Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar
Pemberian obat kepada klien ada beberapa cara, yaitu melalui rute oral,
parenteral, rektal, vagina, kulit, mata, telinga dan hidung. Pemberian obat
secara parenteral adalah pemberian obat selain melalui saluran pencernaan.
Pemberian obat parenteral ada empat cara yaitu, intracutan (IC), subcutan (SC
atau SQ), intramuscular (IM), dan intravena (IV). Pemberian obat secara
parenteral lebih cepat diserap dibandingkan dengan obat oral tetapi tidak dapat
diambil kembali setelah diinjeksikan.Oleh karena itu perawat harus
menyiapkan dan memberikan obat tersebut secara hati – hati dan akurat.
Pemberian obat parenteral memerlukan pengetahuan keperawatan yang sama
dengan obat – obat dan topikal (lokal pada kulit). Namun karena injeksi
merupakan prosedur invasif, teknik aseptik harus digunakan untuk
meminimalkan resiko injeksi. Tujuan dari pemberian obat secara parenteral
adalah mencegah penyakit dengan jalan memberikan kekebalan atau imunisasi
(misalnya memberikan suntikan vaksin DPT, ATS, BCG, dan lain – lain),
mempercepat reaksi obat dalam tubuh untuk mempercepat proses
penyembuhan, melaksanakan uji coba obat, dan melaksanakan tindakan
diagnostik. Indikasi pemberian obat secara parenteral adalah kepada klien
yang memerlukan obat dengan reaksi cepat, klien yang tidak dapat diberi obat
melalui mulut, dan klien dengan penyakit tertentu yang harus mendapat
pengobatan dengan cara suntik, misalnya Streptomicin atau Insulin.

B. Definisi injeksi IC(intracutan)


1. Pengertian
Memberikan obat melalui suntikan intracutan dan intrademal adalah
suatu tindakan membantu proses penyembuhan melalui suntikan kedalam
jaringan kulit atau indra dermis. Istilah intradermal (ID) berasal dari kata
“ intra” yang berarti lapis dan “dermis “ yang berarti sensitif, lapisan
pembuluh darah dalam kulit ketika sisi anatominya mempunyai derajat
pembuluh darah tinggi pembuluhdarah betul-betul kecil, makanya
penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik
yang dapat dibandingkan karena absorsinya terbatas, maka
penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang
sensitif atau untuk menentukan sensitifitas terhadap organisme.
Injeksi intracutan dimasukan langsung ke lapisan epidermis tepat
dibawah startumkorneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam
air volume yang disuntikan sedikitnya ( 0,1-0,2ml) digunakan untuk
tujuan diagnosa. (Alimul, 2006)
2. Tujuan injeksi IC(intracutan)
a. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
b. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari pemberian obat.
c. Membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu misalnya
(tuberculin test)
d. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan skin test )
e. Digunakan untuk test tuberculin atau test alergi terhadap obat-obatan
f. Pemberian vaksinasi.
3. Indikasi injeksi IC(intracutan)
a. Pasien yang membutuhkan test alergi ( mantoux test )
b. Pasien yang akan melakukan vaksinasi
c. Mengalihkan diagnosa penyakit
d. Sebelum memasukkan obat
4. Kontraindikasi injeksi IC(intracutan)
a. Pasien yang mengalami infeksi pada kulit
b. Pasien dengan kulit terluka
c. Pasien yang sudah dilakukan skin test
5. Keuntungan injeksi IC(intracutan)
a. Suplai darah sedikit, sehingga absorbsi lambat
b. Bisa mengetahui adanya alergi terhadap obat tertentu.
c. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam
pemberian obat
6. Kerugian injeksi IC(intracutan)
a. Apabila obat sudah disuntikkan maka obat tersebut tidak dapat ditarik
lagi ini berarti pemusnahan obat yang mempunyai efek tidak baik atau
toksit maupun kelebihan dosis karena ketidak hati-hatian dan sukar
dilakukan.
b. Tuntutan sterilitas sangat ketat.
c. Memerlukanpetugasterlatih yang berwenanguntukmelakukaninjeksi.
d. Adanyaresikotoksisitasjaringandanakanterasasakitsaatpenyuntikan.
7. Prinsip injeksi IC(intracutan)
a. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui diagnosa medis
pasien, indikasi pemberian obat, dan efek samping obat, dengan
prinsip 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
waktu pemberian, benar cara pemberian, benar keterangan tentang
obat pasien, benar tentang riwayat pemakaian obat oleh pasien, benar
tentang riwayat alergi obat pada pasien, benar tentang reaksi
pemberian beberapa obat yang berlainan bila diberikan bersama-sama,
dan benar dokumentasi pemakaian obat.
b. Untuk mantoux test (pemberian PPD) diberikan 0,1 CC dibaca setelah
2-3 kali 24 jam dari saat penyuntikan obat.
c. Setelah dilakukan penyuntikan tidak dilakukan desinfektan
d. Perawat harus memastikan bahwa pasien mendapatkan obatnya bila
ada penolakan pada suatu jenis obat, maka perawat dapat mengkaji
penyebab penolakan, dan dapat mengkolaborasikannya dengan dokter
yang menangani pasien, bila pasien atau keluarga tetap menolak
pengobatan setelah pemberian inform consent, maka pasien maupun
keluarga yang bertanggungjawab menandatangani surat penolakan
untuk pembuktian penolakan terapi
e. Injeksi Intracutan yang dilakukan untuk melakukan test pada jenis
antibiotik, dilakukan dengan cara melarutkan antibiotik sesuai
ketentuannya, lalu mengambil 0,1 CC dalam spuit dan menambahkan
aquabides 0,9 CC dalam spuit, yang disuntikkan pada pasiennya 0,1
CC
f. Injeksi yang dilakukan untuk melakukan test mantoux, PPD diambil
0,1 CC dalam spuit untuk langsung di suntikkan pada pasien(Potter &
Perry, 2010)
8. Lokasi yang digunakan untuk injeksi IC(intracutan)
a. Lengan bawah bagian dalam
b. Dada bagian atas
c. Punggung dalam area scapula (Widyatun, 2012)
9. Prosedur pemberian obat injeksi IC(intracutan)
Pemberian obat secara intracutan adalah tindakan memasukkan obat
kedalam tubuh melalui jaringan kulit dengan menggunakan spuit.
Pemberian obat secara intracutan dapat dilakukan pada lengan bawah
bagian dalam, dada bagian atas, dan punggung di bawah scapula.
a. Tujuan
1) Untuk tes diagnostik terhadap alergi.
2) Mengetahui reaksi obat tertentu.
3) Untuk tes penyakit tertentu.
b. Alat dan Bahan
Baki yang berisi :
1) Bak injeksi
2) Obat yang digunakan
3) Spuit sesuai penggunaan (spuit 1cc)
4) Kapas alkohol
5) Aquabides, jika obat dilarutkan
6) Sarung tangan
7) Bengkok
8) Pengalas
c. Persiapan Pasien
Jelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan
d. Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Pasang sarung tangan
3. Periksa kembali order obat : nama pasien, nama dan dosis obat,
rute pemberian, dan waktu pemberian.
4. Siapkan obat
5. Letakkan peralatan dan obat ke dekat pasien
6. Posisikan pasien senyaman mungkin
7. Letakkan pengalas dan bengkok dekat dengan area yang akan di
injeksi
8. Buka obat dengan cara :
9. Flakon/Vial : buka tutup metal, lakukan disinfeksi tutup karet
dengan kapas alkohol. Apabila sediaan obat dalam flakon masih
berupa bubuk larutkan dengan aquabidest sebanyak yang
tercantum pada petunjuk penggunaan obat
10. Ampul : ketuk obat yang ada di ujung ampul, patahkan leher
ampul dengan tangan menggunakan kain kasa.
11. Isi spuit sebanyak 0,1 ml dan larutkan dengan aquabides bila
perlu.
a) Flakon/vial : isap udara sebanyak cairan yang diperlukan. Tusuk
jarum dengan posisi bavel tegak. Suntikkan udara kedalam
flakon. Balik flakon, dengan tangan kiri memegang flakon
dengan ibu jari dan jari tengah sedangkan tangan kanan
memegang ujung barrel dan plugger. Jaga ujung jarum dibawah
cairan. Biarkan tekanan udara membantu mengisi obat dalam
keadaan spuit. Setelah selesai, tarik jarum dari flakon.
b) Ampul : masukkan jarum kedalam ampul. Isap obat. Jaga ujung
jarum berada di bawah cairan setelah selesai tarik jarum dari
ampul
1) Buang udara dalam spuit,tutup kembali kemudian masukkan ke
dalam bak injeksi.
2) Pilih area penusukan kemudian, lakukan disinfeksi dengan kapas
alkohol.
3) Lakukan penyuntikan dengan lubang jarum menghadap ke atas
membentuk sudut 15-200 dari permukaan kulit.
4) Masukkan obat perlahan-lahan hingga terjadi gelembung.
5) Tarik spuit tanpa melakukan masase.
6) Tandai daerah suntikan, tunggu 10 menit perhatikan reaksi pasien
bila ada rasa gatal berarti pasien alergi terhadap obat. Akan tetapi,
jika tidak ada rasa gatal lanjutkan pemberian obat.
7) Rapikan pasien.
8) Rapikan alat.
9) Cuci tangan
10) Dokumentasikan tindakan. (Sigalingging, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2.


Jakarta: Salemba Medika.
2. Potter, & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 2 . Jakarta:
Salemba Medika.
3. Sigalingging, G. (2012). Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.
4. Widyatun, D. (2012). Pemberian Obat Melalui Intracutan . Yogyakarta:
Salemba Medika.
5. Chuningham. 1995. Obstetri William. EGC, Jakarta
6. Manuaba, IGB. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. EGC, Jakarta
7. Manuaba, IGB. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. EGC, Jakarta
8. Mansjoer, arif ,dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3.Jilid1.Media Aesculapius FKUI, Jakarta
9. Mochtar R.. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi.Cetakan ke-II. EGC, Jakarta
10. Prawirohario.Sarwono, 2001.Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta
11. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta
12. Prawirohario.Sarwono, 2007.Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta
13. Sastrawirsata Sulaeman, 1984. Obstetri Patologi. FKUP Bandung,
Bandung
14. Syaifudin, Abdul Bakri. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBP-SP, Jakarta
15. Winknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. YBP-SP, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai