Anda di halaman 1dari 1

Irzi fahrezi KI PENGANJANG 10 ipa 1

Pada jaman dahulu ada seorang pemuda yang mempunyai keinginan untuk menjadi seorang pengembara.
Pemuda itu bernama Jakatarub. Jakatarub adalah seorang pemuda yang bertubuh tegap, gagah dan cerdas.
Demikianlah pengembaraan Jakatarub dari waktu ke waktu ditempuhnya denga penuh ketenangan dan
ketabahan, meskipun banyak mengalami rintangan. Jakatarub berasal dari Solo. Ia sampai ke Indramayu
sebelum Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di Cirebon. Karena takdir yang Maha Kuasa, maka
Jakatarub akirnya sampai ke suatu tempat yang menjadi kisah tak terlupakan, terutama bagi orang-orang
Indramayu. Nama asli Jakatarub adalah Ki Gede Kirom, sedangkan nama julukannya yaitu Ki Gede Penganjang. Ki
Gede Kirom mempunyai beberapa nama panggilan, diantaranya yaitu: Ki Jakatarub,. Ki Gede Penganjang , Ki
Gede Laha, karena ia sebagai pembuat “laha” (perikanan).Disebut Ki Jakatarub karena dapat melindungi
masyarakat pada waktu itu. Sedangkan nama Ki Gede Penganjang karena mulai saat itulah ditinggalkannya
anjang-anjang.Di tempat pengembaraannya itu, Jakatarub menemui beberapa bidadari yang sedang bersuka ria
sambil mandi di sebuah telaga yang bening airnya. Tempat itu bernama Sumur Krapyak. Melihat kejadian itu,
Jakatarub berkeinginan untuk menyaksikan lebih dekat agar lebih jelas siapa bidadari-bidadari itu. Ia mulai
mengintai dari balik pepohonan yang ada di sekitar sumur. Setelah bidadari itu puas bermain, maka pulanglah
mereka ke kahyangan (langit). Tetapi salah satu dari mereka itu tidak dapat terbang karena baju
antrakusumanya hilang. Jakatarub senang melihat bidadari itu tidak dapat pergi. Ia sengaja
menyembunyikannya dengan tujuan supaya bidadari itu mau dijadikan istri. Kemudian ia menegur dan
membujuk bidadari itu agar mau dikawini. Setelah permintaan Jakatarub itu dipenuhi, maka sejak saat itu
mereka menjadi sepasang suami-istri yang bahagia. Dari istrinya itu, Jakatarub dikaruniai seorang anak yang
diberi nama Atasangin. Di Banten Jakatarub berputra seorang lagi bernama Ki Gede Bagong. Pada suatu hari
istrinya ingin pergi memandikan anaknya ke sungai. Pada waktu itu periuk (tempat menanak nasinya) masih
diterpanggang di atas api. Sebelum pergi, bidadari Nawangwulan (istri Jakatarub) itu berpesan kepada suaminya
agar sekali-kali tidak membuka tutup periuk itu. Tetapisebaliknya, sang suami (Jakatarub) itu merasa penasaran
akan rahasia di balik larangan tersebut dan ingin membuka tutup periuk itu. Setelah dibuka, terlihat di dalamnya
ada padi yang masih bersatu dengan tangkainya.Setelah sampai di rumah, istrinya tahu bahwa suaminya telah
membuka tutup periuk itu. Ia berkata kepada suaminya dengan nada kesal, “Mas, mulai sekarang buatlah lesung
(alat menumbuk padi) dengan alunya untuk menumbuk padi, karena padi itu tidak dapat ditanak denga kulit dan
tangkainya sebab kau telah membuka tutup periuknya tadi.” Demikianlah si istri tiap hari mengambil padi di
lumbung untuk ditumbuk. Isi lumbung itupun makin lama makin sedikit hingga hampir habis. Pada suatu hari si
istri pergi mengambil padi lagi seperti biasa, tetapi dengan tak disangka-sangka ditemukannya baju
antrakesumanya yang hilang. Mulai saat itulah Nawangwulan timbul keinginan utnuk kembali ke kahyangan.
Jakatarub, sang suami, bertanya, “bagaimana dengan anak kita yang masih kecil dan masih menyusu ini? Apakah
kau tega meninggalkannya?” “Ya apa boleh buat aku harus pergi,” jawab Nawangwulan, istrinya. “Untuk itu Mas
harus membuat anjang-anjang yang dirambati tanaman labu putih. Jadi kalau anak kita ingin menyusu,
letakkanlah anak itu di atas anjang-anjang. Kemudian bakarlah merang ketan hitam. Kalau saya mencium
asapnya, saya akan turun ke bumi untuk menyusuinya.”Demikianlah hal itu dilakukan oleh Jakatarub sampai
anaknya besar dan tidak menyusu lagi. Itulah sebabnya sampai sekarang di Penganjang tidak boleh menanam
labu putih dan menanam ketan hitam.

Anda mungkin juga menyukai