Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Tuberkulosis pada Kehamilan

Di Susun Oleh

Wulan Bonde

751331119013

PRODI D IV Gizi

POLTEKKES KEMENKES GORONTALO

T.P 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Tuberkulosis pada

Kehamilan” Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita

Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan kepada

alam yang terang-benderang saat ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh

karen itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dtunjukan demi

kesempurnan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi

semua pihak.

Penulis,

Wulan Bonde

2
DAFTAR ISI

Halaman

COVER..................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan Studi Penulisan ............................................................ 2
D. Manfaat Studi Penulisan ......................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN .........................................................................

2.1 Konsep Tuberkulosis................................................................ 3


2.2 Tuberkulosis pada Kehamilan.................................................. 8
BAB III. PENUTUP ...............................................................................

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 11


3.2 Saran ........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis biasanya menyerang paru-paru. Penyakit menyebar
ketika penderita TB paru mengeluarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan
dahak atau droplet nuclei (WHO, 2018 dalam Lestari, Nia Puji. Nurul SW. dan Ririn
Nasriati, 2019). TB terbagi menjadi TB paru dan TB ektra Paru(Global Report
Tuberkulosis 2019)
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia
termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap
30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari
22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades,
China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia
termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka kematian
akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal
di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75
persen penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di
Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan China.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu
hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik dan mental
ibu hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin
melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB kongenital).
Mengingat akan bahaya TB paru dan pentingnya memberikan pelayanan
pada ibu untuk mempersiapkan kehamilan, terutama untuk mendeteksi dini,
memberikan terapi yang tepat serta pencegahan dan penanganan TB pada masa
prakonsepsi, maka dalam makalah ini akan di bahas segala teori tentang TB paru
dan hubungannya dengan masa prakonsepsi wanita untuk mempersiapkan
kehamilan. Selain itu, dalam makalah ini juga akan dibahas peranan bidan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan prakonsepsi, utamanya terhadap klien penderita
TB paru.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi TB Paru?


2. Bagaimana tanda dan gejala penyakit TB Paru?
3. Bagaimana hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan Definisi TB Paru
2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Untuk menjelasan hubungan antara TB Paru dengan kehamilan.
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi TB Paru.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Untuk mengetahui hubungan antara TB Paru dengan kehamilan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Tuberkolosis
1. Pengertian
Tuberkulosis paru (TB paru) yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percikan dahak. Penyakit
menular yang ditularkan langsung oleh kuman TB, kuman ini sebagian besar
menyerang organ paru-paru dan juga organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2017).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis dan M. Leprae. Yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium
selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis)
yang terkadang bisa menggangu penegakan diagnosis dan pengobatan TB
(InfoDatin, 2018).

2. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberkolosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis yaitu
melalui droplet nuclei, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes
RI, 2002).
Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian
kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap
asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis.
Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis
cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur
sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk
memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (DepKes RI, 2005).
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama

6
15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang
lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau
aliran udara (Widoyono, 2008).

3. Klasifikasi
Diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit :
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada
(hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleuratanpa terdapat gambaran
radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB
ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.

4. Manifestasi Klinis
TB paru sering dijuluki “yhe greet imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang memberikan gejala umum yang
sama, yakni :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
1) Batuk : Gejala yang timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berhadak bahkan hingga bercampur darah, batuk darah tergantung berat
ringannya rusak/pecahnya pembuluh darah diarea paru.
2) Sesak napas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
3) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem saraf di pleura terkena

7
b. Gejala sistemik, meliputi :
1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul
2) Keringat malam
3) Anorexia hingga penurunan BB

5. Patofisiologi
Ketika penderita TB paru batuk, bersin atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, dropler nuklei tadi
menguap. Menguapnya droplet nuklei bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan
angin akan membuat bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei
terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara
disebut dengan airborne infection.
Bakteri yang terhirup akan melewati mukosilier saluran pernapasan dan
masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri
akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan fokus ini disebut
fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe
regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infkesi akan menjadi sensitiv
terhadap tes tuberculin atau tes mantoux. Berpangkal dari kompleks primer infeksi
dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :
a. Percabangan bronkhus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfedenopati atau akhirnya secara tak
langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus
dan menimbulkan tuberculosis millier.
Aliran darah
Aliran vena pulmunalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang menggandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini
dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,
kelenjar adrenal, otak dan meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

8
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infkesi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang baik lebih lanjut dan
menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat
sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh
terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali.
Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi
ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi
pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis yang baru
masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali.
Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada
di daerah apeks paru.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sputum : Kultur dan Ziehl-Neelsen
b. Pemeriksaan Tes Kulit (PPD, Mantoux dan Vollmer)
c. Foto Thorax
d. Histologi atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine, cairan
serebrospinal dan biopsi kulit)
e. Biopsi jarum pada jaringan paru
f. Darah
1) LED : indikator stabilitas biologik penderita, respons terhadap
pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada
proses aktif
2) Limfosit : menggambarkan status imunitas penderita (normal atau
supresi)
3) Elektrolit : hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru
kronis luas
4) Analisa Gas Darah : hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya
kerusakan paru
g. Tes Faal Paru

7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB dibedakan menjadi 2 fase yaitu fase insentif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah : Rifampisin (R), Isoniazid (H/INH), Pirasinamid (Z), Streptomisin (S)

9
dan Etambutol (E) sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat dan derivat Rifampisin/INH.
Pengobatan berdasarkan Metode Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) yakni sebagai berikut :
a. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TB baru
b. Kategori II (2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori I-nya gagal atau klien yang kambuh)
c. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-) dan Ro (+)
d. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir
tahap insentif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan
BTA (+)
Catatan : obat diminum sekaligus 1 jam sebelum makan pagi
1) Pengobatan tahap intensif diberikan setiap hari selama 2 bulann (2 HRZE)
a) INH (H) : 300 mg – 1 tablet
b) Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
c) Pirazimanid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @ 500mg
d) Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.
2) Tahap Lanjutan diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3)
a) INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
b) Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali.

8. Komplikasi
a. Komplikasi paru : Atelektasis, Hemoptisis, Fibrosis, Bronkiektasis,
pneumotoraks dan gagal napas.
b. TB ekstra paru : Pleuritis, Efusi Pleura, Perikarditis, Peritontis, TB kelenjar limfe
dan kor pulmoal (Alwi, 2017).

9. Pencegahan
Upaya pencegahan TB dilakukan dengan program Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) adalah strategi yang diterapkan untuk penanggulangan TB
paru yang direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 1995. DOTS memiliki 5
prinsip yakni :
a. Komitmen Politisi
b. Diagnosa Sputum Mikroskopi

c. Pengobatan Jangka Pendek dan PMO (Pengawas Minum Obat)

10
d. Jaminan Ketersediaan OAT bermutu

e. RR (Surveillace untuk assessment hasil dan kinerja)

B. Tuberkulosis pada kehamilan


1. Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada
ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental
ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data
RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150
diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007)
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain
tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan
diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah
mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi
aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain
seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar
hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan
(fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa
menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB
atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman
sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami
kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Berdasarkan (Harold Oster MD,2007) mengatakan bahwa TB paru (baik
laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di
kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat
menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk
memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih
tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB
mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil
maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

11
2. Pengaruh tuberkulosis terhadap janin
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan
ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan
obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah
sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir.
Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C
Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis,
didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap
kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan
kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil
mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR
skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500
gram).
3. Pengaruh kehamilan terhadap tuberkolosis
Pengetahuan akan meningkatnya diafragma selama kehamilan yang
mengakibatkan kolapsnya paru di daerah basal paru masih dipegang sampai
abad 19. Awal abad ke-20, aborsi merupakan pilihan terminasi pada wanita hamil
dengan tuberculosis. Sekarang, TB diduga semakin memburuk selama
kehamilan, khususnya di hubungakann dengan status sosio-ekonomi jelek,
imunodefisiensi atau adanya penyakit penyerta. Kehilangan antibodi pelindung
ibu selama laktasi juga menguntungkan perkembangan TB. Akan tetapi, lebih
banyak studi diperlukan untuk menyokong hipotesa.
4. Tes Diagnosis TB pada Kehamilan
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat
mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama
selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga
penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang
dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi
tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika
memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu

12
melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa
cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA
mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila
terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc
dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif).
Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi
kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang
membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui
ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari
tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas
bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit.
Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik,
Laboratorium serta tes uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB,
sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto
torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB.
Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak
ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi
anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk
mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung
di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.
5. Pengobatan TB pada kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan
kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan
terhindar dari kemungkinan tertular TB.

13
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tuberkulosis paru (TB paru) yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percikan dahak. Penyakit
menular yang ditularkan langsung oleh kuman TB, kuman ini sebagian besar
menyerang organ paru-paru dan juga organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2017).
2. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis dan M. Leprae. Yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
3. Tanda dan Gejala :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
 Batuk
 Sesak napas
 Nyeri dada
b. Gejala sistemik, meliputi :
 Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul
 Keringat malam
 Anorexia hingga penurunan BB
4. Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu
hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu
hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status
imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
5. Jika kuman TB menyerang paru, maka risiko juga meningkat pada janin, seperti
abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya
penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB
congenital).

B. Saran
1. Setiap pasangan yang akan merencanakan kehamilan, hendaknya
berkonsultasi dulu mengenai kondisi kesehatan kepada tenaga kesehatan,
termasuk bidan. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit/kelainan yang

14
mungkin dialami calon orang tua, sehingga dapat melakukan tindakan yang
lebih komprehensif dalam mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkan
dari penyakit yang diderita, baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya.
2. Dalam menjalankan tugasnya, bidan melakukan Asuhan Kebidanan yang tidak
hanya pada ibu hamil dan bersalin, tapi juga pada wanita yang menginginkan
kehamilan.

15
Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan RI, 2018. Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis. Kementerian
Kesehatan RI : Jakarta Selatan

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Tuberkulosis. Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia : Jakarta

WHO,2019. Global Tuberculosis Report 2019.


https://www.who.int/tb/publications/global_report/en/

Wijaya & Putri, 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Nuha
Medika : Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai