Anda di halaman 1dari 50

DAFTAR ISI

BAB I......................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
13. Tujuan............................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
Landasan Teori........................................................................................................................4
2. 1 Konsep Gawat Darurat.................................................................................................4
2.1.1 Definsi Gawat Darurat............................................................................................4
2.1.2 Prinsip Keperawatan Gawat Darurat......................................................................6
2.1.3 Kode-Kode Emergency Di RS................................................................................7
2.2 Konsep Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu....................................................12
2.2.1 Pengertian dan Fase SPGDT................................................................................12
2.2.2 Tujuan pelayanan gawat darurat...........................................................................18
BAB III.................................................................................................................................21
KEGAWATDARURATAN LINGKUNGAN.....................................................................21
2.1 Definisi........................................................................................................................21
2.2 Tanda dan gejala kasus-kasus kegawatdaruratan lingkungan.....................................21
2.2.1 Hipotermi..............................................................................................................21
2.2.2 Heat Stroke...........................................................................................................29
2.2.3 Syok Elektrik dan Sambaran Petir........................................................................35
BAB IV.................................................................................................................................50
PENTUP................................................................................................................................50
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................51

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan atau dapat pula disebut sebagai emergency adalah suatu situasi
yang mendesak yang beresiko terhadap kesehatan, kehidupan, kesejahteraan atau
lingkungan. Suatu insiden dapat menjadi suatu kegawatdaruratan apabila merupakan
suatu insiden dan mendesak atau mengancam nyawa, kesehatan, kesejahteran ataupun
lingkungan; insiden yang sebelumnya menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,
kecacatan, merusak kesejahteraan, ataupun merusak lingkungan; atau insiden yang
memiliki probabilitas yang tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan ataupun lingkungan (Wikipedia 2015).
Kegawadaruratan medis adalah insiden cedera atau sakit yang akut dan menimbulkan
resiko langsung terhadap kehidupan atau kesehatan jangka panjang seseorang
(Caroline, 2013). Keadaan darurat tersebut memerlukan bantuan orang lain yang
idealnya memiliki kualisifikasi dalam melakukan pertolongan, hal ini membutuhkan
keterlibatan dari berbagai pelayanan multilevel, baik dari pemberi pertolongan pertama,
teknisi sampai kelayanan kesehatan gawat darurat.
Kegawatdaruratan medis merupakan keadaan harus mendapat intervensi segera. Dalam
merespon kegawatdaruratan telah dibentuk emergency medikal service (EMS) atau di
sebut pula layanan kegawatdaruratan medis. Tujuan utama dari layanan ini adalah
memberikan pengobatan kepada pasien yang membutuhkan perawatan medis
mendesak, dan tujuan menstabilkan kondisi saat itu, dan menyediakan transpor efisien
dan efektif bagi pasien menuju layanan pengobatan definitif.
Layanan kegawatdaruratan medis di tiap-tiap negara dan daerah menyediakan layanan
yang beragam dengan metode yang beragam pula, hal ini ditentukan oleh kebijakan
pemerintah negara masing-masing dengan metode pendekatan yang berbeda pula
tergantung dari kondisi dari negara tersebut. Secara umum, semua layanan
kegawatdaruratn medis menyediakan layanan bantuan hidup dasar.

2
Bantuan hidup dasar merupakan suatau tindakan medis yang dilakukan pada pasien
dengan sakit yang mengancam nyawa atau cidera sampai pasien tersebut mendapatkan
pelayanan kesehatan penuh dirumah sakit. Pemberian BHD bertujuan untuk
menyediakan sirkulasi darah yang

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

1. Apa saja konsep kegawatdaruratan


2. Apa saja konsep kegawatdaruratan lingkungan serta penangannya

13. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :

1. Konsep kegawatdaruratan
2. Konsep kegawatdaruratan lingkungan serta penanganannya

3
BAB II

Landasan Teori

2. 1 Konsep Gawat Darurat

2.1.1 Definsi Gawat Darurat

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin, 2012).
Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu/ kapan saja
terjadi dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu
kecelakaan, suatu proses medic atau perjalanan suatu penyakit (Saanin, 2012).
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikkan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Keperawatan gawat darurat adalah
pelayanan professional keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan
urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah
yang tidak urgent, sehingga filosofi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas,
kedaruratan yaitu apapun yang dialami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan
sebagai kedaruratan (Hati, 2011 dalam Saanin, 2012).
System pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien (Saanin, 2012). Pasien yang tiba-
tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau
anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan

4
secepatnya . biasanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut
Miocard Infark). Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium
akhir.
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya. Biasanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya, pasien
Vulnus Lateratum tanpa pendarahan. Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan
kedaruratan. Biasanya dilambangkan dengan label hijau. Misalnya, pasien batuk, pilek.
Keperawatan gawat darurat atau emergency nursing merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit
yang mengancam kehidupan. Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu
keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada
pasien. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera
dengan tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan. Dalam
penanganannya dibutuhkan bantuan oleh penolong yang profesional. Derajat
kegawatdaruratan serta kualitas dari penanganan yang diberikan membutuhkan
keterlibatan dari berbagai tingkatan pelayanan, baik dari penolong pertama, teknisi
kesehatan kegawatdaruratan serta dokter kegawatdaruratannya itu sendiri. Respon
terhadap keadaan kegawatdaruratan medis bergantung kuat pada situasinya.
Keterlibatan pasien itu sendiri serta ketersediaan sumber daya untuk menolong. Hal
tersebut beragam tergantung dimana peristiwa kegawatdaruratan itu terjadi, diluar atau
didalam rumah sakit (Caroline 2013).
Karakteristik keperawatan gawat darurat:
1. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi
2. Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosis, dan tindakan
3. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia
4. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi
5. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan

5
2.1.2 Prinsip Keperawatan Gawat Darurat

Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang
awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena
kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam
jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea),
lindungi korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan
dan yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya
ada kondisi yang membahayakan.
7. Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan
tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai
dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (kumpulan materi mata
kuliah Gadar:2006):

1. Gawat darurat
Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma,
trauma kepala dengan penurunan kesadaran.
2. Gawat tidak darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut

6
3. Darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak mengancam nyawa atau
anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
4. Tidak gawat tidak darurat
Pasien poliklinik yang datang ke UGD

2.1.3 Kode-Kode Emergency Di RS


1. Code Red
Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di lingkungan
rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah
sakit untuk kasus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah
sakit, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai
panduan tanggap darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera
mematikan listrik di area kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien ke titik-
titik evakuasi, dan sebagainya. Tatalaksananya (RACE):
a. (R) REMOVE/RESCUE/SELAMATKAN setiap orang yang berada dalam area
kebakaran sambil meneriakkan:code red ---- code red
b. (A) ALERT/ALARM/SEBARLUASKAN dengan cara menelpon Operator
selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait antara lain petugas
security, selajutnya beritahu kawan terdekat. Bila api membesar telpon Dinas
Pemadam Kebakaran.
c. (C) CONFINE/ CONTAIN/SEKAT bila sekitar ruangan penuh api dan asap,
bila memungkinkan tutup pintu dan jendela untuk mencegah api menjalar.
d. (E) EXTINGUISH/PADAMKAN bila api masih memungkinkan/bila api masih
kecil. Jangan ambil resiko yang tidak perlu.
e. Bila cukup aman, matikan semua sarana seperti listrik, gas yang kemungkinan
berkaitan dengan api, tapi tetap pertimbangkan dengan cermat bila pasien masih
memerlukan.
f. Evakuasi pasien dan pengunjung ke daerah yang aman.
g. Tetap awasi pasien. Bila perlu dihitung per kepala atau absensi berurutan.

7
h. Kooperatif dengan semua intruksi yang diberikan oleh Staf Senior, Manajer on
Duty (MOD), ataupun petugas pemadam kebakaran
2. Code Blue (Biru)
Adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,keluarga pasien, pengunjung,
dan karyawan yang mengalami henti jantung dan membutuhkan tindakan
resusitasi segera. Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis
reaksi cepat atau timcode blueyang bertugas pada saat tersebut, untuk segera
berlari secepat mungkin menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan
resusitasi jantung dan paru pada pasien. Tim medis reaksi cepat (timcode blue) ini
merupakan gabungan dari perawat dan dokter yang terlatih khusus untuk
penanganan pasien henti jantung. Karena setiap shift memiliki anggota tim yang
berbeda-beda, dan bertugas pada lokasi yang berbeda-beda pula (pada lantai yang
berbeda atau bangsal/ruang rawatan yang berbeda); diperlukan pengumuman yang
dapat memanggil mereka dengan cepat. Tatalaksana akan dibahas dalam subbab
berikutnya.
3. Code Pink (Merah muda)
Adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/ anak atau kehilangan
bayi/ anak di lingkungan rumah sakit.Secara universal, pengumuman ini
seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit
secara serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan
pelabuhan terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan.
Tatalaksananya:
a. Oleh karena beberapa jam pertama merupakan waktu kritis pada kasus
hilangnya bayi/anak-anak, hal terpenting adalah menyediakan informasi akurat
berkaitan dengan bayi/anak sesegera mungkin. Apabila Bayi/Anak-Anak
diculik makaPetugas yang menemukan terjadinya penculikan bayi/anak,
meneriakkan :
“ CodePink –Code Pink !!!!”

8
b. Segera menelpon Operator, selanjutnya operator menghubungi pihak yang
terkait di Rumah Sakit antara lain security,Manager on Duty, Direksi, dan Staf
Senior lainnya).
c. Security atas perintah Pimpinan, menelepon POLRES atau POLSEK setempat
dan sebutkan: jenis kejadian, lokasi kejadian dengan tepat, nama anda dan
tugas/profesi Anda.
d. Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar/foto bayi/anak yang
diculik (kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan antara lain: kapan
terjadinya, lokasi terakhir Anda masih melihat bayi/anak yang hilang, dan
memakai pakaian apa bayi/anak tersebut.
e. Setelah menerangkan kepada yang berwajib, berupayalah untuk tetap tenang.
Anda akan mampu mengingat detail bayi/anak yang diculik lebih mudah bila
Anda telah memperoleh kondisi rasional dan logisnya kembali
4. Code Black (Hitam)
Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman orang yang membahayakan
(ancaman orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai
seseorang atau melukai diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang
dicurigai bom di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain.Dalam hal adanya
ancaman terhadap seseorang (orang bersenjata atau tidak bersenjata yang
mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri) yang dilakukan:
a. 4R (Remain calm- Tetap tenang, Retreat- Mundur bila lebih aman, Raise the
alarm-Bunyikan alarm, Record details- Catat rincian kejadian)
b. Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi pasien
yang terancam.
c. Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil meneriakkan:
”Code Black -Code Black!!!!”
d. Melangkah mundur bila lebih aman. Hubungi Operator, selanjutnya operator
menghubungi pihak yang terkait antara lain security, Manager on Duty, Direksi,
dan Staf Senior lainnya, terangkan tentang:
1) Jenis kejadian

9
2) Lokasi kejadian
3) Nama dan tempat tugas Anda.
e. Bila tidak memungkinkan melangkah mundur:
1) Turuti perintah pengancam
2) Lakukan hanya yangdiminta
f. Bila bahaya sudah berlalu, telepon Operator, dan jelaskan kejadiannya
g. Catat hasil pengamatan Anda secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang, senjata,
cara bicara/logat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah pelarian, dll-nya)
h. Amankan tempat kejadian perkara
i. Bekerjasama dengan security sambil menunggu petugas kepolisian Bila
mendapatkan ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah:
1) Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon
2) Jangan menutup telepon
3) Gunakan telpon lain untuk menghubungi nomor POLRES atau POLSEK
setempat, hubungi operator untuk selanjutnya operator menghubungi pihak
yang terkait,dan sampaikan: Bahwa terdapat ancaman bom, lokasi ancaman
bom secara tepat, nama anda dan tempat tugas/profesi Anda, evakuasi
Segera/Evacuation,
5. Code Brown (Coklat)
Adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien, pengunjung dan
karyawan rumah sakit pada titik-titik yang telah ditentukan. Pada intinya,
menginisiasi tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya.Terdapat tiga tahap
evakuasi:
a. TAHAP 1: Pindahkan korban dari daerah bahaya, misalnya dari ruangan ke
koridor, sambil meneriakkan:”Code brown -- code brown”untuk
memberitahukan petugas lain
b. TAHAP 2 : Bersama-sama petugas lain pindahkan korban ke ruangan yang
aman pada lantai yang sama; lantai bawahbilabangunan bertingkat
c. TAHAP 3 : Selesaikan evakuasi dari bangunan melalui koridor atau tangga ke
titik kumpul dan ikuti petunjuk dalamEmergency Plan rumah sakit.

10
Pada saat evakuasi, bila diinstruksikan, evakuasikan ke area yang dialokasikan
dalam urutan sebagai berikut:
a. Pasien yang mampu bergerak sendiri
b. Pasien yang mampu bergerak dengan memerlukan bantuan
c. Pasien yang tidak mampu bergerak.
Penting untuk diperhatikan:
a. Periksa seluruh ruangan (termasuk kamar mandi dan toilet) untuk memastikan
semua orang sudah dievakuasi)
b. Lakukan penghitungan untuk memastikan semua orang sudah dievakuasi
c. Bila ada orang yang tidak diketemukan, laporkan ke Staf Senior, Manager on
Duty (MOD), atau Petugas Emergency
d. Jangan meninggalkan area titik kumpul sampai Staf Senior, Manager on Duty
(MOD), atau Petugas Penanggulangan Bencana mengizinkan
e. Staf Senior, atau Manajer on Duty memberitahuan kepada
PetugasPenanggulangan Bencana yang bertugas untuk mengumumkan
“SEMUA AMAN”bila keadaan telah terkendali (Usahakan rekam medik pasien
harus selalu menyertai setiap pasien yang dievakuasi bila memungkinkan)
6. Code Orange (Oranye)
Adalah kode yang mengumumkan adanya insiden yang terjadi di luar rumah sakit
(emergency eksternal) misalnya kecelakaan massal lalulintas darat, laut, dan
udara; ledakan, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dll. Tatalaksananya:
a. Pada saat menerima pemberitahuan terjadinya darurat eksternal, petugas IGD
dan atau operator akan menyampaikan kepada semua pejabat senior dan Tim
Siaga Bencana rumah sakit
b. Rekan yang berdekatan sesudah diberitahu petugas IGD atau operator
meneriakkan:“Code Orange –Code Orange !!!”
c. Setiap staf akan merespon sesuai dengan Panduan Siaga Bencana rumah
sakit.Respon dapat meliputi salah satu atau lebih langkah berikut ini:

11
1) Bila memungkinkan sediakan tempat tidur untuk menampung korban, bila
perlu dengan cara memulangkan sebagaian pasien rawat inap atau
mengirimkannya ke RS lain.
2) Sediakan fasilitas penerimaan dan perawatan pasien secukupnya
3) Bila diminta oleh Manajer Senior atau Direksi ataupun utusan dari lokasi
bencana, sediakan bantuan yang dapat dikirim ke lokasi bencana
4) Semua personil lainnya merespon sesuai arahan supervisornya
5) Bila kondisi bencana memberikan dampak kepada rumah sakit (misalnya
serbuan asap, huru-hara sipil), pengisolasian/penyekatan mungkin
diperlukan
6) Tunggu sampai ada pemberitahuan bahwa “SITUASI TELAH
TERKENDALI”.
7. Code Yellow (Kuning)
Adalah kode yang mengumumkan adanya situasi krisis internal (emergency
internal) rumah sakit yang meliputi: kebocoran atau dugaan kebocoran gas
termasuk gas elpiji; kebocoran dan tumpahan bahan kimia dan atau bahan
berbahaya; kegagalan sistem vital seperti kegagalanback-updaya listrik; boks
pembagi daya listrik;seseorang terjebak/terjerat; banjir; insiden radiasi; dan lain-
lain. Tatalaksananya:
a. Pada saat menemukan kejadian emergency internal petugas meneriakkan:”
Code Yellow –Code Yellow !!!!”
b. Hubungi nomor Operator unyuk selanjutnya menghubungi pihak yang terkait
antara lain security,Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya.dan
sebutkan : Jenis Emergency, Lokasi Emergency dengan tepat.Nama Anda dan
tugas/profesi Anda.
c. Jauhkan orang dari lokasi bahaya
d. Apabila evakuasi diperlukan, ikuti prosedur evakuasi, seperti pada
panduanCode Brown
e. Tunggu instruksi dari Staf Senior,Manager on Duty (MOD) atau Petugas
Emergency

12
f. Stanby untuk membantu bila diperlukan
g. Jangan kembali ketempat semula sampai Staf Senior, MOD, atau
yanbertanggung jawab dalam keamanan fasilitas menyatakan “ SEMUA
TELAH AMAN”.
Dalam hal insiden kimia, biologis atau radiasi:
a. Pakailah masker dan atau tutup mulut
b. Buka pakaian yang terkontaminasi, dan cuci kulit dengan air mengalir
c. Jauhi zona berbahaya.

2.2 Konsep Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu

2.2.1 Pengertian dan Fase SPGDT

Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang


untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk
mencegah kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat
didipertahankan setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.
System penanggulangan gawat darurat (SPGDT) mengacu pada pertolongan harus
cermat, tepat, dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani
secara bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan.
Ini berarti penanganan harus dilakukan multi disiplin, multi profesi dan multi
sektor meliputi:
a. Penanganan terhadap korban banyak penyelarnatan jiwa
b. Dilakukan oleh penolong dan pertolongan banyak
c. Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali
d. Menyangkut transportasi korban
e. Tempat-tampat rujukan

Dalam SPGDT terdapat beberapa fase yaitu: Fase Deteksi, Fase Subpresi, Fase Pra
Rumah sakit, Fase Rumah sakit dan Fase Rehabilitasi. Fase-fase ini dapat berjalan
dengan baik bila ada ketersediaan sumber-sumber yang memadai. Beberapa
referensi adapula yang menyebutkan bahwa SPGDT dibagi menjadi 3 subsistem,

13
yaitu : sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit,
sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga subsistem ini bersifat saling terkait
didalam pelaksanaannya. Pada pelaksanaanya bergantung kepada kebijakan
Negara yang bersangkutan.
a. Fase Deteksi
Pada fase deteksi ini dapat diprediksi beberapa hal diantaranya adalah frekuensi
kejadian, penyebab, korban, tempat rawan, kualitas kejadian dan dampaknya.
Misalnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas, maka dapat diprediksi :
frekuensi, Kecelakaan Lalu Lintas (KLL), Buruknya kualitas “Helm” sepeda
motor yang dipakai, Jarangnya orang memakai “Safety Belt”, tempat kejadian
tersering dijalan raya yang padat atau dijalan protocol, korban kecelakaan
mengalami luka mengalami luka diberbagai tempat atau multiple injuries.
Contoh lain bila terkait dengan bencana alam, maka dapat diprediksi : daerah
rawan gempa, frekuensi gempa, jenis bangunan yang sering hancur, kelompok
korban, dan jenis bantuan tenaga kesehatan yang paling dibutuhkan pada
korban gempa. Melatih tenaga kesehatan dan awam untuk pengelolaan korban
gawat darurat. Pelatihan dapat berbentuk BTCLS in Disaster, PPGD-ON
(Pengelolaan Pasien Gawat Darurat Obstetric Neonatus) untuk bidan, antisipasi
Serangan Jantung dan CADR (Community action & Disaster Response ) untuk
pengawal pribadi, pasukan keamanan/ polisi, pecinta alam, guru olahraga/
senam ; atau pelatihan Dasi pena (Pemuda Siaga Pencana) untuk Senkom,
pramuka, pemuda dan tokoh masyarakat.
b. Fase Supresi
Kalau kita dapat memperediksi yang dapat menyebabkan kecelakaan atau
terjadi bencana yang dapat menimbulkan korban masal maka kita dapat
melakukan supresi. Supresi atau menekan agar terjadi penurunan korban gawat
darurat dilakukan dengan berbagai cara : perbaikan kontruksi jalan, peningkatan
pengetahuan peraturan lalu lintas, perbaikan kualitas “Helm” pengetatat melalui
UU lalu lintas atau peraturan ketertiban berlalu lintas, pengetatat peraturan

14
keselamatan kerja, peningkatan patroli keamanan atau membebuat pemetaan
daerah bencana.
c. Fase Pra Rumah Sakit
Pada fase ini keberhasilan begantung pada beberapa komponen yaitu: akses
masyarakat ke petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih, atau akses
petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih kekorban, komunikasi dan
jaringan komunikasi yang dapat dimanfaatkan, serta ketersediaan gawat darurat.
Pada fase ini keberhasilan korban gawat darurat salah satunya bergantung
adanya akses. Akses dari masyarakat kedalam sistem adalah yang paling
penting, karena kalau masyarakat tidak dapat minta tolong maka SPGDT yang
paling baikpun tidak ada guannya bagi korban yang memerlukan pertolongan.
Mengingkat wilayah Indonesia sangat bervariatif maka setiap provinsi atau
kabupaten/kota perlu memiliki nomor yang mudah dihapal yang mudah
dihubungan untuk minta pertolongan.Saluran informasi yang dapat diakses bila
memerlukan bantuan pertolongan gawat darurat atau bencana dimasyarakat
diantaranya : polisi, pemadam kebakaran, dinas kesehatan, rumah sakit atau
ouskesmas terdekat yang dikoordinir oleh badan penaggulangan bencana
setempat.
Untuk perdesaan yang belum memiliki sarana komunikasi yag belum ada
komunikasi telepon, akses dapat berupa : bedug, kentongan, asap, radio
komunikasi, atau hamdphone.
1) Komunikasi
Lalulintas komunikasi yang vital diperlukan dalam penanggulangan bencana
diantaranya mencakup : pusat komunikasi ke ambulan, pusat komunikasi ke
rumah sakit, pusat komunikasi ke instalasi terkait lain, ambulan ke ambulan,
ambulan ke rumah sakit, masyarakat terlatih ke pusat komunikasi atau
pelayanan kesehatan.
Pusat komunikasi memiliki tugas menerima dan memberikan informasi,
memonitor, bekerjasama termasuk memberikan komando penanggulangan
bencana baik secara lintas propinsi, nasional, maupun internasional. Di pusat

15
komunikasi dapat dilibatkan “orang awam”, yaitu mereka yang menemukan
korban kali pertama, atau yang memberikan pertolongan pertama. “orang
awam” ini dapat dilatih, sehingga disebut awam khusus. Orang awam khusus
yang terorganisir dengan baik antara lain pramuka, Palang Merah Remaja,
siswa sekolah, mahasiswa, hansip atau petugas keamanan, atau karang
taruna. Pendidikan masyarakat melibatkan latihan masyarakat sebagai
penolong pertama. Dengan mewajibkan semua pelajar mendapatkan
pendidikan pertolongan pertama sebelum lulus dari SLTP dan pertolongan
pertama lanjutan sebelum lulus dari SLTA atau sebelum mendapat SIM,
maka kita dapat memastikan bahwa dalam dua generasi yang akan datang,
tiap orang di tempat kecelakaan atau pada penyakit akut akan lebih sanggup
menyelamatkan nyawa dan extremitas sampai tiba bantuan profesional.
Awam khusus dapat dilatih sehingga memiliki kemampuan cara minta
tolong, cara memberikan bantuan hidup dasar, cara menghentikan
perdarahan, cara memasang balut bidai, cara mengangkat dan mengirim
korban. Keterampilan untuk awam khusus dapat ditingkatkan sesuai dengan
bidang tugas yang diemban setiap hari, misalnya pengetahuan dan
keterampilan mengenai biomekanik kecelakaan lalu lintas dan luka tembak
atau tusuk untuk polisi. Dengan demikian korban dapat ditolong dengan
benar dan optimal.
2) Ambulan Gawat Darurat (AGD)

Ambulan gawat darurat idealnya harus mampu tiba ditempat korban dalam
waktu 6-8 menit supaya dapat mencegah kematian. Kematian dapat terjadi
karena sumbatan jalan napas, henti napas, henti jantung, dan perdarahan
massif.

Untuk daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat seperti Jakarta diperlukan
ambulan sepeda motor. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon time.
Selanjutnya bila sudah distabilkan maka tinggal menunggu mobil ambulan
untuk dievakuasi dan transportasi.

16
Ambulan Sepeda Motor Gawat Darurat dapat menjadi rumah sakit lapangan
dalam penanggulangan bencana. Sebagai unit pelayanan bencana maka
ambulan sepeda motor gawat darurat perlu meningkatkan jalinan komunikasi
dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulan lain.
3) Ambulan Gawat Darurat (AGD) Desa Siaga

AGD desa siaga dapat dikembangkan dengan meningkatkan peran


Puskesmas keliling menjadi AGD desa siaga. Peralatan standar yang
diajukan seperti Orotracheal Tube dan Suction untuk membebaskan jalan
napas (airway), Oksigen dan Bag and Mask untuk membantu pernafasan
(breathing), balut cepat dan dan infus untuk membantu mempertahankan
sirkulasi yang baik (circulation), dan bidai termasuk Neck Collar,
Long/Short Board dan traksi untuk membantu bila ada hendaya (disability).

Di Indonesia terdapat lebih dari 2000 rumah sakit dengan UGD yang
bervariasi dan belum ada koordinasi dalam penanggulangan korban gawat
darurat maupun penanggulangan bencana. Masing-masing berusaha untuk
mendapat citra eksklusif sehingga pelayanan kesehatan menjadi mahal
apalagi bila korban tidak memiliki asuransi ataupun tidak ada keluarga yang
mendampingi, maka kemungkinan akan terlantar. Keadaan ini bukan saja di
Indonesia tetapi juga terjadi di Negara maju seperti di Amerika Serikat
sebelum tahun 1990-an. Pada tahun 1976 setelah Perang Vietnam selesai
para dokter dan perawat kembali dan mengembangkan sistem
penanggulangan pasien gawat darurat (PPGD) sesuai dengan pengalaman
mereka di Vietnam.

Pada waktu itu, fase pra rumah sakit di USA dikembangkanlah perusahaan-
perusahaan pelayanan ambulan. Akibatnya terjadi persaingan yang tidak
sehat, mahal dan saling menghancurkan sehingga banyak AGD yang
bangkrut. Rumah sakit juga saling berlomba membentuk Trauma Center
dengan prinsip “The Right Patient To The Right Hospital By The Right
Surgeon”, sehingga sering terjadi keterlambatan karena Ahli Bedah tidak

17
ditempat. Baru tahun 1990 Amerika Serikat menyadari kesalahan ini dan
mengubah sistem PPGD menjadi “inklusif sistem”.

Sistem ini menjamin bahwa semua korban gawat darurat akan mendapat
pelayanan dan penanggulangan yang optimum pada fasilitas yang sesuai
dengan berat cederanya. Sistem ini memanfaatkan semua sarana Pra RS dan
UGD yang ada di kota dan daerah yang menjadi satu kesatuan secara
terpadu. Sejak tahun 1990-an, pada fase pra RS semua Ambulan Gawat
Darurat dihimpun dibawah satu sistem di Amerika Serikat adalah 911.
d. Fase Rehabilitasi

Semua korban yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana harus


dilakukan rehabilitasi secara utuh, mencakup fisik, mental, spiritual dan
sosial. Hal ini perlu dilakukan agar dapat berfungsi kembali di dalam
kehidupan bermasyarakat. Pada fase rehabilitasi melibatkan berbagai disiplin
ilmu, dengan harapan terjadi re-orientasi terhadap kehidupannya sesuai
kondisinya saat ini.

Ada 3 subsistem dalam pelayanan kesehatan pada SPGDT:


a. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit dan
sistem pelayanan antar Rumah Sakit. Pada sistem pelayanan medic pra
rumah sakit terdapat public safety center atau Desa Siaga, Brigade Siaga
Bencana, Pelayanan Ambulance, Komunikasi, Ambulan dan masyarakat
awam yang belum digarap secara serius oleh pemerintah.
b. Sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan
sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal tersebut diatas harus
tersedia unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap,
laboratorium, Xray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang penunjang yang
lainnya serta kamar mayat, dan lainnya.

18
Dalam pelaksanaan pelayanan medic di rumah sakit untuk korban bencana
diperlukan : hospital Disaster Plan, Unit Gawat Darurat, Brigade Siaga
Bencana Rumah Sakit, High Care Unit, dan kamar jenazah.
c. Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Sistem pelayanan kesehatan
antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada
bencana bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RS Fatmawati. Ini
semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang
tersedia di rumah sakit tersebut. Agar sistem ini dapat memberikan
pelayanan yang baik memerlukan sistem ambulan yang baik dan dibawa
oleh SDM yang terlatih dan khusus menangani keadaan darurat. Dalam
pelayanan kesehatan antar rumah sakit: pelayanan fiksasi dan evakuasi,
transportasi dan rujukan, dan pengelolaan lalu lintas untuk transportasi dan
rujukan.

2.2.2 Tujuan pelayanan gawat darurat

Kondisi pelayanan gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital
maupun in hospital ataupun post hospital. Oleh karena itu tujuan dari pertolongan
gawat darurat dalam kaitannya dengan rentang kegawatdaruratan dapat terbagi
menjadi 3 yaitu:
a. Pre-Hospital

Dalam rentang kondisi hospital ini dapat terjadi dimana saja serta dalam setiap
waktu, maka peran serta masyarakat, awam khusus ataupun petugas kesehatan
diharapkan dapat melakukan tindakan penanganan kondisi kegawatdaruratan
yang berupa:
1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang berisiko
menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca yang menggantung
atau dicurigai masih terdapat bom. Petugas kesehatan hanya boleh

19
memberikan pertolongan apabila kondisi sudah aman dari risiko jatuhnya
korban berikutnya.
2) Melakukan triase atau memilah dan menentukkan kondisi korban gawat
darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan
yang lebih ahli dating untuk membantu.
3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara.
4) Melakukan evakuasi, yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih aman
atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi korban.
5) Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan melalui
pelatihan siaga terhadap bencana.
b. In Hospital

Pada tahap ini, tindakan menolong korban gawat darurat dilakukan oleh petugas
kesehatan. Di rumah sakit pada umumnya ditolong oleh petugas kesehatan di
dalam sebuah tim yang multi disiplin ilmu. Tujuan pertolongan di rumah sakit
adalah adalah
1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai dengan
kondisinya.
2) Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut.
3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang akurat.
4) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana menimpanya.
5) Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban untuk mengenali
kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki.
c. Post-Hospital

Pada kondisi post-hospital hampir semua pihak menyatakan hampir sudah tidak
ada lagi kondisi gawat darurat. Padahal, kondisi gawat darurat ada yang terjadi
justru setelah diberi pelayanan di rumah sakit, yaitu korban perkosaan. Karena
mengalami trauma psikis yang mendalam, misalnya merasa tidak berharga,
harga diri rendah, malu dan tidak punya harapan sehingga korban-korban

20
perkosaan mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Tujuan
diberikan pelayanan dalam rentang post-hospital adalah:
1) Mengembalikan rasa percaya diri kepada korban.
2) Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh dan
berkembang.
3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi kepada orang-orang terdekat dan
masyarakat yeng lebih luas.
4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan nyata
korban
5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupanya pada masa yang akan
datang

21
BAB III

KEGAWATDARURATAN LINGKUNGAN

2.1 Definisi

Keadaan emergency yang dapat disebabkan karena intervensi alam dan lingkungan
sehingga dapat menimbulkan kondisi berupa hipotermi, hipoglikemi, barotrauma, gigitan
dan sengatan dan keracunan.

2.2 Tanda dan gejala kasus-kasus kegawatdaruratan lingkungan


a. Hipotermi
b. Barotrauma
c. Gigitan dan sengatan
d. Keracunan
e. Headstroke
f. Tersambar Petir

2.2.1 Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh inti dibawah 35Oc. Serve hypothermia terjadi pada
suhu tubuh inti dibawah 32,2 Oc. Suhu tubuh dibawah 32,2 Oc akan berakibat pada
terganggunya fungsi fisiologis yang sangat signifikan. Kematian menjadi konsekuensi
paling buruk ketika suhu tubuh turun sampai dibawah 25,6 Oc.

Berikut kelompok yang sangat retan terdampak hipotermi :

 Bayi Baru Lahir (neonates), terbatasnya lemak tubuh dan belum punya kemampuan
untuk menggigil atau menghangatkan tubuh sendiri.
 Lanjut usia, penyebabnya bisa karena dampak pengobatan, hilangnya lemak tubuh
serta perubahan pada kardiovaskelur yang berhubungan peningkatan usia.
 Pecandu alcohol dan tunawisma bisa terkena hipotermia karena gizi buruk dan
paparan lingkungan.

PATOFISIOLOGI

Hilangnya panas tubuh dapat terjadi akibat 4 mekanisme yang berbeda, keempat
mekanisme ini bisa berdiri sendrir atau bersma-sma memberikan dampak yang dapat

22
memperburuk kemampuan tubuh dalam melakukan kompensasi : konveksi, konduksi,
radiasi, dan evaporasi (Tabel 31-2)

Mekanisme Pelepasan Panas


Konveksi Konduksi Radiasi Penguapan
Disebabkan oleh Disebabkan oleh Merupakan hasil Terjadi ketika air
pergerakan udara kontak antara kulit dan terpaparnya berubah menjadi
mendekati tubuh dan zat yang lebih kulit oleh kondisi gas
ketika udara dingin (contoh: lingkungan sekitar
mengalir melalui tanah atau air)
kulit
Kasus umum pada Normalnya, hanya Hilangnya panas Panas hilangnya
pelepasan panas 2% panas yang ditentukan oleh normalnya sampai
hilang, tapi perbedaan antara 20%
presentasinya bisa suhu tubuhdan suhu
bertambah sampai 5 lingkungan sekitar
kali lipat pada serta posisi tubuh
pakaian basah atau (posisi berpangruh
bahkan 25 kali lipat pada luasnya
pada rendaman air permukaan tubuh
yang terpapar)
Beragam tergantung Proses hilangnya
kepada kecepatan panas dipercepat
angin dan tebalnya oleh pakaian basah,
pakaian pelindung diaphoresisten
terhirupnya udara
kering
Sebagian besar metabolism dan proses yang melibatkan enzim dalam tubuh sangat
tergantung pada suhu tubuh dan perubahan ini berkembang seiring dengan penurunan suhu
tubuh. Pada suhu tubuh inti < 32OC, tubuh mengalami hipotermia berat (profound atau

23
severe hypothermia), perubahan patologis akibat suhu dingin ini secraa langsung dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai gangguan fungsi tubuh. Tabel 31-3 merangkum potensi
perubahan pada system tubuh.

Potensi perubahan Patologis dalam berbagai system tubuh


Sistem Tubuh Potensi Perubahan Patologis
System saraf pusat Penurunan tingkat kesadaran meningkat
seiring turunnya suhu

Respon pupil yang lemah

Penurunanan metabolism di otak berakibat


pada kesulitan menilai situasi dan terjadinya
diosrientasi

Kemungkinan kehilangan pada suhu 32OC


dan 30 OC.
System kardiovaskuler Diawali oleh peningkatan tekanan darah,
detak jantung dan curah jantung, terjado
bardikardi

Atrial fibrilasi umumnya terjadi dan secara


spontan teratasi oleh proses reworming

Interval QT memanjang

Asistol sering terjadi pada temperature ≤ 18


O
C

Kematian umumnya terjadi pada asistol

Disritmia refraktur terhadap diefibilias,


pengobatan, dan pacu jantung sampai
jantung dihangatkan pada suhu < 28 OC

Osborn atau gelombong J (defeksi tambahan


pada QRS-ST junction) bisa terjadi

24
System pernapasan Depresi refleks batuk, bronkodilasi dan
bronkhorhea berakibta pada pneumonia
aspirasi

Menurunnya pergerakan silia

Meningkatnya kekentalan dan sekresi

Edema pulomnal non-kardiogenik


System ginjal “Cold Diuresis” disebabkan oleh fase
kontruksi perifer yang berakibat pada sentral
hipovolemia

Keluarnya urine dalam jumlah besar dan


dengan berat jenis urine yang rendah.

Hipoperfusi renal

Myoglobinuria

Acute tubular neckrotic


System peredaran darah Hemokonsentrasi dihasilkan dari dieresis,
perpindahan cairan, dan penurunan inti
cairan

Hemokonsentrasi, temperature rendah dan


lambatnya aliran darah menyebabkan
meningkatknya fiskositas darah

Koagulopati dan DIC dapat muncul

Pengambilan trombosit atau platet di hepar


dan limpah
System pencernaan Peristaltic pada system pencernaan
melambat pada suhu < 34 OC

Terjadi paralisis ileus pada suhu inti yang

25
turun sampai 28 OC

Fungsi hepar melambat karena pendinginan

Insulin tidka efektif pada suhu inti < 30 OC

Hal paling umum ditemukan pada otopsi


akibat hipotermia adalah nekrosis pankraes
Proses penghanganatan kembali atau Reworming.

Proses penghangatan kembali dapat dikalsifikasikan dalam 3 katergori : pasif atau


spontan, aktif eksternal atau surface reworming dan aktif internal atau core reworming.

Metodologi untuk setiap proses pengahatan kembali beserta keuntungan dan


kerugiannya terangkum dalam tabel 31-4

Proses penghatangan (Reworming)


Reworming Pasif Reworming aktif Reworming aktif
atau Spontan eksternal atau internal atau Inti
permukaan
Prinsip dasar Meminimalkan Bantuan pemberian Suhu inti
hilangnya panas pans secara eksternal dihangatkan secara
tubuh diberikan pada aktif melalui proses
pasien konveksi
Penanganan Pindahkan korban Menghangatkan Dipanaskan, diuap
dari sumber dingin selimut dengan gas (suhu
diatas 44 OC)
Sediakan insulasi Bair Hugger

Memaksimalkan Perendaman dalam Hangatkan cairan iv


(suhu diatas 37 OC)
produksi panas alami air hangat
atau basah Lakukan lavage
peritoneal dengan
Mengganti pakaian
menggunakan
basah

26
Mengeringkan kulit dialisat yang
pasien dihangatkan (suhu
diatas 45 OC)
Menutupi korban
dengan selimut Irigasi perut, usus
kering dan hangat besar, kandung
kemih, kauti pleura
Melindungi korban
(asupan terbatas)
dari angin
Sirkulasi ekstra
Membiarkan pasien
corporal melalui
terpapar cahaya
bypaiss jantung,
(suhu lingkungan
infuser cairan secara
sekitar > 21 OC)
cepat contoh level
Menutupi kepala
dua atau
pasien
hemodialisis
Keuntungan Mudah dilakukan Cepat dan non Cara paling cepat
infasif dalam proses
Murah
reworming
Pergantian cairan
berlangsung secara
perlahan
Kerugian Pasien harus mampu Resiko kematian Bersifat infasif
menghasilkan panas cukup besar (akibat Membutuhkan
secara termogenesis after shock dan after keahlian khusus

Manusia bersifat drop) Mahal


poikilothermic pada Non fisiologis,
suhu < 30 OC meningkatkan

lagi kebutuhan perifer


Tubuh tidak
menggigil pada suhu sebelum jantung
dihangatkan
32 OC

27
(rewormed)

Bisa memperlambat
tubuh menggigil

Bisa menyebabkan
luka bakar

Beberapa prinsip tambahan yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan proses


reworming pada pasien dengan hipotermia berat adalah :

a. Ventricular fibrilasi tidak akan berespon terhadap intervensi advanced cardiac


life support konvensional kecuali pasien dihangatkan kembali. Batas defibrilasi
adalah 3 kali shocked (bersamaan dengan pemberian obat secara iv) sampai suhu
tubuh inti mencapai 28 OC
b. Resusitasi cairan. Proses pengahangatan kembali mengakibatkan vasolidasi
perifer dan dapat terjadi hipotensi akibta dari hipovolemia relative
c. Core reworming. Pada pasien penderita hipotermi berat snagatlah penting utnuk
mencegah terjadinya shock akibat proses penghangatan (reworming shcok).
Reworming shock terjaid ketika perifer dihangatkan lebih cepat daripada inti.
Hali ini menyebabkan terkumpulnya asam laktat dalam ekstremitas ynag dingin
dan secara cepat menjalar ke jantung dan akan menyebabkan fibrilasi.
d. Berikan pengobatan secara bijak. Pasien hipotermi yang mempunyai system
metabolism yang buruk dalam mencerna obat dan mungkin mendapatkan bolus
obat yang besar pada saat dilakukan proses pengahangatan kembali.
e. Seseorang tidak akan mati sampai dia hangat dan mati

Sympytom and sign hipotermi :

 berjalan terhuyung huyung


 bicara komat kamit
 menggigil
 pernpasan lambat

28
 lemah/ apti
 kulit pucat dan dingin

Tanda dan gejala


1. Mild Hipothermia
 35 °C – 32,2 °C  Tachycardia
 Tachypnea  Apati
 Ataxia
 Normal, gemetaran dapat terjadi
2. Moderate Hypothermia

 32,2 oC – 28 oC  Gemetar
 Hyperventilasi  Pulpillary dilatasi
 Halusinasi  Hiporefleksia
3. Severe Hypothermia

 <28oC  Coma
 Loss of occular reflex  Apnea
 Pulmonary edema  Death
 Cardiac and Respiratory Failure

Penanganan
1. Mengurangi hilangnya panas tubuh
 menambah lapisan pakaian  Pakaian kering
 Hypothermia Wrap (bungkus)  Ruangan
2. Makanan dan cairan

a. Food types b. Food intake

- Karbohydrat - minuman hangat

- Protein - gula

- lemak

c. Yang harus dihindari

- yang mengandung alkohol dan caffeine

- rokok/nicotine

2.2.2 Heat Stroke


A. Defenisi

29
Heat stroke adalah cedera paling parah dari cedera panas. Terdapat dua
bentuk heatstroke, yakni Exertional Heat stroke (EHS) umumnya terjadi pada orang
muda yang terlibat dalam aktivitas fisik berat untuk jangka waktu lama dalam
lingkungan panas, dan Non Exertional Heat stroke (NEHS) yang lebih sering
mempengaruhi orang tua, orang yang sakit kronis dan orang yang sangat muda
(Halman et al, 2009).
EHS didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh (hipertermia) >40oC
yang berhubungan dengan gangguan sistem system saraf pusat dan kegagalan
sistem multi organ (Amstrong et al, 2010). Hyperthermia yang ekstrim terjadi pada
saat panas yang terjadi karena kerja otot melebihi kemampuan tubuh untuk
menghilangkan panas pada saat yang bersamaan. Meningkatnya suhu tubuh dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh, mengakibatkan kerusakan organ
secara bersamaan, dan dapat menjadi fatal jika salah mendiagnosis atau terlambat
mendiagnosis (Bordeninstitute.army).
Penelitian mengenai epidemiologi selama gelombang panas di daerah urban
di Amerika Serikat menyebutkan kejadian heat stroke bervariasi dari 17.6 sampai
26.5 kasus per 100.000 penduduk. Di Arab Saudi, kejadian heat stroke bervariasi,
tergantung musim, dari 22 hingga 250 kasus dari 100.000 penduduk. Angka
kematian yang berhubungan dengan heat stroke yang terjadi di Arab Saudi
diperkirakan sekitar 50% (Bouchama et al, 2002).
B. Penyebab
Heat stroke secara umum diakibatkan oleh dua hal, yaitu:
1) peningkatan produksi panas,
2) penurunan kehilangan panas.
Peningkatan produksi panas terjadi karena peningkatan metabolisme (infeksi,
sepsis, radang otak, obat perangsang, dll) dan peningkatan aktivitas otot (latihan,
kejang, tetanus, dll) (Halman et al, 2009).
Sedangkan penurunan kehilangan panas dapat terjadi karena:
a. berkurangnya keringat (penyakit kulit ,obat-obatan, terbakar,dll),

30
b. berkurangnya respon system saraf pusat (manula, bayi dan anak-anak,
alkohol, barbiturat, dll),
c. berkurangnya cadangan kardiovaskuler (manula, betabloker, diuretik, obat
kardiovaskuler, dll),
d. Obat-obatan (antikolinergik, neuroleptik, antihistamin,dll),
e. Faktor eksogen (tingginya tingkat suhu dan tingginya tingkat kelembaban
lingkungan),
f. Berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (anakanak dan balita,
manula, dll).
C. Tanda dan Gejala
Tanda- tanda Heat stroke (Devine et al, 2010; Peterson et al, 2002) meliputi :
a. Suhu dubur di atas 40.5°C
b. Hipotensi, tachycardia, tachypnea
c. Perubahan status mental (irritability, ataxia, confusion, disorientasi,
syncope, hysteria, dan koma)
d. Berkurangnya kemampuan untuk menurunkan suhu tubuh(berhenti
bekeringat, kulit menjadi panas)
e. Tanda-tanda yang mengancam jiwa: disseminated intravascular coagulant
(DIC), termasuk epistaxis, pendarahan dari saluran intra vena ,luka memar,
dan edema paru, tanda dari Acute Renal Failure (ARF), termasuk edema
periperal.
Gejala
Gejala yang biasa dijumpai pada heat stroke (Devine et al, 2010; Peterson et al,
2002):
a. Kelelahan
b. Pusing,
c. Mual,
d. Muntah.
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

31
Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya heat stroke secara umum bisa
dibedakan atas 2 sumber, yakni yang berasal dari lingkungan(faktor lingkungan)
dan yang berasal dari luar lingkungan (faktor luar lingkungan).
1. Faktor Resiko di Luar Lingkungan (Binkley et al, 2002)
a. Dehidrasi
Dehidrasi dapat dikenali dengan memantau warna cairan urin atau
perubahan berat badan sebelum, selama dan setelah melakukan latihan atau
melewati hari yang berat. Gejala dan tanda dari dehidrasi adalah: merasa
haus, merasa tidak nyaman secara umum, kulit yang memerah, kecemasan
berlebihan, kram, apatis, malas, sakit kepala, muntah, nausea, merasa panas
di tangan dan leher, kedinginan, dan dispnea. Menghilangnya air yang tidak
digantikan pada latihan berikutnya dapat meningkatkan terjadinya resiko
cedera panas.
b. Riwayat Sakit
Seseorang yang pernah mengalami cedera panas memiliki resiko
yang lebih besar untuk kambuh lagi.
c. Meningkatnya Indeks Massa Tubuh (tebal atau tipisnya daerah permukaan
lapisan lemak)
Orang yang gemuk memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami cedera panas karena lapisan lemak berkurang seiring dengan
penghilangan panas.
d. Wet-Bulb Globe Temperature (WBGT) pada hari dan malam sebelumnya
Pada saat WBGT tinggi bahkan mendekati tingkat ekstrim, resiko
dari halyang berhubungan masalah panas menjadi lebih besar pada hari
berikutnya; Apabila tanda-tanda mulai muncul,halite menjadi salah satu
perkiraan yang terbaik dari cedera panasKondisi Fisik yang Tidak Baik
Seseorang yang tidak terlatih lebih rentan mengalami cedera panas
dibandingkan dengan atlet yang terlatih. Pada saat Vo2 max seseorang
meningkat, kemampuan untuk bertahan terhadap cedera panas juga
meningkat secara aklamasi dengan sendirinya, sesuai dengan adaptasi

32
terhadap panas. Tingginya intensitas kerja juga dengan mudah memproduksi
1000 kcal/h dan dapat menaikkan suhu inti dari resiko pada seseorang
(mereka yang tidak sehat, berat badan berlebih, atau tidak dapat
menyesuaikan diri dengan iklim) menjadi tingkat berbahaya dalam 20 atau
30 menit.
e. Perlengkapan yang berlebihan atau pakaian berwarna gelap
Pakaian atau perlengkapan yang berlebihan dapat menurunkan
kemampuan mengatur suhu tubuh, dan pakaian atau perlengkapan berwarna
gelap dapat menjadi penyebab penyerapan panas terbaik dari lingkungan.
Keduanya dapat dihindari.
E. Penatalaksanaan
Langkah pertama setelah langkah ABC yaitu Pasien harus didinginkan
dengan cepat. Metode yang paling efisien adalah untuk mendorong kehilangan
panas menguapkan oleh pasien dengan penyemprotan air pada 15 ° C dan
mengipasi dengan udara hangat. Perendaman dalam bak air es atau penggunaan
kemasan es juga efektif tetapi menyebabkan vasokonstriksi kulit dan menggigil dan
membuat pemantauan pasien lebih sulit. Memonitor suhu rektum sering. Untuk
menghindari overshooting titik akhir, pendinginan kuat harus dihentikan saat suhu
mencapai 38,9 ° C. Menggigil harus dikontrol dengan fenotiazin parenteral.
Oksigen harus diberikan, dan jika turun PaO2 di bawah 65 mm Hg, intubasi trakea
harus dilakukan untuk mengontrol ventilasi. Cairan, elektrolit, dan keseimbangan
asam-basa harus dikontrol dengan memonitor sering. Cairan intravena administrasi
harus didasarkan pada tekanan arteri vena sentral atau pulmonary wedge, tekanan
darah, dan output urin; overhydration harus dihindari. Rata-rata, sekitar 1400 mL
cairan diperlukan dalam 4 jam pertama resusitasi. Intravena manitol (12,5 g) dapat
diberikan awal jika myoglobinuria hadir. Gagal ginjal mungkin memerlukan
hemodialisis. koagulasi intravascular disseminated mungkin memerlukan
pengobatan dengan heparin. Digitalis dan agen kadang-kadang inotropic (misalnya,
isoproterenol, dopamin) dapat diindikasikan untuk insufisiensi jantung, yang harus
dicurigai jika hipotensi menetap setelah hipovolemia telah diperbaiki.

33
F. Prognosis
Prognosis buruk bila suhu tubuh 42,2°C atau lebih, koma berlangsung lebih
dari 2 jam, shock, hiperkalemia, dan AST lebih dari 1000 unit/L selama 24 jam
pertama. Tingkat kematian adalah sekitar 10% pada pasien yang didiagnosis dengan
benar dan segera diobati. Kematian dalam beberapa hari pertama biasanya karena
kerusakan otak; Kematian datang mungkin dari pendarahan atau mungkin karena
jantung, ginjal, atau kegagalan hati.

Hal-hal yang harus dilakukan untuk menolong korban heat stroke:

1. Angkat korban ke tempat yang teduh


2. Sejukkan korban secepatnya menggunakan metode apapun yang kamu
bisa.Contohnya; Celupkan korban ke dalam bak yang berisi air yang
sejuk,tempatkan korban di shower dengan air yang sejuk, semprot korban dengan
air sejuk yang berasal dari taman, apabila kelembaban rendah, selimuti
korbandengan kain yang sejuk atau basah.
3. Amati temperatur tubuh, lanjutkan untuk membuat tubuh sejuk hinggatemperatur
tubuh menurun sebesar 101—102F
4. Jika tindakan medis terlambat dilakukan, hubungi rumah sakit bagianemergency
untuk langkah selanjutnya
5. Jangan berikan korban cairan untuk diminum
6. Dapatkan penanganan secara medis secepat mungkin

2.2.3 Syok Elektrik dan Sambaran Petir


a) Defenisi
Petir/lightning, adalah muatan listrik statis dalam awan dengan voltase
sampai 10 mega volt dan kekuatan arus listrik sampai seratus ribu ampere yang
dalam waktu 1/1000-1 detik dilepaskan ke bumi

Petir merupakan loncatan arus listrik tegangan tinggi antar awan dengan tanah.
Tegangan dapat mencapai 10 megaVolt, dengan kuat arus listrik mencapai 100.000 A.

34
Terdapat beberapa definisi dari petir, antara lain:
1. Fenomena alam yang merupakan Pelepasan muatan elektrostatis yang berasal dari
badai guntur
2. Pelepasan muatan ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik
lainnya
3. Arus listrik yang melewati saluran pelepasan muatan tadi dengan cepat
memanaskan udara dan berkembang sebagai plasma yang menimbulkan gelombang
bunyi yang bergetar ( guntur ) di atmosfir

Cedera yang diakibatkan petir terjadi ketika seseorang disambar petir baik secar
langsung maupun tidak langsung. Luka-luka karena sambaran petirpada hakekatnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.Luka akibat panas
berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yangmirip dengan akibat
persentuhan dengan benda tumpulPetir menghasilkan arus listrik yang dapat menjalar
melalui tubuh dan menyebabkan kerusakan saraf dan organ lainnya.

b) Epidemilogi
Selama 40 tahun terakhir, petir secara konsisten menjadi penyebab kematian
terbesar kedua di Amerika Serikat yang berkaitan dengan badai, dengan 45-50
orang korban meninggal setiap tahunnya. Dari 2000-2006, perkiraan kematian
pertahun yang berkaitan dengan serangan petir adalah 0,2 per juta orang.
Perekaman dan pencatatan statistik internasional mengenai korban sambaran
petir masih merupakan suatu tantangan karena minimnya sistem pelaporan yang
baik. Petir jauh lebih umum terjadi di sekitar khatulistiwa. Total tahunan korban
meninggal diperkirakan sekitar 24.000, dan korban cedera diperkirakan sekitar
240,000 untuk daerah tropis dan subtropis.
Dalam sebuah studi di Amerika Serikat., data dari tahun 1959-1994
menunjukkan bahwa laki-laki 4,6 kali lebih cenderung meninggal dan 5,3 kali lebih
mungkin terluka oleh petir daripada wanita. Ini bukan karena perbedaan fisiologis
tetapi dianggap sebagai konsekuensi dari peningkatan paparan terhadap keadaan

35
yang berpotensi untuk tersambaran petir. Kematian dan cedera, 85% terjadi pada
usia10-59 tahun, sedangkan mereka yang berusia lebih dari 60 tahun lebih sedikit
mengalami cidera yang diakibatkan oleh sambaran petir. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan aktifitas di alam terbuka yang lebih rendah.

c) Etiologi

Petir dapat mengakibatkan ganguan kardioversi kosmik, menghasilkan

aritmia atrium dan ventrikel, cedera miokard, dan respon vasomotor. Arus

searah petir mendepolarisasi seluruh miokardium sekaligus, menyebabkan

kontraksi sistolik tunggal diikuti dengan periode variabel detak jantung (cardiac

arrest primer). Aktivitas jantung dapat kembali secara spontan, pertama pada

tingkat bradikardia dan kemudian perlahan-lahan meningkat dengan cepat.

Rhythme dapat memburuk dari apnea akibat kelumpuhan pusat pernapasan di

medula. Hipoksia yang terlalu lama menyebabkan serangan jantung sekunder

dengan fibrilasi ventrikel.

 Tipe trauma petir pada manusia :

Petir dapat melukai seseorang 6 cara:

 Sambaran langsung (sekitar 3-5% dari cedera)

 Side percikan dari obyek lain (sekitar 30% dari cedera)

 Hubungi tegangan dari menyentuh sebuah benda yang dipukul (sekitar 1-

2% dari cedera)

 Efek tanah saat ini sebagai energi menyebar di seluruh permukaan bumi

ketika petir memukul jarak jauh dari orang (sekitar 40-50% dari cedera)

36
 Pemimpin kenaikan yang tidak terhubung dengan pemimpin bawah untuk

menyelesaikan saluran petir (sekitar 20-25% dari cedera)

 Trauma tumpul jika seseorang dilemparkan dan barotrauma dari menjadi

cukup dekat untuk mengalami kekuatan ledakan petir.

Serangan langsung dapat terjadi pada korban yang berada di luar.

Meskipun tidak selalu fatal, serangan langsung berhubungan dengan

morbiditas yang tinggi karena sering menyerang di daerah kepala.

Sambaran petir dekat kepala juga dapat mengakibatkan gangguan pada

mata, telinga, dan mulut.

Pada umumnya , korban tersambar dari objek ataupun benda di sekitarnya,

misalnya, ketika seseorang berusaha berlindung di bawah pohon, tempat

piknik, atau lainnya objek yang disambar petir. Sebagian dari petir dapat

melompat dari objek melanda kepada korban. Cedera Sementara juga

terjadi dari orang ke orang ketika beberapa orang berdiri berdekatan.

d) Tipe Mekanisme Sambaran Petir

Tipe dari mekanisme sambaran petir yang menyerang manusia :


a. Serangan langsung ( sekitar 3-5% dari cedera)
b. Percikan dari objek lain yang tersambar petir ( sekitar 30% dari cedera)
c. Kontak tegangan karena menyentuh objek yang tersambar ( sekitar 1-2% dari
cedera)
d. Efek penyebaran energi sambaran petir melalui permukaan bumi (tanah) , dimana
jarak antara korban dengan sumber petirnya jauh ( sekitar 40-50% dari cedera)
e. Energi petir dari langit yang tidak berhasil terhubung dengan energy petir yang
berasal dari permukaan bumi untuk melengkapi sebuah saluran petir ( sekitar 20-
25% dari cedera)

37
f. Trauma tumpul jika seseorang terlempar dan barotrauma bila korban berada cukup
dekat dari petir

Serangan petir secara langsung biasanya terjadi kepada korban yang berada di luar.
Meskipun tidak selalu fatal, serangan langsung berhubungan dengan morbiditas tinggi
karena mereka sering melibatkan kepala. Suatu penelitian yang telah dilakukan terhadap
domba menyimpulkan bahwa sambaran petir didaerah sekitar kepala akan masuk melalui
orifisium seperti mata, telinga, dan mulut dan mengalir secara internal yang dapat
menyebabkan beberapa masalah.

Penyebab umumnya , korban terkena lucutan sambaran dari obyek yang tersambar
pertama kali. Jenis serangan ini terjadi, misalnya, ketika seseorang mencari tempat
berlindung di bawah pohon, tenda piknik, atau benda lain yang disambar petir. Sebagian
dari petir dapat melompat dari objek yang tersambar ke korban. Sambaran juga terjadi dari
orang ke orang ketika beberapa orang berdiri dekat bersama-sama.

Cedera kontak terjadi ketika seseorang menyentuh sebuah objek baik secara
langsung tersambar oleh petir, seperti pipa ledeng dalam ruangan atau memanfaatkan kabel
telepon, pagar besi. Petir juga dapat mengakibatkan arus tanah yang menyebabkan korban
massal di ladang atau daerah terbuka lainnya. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan
potensial listrik antara kaki manusia dengan permukaan tanah yang dapatmenyebabkan
aliran listrik secara radial dari permukaan tanah. Manusia merupakan konduktor yang jauh
lebih baik dibandingkan permukaan tanah. Sehingga sesorang yang lebih dekat dengan
sumber aliran petir akan memiliki perbedaan potensial antara kaki dan tanah yang
menyebabkan aliran listrik lebih banyak ke kaki korban dan badannya dari pada menjalar
melalui tanah. Sehingga tingkat keparahan cedera karena arus tanah tersebut semakin
menurun dengan jauhnya daerah tersebut dari titik serangan petir.

Trauma tumpul yang diakibatkan dari sambaran petir dapat terjadi salah satunya
karena korban terlempar hingga jarak yang cukup jauh secara tiba-tiba, yang disebabkan
oleh kontraksi hebat akibat adanya aliran arus yang mengaliri tubuh.

e) Patofisiologi

38
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera
dengan atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama
elektrik pada jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal
maupuneksternal melalui panas dan pembentukan pori di membran sel.
Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan
penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus AC
dapatmenghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang
lamamembuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti gangguan nafas.
Seluruhaliran dapat mengakibatkan mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria
dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek listrik terhadap tubuh:


a. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat
sengatan arus listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas
70-80mA dapat menimbulkan kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250
mA masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan kerusakan.

b. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis
kurang berarti. Tegangan yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan
kematian manusia adalah 50 volt. Makin tinggi tegangan akan menghasilkan efek
yang lebih berat pada manusia baik efek lokal maupun general. +60% kematian
akibat listrik arus listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik
tegangan rendah terutama oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel, sementara itu
pada tegangan tinggi disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.

c. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan
perbedaankandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat

39
pada kulittubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot, darah
dancairan tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm. Di dalam lapisan kulit itu
sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini bergantung pada ketebalan kulit dan
jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit yang
berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering. Menurut hitungan Cardieu,
bahwa berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar 3000-2500 ohm. Pada kulit
yang lembab karena air atau saline, maka tahanannya turun lebih rendah lagi antara
1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliranlistrik juga akan menurun pada
keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan produksi
keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang ”transitional resistance”, yaitu suatu tahanan yang
menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan
tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet,
sepatukaret, dan lain-lain.
d. Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu
perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas
60mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh:

mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
4,0 Parestesia lengan bawah
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran listrik
40,0 Kehilangan kesadaran
75-100 Fibrilasi ventrikel
Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang, pada
40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi pada
kuat arus 100 mA atau lebih.

40
f. Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah yang
basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri dengan
mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama tahanannya
rendah.
g. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor maka makin banyak jumlah
arus yang melalui tubuh sehingga kerusakan tubuh akan bertambah besar & luas.
Dengan tegangan yang rendah akan terjadi spasme otot-otot sehingga korban
malah menggenggam konduktor. Akibatnya arus listrik akan mengalir lebih lama
sehingga korban jatuh dalam keadaan syok yang mematikan Sedangkan pada
tegangan tinggi, korban segera terlempar atau melepaskan konduktor atau
sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan tegangan tinggi
tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk otot yang
tersentuh aliran listrik tersebut.
h. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk
sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak
titik keluar bervariasi sehingga efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan
sampai berat. Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagian tubuh lebih berbahaya
daripada jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung
atau otak berada dalam posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub
negatif. Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik,alas
kaki dapat berfungsi sebagai isolator, terutama yang terbuat dari karet.

f) Tanda dan Gejala

Sambaran Halilintar adalah reaksi fisiologis atau cedera yang disebebkan oleh
terjadinya kontak antara bagian tubuh manusia dengan tegangan listrik yang mampu
mengakibatkan arus listrik melalui tubuh manusia. Hal ini biasanya terjadi pada
kontak manusia dengan sumber listrik yang menyebabkan arus listrik melalui kulit,

41
rambut, dan otot. Arus listrik ini sifatnya mengalir dari potensial tinggi ke potensial
rendah.

Sambaran petir dapat menyebabkan luka terhadap system tubuh. Tiap


individu bisa mengalami keparahan yang berbeda jika terkena sambaran petir
tergantung pada ketahanan jaringan tubuh masing-masing (Tabel 31-7) termasuk
dalam hal ini adalah ukuran tubuh, posisi dan penggunaan alat pelindung ketika
sambaran terjadi. Jantung dan otak menjadi organ yang paling rentan mendapatkan
efek yang paling serius ketika terjadi sambaran petir (Tabel 31-8).

Tabel 31-6 Berbagai tipe sambaran petir


Sambaran Sambaran Cedera kontak Efek arus di Cedera akibat
Langsung tidak langsung tanah (Ground trauma tumpul
atau terkena Curent Effeck)
percikan
Sengatan arus Korban cukup Korban Arus listrik Kontraksi otot
mengenai dekat kepada menyentuh mengalir lewat yang tersengat
lagsung korban (tapi tidak objek yang tanah dari lokasi arus listrik dan
melalui bagian kontrak dengan) teraliri listrik sengatan udara yang
kepala atau objek secara dari petir super panas
bagian atas langsung teraliri karena petir
tubuh atau kaki arus listrik menyebabkan
kerusakan pada
organ

Tabel 31-7 Resistensi Jaringan Tubuh


Paling Sedikit Intermediat Paling Sering
Saraf Kulit Kering Tendon

Darah Lemak

42
Membran Mukosa Tulang

Otot

Tabel 31-8 Tanda dan Gejala yang berkaitan dengan Cedera akibat Syok Elektrik
dan Sambaran Petir
Jantung Neurologis Ginjal Integumen & Lainnya
Musculoskeleta
l
Perubahan pada Perubahan level Gagal ginjal Luka bakar Berhentinya
system konduksi kesadaran akut (Jaringan luar detak jantung
(pusing, sampai dalam): (penyebab
amnesia, perhatikan kematian
kehilangan ujung-ujung utama setelah
kesadaran) lukanya serangan)
Cardiac Pupil terfiksasi Myoglobin- Luka bakar pada Apenea
Dysrhythmias dan berdilatasi : uria kulit yang
(termasuk bersifat terlihat seperti
ventricular fibrilasi, sementara laba-laba
asistol) (perhatikan
ujung lukanya di
permukaan
kulit)
Pelepasan cardiac Gangguan pada Cedera yang Kehilangan
biomarkers system saraf mengakibatkan pendengaran
otonom trauma sementara,
(hipertensi, kemungkinan
vasovagal robek
syncope, membrane
complex regional timpani

43
pain syndrome )
Perubahan ECG Gangguan Tekanan
(gelombang T kognitif darah rendah :
inverted dalam kemungkinan
cedera baru, ST terkait dengan
segmen elevasi, perdarahan
prolonged QT intra-
interval) abdominal,
luka pada
pelvis, atau
luka pada
bagian bawah
tubuh lainnya
Ketidknormalan Neuropati perifer
bergerak;hipokinesia jangka panjang
Kedinginan, Keraunoparalysi
pulseless extremities s (kejang otot :
(terindikasi lumpuh
ketidakstabilan sementara)
vasomotor)
 Luka akibat petir

Petir / lightning adalah muatan listrik statis dalam awan dengan voltase sampai 10
mega volt dan kekuatan arus listrik sampai seratus ribu ampere yang dalam waktu 1/1000 –
1 detik dilepaskan ke bumi. Seseorang yang disambar petir pada tubuhnya terdapat kelainan
yang disebabkan oleh faktor arus listrik, faktor panas dan faktor ledakan

Efek listrik akibat sambaran petir ada 3:


1. Current mark / electrik mark / electrik burn

Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik (elektrical burn)

44
2. Aborescent markings

Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat terjadinya
vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari persentuhan antara kulit
dengan petir. Tanda ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
3. Magnetisasi

Logam yang terkena sambaran petir akan berubah menjadi magnet. Efek ini juga
termasuk salah satu tanda luka listrik(electrical burn)

Efek panas akibat sambaran petir ada 2:


1. Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaianm sepatu, bahkan seluruh tubuh korban
dapat terbakar atau hangus.
2. Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan dan
komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan
untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda
luka listrik (electrical burn).
Efek ledakan:

Efek ledakan akibat sambaran petir terjadi akibat perpindahan volume udara yang
cepat dan ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi vakum lalu
terisi oleh udara kembali sehingga menimbulkan suara menggelegar / ledakan.
Akibat pemindahan udara ini, pakaian korban koyak, korban terlontar sehingga
terdapat luka akibat persentuhan dengan benda tumpul, misalnya abrasi, kontusi,
patah tulang tengkorak, epidural / subdural bleeding.
g) Indikasi
 Dingin, pulseless ekstremitas - tanda ketidakstabilan vasomotor
 Kebingungan, amnesia, kelumpuhan, dan kehilangan kesadaran
 Gangguan pendengaran sementara atau pecah membran timpani -
Disebabkan oleh gelombang kejut concussive
 Hipotensi - Biasanya dari ketidakstabilan vasomotor dan spasme pembuluh
darah

45
 Paresis lama atau kelumpuhan ekstremitas – Mengindikasikan kemungkinan
cedera tulang belakang
 Dilatasi pupil - Biasanya akibat dari gangguan otonom sementara, cedera
kepala yang tidak serius.

h) Intervensi
Penanganan teraputik terhadap luka akibat syok elektrik dan sambaran petir adalah
sebagai berikut :
a. Lakukan perawatan supportive dasar dan lanjutan/advanced sesuai
kebutuhan.
b. Lakukan monitoring jantung secara kontinyu dan lakukan
pemeriksaan elektrokardiogram 12-lead
c. Kumpulkan dan kirimkan kepada pihak terkait hasil pemeriksaan
hasil laboratorium : hasil uji darah lengkap, elektrolit, troponin l,
urinalisis, blood urea nitrogen, dan creatinine
d. Waspadai munculnya rhabdomyolysis (urin yang pekat cenderung
gelap, naiknya tingkat creatinine phosphokinase).
e. Lakukan pemeriksaan radiografi pada bagian tubuh yang terkena
f. Observasi terhadap kemungkinan terjadinya syndrome kompartemen
g. Bersihkan dan tutup luka bakar.
i) Preventif
Pekerja yang bekerja dengan menggunakan mesin mungkin dapat terkena
sengatan listrik dan dapat menyebabkan kematian, penyakit jantung, kerusakan atau
terbakarnya organ bagian dalam. Sumber umum yang dapat mengakibatkan syok
elektrik adalah : halilintar, kabel rusak, mesin, dan peralatan. Penempatan yang
tepat dan keamanan perangkat listrik dapat mencegah terjadinya syok elektrik. Ada
berbagai cara untuk melindungi diri dari bahaya sengatan listrik, termasuk isolasi,
penjagaan, penempatan dan perlidungan alat listrik.
Cara yang optimal untuk menekan angka morbilitas dan mortalitas akibat
sambaran petir adalah melakukan pencegahan. Selama badai petir, seseorang

46
disarankan untuk berlindung dibangunan yang cukup luas. Idealnya berlindung di
tempat yang tertutup dan menjahui jendela. Selain itu kendaraan yang berbahan
metal dan tertutup seperti mobil juga relative aman untuk dijadikan tempat
perlindunga. Mandi dan berendam di dalam air sebaiknya dihindari. Telepon dengan
jaringan kabel bawah tanah juga sebaiknya tidak digunakan karena dapat menjadi
media yang baik untuk mengalirkan aliran listrik petir kedalam gedung.
Menariknya, sebuah kasus melaporkan bahwa cardioverter-defibrillator yang
diimplan mampu mengembalikan denyut jantugn seseorang yang mengalami
ventricular fibrillation setelah sambaran petir kembali normal.

j) Resusitasi
Pasien yang tersambar petir kemungkinan besar akan mati jika mereka
mengalami henti jantung atau napas segera dan tidak dirawat dengan cepat.Korban
dengan gangguan pernapasan mungkin hanya membutuhkan ventilasiuntuk
menghindari henti jantung hipoksia sekunder. Pelebaran pupil atau non-reaktif tidak
boleh digunakan sebagai tanda prognostik, terutama pada pasien yangmenderita
sambaran petir. Mulai BLS dan ALS standar tanpa penundaan:
1. Manajemen jalan napas mungkin sulit jika ada luka bakar listrik di
sekitarwajah dan leher. Intubasi trakea dini diperlukan dalam kasus ini,
karenaedema jaringan lunak yang luas dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas.Trauma kepala dan tulang belakang dapat terjadi setelah tersengat
listrik.Imobilisasi tulang belakang sampai evaluasi dapat dilakukan.
2. Kelumpuhan otot, terutama setelah tegangan tinggi, dapat bertahan
selamabeberapa jam; dukungan ventilasi diperlukan selama periode ini.
3. VF adalah aritmia awal yang paling umum setelah sengatan listrik
ACbertegangan tinggi; tatalaksana dengan defibrilasi segera. Asistol lebih
umum terjadi setelah sengatan listrik DC; gunakan protokol standar untuk
aritmia inidan lainnya.
4. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terbakar untuk mencegah cedera
termallebih lanjut.

47
5. Terapi cairan yang adekuat diperlukan jika ada kerusakan jaringan
yangsignifikan. Pertahankan hasil urin output yang baik untuk
meningkatkanekskresi mioglobin, kalium, dan produk-produk lain dari
kerusakan jaringan.
6. Pertimbangkan intervensi bedah dini pada pasien dengan cedera termal yang
parah.
7. Pertahankan imobilisasi tulang belakang jika ada kemungkinan trauma
kepalaatau leher.
8. Lakukan survei sekunder menyeluruh untuk menyingkirkan
kemungkinancedera traumatis yang disebabkan oleh kontraksi otot tetanik.
9. Sengatan listrik dapat menyebabkan cedera jaringan lunak yang dalam
danparah dengan luka kulit yang relatif kecil, karena arus cenderung
mengikutiikatan neurovaskular; perhatikan baik-baik gejala sindrom
kompartemen,yang akan membutuhkan fasciotomi.
10. Meskipun jarang, pertimbangkan cedera visceral abdomen yang
disebabkanlangsung oleh sengatan listrik.

48
BAB IV

PENTUP
4.1 Kesimpulan
Keadaan emergency yang dapat disebabkan karena intervensi alam dan
lingkungan sehingga dapat menimbulkan kondisi berupa hipotermi, hipoglikemi,
barotrauma, gigitan dan sengatan dan keracunan.
Tanda dan gejala kasus-kasus kegawatdaruratan lingkungan
a. Hipotermi
b. Barotrauma
c. Gigitan dan sengatan
d. Keracunan
e. Headstroke
f. Tersambar Petir

49
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fredy. 2006. Kumpulan Materi Mata Kuliah Gadar. Diakses pada tanggal
11 Maret 2020
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta :
EGC
Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol: Rapid
Response TeamDiakses tanggal 11 Maret 2020
Saanin, S. 2012. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). BSB
Dinkes Sprovinsi Sumatera Barat

50

Anda mungkin juga menyukai