Abstrak
Perkembangan wilayah dan pertumbuhan jumlah jaringan adalah dua hal yang
saling terkait sangat kuat. Dua hal tersebut membutuhkan alokasi anggaran yang relative
besar, namun bagian timur Indonesia memiliki sumber daya yang sangat potensial untuk
konstruksi perkerasan jalan, yaitu ASBUTON yang ada di propinsi sulawesi selatan,
tepatnya di pulau buton. Sampai dengan saat ini belum termanfaatkan secara maksimal,
meskipun exploitasi terhadap bahan tersebut sudah dilaksanakan oleh beberapa
perusahaan. Saat ini pemanfaatan asbuton sangat kecil karena alasan tidak efektif dan
efesien, namun yang menjadi perhatian pokok bangsa bahwa material itu adalah salah
satu kekayaan yang cukup fantastis bagi Negara Indonesia.
Saat ini masih beranggapan bahwa material asbuton hanya dipakai bahan
campuran untuk hotmix dan lapis aus semata, padahal konstruksi perkerasan butuh lapis
pondasi, subbase maupun base, yang mana pada kedua jenis lapis pondasi tersebut
material asbuton dapat digunakan sebagai pengganti agregat halus juga sebagai penganti
tanah liat. Kandungan aspal pada material asbuton dapat berfungsi sebagai pengikat antar
agregat kasar, bahkan akan menambah kekuatan tarik, sehingga campuran agregat
tersebut memiliki koefisien kekuatan relatih lebih besar dari lapis pondasi yang
menggunakan agrgegat klas B dan klas A konvensional (a3 = 0,11 akan berubah menjadi
>0,11). Hal ini akan mengurangi tebal lapis hotmix dan lapis aus yang akan
digunakan.
Asbuton adalah material yang multi fungsi dalam konstruksi perkerasan jalan, ia
dapat berguna sebagai bahan lapis pondasi maupun lapis aus, bahkan kandungan aspal itu
sendiri dapat menjadi suatu aspal mutu tinggi (multigrade) yang sangat berguna bagi
konstruksi Superpave. Jutaan kubik asbuton tersedia di pulau buton merupakan sumber
material yang dapat digunakan untuk memperingan biaya pembangunan jaringan jalan
yang ada di wilayah timur Indonesia.
Sutoyo 1
Bina Marga Prop. Jatim
1. Latar belakang
Asbuton merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang cukup besar di
Indonesia tepatnya di pulau Buton Propinsi Sulawesi Selatan. Sumber tersebut meskipun
sudah ditemukan beberapa puluh tahun yang lalu, namun pemanfaatannya masih belum
maksimal. Beberapa penelitian sudah dilakukan baik oleh tim peneliti departemen PU
(Balitbang jalan) maupun oleh badan usaha milik pemerintah (PT. Sarana Karya).
Penelitian-penelitian tersebut masih belum memberikan kepercayaan penuh kepada
masyarakat bahwa asbuton sudah layak bersaing di dunia konstruksi perkerasan jalan.
Karena memerlukan biaya yang relative besar untuk memprosesnya sampai menjadi
bahan perkerasan yang layak untuk konsumsi masyarakat pengguna jalan.
Dengan jumlah yang relative besar dan sangat potensial untuk dikembangkan
maka perlu diaplikasikan penggunaannya sebagai bahan perkerasan secara lapis demi
lapis konstruksi, mulai dari perbaikan subgrade, subbase dan lapis pondasi. Saat ini masih
popular penggunaan asbuton hanya sebagai bahan tambahan lapis aus yang cara
pemakaiannya perlu extraksi lebih dahulu. Sehingga biaya operasional untuk proses
campuran aspal yang menggunakan tambahan asbuton menjadi mahal dan sulit
pelaksanaannya di lapangan. Kalau ada pemikiran bahwa pada setiap lapis perkerasan
dapat menggunakan asbuton sebagai bahan tambahan dan sekaligus sebagai bahan yang
dapat memperbaiki tingkat kekuatan masing-masing lapis konstruksi maka penggunaan
asbuton akan sangat bermanfaat.
Di wilayah timur Indonesia, sebagian besar kondisi lapis tanah dasar relative
jelek, lahan tanah gambut, juga sukar mendapatkan quarry yang memenuhi standar
spesifikasi teknis untuk konstruksi lapis perkerasan jalan. Maka dengan dapat
memanfaatkan asbuton sebagai bahan tambahan untuk setiap lapis perkerasan, mulai dari
perbaikan subgrade, perkuatan subbase dan base serta lapis permukaan pada system
perkerasan jenis lentur diharapkan dapat membantu pengembangan pembangunan
jaringan jalan di wilayah timur Indonesia.
Kita sudah tidak asing lagi dengan superior performing pavement (superpave)
yang mana jenis aspal yang digunakan adalah aspal P-G (performance grade), artinya
aspal yang memiliki titik lembek sesuai dengan temperature lapangan tertinggi. Dan hal
ini tampaknya kandungan bitumen pada material asbuton cukup memadai untuk
membentuk aspal jenis tersebut, yaitu dengan mengextraksi kandungan aspal untuk
dicampur dengan aspal minyak dengan komposisi bahan peremaja/ pelunak sesuai
kebutuhan yang diperlukan. Hal ini tentunya sama halnya dengan aspal multigrade yang
sudah popular dihasilkan oleh distributor khusus, dengan bahan lain dapat membentuk
aspal dengan titik lembek tinggi. Bitumen hasil extraksi asbuton dapat membentuk aspal
dengan titik lembek tinggi sesuai kebutuhan di lapangan. Sehingga dengan asbuton
tentunya kita dapat membentuk aspal dengan spsesifikasi yang disyaratkan.
Sutoyo 2
Bina Marga Prop. Jatim
dengan jalan raya, lokasi persimpangan sebidang (stop light) yang sering terjadi antrian
panjang. Pada lokasi-lokasi tersebut diperlukan aspal dengan mutu yang berbeda dengan
lokasi yang standar. Penggunaan aspal minyak pada lokasi-lokasi tersebut dapat
menyebabkan permukaan perkerasan sering mengalami kerusakan, karena proses getaran
yang tinggi saat kereta lewat. Juga pada saat terjadi antrian kendaraan sehingga ada beban
statis dengan durasi relative lama, sementara perkerasan aspal tidak sanggup menerima
beban statis dalam selang waktu tertentu, bahkan untuk kendaraan merambat dan sering
melakukan pengereman akan membuat kondisi permukaan menjadi gelombang pendek
atau dikenal sebagai shoving (terjadi jembul ambles dengan amplitude dan jarak agak
besar) dan keriting (jembul-ambles dengan amplitude kecil dengan jarak pendek).
Dengan melihat potensi asbuton yang luar biasa jumlahnya, dan sekaligus dapat
digunakan sebagai bahan tambahan untuk membentuk aspal dengan kwalitas tinggi
sebagaimana yang disyaratkan, maka sangat perlu untuk dikembangkan terus melalui
penelitian baik di laboratorium maupun aplikasi dilapangan. Dengan sering mencoba di
lapangan akan didapatkan temuan-temuan atas kelemahan yang ada pada asbuton.
Meskipun saat ini hampir semua peneliti selalu mengatakan bahwa penggunaan asbuton
belum efektif dan efesien, namun dengan perkembngan teknologi juga pemikiran yang
focus akan dapat memanfaatkan asbuton secara maksimal. Kita perlu ada suatu keyakinan
bahwa setiap apa yang Tuhan berikan kepada manusia ini mesti ada guna dan manfaat,
termasuk jutaan asbuton yang ada di Negara kita. Kita harus yakin suatu saat akan
memberikan manfaat bagi bangsa kita Indonesia tercinta ini.
Sebagai insan pemerhati jalan, rasanya tidak berguna hidup ini kalau belum
mampu memanfaatkan sumber material alam yang ada di depan mata secara maksimal,
oleh karena itu penulis bermaksud untuk dapat memanfaatkan teknologi yang ada dalam
mengexploitasi asbuton secara maksimal agar dapat digunakan sebagai bahan campuran
lapis konstruksi perkerasan yang handal. Dengan tujuan utama adalah dapat membantu
kelancaran pembagunan jaringan jalan, terutama untuk pembangunan jalan di wilayah
timur Indonesia.
Asbuton adalah material alam yang merupakan campuran antara material kapur
dengan aspal alam. Secara fisik berbentuk kerikil atau bongkahan batu yang berwarna
hitam, keras pada suhu dingin dan dapat dipecah menjadi butiran halus (asbuton micro),
sebaliknya pada temperature panas, sulit dipecah karena lembek. Hal ini menunjukkan
bahwa kandungan sifat aspal pada asbuton benar-benar nampak. Dan hasil penelitian oleh
tim PT. Sarana Karya juga dari Litbang Jalan Dep. PU ternyata kandungan aspal berkisar
20 s/d 30%, dengan jumlah deposit lebih dari 300 juta ton. Namun sampai saat ini masih
belum maksimal pemberdayaannya karena belum ditemukan teknologi yang tepat untuk
mengelolah asbuton sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan. Penelitian sudah banyak
Sutoyo 3
Bina Marga Prop. Jatim
dilakukan namun masih menghasilkan suatu kesimpulan bahwa peggunaan asbuton tidak
efektif, karena butuh biaya mahal dan tingkat kesulitan tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ir. Toki Sugiarto dari PT. Sarana Karya
membedakan 2 jenis asbuton berdasarkan sumber quarry, yaitu pertama adalah Kabungka
(keras) dengan kandungan bitumen alam antara18-22%, dan yang kedua adalah Lawele
(lunak) dengan kandungan bitumen alam lebih tinggi yaitu ± 30%, dan material yang
diikat oleh bitumen alam tersebut adalah jenis limestone (kapur). Sementara untuk bahan
filler dari kapur yang diijinkan dalam campuran hotmix atau coldmix adalah setinggi-
tinginya hanya 1% saja. Sehingga untuk dapat menggunakan asbuton dalam campuran
aspal panas, material kapur harus dikeluarkan sebagian sesuai kebutuhan filler yang
disyaratkan. Proses inilah yang membatasi jumlah asbuton dalam campuran aspal panas
maupun aspal dingin.
Lapis perkerasan tersdiri dari subgrade (tanah dasar), subbase, basecourse dan
lapis permukaan. Pada masing-masing lapis memiliki fungsi dan kekuatan sesuai yang
disyaratkan oleh suatu konstruksi perkerasan tertentu. Sehingga didapatkan suatu susunan
lapis perkerasan yang kuat, awet dan murah. Dan yang lebih penting lagi adalah dapat
memberdayakan sumber alam local secara maksimal dengan teknologi yang ada saat ini.
Untuk lebih detail akan diuraikan pada bagian berikut tentang lapis demi lapis perkerasan
lengkap dengan fungsi yang sebenarnya dan bagaimana kontribusi asbuton dalam
mengisi masing masing lapis tersebut.
Bertitik tolak dari subgrade ini masing-masing lapis perkerasan akan ditentukan
tebal yang disyaratkan. Yang diperhitungkan pada lapis tanah dasar adalah jenis dan
tingkat kekuatannya yang diukur dalam modulus elastisitas (Mr) atau daya dukung
(DDT) atau California bearing ratio (CBR). Pada ketiga variable ada saling terkait
bahkan pada ASSHTHO 1986, disebutkan bahwa Mr (psi)= 1500 x CBR. Sehingga
apabila hanya memiliki alat CBR saja untuk mengukur tingkat daya dukung tanah maka
dalam merencanakan konstruksi perkerasan masih dapat dipertanggung jawabkan.
Pada lapis tanah dasar yang berpasir atau berbutir, atau berbatu maka lapis
perkerasan di atasnya akan relative tipis, karena memiliki tingkat perlawanan yang tinggi
terhadap beban yang ada. Apabila kita menghendaki setiap lapis perkerasan memiliki
tebal yang minimum, maka diperlukan perbaikan lapis tanah dasar dengan menggunakan
Sutoyo 4
Bina Marga Prop. Jatim
bahan-bahan yang sudah direkomendasikan oleh tim peneliti. Salah satu di antaranya
adalah dengan menggunakan aspal alam (asbuton) sebagai bahan tambahan, hal ini sudah
dilakukan oleh Ir. Kurniaji, M Sc dari Litbang Jalan Dep. PU di Bandung dengan
memperoleh hasil bahwa dengan menambah asbuton pada tanah expansive dapat
menurunkan tingkat expansive soil sampai ±75%, (dari high expansive menjadi low
expansive). Dan penambahan asbuton pada tanah lunak dengan nilai CBR rendah akan
meningkat menjadi 2 sampai 3 kali lipat CBR semula.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa material berbutir yang diikat oleh asbuton
adalah jenis kapur, sementara baik kapur maupun bitumen itu sendiri termasuk dalam
kategori bahan tambahan untuk perbaikan tanah dasar. Oleh karena itu sangat wajar
apabila daya dukung tanah atau nilai CBR akan meningkat 2 samapi 3 kali lipat dari
semula. Juga sebagai material yang mampu mengurangai tingkat aktivitas lempung
terhadap terjadinya perubahan kembang susut pada lapis tanah dasar.
Subbase
Subbase adalah lapis perkerasan yang berada langsung di atas subgrade. Subbase
berfungsi sebagai bagian lapis utama perkerasan jalan untuk menerima beban kendaraan.
Fungsi subbase selain sebagai bagian lapis konstruksi perkerasan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai filter fraksi halus dari lapis tanah dasar yang akan masuk ke lapis
basecourse, oleh karena itu gradasi subbase harus merupakan gradasi padat (danse
graded);
2. Mengurangi gaya aksi dari pengaruh pencairan es atau pembekuan air menjadi es,
khususnya daerah yang mengalami musim dingin;
3. Sebagai media system drainase di bawah perkerasan;
4. Sebagai lantai kerja pelaksanaan konstruksi lapis perkerasan selanjutnya;
Subbase ini dapat ditiadakan apabila lapis tanah dasar merupakan jenis material berbutir
atau berpasir, sehingga mampu berfungsi sebagaimana tertera di atas.
Asbuton adalah salah satu jenis material perkerasan jalan yang unik, karena
memiliki kandungan bitumen dan mineral. Keberadaannya dalam campuran agregat jelas
akan memperkokoh campuran tersebut apapun bentuknya, karena kedua bahan
pembentuknya sama-sama memiliki daya lekat yang kuat terhadap material di sekitarnya.
Terhadap subbase asbuton dapat digunakan sebagai pengganti material halus, yang
jumlahnya antara 10 sampai dengan 25% saja dalam campuran. Lebih dari itu campuran
akan mahal, sehingga penambahan daya dukung ± 60% terhadap CBR awal. Dengan
meningkatnya daya dukung subbase maka koefisien kekuatan relative pada subbase dan
basecourse akan meningkat. Pada analisis perhitungan bab berikut akan dibahas lebih
rinci, tentang korelasi antara CBR dan nilai kekuatan relative pada subbase dan
basecourse, sesuai AASHTO Guide for design,1986.
Sutoyo 5
Bina Marga Prop. Jatim
Basecourse
Basecourse adalah tumpuan utama lapis permukaan (surface course), oleh karena
itu basecourse harus memiliki CBR 100%. Apabila menggunakan lapis basecourse yang
diberi perkuatan dari bahan aspal (ATB) maka lapis tersebut akan mampu menerima
beban tarik sehingga menggunakan stabilitas sebagai ukuran kekuatan bahan terhadap
beban yang diterima. Sementara untuk basecourse yang menggunakan perbaikan
(treatment) dengan menggunakan asbuton, maka akan berfungsi seperti blackbase,
dimana kekuatan tarik relatif kecil namun ketahanan terhadap beban vertical akan
meningkat menjadi ±30%. Hal ini akan meningkatkan nilai koefesien kekuatan relative
terhadap blackbase tersebut. Black base ini akan berfungsi maksimal pada saat ada
penambahan primecoat, dimana bitumen asbuton akan bereaksi dengan aspal yang
berasal dari primecoat tersebut.
Lapis permukaan
Pada campuran aspal mutu tinggi, bitumen asbuton sangat berpeluang untuk
mendapatkan aspal jenis mutu tinggi yang kita syaratkan, antara lain superpave
(campuran aspal yang menggunakan aspal mutu tinggi yang disebut performance grade
(PG). Pada persyaratan tertulis PG-60, artinya aspal tersebut memiliki karakteristik
bahwa titik lembek aspal adalah minimal 60°C. di Indonesia untuk membentuk aspal
jenis ini mestinya tidak terlalu sulit, karena memiliki bitumen asbuton dalam jumlah yang
sangat besar.
Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa jenis dan kwalitas subgrade adalah salah
satu dasar penentuan tebal konstruksi perkerasan, sehingga didapatkan suatu nilai indek
tebal perkerasan (ITP). ITP inilah yang akan diurai menjadi beberapa lapis perkerasan
dengan memperitungkan koefisien kekuatan relative dan tebal masing-masing lapis.
Namun demikian ada batasan-batasan untuk masing-masing lapis sesuai beban yang akan
diterimanya. Sebagai contoh, pada ruas jalan yang jumlah lalu-lintas berat sangat
dominant maka tebal lapis permukaan minimal adalah 7,5 cm. Juga pada basecourse
dimana pemadatan akan efektif apabila dengan ketebalan 15 – 20 cm, seingga tebal yang
Sutoyo 6
Bina Marga Prop. Jatim
direkomendasi adalah kelipatan dari 2 angka tersebut, yaitu 15-20 cm, 30-40 cm, 45-60
cm, dst.
Lapis permukaan disebut sebagai lapis aus (wearing course), lapis kedap air, oleh
karena itu jumlah kadar aspal harus cukup untuk melapisi setiap butir material dengan
ketebalan tertentu. Sesuai textbook dari National Center for Asphalt Tecnology, Hot mix
asphalt materials, mixture design and construction, second edition, 1996 menyebutkan
bahwa tebal penyelimutan aspal terhadap agregat adalah 6-8 micron. Dengan tebal
penyelimutan aspal tersebut lapis permukaan memiliki ketahanan terhadap gaya tekan
dan tarik terhadap beban roda kendaraan. Pada lapis paling bawah yang berhimpit dengan
basecourse campuran aspal menahan gaya tarik, sedangkan pada bagian atas menerima
gaya tekan. Untuk memperkecil gaya tarik yang terjadi pada lapis bagian bawah maka
salah satu cara adalah dengan mempertebal lapisan permukaan.
Basecourse
Basecourse adalah lapisan tepat di bawah suface, yang besaran koefisien kekuatan
relative dihitung dengan CBR 100% bagi nontreatmen, sementara bagi base yang
menggunakan treatment dengan aspal (ATB) maka stabilitas campuran (dikonversi ke
Sutoyo 7
Bina Marga Prop. Jatim
modulus elastisitas) adalah variable untuk menentukan besaran koefisien kekuatan
relative (a2). Pada AASHTO, 1986 disediakan grafik hubungan antara angka koefisien
kekuatan dengan beberapa variable, yaitu CBR, R-Value, Texas triaxsial dan modulus
elastisitas. (lihat Gambar hubungan a2 dengan beberapa parameter). Grafik tersebut
merupakan penjabaran formula untuk memperkirakan besaran angka koefisien kekuatan
relative bagi basecourse (a2), yaitu sebagai beikut:
a2 = 0,249(log10Ebs)- 0,977
Sekali lagi, modulus elastisitas material adalah salah satu parameter yang paling
mendasar untuk menentukan angka koefisient kekuatan relative pada setiap lapis
perkerasan. Semakin besar nilai modulus akan semakin besar pula angka koefisien
kekuatan relative, sehingga apabila ada bahan tambahan yang bersifat untuk
meningkatkan modulus elastisitas maka berarti meningkatkan pula angka koefisien
kekuatan relative dari lapisan yang dimaksud. Pada basecourse nilai CBR sudah
maksimal 100%, maka penambahan angka koefisien kekuatan relative langsung
berdasarkan besar penambahan angka modulus elastisitas.
Sutoyo 8
Bina Marga Prop. Jatim
lapis basecourse sampai 14,3%. Artinya apabila tanpa penambahan asbuton tebal
basecourse adalah 30 cm, maka dengan penambahan material asbuton akan berkurang
menjadi 25 cm.
Subbase
Subbase adalah lapis perkerasan yang memiliki nilai CBR 30%, dengan R-Value
60 dan modulus elastisitas 15.000 psi. dan besar koefisien kekuatan relative (a3) adalah
sebesar 0,11. AASHTO guide, 1986 merumuskan besar ngka a3 sebagai berikut:
Dari nilai a3 awal = 0,11 meningkat menjadi =0,125 berarti akan mengurangi
tebal lapis subbase sampai 13,6%. Artinya apabila direncanakan tebal 25 cm untuk
subbase yang tidak menggunakan tambahan asbuton, maka tebal subbase akan berkurang
menjadi hanya 22 cm jika menggunakan bahan asbuton sebagai pengganti agregat halus.
Namun demikian tidak semua hasil dari perhitungan pengurangan tebal langsung
diaplikasikan di lapangan, karena ada batasan tertentu untuk tebal pemadatan campuran
agregat berdasarkan ukuran gradasi maksimum dari campuran tersebut. Pada kondisi
demikian maka tebal minimum tetap dipertahankan sehingga nilai indek tebal perkerasan
(ITP) menjadi semakin besar apabila tebal lapis minimum yang dilaksanakan di lapangan.
Pada kondisi semacam ini penambahan asbuton tidak diperlukan.
Subgrade
Sutoyo 9
Bina Marga Prop. Jatim
Pada bab terdahulu sudah disebutkan bahwa penambahan asbuton 20% terhadap
subgrade akan meningkatkan nilai CBR menjadi 2 sampai 3 kali lipat, dan terhadap tanah
expansive soil akan menurun tingkat expansivenya sampai ± 20%. Ini adalah hal yang
luar biasa. Setiap lapis konstruksi material asbuton memiliki fungsi sebagai bahan
tambahan yang dapat meningkatkan nilai struktur perkerasan sehingga tebal dari masing-
masing lapis terkurangi. Pada kondisi demikian berarti penggunaan asbuton pada lapis
konstruksi perkerasan akan sangat bermanfaat, terutama terhadap penggunaan sumber
alam yang tersedia, juga meningkatkan nilai efesiensi penggunaan material konstruksi
perkerasan.
Aspal minyak yang ada saat ini, khususnya aspal produksi pertamina memiliki
titik lembek yang relative rendah. Hal ini menjadi suatu kendala besar pada saat
melaksanakan lapis permukaan dengan menggunakan jenis superior performing
pavement (superpave). Kita tahu bahwa superpave adalah jenis lapis permukaan aspal
yang memiliki tingkat stabilitas yang relative tinggi, sehingga sangat cocok bagi heavy
loaded. Jenis perkrasan ini mengguanakan material serba di atas rata-rata, mulai dari
material batu pecah, yang harus seragam tingkat kekerasannya dan aspal yang harus
menggunakan performance grade (PG), artinya aspal minyak yang memiliki nilai titik
lembek sama dengan kondisi terpanas di lapangan. Apabila temperature di lapangan pada
siang hari ± 60ºC, maka harus menggunakan aspal dengan PG-60, dan seterusnya.
Yang sudah diteliti oleh Dep. PU melalui Puslitbang Jalan di Bandung telah
menyebutkan bahwa hasil extraksi bitumen asbuton memiliki nilai penetrasi antara 5
sampai 15 (Ir. Kurniaji). Apabila biutumen ini diremajakan menggunakan bahan
peremaja tertentu, dan ditambahkan aspal minyak ke dalamnya dengan porsi tertentu
maka akan didapatkan aspal dengan nilai penetrasi sesuai yang kita inginkan. Kekerasan
asbuton menunjukkan nilai titik lembek yang tinggi pula. Sehingga dapat digunakan
untuk membentuk aspal dengan titik lembek yang disyaratkan.
Sutoyo 10
Bina Marga Prop. Jatim
Sekali lagi, bahwa bitumen asbuton adalah sangat potensial untuk membentuk
aspal mutu tinggi seperti yang disyaratkan pada Superpave. Namun demikian untuk
mengeluarkan bitumen tersebut tetap memerlukan proses extraksi yang lebih efektif agar
nilai produksi lebih maksimal. Dengan memanfaatkan bitumen asbuton sebagai bahan
perbaikan mutu aspal yang sebesar-besarnya, diharapkan dapat memberdayakan secara
maksimal sumber alam yang tersedia. Apalagi ditunjang dengan teknologi yang serba
mutahir, seihingga hasilnya akan dirasakan oleh masyarakat Buton pada khususnya dan
Negara Indonesia pada umumnya. Pada saat ini sudah ada teknologi yang disebut sebagai
asbuton preblending (sumber dari Puslitbang Jalan Dep. PU). Dengan metode ini dapat
membuang sebagian mineral asbuton, sehingga porsi bitumen sampai 60% dari campuran
yang ada. Oleh karena itu sangat berpeluang pemanfaatan asbuton sebagai salah satu
sumber alam untuk bahan perkerasan aspal mutu tinggi (superpave)
6. Penutup
Kesimpulan
Bitumen asbuton adalah salah satu sumber alam yang sangat potensial untuk
mendapatkan suatu campuran aspal bermutu tinggi (superpave), yaitu suatu campuran
aspal yang memiliki kekuatan superior, sehingga aspal minyak harus ditambah dengan
bitumen asbuton dengan porsi tertentu. Karena asbuton mengandung kapur, sedangkan
jumlah kapur dalam campuran dibatasi maksimal 1%, maka untuk mendapatkan aspal
minyak mutu tinggi maka bitumen asbuton harus diextrak terlebih dahulu sehingga
jumlah kebutuhan bitumen yang disyaratkan dapat dipenuhi. Untuk mempercepat proses
extraksi sebaiknya digunakan bahan yang tingkat kelarutan dan penguapan yang tinggi,
antara lain bensin supaya bitumen murni asbuton yang ditambahkan ke aspal minyak
dapat dihitung secara tepat, cepat dan akurat. Atau dengan menggunakan asbuton
preblending yang ditemukan oleh Puslitbang Jalan Dep.PU akan lebih mudah untuk
membentuk aspal mutu tinggi (superpave).
Sutoyo 11
Bina Marga Prop. Jatim
Saran
Kalau memang benar bahwa jumlah kandungan asbuton tersebut lebih dai 300
juta ton, dan manfaatnya benar-benar memberi kontribusi terhadap kekuatan konstruksi
struktur perkerasan maka pemanfaatan asbuton harus lebih diberdayakan. Jaringan jalan
di wilayah timur Indonesia sangat terbatas, maka sudah dapat dipastikan pengembangan
wialayah tersebut akan mengalami banyak hambatan sehingga terkesan terjadi
kemunduran. Oleh karena itu untuk mendukung program pemanfaatan asbuton secara
maksimal maka setiap ada kegiatan pembangunan jalan harus disediakan ruang untuk
malakukan penelitian, evaluasi, dan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan yang
menggunakan asbuton sebagai bahan campuran lapis konstruksi perkerasan. Kita harus
yakin bahwa suatu saat akan ada penemuan baru yang lebih efektif dan efesien kalau saat
sering dan tidak bosan untuk mengelola asbuton secara sungguh-sungguh agar didapatkan
suatu metoda baru yang benar-benar tepat, sehingga akan dapat menggatikan kedudukan
aspal minyak yang semakin hari semakin berkurang.
Referensi
Sutoyo 12
Bina Marga Prop. Jatim