Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FARMASI KOMUNITAS

TENTANG
APOTEK JARINGAN/WARALABA

DISUSUN OLEH :

NAMA : MARIA ULFA

KELAS : 6A FARMASI

NIM : 51704019

DOSEN PEMBIMBING : DENNY PURI A, MARS., Apt.

PROGRAM STUDI S1FARMASI STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
 
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa kami telah menyelesaikan
tugas mata kuliah Farmasi Komunitas dalam bentuk makalah. Makalah ini saya tulis berdasarkan
hasil pencarian saya dari beberapa sumber. Makalah ini di harapkan cukup untuk memberikan
pemahaman tentang apotek jaringan/waralaba, walaupun  tidak secara detail. Sudah tentu
makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga masih banyak kekurangannya. Maka saran,
petunjuk  pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini mendapat Ridho dari Allah SWT, dan bisa bermanfaat bagi kita semua.
 
 
 
 
 
 
 
 
Palembang, 23 April 2020

Penyusun

 
 
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………........3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..4
C. Tujuan……………………………………………………………………………………4
BAB II ISI
1. Sejarah dan pengertian dari apotek jaringan/waralaba…………………………………..4
2. Analisis dalam hukum mengenai apotek jaringan/waralaba…………………………….6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….…..7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat diingkari lagi, apotek telah menjadi sebuah tempat yang sangat biasa
kita jumpai di berbagai tempat. Apotek itu sendiri sudah menjadi suatu kebutuhan kita
ketika kita memerlukan berbagai macam obat dan keperluan kesehatan lainnya. Bahkan
banyak beberapa apotek yang telah menyediakan layanan Praktek Dokter, yang secara
tidak langsung telah memudahkan kita ketika memerlukan seorang dokter untuk
memeriksa kesehatan kita. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Salah satu tenaga kesehatan yang mendukung pelayanan kesehatan dalam
menjamin ketersediaan dan menjaga mutu obat yang ada adalah tenaga kefarmasian
dalam hal ini profesi apoteker. Pelayanan Kefarmasian oleh seorang apoteker dapat
dilakukan melalui praktik di apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat, atau praktek bersama. Adapun bentuk pelayanan apoteker, dapat dilakukan
melalui pendirian apotek. Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam
perkembangannya, bentuk apotek yang dikenal salah satunya adalah apotek waralaba
selain apotek mandiri.
Pengertian waralaba sendiri adalah: “hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.
Bisnis waralaba adalah tren bisnis masa depan dengan resiko kegagalan yang
kecil dimana pertumbuhannya sangat pesat dan memberi warna tersendiri dalam
perekonomian Indonesia. Konsep waralaba banyak diminati oleh para pelaku usaha
karena alasannya adalah bahwa dalam konsep bisnis waralaba setidaknya terdapat
jaminan akan kestabilan sistem operasional dan pengalaman bisnis itu sudah teruji
mendatangkan keuntungan.
Popularitas bisnis waralaba sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi barang
dan jasa memang semakin meningkat. Besarnya peluang bisnis waralaba di Indonesia
menjadikan waralaba baik asing maupun lokal bermunculan dan mengalami peningkatan
yang sangat luar biasa. Untuk seorang pemula dalam dunia bisnis, bentuk waralaba ini
merupakan alternatif untuk memulai sebuah bisnis. Bertebarannya apotek yang berbentuk
waralaba dibandingkan dengan apotek mandiri membuat persaingan ekonomi dan
pelayanan farmasi semakin ketat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan apa pengertian dari apotek jaringan/waralaba
2. Bagaimana analisis dalam hukum mengenai apotek jaringan/waralaba

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan mengetahui pengertian dari apotek jaringan/waralaba
2. Untuk mengetahui analisis dalam hokum mengenai apotek jaringan/waralaba
BAB II
ISI

1. SEJARAH DAN PENGERTIAN APOTEK JARINGAN/WARALABA


a. Sejarah Waralaba
Sistem waralaba disebut-sebut telah ada sejak puluhan bahkan ratusan
tahun silam. Salah satu perusahaan yang menjadi pelopor dari sistem ini ialah
perusahaan pembuat mesin jahit yang berinisiatif untuk menggunakan sistem
waralaba dengan memperbolehkan perusahaan lain turut menjual mesin jahit dari
perusahaan itu. Hanya saja, sistem perdagangan tersebut tetap harus memiliki
beberapa aturan khusus yang mewajibkan perusahaan rekanan juga menjual mesin
buatan dari pihak pertama dengan merk yang tidak diubah oleh pihak perusahaan
rekanan. Mengenai keuntungan dari usaha yang ditawarkan, pihak pertama tetap
akan mendapatkan keuntungan dari penjualan mesin-mesin tersebut.
Karena kesuksesan sistem waralaba pada tahun tersebut, akhirnya
beberapa perusahaan makanan cepat saji pun mengikuti langkah perusahaan
mesin jahit yang menjadi pelopor sistem waralaba dan akhirnya turut meraih
kesuksesan besar hingga saat ini. Meskipun awalnya hanya berkembang di
beberapa Negara Barat saja, namun kini sistem waralaba telah dikenal hampir di
seluruh belahan dunia berikut seluruh persyaratan dan juga keuntungan yang
ditawarkan dari sistem tersebut. Di Indonesia sendiri, telah sangat banyak
perusahaan waralaba yang berhasil mengembangkan usahanya, baik itu
perusahaan yang menawarkan produk makanan maupun perusahaan yang menjual
berbagai produk jadi dan alat transportasi seperti mobil dan motor.

b. Sejarah Perkembangan Apotek Waralaba


Salah satu jenis usaha yang mulai menggunakan sistem franchise adalah
Waralaba Apotek. Seiring dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi,
munculah suatu konsep yang disebut dengan sistem apotek jaringan. Jika dahulu
kita menjumpai “Apotek A” hanya 2-3 cabang di masing-masing kota, kini telah
menerapkan sistem franchise untuk pelebaran usaha dan meningkatkan
keuntungan.
Apotek Jaringan ialah suatu sistem jaringan retail di bidang farmasi
dimana seluruh sistem manajemen di dalamnya memiliki kesamaan dan saling
terikat satu dengan lainnya walaupun tempat usaha tersebut berada di beberapa
tempat. Dengan adanya sistem ini diharapkan adanya efisiensi dan efektivitas dari
seluruh apotek yang terkait sehingga akan meningkatkan keuntungan di kemudian
hari.
Dalam perkembangannya, bentuk waralaba kemudian di pakai sebagai
strategi dalam membuka gerai apotek yang beberapa diketahui berbentuk seperti
apotek waralaba yaitu : Apotek K-24, Apotek Century, Apotek Mal 24, dan
Apotek Kimia farma. Penulis mencari data, siapakah yang pertama kali menjadi
pioneer apotek waralaba di indonesia, sejauh ini salah satu pioneer apotek
waralaba yang ada di indonesia adalah apotek K-24 yang berdiri sejak tahun
2002.
2. ANALISIS DALAM HUKUM MENGENAI APOTEK JARINGAN/WARALABA
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan aturan - aturan tentang pendirian apotek
didalam Permenkes bahwa apoteker dapat mendirikan apotek mandiri maupun
bekerjasama dengan pemilik modal namun pekerjaannya tetap dikerjakan oleh apoteker
yang bersangkutan, dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
Apoteker dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga professional baik yang
mandiri maupun yang tergabung dalam bisnis waralaba harus mengedepankan etika
profesinya. Etika dan moral memiliki hubungan penting antara apoteker dengan kolega
dan masyarakat. Etika memungkinkan apoteker perlu untuk melanggar hukum yang
menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis.
Sedangkan bentuk dari waralaba pada Menurut Pasal 1 PP No. 16 Tahun 1997
tentang Waralaba, pengertian waralaba (franchisee) adalah : “perikatan di mana salah
satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa”.
Pada dasarnya waralaba (franchise) adalah sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka waktu
tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha pendistribusian
barang atau jasa di bawah nama identitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha
tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan oleh
franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchise, sebagai
imbalannya franchise membayar sejumlah uang berupa initial fee dan royalty. Dari
definisi tersebut, artinya apoteker yang tergabung dalam waralaba akan mengikuti cara,
perjanjian yang diberi oleh pemberi waralaba.
Dari aspek ekonomi dan efisiensi apotek waralaba ini sangat menguntungkan
kedua belah pihak yakni sebagai pemberi waralaba akan mendapatkan fee atau royalty
atas waralaba yang diberikan, baik itu barang atau jasa yang telah disediakan oleh
pemberi waralaba. Sedangkan disisi lain akan menguntungkan penerima waralaba karena
apabila brand yang diwaralabakan sudah mempunyai banyak cabang dan cukup dikenal,
dalam waktu singkat akan menerima laba dan bimbingan kontinu untuk mencapai
keuntungan sebesar-besarnya dari franchisor. Namun, apabila kita ingin melihat sisi lain,
terdapat beberapa hal yang perlu di perhatikan oleh pemerintah, organisasi apoteker,
ataupun instansi yang terkait dengan upaya-upaya kesehatan. Apabila bentuk dari apotek
waralaba terlalu banyak, dan terlalu bersaing dengan apotek yang mandiri, dikhawatirkan
akan terjadi gesekan baik dari sisi ekonomi dan sosial. Apotek mandiri akan tergencet
dengan agresifnya pertumbuhan apotek waralaba. Pelayanan yang diberikan apotek
waralaba memang banyak yang mengedepankan pelayanan 24 jam, namun disisi lain,
menurut pengamatan penulis, banyak apotek waralaba dalam pelayanan obat melupakan
konseling tentang penjelasan obat, jenis obat yang diberikan, usia matang pembeli obat
dan lain sebagainya dan terkesan agar obat yang penting laku. Memang disadari, bahwa
tidak semua apotek waralaba terkesan nakal, hanya dikhawatirkan pengawasan dalam
pelayanan berkurang karena harus tetap memberi royalty kepada franchisor. Belum lagi
permasalahan tentang pengaturan obat yang kian lama makin ketat, dengan pengaturan
melalui Buku Coklat yang dikeluarkan oleh BPOM, baik obat bebas, obat bebas terbatas,
dan obat-obat keras atau terlarang. Biasanya, obat terlarang itu mereka pesan dari
distribusi farmasi ilegal dan mereka jual setelah apoteker tinggalkan apotek. Jadi,
ungkapan ini dapat menjadi gambaran bahwa, ada resiko apabila apotek berbentuk
waralaba, dapat keluar dari jalur yang tidak diinginkan oleh apoteker yang dengan atas
namanya izin apotek dikeluarkan, dan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab, baik oleh pemberi waralaba, oknum pegawai apotek, maupun yang
lainnya yang dapat merugikan apoteker, maupun masyarakat. Tidak hanya sampai disitu,
sebagai wajib pajak pribadi, maka apoteker memiliki kewajiban untuk membayar Pajak
Penghasilan Pasal 25 (PPh 25) yaitu pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Yang menjadi persoalan adalah
apabila apotek bukan sepenuhnya milik apoteker, namun bekerjasama dengan pemilik
modal. Sekalipun pelayanan kefarmasian sepenuhnya dilakukan oleh apoteker, namun
urusan keuangan apotek terkadang masih ditangani oleh pemilik modal. Ini akan menjadi
kendala manakala apoteker tidak mendapatkan akses yang memadai atas urusan
keuangan apotek. Padahal yang tercatat sebagai wajib pajak adalah apotekernya, bukan
pemilik modal. Masih berkaitan dengan hal perpajakan, banyak kasus yang ditemukan di
lapangan yaitu apotek masih dibebankan oleh beberapa pungutan pajak dari petugas
Dinas/Badan Pendapatan Daerah. Besaran pungutan pajak yang dikenakan biasanya
dihitung dari omzet bulanan yang diperoleh apotek. Terlepas dari apa dasar hukum yang
digunakan, kejadian ini mestinya menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya apoteker
memahami kembali aturan-aturan terkait perpajakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apotek waralaba memang sangat menguntungkan dan tetap mendukung
pelayanan dalam penyediaan obat dan penjaminan mutunya, serta dapat meningkatkan
persaingan ekonomi yang berdaya saing dinamis, baik antar apotek waralaba, apotek
mandiri, maupun antar franchise yang bergerak dibidang yang sama. Namun disisi lain,
masih banyak hal yang perlu menjadi perhatian bersama, misalnya dalam konseling
pemberian obat kepada pasien atau masyarakat yang kian semakin berkurang. Mungkin
akibat mengejar target penjualan obat, maupun adanya oknum-oknum yang
memanfaatkan apotek sebagai tempat untuk transaksi obat ilegal atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan. Baik buruknya pelayanan kefarmasian diapotek
waralaba, kembali lagi kepada prinsip dan etika pemberi waralaba dan penerima waralaba
dalam membangun koneksi dan hubungan yang berkelanjutan, agar dalam usaha apotek
waralaba tersebut dapat berlangsung sesuai peraturan yang berlaku dan berguna secara
utuh untuk masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Oscar, Lydianita dan Jauhar, Mohammad, 2016, Dasar-Dasar Manajemen Farmasi, Jakarta:
Prestasi Pustaka Publish.
Anonymous, “Sejarah dan Pengertian Waralaba”, diakses dari
https://ayowaralaba.com/news/read/55/1751858/sejarah-dan-pengertian-waralaba ,
pada tanggal 11 Maret 2019.
Anonymous, “Pengertian Bisnis Waralaba Apotek atau Franchise Apotek”, diakses dari
http://softwareapotekmurah.com/waralaba-apotek/ , pada tanggal 11 Maret 2019.
Micknela Ikun, “perjanjian waralaba apotek dalam perspektif hukum persaingan usaha”,
diakses dari https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9073 , pada tanggal 12 maret
2019.
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
PP RI No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba
PP RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
PP No. 16 Tahun 1997
Permenkes No 9 Tahun 2017 Tentang Apotek

Anda mungkin juga menyukai