal maka harus dilakukan uji T-test

bepasangan dan apabila data tidak terdistribusi normal maka uji yang

dilakukan adalah uji Wilcoxon.

3.9 Prinsip Dan Etika Penelitian

1. Autonomy (aspek otonomi)


Prinsip autonomi digunakan saat partisipan dipersilahkan untuk

menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian, dimana calon

partisipan diminta kesediaannya menjadi partisipan tanpa paksaan.


35

Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden. Tujuannya

adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak

yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek bersedia bersedia

diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan (informed

consent). Jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak responden.

2. Confidentiality (prinsip kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden

dijamin oleh peneliti. Data tersebut akan disajikan dan dilaporkan pada

pihak yangterkait dengan penelitian.

3. Justice (prinsip keadilan)

Dalam penelitian ini peneliti memperlakukan semua partisipan secara

adil dan terbuka. Tanpa membedakan suku, bangsa dan ras. Semua

partisipan yang telibat dalam penelitian ini mempunyai hak yang sama.

4. Anonymity (tanpa nama)

Agar kerahasiaan partisipan tetap terjaga, maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama partisipan, tetapi peneliti menggunakan kode

tertentu untuk masing-masing partisipan.


DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzakiey, H.B (2016). Prophetic Inteligenci; Kecerdasa Kenabian.


Yogyakarta : Penerbit Almanar

Afif Anshori, Dzikir Dan Kedamaian Jiwa, Pustaka Pelajar.


Yogyakarta,2013.h.19

Anshori, A. (2013). Dzikir demi kebaikan jiwa, Yogyakarta : pustaka pelajar

Dra. St. Rahmah, M.Ag , Pendekatan Konseling Spiritual St. Rahmah Jurnal “Al-
Hiwar” Vol. 03, No. 05-Januari-Juni-2015

Dadang Hawari. (2011). Manajemen Stres, Cemas Dan Depresi. Jakarta: Gaya
Baru

Gail W. Stuart. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Ramona P.
Kapoh & Egi Komara Yudha. Jakarta: Erlangga

Hidayat. (2014). Ilmu keperawatan dasar . Jakarta: Salemba Medika

Hidayat. (2015). Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Jakarta: salemba medika

Hawari,D. (2011). Manejemen/ stress cemas dan depresi. Jakarta: FKUI

Hill dan pargament. (2008). Conceptualizing religion and spirituality: poins of


commonality, points of depature . jurnal for the theory of social
behavior, 30(1)

https://www.google.com/search?
q=faktor+faktor+yang+mempengaruhi+spiritual+care&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b

http://eprints.ums.ac.id/38020/3/BAB%20I.pdf

https://marialiwun-wordpress-com.2014/09/16 /kecemasan-pada-lansia.

Issue Brief, (2015). Hubugan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Hidup
Lanjut Usia Di Panti Werdha Darma Bakti Pajang Surakarta:
Surakarta

kemenkes. (2017). http://www.kemenkes.go.id/ resources/ download/profil/


PROFIL….2017
37

Mustofa, A. (2017). Dzikir Tauhid, Surabaya: PADMA Press.

Najati, M. U. (2016). Al-Qor’an Dan Psikologi (Terjemahan) Jakarta : Aras


Pustaka

Nursalam. (2013). Buku Ajar Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Jl. Sadewa No. 1 Surowajan Baru,


Yogyakarta: Nuha Medika

Perwitaningrum, (2016). pengaruh terapi relaksasi dzikir terhadap penurunan


tingkat kecemasan pada penderita dyspepsia : Yogyakarta.

Rosyiana (2015), hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualiatas hidup


lanjut usia di panti tresna werdha darma bakti pajang Surakarta.
Surakarta

Reny, Y., A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi Nanda
NIC dan NOC . Jakarta Trans Info Medika

Riadai, S. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Stuart, G. (2015). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta EGC.

Suliswati, Dkk. (2012). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart (2010). Factor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lanjut


usia di panti tresna werdha dharma bakti kota Surakarta.

Saryono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dalam Bidang


Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika
Videbeck, shella L. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
38

L
A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai