Anda di halaman 1dari 34


Tugas PBL (Problem Basic Learning)

SISTEM INTEGUMEN

Disusun sebagai pemenuhan tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III



OLEH:
KELOMPOK I

1) Juniver Verrianyach Pakaja
2) Friskawaty R. Hinelo
3) Anis Yulianti 
4) Stevita Priga Nasri Antu
5) Meta Puspita Dewi Antu Zees 
6) Parlan Mohamad

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM NON REGULER


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2021



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 


Segala Puji Bagi Allah S.W.T karena hanya dengan izin dan kuasa-Nya lah,
penyusun dapat menyusun dan menyelesaikan tugas problem basic learning (PBL) yang
diberikan. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
besar Muhammad S.A.W kepada Para Sahabatnya, keluarganya dan Insya Allah segala

curahan Rahmat-Nya akan sampai pula kepada kita yang masih konsekuen dengan
ajaran-Nya.

Penyusunan dan penyelesaian tugas tugas problem basic learning (PBL) ini guna 
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III Program Non Reguler.
tugas problem basic learning (PBL) ini berisi kajian tentang studi kasus pasien pada


system integument berdasarkan metode problem basic learning (PBL).

Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam segala
proses penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Semoga dengan disusun dan diselesaikannya makalah ini, dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak baik kepada Dosen, Mahasiswa, Pembaca dan seluruh pihak yang
terkait dalam penyusunan makalah ini.

Gorontalo, November 2021


$
Penyusun


i




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................i 
Daftar isi .......................................................................................................ii


1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING .......................1
2. KATA/PROBLEM KUNCI .......................................................3


3. MIND MAP.................................................................................4
4. TABLE CHEKLIST ...................................................................5


5. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING ..........................5
6. JAWABAN PERTANYAAN ....................................................5


7. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA........................6
8. INFORMASI TAMBAHAN.......................................................6


9. KLARIFIKASI INFORMASI.....................................................7
10. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI.................................8


11. LAPORAN DISKUSI.................................................................9
KONSEP MEDIS...............................................................9
KONSEP KEPERAWATAN.............................................20

Daftar Pustaka .............................................................................................29



ii


PEMICU SKENARIO I

BERCAK-BERCAK MERAH
Seorang Laki-laki berumur 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan timbul bercak-
bercak merah kira-kira tiga bulan yang lalu. Bercak timbul pada bercak yang sudah

sembuh dan sebagian di tempat baru. Bercak tidak terasa gatal dan sakit. Jari-jari tangan
pasien dirasa membengkak tidak diketahui sejak kapan. Pasien juga merasakan agak sulit
untuk menggerakkan jari-jari tangan baik kanan maupun kiri tidak diketahui sejak kapan.
Namun pasien mengeluhkan sering merasa seperti tersetrum dan kesemutan pada tangan

sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien baik dan kesadaran komposmentis. Tekanan Darah 120/80 mmHg, frekuensi

pernapasan 18 x/m, frekuensi nadi 80 x/m, dan suhu aksila 36,5OC.
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING

a. Bercak pada Kulit
Pada pasien yang dicurigai kusta, akan ditemukan keluhan penyerta

berupa ruam putih dan terkadang kemerahan pada kulit yang tidak
merasakan keluhan sensasi apapun seperti tidak gatal dan tidak sakit di

daerah ruam itu. Selanjutnya keluhan penebalan saraf dapat ditemui pada
sekitar siku, luka tidak sakit, otot lemah, kerusakan tulang jari (Alodokter,

Kemenkes RI).
b. Jari-jari Tangan Bengkak
Pada pasien dicurigai kusta dapat ditemukan komplikasi berupa
kerusakan postur tubuh seperti jari tangan yang tampak seperti mencakar

(claw hand) atau kaki tampak sulit diangkat seperti hendak terjatuh (drop
foot). Bengkak yang timbul pada penderita lepra bisa terjadi karena

peradangan baik akibat konsumsi obat lepra atau karena infeksi bakteri itu
sendiri atupun karena penyebab lain (Alodokter, Kemenkes RI).

c. Sensasi tersetrum dan kesemutan
Saat pasien terinfeksi bakteri kusta maka bakteri tersebut akan
menginfeksi sistem saraf perifer. Sebagian besar kuman kusta berada di sel
Schwann untuk kusta bertahan hidup, membelah diri dan menyemaikan

benih di sel Schwann. Kuman ini memilih daerah yang suhunya lebih dingin 
1



di tubuh untuk berkembang biak dan sel-sel peradangan terkait berada di
sekitar batang saraf yang berada di dekat kulit. Akibatnya, kulit menjadi
mati rasa atau kehilangan fungsi perabaan. Pertanda lainnya peradangan
pada saraf perifer yaitu hilangnya fungsi otot (paralisis otot), gangguang

tulang dan otot yang menimbulkan sensasi kesetrum dan kesemutan
(International Book of Leprosy, M. Lepra dalam Hellosehat, Kemenkes RI).
d. Keadaan Umum
Keadaan Umum Pasien adalah bagian dari Pemeriksaan fisik yang

merupakan permulaan dalam pengkajian pasien yang mencakup kesan
keadaan sakit, termasuk fasies posisi pasien serta Kesadaran (Aty Yoani.

e.
2015).
Tekanan darah

Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat
darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah
merupakan tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah dialirkan.
Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar

f.
(Setiawan. 2017).
Nadi

Denyut nadi menggambarkan frekuensi arteri (pembuluh darah bersih)
yang mengembang dan berkontraksi dalam satu menit sebagai respons
terhadap detak jantung. Melalui denyut nadi, kamu juga bisa mengetahui
detak jantung, irama jantung, hingga kekuatan jantung. Sehingga,

memeriksa denyut nadi bisa menjadi tanda apakah jantung bekerja dengan
baik atau tidak (Halodoc. 2018).
g. Respiratory Rate / Pengukuran Pernapasan
Alat ukur frekuensi pernafasan (respiration rate) adalah suatu alat

yang digunakan untuk memantau frekuensi pernafasan dalam kurun waktu
satu menit, pengukuran ini biasa digunakan untuk mediagnosa suatu

h.
penyakit (Guna Hidayat & Purwoko Heri 2020).
Suhu aksila

Pengukuran suhu aksila adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam
menghasilkan dan menyingkirkan hawa panas dengan meletakan alat

2 
$
pemeriksaan pada daerah aksila/ketiak. Pengukuran suhu tubuh aksila
memiliki presisi yang cukup baik dan bersifat sederhana, sehingga mudah


digunakan dalam praktik sehari-hari (Alomedika. 2021).
2. KATA/PROBLEM KUNCI
a. Bercak kemerahan tanpa sensasi gatal/nyeri
b. Jari bengkak


c. Sensasi kesemutan
d. Sulit menggerakan jari











3




4
3. MIND MAP 
CANDIDIASIS

Jamur Candida merupakan jamur yang


 -
berpotensi menyebabkan
jamuran (candidiasis), menimbulkan
bintik merah pada kulit, gatal, dan terasa

perih.
Umumnya, bintik merah terlihat di sekitar 4
lipatan kulit, seperti area ketiak, BERCAK-
selangkangan, di bawah payudara, sudut
mulut, atau di sela-sela jari.
BERCAK
MERAH PADA

B
Kondisi ini terjadi pada orang yang
kurang menjaga kebersihan diri atau KULIT
adanya kondisi lain yang mendasarinya,
seperti diabetes.



EKSIM

Eksim merupakan reaksi alergi pada kulit

C
yang ditandai dengan timbulnya
warna kemerahan dan rasa gatal. Kondisi
ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman

 -
serta mengganggu penampilan.

4
$


4
$

$

F


B

7
4


4. TABLE CHEKLIST

Manifestasi Klinis
Diagnosa
Medik
Bercak
merah
Bercak terasa
baal/tanpa
sensasi
Jari Tangan
Bengkak
Gangguan
saraf perifer
Sensasi
kesemutan

pada kulit nyeri/gatal
Candidiasis √ - - - -

Kusta √ √ √ √ √ 
Eksim √ - - - -

5. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING 
a. Apa Penyebab Bercak Merah pada kasus diatas ?
b. Mengapa pada kasus diatas pasien sulit menggerakan jarinya?
c. Apa penyebab kesemutan yang berlangsung lama pada kasus diatas?
6. JAWABAN PERTANYAAN


a. Pada Kasus diatas besar kemungkinan disebabkan oleh penyakit kusta.
Kusta (Leprae, Morbus hansen) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae. Kuman ini bisa menyerang kulit, sistem
syaraf tepi, selaput lendir di saluran pernapasan atas, serta mata. Kuman ini


bisa menular melalui cairan (droplet) dari saluran pernapasan yang
umumnya menyebar ke udara saat penderita batuk atau bersin. Gejala utama
kusta, yaitu bercak perubahan warna menjadi lebih putih dan lesi di kulit
ataupun bercak merah seperti kurap yang berbentuk benjolan yang tidak


hilang setelah beberapa minggu atau lebih. Lesi kuit juga disertai gejala
kebas pada bagian tersebut dan kelemahan otot. Penyakit kusta juga bisa


menyebabkan gejala lain pada kulit. Kondisi ini bergantung dari
pertumbuhan bakteri itu sendiri.


b. Pada reaksi terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan
syaraf. Monitoring fungsi syaraf secara rutin sangat penting dalam
upaya pencegahan dini kecacatan. Kerusakan syaraf terjadi kurang dari
6 bulan, kerusakan syaraf permanen tidak akan terjadi bila deiobati

5

dengan tepat. Bila cacat tersebut sudah telanjur menjadi cacat yang
$
permanen maka yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan
kecacatan yang bertambah berat. Kerusakan akibat rusaknya syaraf tepi
dibagi menjadi tiga tahapan, antara lain :
2) Tahap 1 : Terjadinya kelainan atau penebalan pada syaraf,

adanya nyeri tanpa gangguan fungsi gerak, tapi sudah ternyadi
gangguan sensorik.
3) Tahap 2 : Terjadi kerusakan syaraf, timbulnya kelumpuhan ,
termasuk pada otot, kelopak mata, otot jari tangan dan kaki.

Bila berlanjut dapat terjadi anaya luka dan kekakuan sendi.
4) Tahap 3 : Terjadi kehancuran syaraf, menetapnya kelumpuhan,
terjadinya infeksi yang progresif dengan kerusakan tulang dan
kehilangan penglihatan.

a. Manifestasi neurologis terbanyak pada kusta ialah adanya kerusakan
saraf perifer yang menyertai lesi kulit, terutama pada serabut saraf

kulit dan trunkus saraf. Gangguan pada saraf perifer tersebut meliputi
gangguan pada cabang saraf sensorik, otonom dan motoric yang

7.
menyebabkan rasa kesemutan pada pasien yang mengalaminya.
TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

a.
b.
Di harapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem Integumen.
Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus diatas.

c. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa dari
kasus diatas.

8.
d. Untuk mengetahui apakah penatalaksanaan lanjutan dari kasus diatas.
INFORMASI TAMBAHAN

Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, merupakan penyakit
kulit yang disebabkan oleh infeksi Mycobcterium leprae, bakteri aerob yang

menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita dan melalui
pernafasan. Penyakit kusta menyerang berbagai bagian tubuh, diantaranya saraf

dan kulit. Penyakit ini merupakan penyakit dengan tipe granulomatosa pada
susunan saraf tepi dan bagian atas dari pernafasan dan lesi pada kulit menjadi

tanda yang bisa diamati dari luar tubuh. Kusta dapat bersifat sangat progresif jika


6



tidak ditangani, menyebabkan kerusakan pada saraf, kulit, anggota gerak, dan
mata. (Kemenkes RI. 2018).

Permasalahan penyakit kusta yang sangat komplek terkait dengan
kehidupan klien kusta yang terjadi secara fisik, psikologis, dan sosial di

komunitas membutuhkan penanganan yang menyeluruh. Permasalahan fisik
penyakit kusta terkait dengan lesi pada kulit dan kecacatan fisik. Permasalahan
psikologis kusta akan mengakibatkan gangguan interaksi sosial pada penderitanya
akibat pandangan yang negatif dari masyarakat terkait penyakit kusta.

Permasalahan sosial muncul akibat ketakutan pada klien kusta di komunitas
(leprophobia).
Kusta dibagi atas kusta tipe kulit dan kusta tipe urat syaraf. Indikasi kusta
berupa ruam-ruam pada kulit seperti panu, lalu membengkak dan lecet serta
mengeluarkan cairan. Hal yang harus diperhatikan untuk pasien kusta adalah
dengan memeriksa tangan atau kaki dengan teliti apakah ada luka atau lecet. Jika

ada luka, memar, lecet sekecil apapun haruslah dirawat dan diistirahatkan bagian
yang luka tersebut sampai sembuh (Depkes RI 2006, h. 100). Cara untuk menjaga
dan mencegah terjadinya kerusakan kulit adalah dengan minyak zaitun yang
memiliki beragam manfaat, baik untuk kesehatan maupun kecantikan. Minyak

zaitun dipercaya dapat membantu mempertahankan kelembapan dan elastisitas
kulit sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit, sehingga kulit tidak mudah
kering dan berkerut (Chaerunisa. 2008).
9. KLARIFIKASI INFORMASI
Perawatan kulit pada penderita kusta sangatlah penting untuk mencegah
terjadinya kerusakan kulit sampai dengan kecacatan. Perawatan kulit dalam upaya

pencegahan terjadinya kerusakan kulit dapat dilakukan dengan pemberian minyak
zaitun, karena minyak zaitun mengandung berbagai asam lemak, vitamin,
terutama sumber vitamin E yang berfungsi sebagai anti oksidan alami yang
membantu melindungi struktur sel yang penting terutama membran sel dari

kerusakan akibat adanya radikal bebas. Vitamin E mempunyai manfaat lain untuk
melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke selurh jaringan tubuh

dari kerusakan. Vitamin E juga berperan sangat penting bagi kesehatan kulit, yaitu
dengan menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan kulit, mencegah proses

7 



penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet, serta
mempercepat proses penyembuhan luka.


Dari hasil penelitian yang dilakukan Nuniek Nizmah Fajriyah, dkk (2015)
pada 15 responden selama 30 hari yang menderita kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Buaran Kabupaten Pekalongan, keadaan kulit penderita kusta sebelum
dilakukan intervensi pemberian minyak zaitun yang tidak mengalami kerusakan


kulit sebanyak 8 responden (53,3%) dan yang mengalami kerusakan kulit
sebanyak 7 responden (46,7%). Keadaan kulit penderita kusta sesudah dilakukan


intervensi pemberian minyak zaitun yang tidak mengalami kerusakan kulit
sebanyak 14 responden (93,3%) dan yang masih mengalami kerusakan kulit


sebanyak 1 responden (6,7%).
Untuk mencegah terjadinya kecacatan dalam mengatasi kerusakan kulit,
upaya pencegahan yang dapat dilakukan di rumah adalah dengan melakukan
perawatan diri dengan rajin. Tangan yang mati rasa bisa terluka oleh karena benda


panas, benda tajam, gesekan dari alat kerja, dan pegangan yang terlalu kuat pada
alat kerja. Semua itu dapat dicegah dengan cara memeriksa apakah ada luka atau


lecet, melindungi tangan dari benda yang panas dan tajam ataupun kasar dengan
memakai kaos tangan tebal atau alas kain, merawat luka yang memar atau lecet
dan istirahatkan bagian tangan atau kaki tersebut sampai sembuh (Depkes RI
2006, h. 100).


10. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI
Berdasarkan data pasien pada skenario 1 dan data-data penunjang yang
tertuang dalam materi ini dapat disimpulkan bahwa diagnosa medis yang tepat
untuk pasien dalam skenario 1 adalah Morbus Hansen/Kusta, berdasarkan


pertimbangan data keluhan pasien: bercak-bercak merah pada bercak yang sudah
sembuh dan sebagian di tempat baru. Bercak tidak terasa gatal dan sakit. Jari-jari
tangan pasien dirasa membengkak tidak diketahui sejak kapan, sulit untuk
menggerakkan jari-jari tangan baik kanan maupun kiri, merasa seperti tersetrum


dan kesemutan pada tangan, keadaan umum pasien baik dan kesadaran
komposmentis, Tekanan Darah 120/80 mmHg, frekuensi pernapasan 18 x/m,
frekuensi nadi 80 x/m, dan suhu aksila 36,5OC.



11. LAPORAN DISKUSI

KONSEP MEDIS

a. Definisi 
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Marbus Hansen adalah
sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri 
Mycobacterium leprae (Maharani,2015). Kusta adalah penyakit tipe
granulomatosa pada saraf tepi dan mukos dari saluran pernafasan atas dan lesi
pada kulit. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat progresif menyebabkan
kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggita gerak dan mata (Kementrian Kesehatan 
RI,2015 dalam Fitriani, 2018).
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika
atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan 
penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang
diduga dibawa oleh orang-orang india yang datang ke Indonesia untuk
menyebarkan agama dan dagangan. Pada 1995, World Health Organization
(WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen $
dikarenkan kusta (Fitriani 2018).
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Penyakit ini
menyerang tubuh manusia, terutama di kulit dan susunan syaraf tepi, dan
memerlukan waktu yang sangat lama. Orang yang sangat rentan penyakit ini yaitu 
bertempat di wilayah endemik dengan kondisi kurang baik, gizi tidak baik, air
yang tidak memadai, asupan gizi yang buruk, air yang tidak bersih, dan adanya
penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.
Penularannya melalui area kulit dan saluran pernafasan secara berulang-ulang dan 
dalam jangka waktu yang lama (Sasika S, 2014 dalam Lestari 2020).
b. Etiologi
Penyebab dari penyakit kusta yaitu kuman Mycobacterium leprae yang
tahan asam (BTA), penemunya yaitu Armauer Hansen saat tahun 1874. Kuman 
tersebut adalah kuman aerob, yang tidak terbentuk spora dan terbentuk basil.

9





Ukuran sendiri dengan panjang satu sampai delapan micro dan lebarnya 0,2
sampai 0,5 micro dan berkelompok dan juga menyebar. Bakteri masuk kedalam

tubuh dengan cara melalui sebuah luka yang terbuka dan adanya droolet secara
langsung seperti ditularkan melalui saluran pernafasan, dan dapat membelah

menjadi dua dalam inkubasi 2 sampai 5 tahun dalam jangka 14 sampai 20 hari
(Andareto Obi, 2015 dalam Lestari 2020).

c. Klasifikasi
Klasifikasi ini dilakukan untuk memudahkan cara terapi dan penangannyaa.

Bentuknya klinis tergantung pada sistem imunitas selular pasien. Apabila sistem
imunitas selularnya baik maka gambaran klinisnya tuberkoloid, dan SIS yang

rendah gambaran klinisnyaa lepramatosa (Menaldi, Bramono, & Indriatmi, 2015
dalam Lestari, 2020). Berikut klasifikasi kusta diantara lain :

1. Klasifikasi menurut WHO 
Menurut WHO mengklarifikasikan tipe kusta ada dua yakni Tipe
Paubasiler dan tipe Multibasiler (MB) yang digunakan di dunia medis saat


ini (Amin dan Hardhi, 2015 dalam Lestari 2020).
Tabel 1 Klasifikasi Pausibasiler (PB) dan (MB) Multibasiler

Sifat Pausibasiler
(PB)
Multibasiler
(MB)

1.
(
Luka
makula
pada kulit
datar,
a. 1 sampai 5 lesi
b. Hipopigmentasi
a. Kurang dari
5 lesi

nodus, dan papula c. Distribusi sama b. Distribusi
d. Hilangnya lebih sama
sebuah sensasi
yang jelas
c. Hilangnya
sebuah rasa

yang tidak
jelas
2. Kerusakan pada a. Terdapat satu a. berbagai
saraf (menyebabkan cabang saja banyak
hilangnya sensasi
atau kelemahan
cabangnya

10



otot yang terkena)
2. Klasifikasi kusta menurut Ridle-Jopling
Menurut Ridley-Jopling mengklarifikasikan tipe kusta ada tiga yaitu tipe
Lepramatosa (LL), tipe Borderline Lepramatosa (BL), dan tipe Mid
Borderline (BB).

Tabel 2 Gambaran dan bakteriologik, immunologik pada kusta MB 
Sifat Lepramatosa Borderline Mid 
(LL) Lepramatosa Borderline
( BL) (BB) 

Luka
a. Bentuknya Makula Makula, Macula


Infiltrasi plakat, papul, infiltrate,
nodus Punched
out
b. Jumlahnya
Sangat Banyak Dapat


banyak dihitung

c. Distribusinya


Ada masih Ada,
(wajah,badan) Ada

d. Permukaannya
Berkilat

Simetris, Bilateral tapi
dan
halus asimetris
cenderung

e. Batas
simetris

Tidak jelas Agak jelas Lebih
jelas

d.
Sumber : (Nurhidayat S, 2015 dalam Lestari 2020)
Patofisiologi

Kusta dikenal dengan penyakit menjijikkan karena terdapat kecacatan
tubuh. Tanpa komplikasi dalam penyakit kulit edengan terbentuknya makula,
11



infiltrate, dan keduannya. Pada saraf perifer akan merespon dan akan menjadi
pembesaran juga terasa nyeri di nervus aurikularis, nervus uralis, nervus popliteal
lateralis, nervus tibialis posterior, nervus medianus, nervus radialis, nervus 
facialis. Kerusakan pada saraf ulnaris memberikan respon dalam manifestasi
anastesia pada jari ujung kelingking anterior dan jari manis. Apabila saraf
medianus mengalami kerusakan lalu dapat merespon dan timbul gejala seperti
mati rasa pada jari interior, jari tengah, dan telunjuk serta tidak bisa di aduksi pada 
jari telunjuk, jari kelingking, jari tengah. Apabila kerusakan yang terjadi di saraf
radialis maka akan terjadi merespondan muncul gejala mati rasa pada dorsum
menus tangan yang menggantung (wrist drop), tidak adanya kemampuan
meekstensi jari dan pergelangan tangan (Muttaqin & Sari, 2011 dalam Lestari
2020). K
H
e. Manifestasi Klinis
se
1. Tanda kulit pada penyakit kusta adalah : um
ini
a. Kelainan pada kulit yang beruba bercak kemerahan, a
k
keputihan atau benjolan.
ma
b. Kulit mengkilap. t

c. Bercak yang tidak terasa gatal.

d. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat dan tidak berambut.

e. Lepuh tapi tidak tersa nyeri.

2. Tanda-tanda pada syaraf pada penyakit kusta adalah :

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota


badan atau muka.
b. Gangguan kerak pada anggota badan dan muka.

c. Adanya kecacatan (deformitas) pada bagian tubuh.

d. Terdapat luka tapib tidak tersa sakit.

3. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita kusta antara lain :

a. Panas dari derajat yang rendah sampai mengigil.


b. Anoreksia.

c. Nausea, yang terkadang disertai dengan vernitus.

d. Cephalgia.

e. Kadang disertai dengan iritasi, orchitis dan pleuritis.

f. Kadang juga dapat disertai dengan nephrosia, nepritis dan


hepatospleenomegali.
g. Neuritis
(Maharani,2015 dalam Futriani 2018).

13
12
f. Pathway

Mycobacterium Leprae

Droplet infection atau kontak dg kulit

Masuk dlm pem.darah dermis & sel saraf schwan

System imun seluler meningkat

fagositosis

Pembentukan tuberkel

Morbus Hansen (kusta)

Pause Basiler Multi Basiler


Gangguan Saraf Tepi

Saraf sensorik
Saraf Motorik Saraf Otonom

Kelemahan otot Fibrosis


Gangguan kelenjar
minyak dan aliran
Gangguan Penebalan saraf
darah
mobilitas fisik
Tindakan
Kulit kering bersisik
pembedahan
Macula seluruh
tubuh
Terjadi trauma
cidera
Sekresi Gangguan barrier
Gangguan kulit
citra tubuh histamine Terjadi luka

Respon gatal Gangguan


Merangsang
integritas kulit
mediator inflamasi
Digaruk
Sekresi mediator
Luka terbuka nyeri

Resiko infeksi Nyeri akut

14
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan bakteriologis didapatkan : ada terdapat dalam
pengambilan spesimen dengan cara :
a. Pertama diambil dari kulit yang bukan pasif
b. Sebaiknya menghindari pada area muka dikarenakan oleh kosmetik
yang tidak cocok, dan apabila tidak ditemukannya luka pada area
tersebut.
c. Setelah ini diulang pada luka yang sama dan apabila perlu bisa
ditambahkan luka muncul baru
d. Tempat yang bisa untuk mengambi sediaan apus yaitu dalam
memeriksa bakteri lepra ialah :
1) Daun telinga kanan dan kiri
2) Sampai 2 tempat yang lain untuk luka kulit yang aktif
e. Sediaan selaput dalam lendir sebaiknya harus dihindari dikarenakan :
1) Pasien mengalami ketidaksenangan
2) Terjadinya positif palsu
3) Tidak pernah ditemukan Microbacterium Leprae pada selaput lendir
hidug apabila sediaan apus kulit negatif.
4) Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung
lebih dahulu negatif daripada sediaan kulit ditempat lain. Indikasi
pengambilan sediaan apus kulit :
a) Semua orang dicurigai menderita kusta
b) Semua pasien baru yang di diagnosis secara klinis sebagai
pasien kusta.
c) Pasien yang kebal terhadap obat maupun terjadi kekambuhan
(Nurhidayat S, 2015).
2. Pemeriksaan Serologik
Kegunaan dari pemeriksaan ini bertujuan untuk mendiagnosis penyakit
kusta dianggap meragukan, karena tanda klinis dan bakterologik tidak jelas
dan bisa sebagai penentuan gejala kusta subklinis karena tidak terdapatnya
luka pada kulit. Pemeriksaan serologik terdiri dari :Uji MLPA, Uji ELISA ,
ML Flow test
3. Laboratorium lengkap : basil tahan asam. Apabila ditemukan adanya mati
rasa pada kulit dan kuman positif bisa didiagnosis pasti.
4. Indeks Morfologi
Digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil
pengobatan,dan membantu menentukan resistensi terhadap obat
h. Penatalaksanaan

Multy Drug Teraphy (MDT) adalah kombinasi dari 2 atau lebih obat
antikusta, salah satunya adalah rifampisin yang berperan sebagai anti kusta yang
bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). World Healty Organization (WHO, 1998)
menyebutkan ada 3 obat antibiotika sebagai obat alternatif yaitu Ofloksasin,
Minosiklin dan Klarifosim. Sedangkan obat anti kusta yang banyak di pakai
adalah DDS (Diamino Diphenyl Suffone), Clofazimine dan Rifampizine. Tujuan
dari pengobatan MDT adalah:

a. Untuk memutuskan rantai penularan.

b. Mencegah resistensi obat.

c. Memperpendek masa pengobatan.

d. Meningkatkan keteratutan berobat.

e. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya kecacatan yang


sudah ada sebelum pengobatan.

Dengan matinya kuman maka sumber penularan (terutama untuk tipe


MB) ke orang lain akan terputus. Namun cacat yang sudah terjadi sebelumnya
tidak bisa dapat diperbaiki dengan MDT. Pasien kusta yang tidak teratur dalam
meminum obat akan menjadikan kuman tersebut menjadi kebal/resisten
terhadap MDT, sehingga gejala akan menetap bahkan memburuk dan gejala
baru akan timbul pada kulit dan syaraf. Kelompok-kelompok yang
membutuhkan MDT antara lain :

a. Pasien yang baru didiagnosa kusta dan belum pernah mendapatkan MDT.
b. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal seperti berikut:

15
1) Relaps (kambuh).

2) Masuk kembali setelah default (PB maupun MB).

3) Pindahan.

4) Ganti Klasifikasi/tipe kusta (Kementrian Kesehatan RI, 2012 dalam


Lestari 2020).

Terdapat perbedaan antara pengobatan penyakit kusta tipe PB dan MB


termasuk juga pengobatan pada anak-anak dan dewasa. Pemberian
pengobatannya sebagai berikut :
a. Pengobatan pada Pasien Pausibasiler (PB).

1) Dewasa

Pengobatan bulanan : hari pertama (diminum didepan petugas)

a) 2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg).

b) 1 tablet dapson/DDS 100mg

Pengobatan harian : hari ke-2 sampai hari ke-28.

a) 1 tablet dapson/DDS 100mg


Lamanya pengobatan : Satu blister untuk jangka waktu 1 bulan.
Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan.

2) Anak-anak (10-15 tahun)

Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di hadapan petugas)


a) 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg.

b) 1 tablet dapson/DDS 50 mg.

Pengobatan harian : hari ke-2 sampai hari ke-28.

a) 1 tablet dapson/DDS 50 mg.

Lamanya pengobatan : satu blister untuk jangka waktu 1 bulan.


Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan.

16
b. Pengobatan pada Pasien Multibasiler (MB).

1) Dewasa

Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas).


a) 2 kapsul rifampisin @300 mg (600mg).

b) 3 tablet lampren 50 mg.

c) 1 tablet dapson/DDS 100 mg.

Pengobatan harian : hari ke-2 sampai hari ke-28.

a) 1 tablet lampren 50 mg.

b) 1 tablet dapson/DDS 100 mg.

Lamanya pengobatan : 1 blister untuk jangka waktu 1 bulan.


Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-18 bulan.

2) Anak-anak (10-15 tahun)

Pengobatan bulanan : hari pertama (obat di minum didepan petugas).


a) 2 kapsul lifampisin 150 mg dan 300 mg.

b) 3 tablet lampren @50 mg (150 mg).

c) 1 tablet dapson/DDS 50 mg.

Pengobatan harian : hari ke-2 sampai hari ke-28.

a) 1 tablet lampren 50 mg selang sehari.

b) 1 tablet dapson/DDS 50 mg.


Lamanya pengobatan : Satu blister untuk jangka waktu 1 bulan. Dibutuhkan
12 blister yang diminum selama 12-18 bulan. (Kementrian Kesehatan RI,
2012 dalam Lestari 2020).
i. Komplikasi

Berikut ini komplikasi yang dialami penderita kusta yaitu :


1. Menyerang ekstremitas
Yang paling diserang yaitu pada saraf ulnaris dan mengakibatkan jari
18
17
keempat dan kelima seperti mencakar yang diakibatkan oleh kehilangan dari
fungsi otot. Pada saraf medianus apabila terinfeksi maka akan menyebabkan
kelumpuhan pada jari tangan.
2. Apabila pada hidung terinfeksi oleh bakteri maka akan menyebabkan
perdarahan, dan apabila tidak segera diobati akan merusak tulang rawan dan
sampai kehilangan hidungnya.
3. Indera penglihatan
Apabila penglihatan terinfeksi akan mengalami gangguan penglihatan
seperti buram dan terjadi keruh pada cairan mata, juga dapat menyerang
bagian saraf penglihatan dan dapat mengalami kebutaan.
4. Testis
Apabila testis diserang maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
salurannya, dan jika tidak dilakukan terapi maka akan terjadi kerusakan
yang permanen (Lestari, 2020).

19
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer dan sekunder
a. Identitas pasien
Nama :-
JK : Laki-Laki
Umur : 40 Tahun
Alamat :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama :-
b. Keluhan utama
Timbul bercak-bercak merah kira-kira tiga bulan yang lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang
Bercak timbul pada bercak yang sudah sembuh dan sebagian di tempat baru.
Bercak tidak terasa gatal dan sakit. Jari-jari tangan pasien dirasa
membengkak tidak diketahui sejak kapan
d. Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien merasa sering merasa seperti tersetrum dan kesemutan pada tangan
sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu.
e. Aktivitas/ istirahat :
Klien merasa agak sulit untuk menggerakkan jari-jari tangan baik kanan
maupun kiri tidak diketahui sejak kapan
f. Integritas ego : -
g. Eliminasi : -
h. Makanan/cairan : -
i. Hygine : -
j. Neurosensori: -
k. Nyeri/kenyamanan : -
l. Interaksi social : -
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/m
R : 18x/m
SB : 36.5°c
3. Pemeriksaan Penunjang: -

21
20
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 Ds : Mycobacterium Gangguan
- Klien mengeluh timbul bercak- Leprae Integritas Kulit
bercak merah sudah 3 bulan
- Klien mengatakan bercak merah Droplet Infection
tidak terasa gatal dan sakit atau kontak dengan
Do: kulit
- Jari – jari klien tampak
membengkak (tidak diketahui Masuk dalam
dari kapan) pembuluh darah
- Bercak timbul pada bercak dermis & sel saraf
yang sudah sembuh dan schwan
Sebagian
Sistem imun seluler
meningkat

Fagositosis

Pembentukan
Tuberkel

Morbus Hansen
(Kusta)

Pause Basiler (PB)/


Multi Basiler (MB)

Gangguan Saraf
Tepi
Saraf Otonom

Gangguan kelenjar
minyak dan aliran
darah

Kulit kering,
bersisik, macula
seluruh tubuh

Gangguan fungsi
barrier kulit

Gangguan Integritas
Kulit

2 Ds : Mycobacterium Gangguan
- Klien merasa agak sulit untuk Leprae Mobilitas Fisik
menggerakkan jari-jari tangan
baik kanan maupun kiri Droplet Infection
- Klien merasa sering merasa atau kontak dengan
seperti tersetrum dan kesemutan kulit
pada tangan
Masuk dalam
Do : -
pembuluh darah
dermis & sel saraf
schwan

Sistem imun seluler


meningkat
Fagositosis

Pembentukan
Tuberkel

Morbus Hansen
(Kusta)

Pause Basiler (PB)/


Multi Basiler (MB)

Gangguan Saraf
Tepi

Saraf Motorik

Kelemahan Otot
22
Gangguan Mobilitas
Fisik

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer d.d klien mengeluh timbul
bercak-bercak merah, jari-jari tangan pasien dirasa membengkak.
2) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular d.d klien merasa
agak sulit untuk menggerakkan jari-jari tangan baik kanan maupun kiri,
klien merasa sering merasa seperti tersetrum dan kesemutan pada tangan.
C. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi

24
1. D.0129 L.14125 I.11353
Gangguan integritas kulit b.d Setelah Perawatan Integritas
neuropati perifer d.d klien dilakukan Kulit
mengeluh timbul bercak-bercak intervensi Definisi:
merah, jari-jari tangan pasien selama 3x24 Mengidentifikasi dan
dirasa membengkak jam, maka merawat kulit untuk
Kategori : Lingkungan integritas kulit menjaga keutuhan,
Subkategori: dan jaringan kelembaban dan
Keamanan dan Proteksi meningkat, mencegah perkembangan
Definisi : dengan kriteria mikroorganisme
Kerusakan kulit (dermis dan/atau hasil : Observasi
epidermis) atu jaringan (membran - Kerusakan - Identifikasi penyebab
mukosa, kornea, fasia, otot, jaringan gangguan integritas
tendon, tulang, kartilgo, kapsul menurun kulit (mis. perubahan
sendi dan/atau ligamen) - Kerusakan sirkulasi, perubahan
lapisan kulit status nutrisi,
menurun penurunan
- Kemerahan kelembaban, suhu
Ds : menurun lingkungan ekstrem,
- Klien mengeluh timbul - Hematoma penurunan mobilitas)
bercak-bercak merah sudah 3 menurun Terapeutik
bulan - Pigmentasi - Gunakan produk
- Klien mengatakan bercak abnormal berbahan petrolium
merah tidak terasa gatal dan menurun atau minyak pada kulit
sakit
kering
Do:
- Gunakan produk
- Jari – jari klien tampak
berbahan ringan/alami
membengkak (tidak
dan hipoalergik pada
diketahui dari kapan)
kulit sensitif
- Bercak timbul pada bercak
- Hindari produk
yang sudah sembuh dan
berbahan dasar alkohol
Sebagian
pada kulit kering

Edukasi
- Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada di luar
rumah
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

2. D.0054 L.05042 I.11351


Gangguan mobilitas fisik b.d Setelah Dukungan Perawatan
gangguan neuromuscular d.d klien dilakukan Diri : Makan/Minum
merasa agak sulit untuk intervensi
menggerakkan jari-jari tangan baik selama 3x24 Observasi :
kanan maupun kiri, klien merasa jam, maka - Identiifikasi diet
sering merasa seperti tersetrum mobilitas fisik yang dianjurkan
dan kesemutan pada tangan meningkat, - Monitor status
Kategori : Fisiologis dengan kriteria hidrasi pasien, jika
Subkategori:Aktivitas/Istirahat hasil : perlu
Definisi : - Pergerakan Terapeutik :
Keterbatasan dalam gerakan fisik ekstremitas - Ciptakan
dari satu atau lebih ekstremitas meningkat lingkungan yang
secara mandiri - Kekuatan menyenangkan
Ds : otot selama makan
- Klien merasa agak sulit meningkat - Sediakan sedotan
untuk menggerakkan jari- - Rentang untuk minum
jari tangan baik kanan Gerak - Sediakan makanan
maupun kiri (ROM) dan minuman yang
- Klien merasa sering merasa meningkat disukai
seperti tersetrum dan - Gerakan - Berikan bantuan
kesemutan pada tangan tidak saat makan/minum
terkoordinasi sesuai tingkat
Do : -
menurun kemandirian
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian obat

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Suarni dan Apriyani. 2017).
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dilakukan, berkesinambung-an dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Suarni dan
Apriyani. 2017).

29
DAFTAR PUSTAKA

Alodokter Kemenkes RI. 2021. Kusta, Gejala, Penyebab dan Mengobati. Diakses
tanggal 21 November 2021 pada situs: https://www.alodokter.com/kusta

Lestari. 2020. Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Keluarga pada Penderita Kusta
Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo : Fakultas ilmu Kesehatan

Fitriani. 2018. Faktor Internal Dan Eksternal Perawatan Diri Mandiri Mantan Penderita
Kusta Di Rehabilitation Village Sumber Telu Unit Rehabilitas Kusta Rsud Kelet.
Jawa Tengah : Universitas Muhammadiyah Semarang

Alomedika. 2021. Akurasi Pemeriksaan Suhu Tubuh. Diakses tanggal 21 November


2021 pada situs: https://www.alomedika.com/akurasi-pengukuran-suhu-tubuh

Aty Yoani. 2015. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Poltekkes Kupang

Guna Hidayat & Purwoko Heri 2020. Vital Sign Monitor. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta: Yogyakarta

Hellosehat Kemenkes RI. 2021. Kusta: Definisi, Gejala, Penyebab, Cara Mengobati
Diakses tanggal 21 November 2021 pada situs: https://hellosehat.com/penyakit-
kulit/infeksi-kulit/kusta/

Halodoc. 2018. Cara Mengetahui Denyut Nadi Normal. Diakses tanggal 21 November
2021 pada situs: https://www.halodoc.com/artikel/cara-mengetahui-denyut-nadi-
normal

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

30
Suarni, Lisa & Heni Apriyani. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Panasea.
Setiawan. 2017. Tinjauan Pustaka Tekanan Darah. Repository Unismus: Semarang

Depkes RI, 2006, Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta, Cet. VXIII,
Depkes, Jakarta.

Fajriyah, dkk 2015, Efektivitas Minya Zaitun untuk Pencegahan Kerusakan Kulit pada
Pasien Kusta, diakses tanggal 20 November 2021 pada situs:
https://scholar.google.co.id/citations?
view_op=view_citation&hl=id&user=JOBESGMAAAAJ&citation_for_view=JO
BESGMAAAAJ:ZfRJV9d4-WMC

Kemenkes RI, 2018, Buku Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,
diakses tanggal 20 November 2021 pada situs: https.//pusdatin.kemkes.go.id

31

Anda mungkin juga menyukai