Anda di halaman 1dari 25

HOSPITAL EXPOSURE

GERD ( Gastroesophageal Reflux Disease)

RUMAH SAKIT SILOAM LIPPO KARAWACI GEDUNG B

OLEH:

STELLA PANGESTIKA (2016)

00000023423

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 44 tahun (20/11/1974)

Status Perkawinan : Menikah

No Rekam medis : RSUS 00 87 22 ..

Status pembayaran : BPJS kelas 3

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Tanggal pemeriksaan : 22 Agustus 2019

1.2 Anamnesis

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2019 di lantai 2 Rumah Sakit

Umum Siloam Lippo Village, Tangerang.

1.2.1 Keluhan Utama

Nyeri ulu hati sejak 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Umum Siloam Hospitals Lippo

Village, Tangerang pada tanggal 3 Oktober 2019.


1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati di bagian epigastrium sejak 2 bulan SMRS.

Nyeri disertai karakteristik rasa terbakar di area dada dan reflux dari daerah dada ke atas

kerongkongan. Nyeri tidak menjalar dan biasanya muncul saat jam makan telat, nyeri hilang

timbul dengan durasi 15 menit terutama saat pasien makan tidak teratur. Faktor yang

memperberat rasa nyeri adalah saat pasien minum kopi, stress dan jamu. Faktor yang

memperingan rasa nyeri adalah mengonsumsi obat promag dan tidur. Skala nyeri yang

dirasakan pasien 6 dari 10 dan sudah mengganggu aktivitas pasien.

Pasien mengeluhkan adanya perut kembung, tidak bisa flatus dan mual sejak 2 hari lalu,

disertai dengan sendawa. Pasien juga mengatakan bahwa ada muntah sejak 2 hari lalu

sebanyak 1x dalam sehari. Muntah tidak disertai darah dan berwarna kuning. Isi dari muntah

tersebut adalah sisa makanan.

Pasien mengeluhkan rasa asam di mulut sejak muntah sehari yang lalu disertai dengan

penurunan nafsu makan. BAB pasien normal konsistensi normal, tidak berwarna merah

maupun hitam, frekuensi BAB 2 hari sekali , BAK pasien tidak ada perubahan warna.

Pasien tidak mengeluhkan warna kuning di tubuh, demam, sesak nafas, penurunan berat

badan.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi terkontrol, pasien juga perah

mengalami penyakit seperti ini 2 bulan lalu namun pasien lupa nama obat yang diberikan.

Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis, stroke, rawat inap maupun operasi lain.
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

1.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bwah dengan pekerjaan ibu rumah

tangga.

1.2.6 Riwayat Kebiasaan

Pasien suka makan makanan pedas dan mempunyai kebiasaan telat makan.. Pasien suka

mengonsumsi kopi, jamu di pagi hari sebelum makan. Pasien tidak merokok,alkohol dan jarang

berolahraga.

1.2.7 Riwayat Diet

Pasien mempunyai pola makan yang normal namun tidak teratur, sering makan makanan

pedas. Nafsu makan menurun sejak ia mengeluhkan rasa asam di mulutnya 1 hari yang lalu.

1.2.8 Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki alergi apapun.

1.2.9 Riwayat Pengobatan

Omeprazole 1x40 mg dan amlodipine 10 mg.

1.3 Pemeriksaan Fisik

1.4Keadaan umum : Gelisah, tampak sakit ringan


Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 E4V5M6
Tinggi Badan : 160 cm
Berat badan : 58 kg
BMI : 22.6 kg/m2 (Normal)

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/90
Laju napas : 18x/menit

Nadi : 75x/menit

Suhu : 36.5oC (Aksilla)


SpO2 : 99% room air

Kepala Normosefali

Kulit Jaundice (-), sianosis (-), kering (-), turgor cepat kembali.

Wajah Normofasialis

Leher Pembesaran KGB (-), tidak ada deviasi trakea, JVP 5 + 2


cmH2O, distensi vena (-)

Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat isokor
3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+.

Mulut Ulserasi (-), edema (-), sianosis (-), mukosa kering (+)

THT Darah dan sekret dari lubang telinga dan hidung (-), faring
hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa lembab.

Paru-paru ● Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris saat statis

(Anterior) dan dinamis, bekas luka operasi (-), retraksi (-), memar (-).

● Palpasi : Pengembangan dada simetris, tactile vocal


fremitus simetris

● Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru


● Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
(Posterior) ● Inspeksi : Bentuk punggung normal, skoliosis (-), simetris saat
statis dan dinamis, bekas luka operasi (-), retraksi (-), memar (-).
● Palpasi : Pengembangan dada simetris kanan dan kiri,
tactile vocal fremitus kanan dan kiri simetris

● Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru


● Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
Jantung ● Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
● Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, tidak teraba adanya thrill
atau heave.

● Perkusi : Pekak
Batas atas jantung: ICS II sinistra
Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis
dextra
Batas kiri jantung: ICS V linea aksilaris anterior
sinistra

● Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)


Abdomen ● Inspeksi: Datar, bekas luka (-), massa (-), spider naevi (),
caput medusa (-), striae (-)

● Auskultasi: Bising usus (+) 20x/menit, metallic sound (-


) , bruit (-)
● Perkusi: Timpani di seluruh region abdomen, ketuk CVA
(-/-), shifting dullness (-)
● Palpasi: Nyeri tekan (+) regio epigastrik, umbilikus, dan
ilium sinistra dan dekstra, hepatomegali (-), splenomegali
(-), ballotement (-/-).
Ekstremitas ● Look : Deformitas (-), sianosis (-), ruam (-), jaundice (-),
needle track (-)

● Feel : Akral hangat, CRT <2 detik, nyeri tekan (-), nadi
teraba kuat simetris, pitting edema (-)

● Move: Tidak ada keterbatasan range of movement.


Kelenjar ● Pembesaran KGB auricular (-)
Getah Pembesaran KGB leher (-)

Bening
● Pembesaran KGB supraklavikular (-)
1.4 Diagnosis Sementara
 GERD
 Esofagus Barret

1.5 Pemeriksaan Penunjang

Complete Blood Count

Complete Blood Count Nilai Unit Kesan Referensi

Hemoglobin 13.40 g/dL N 11.70 - 15.50

Hematokrit 39.20 % N 35.00 - 47.00

Eritrosit (Sel darah merah) 4.44 10^6/µL N 3.80 - 5.20


Leukosit (Sel darah putih) 6.73 10^3/µL N 3.60 – 11.00
Hitung trombosit 300.00 10^3/µL N 150.00 – 440.00

MCV, MCH, MCHC


• MCV 88.30 fL N 80.00 - 100.00
• MCH 30.20 pg N 26.00 - 34.00
• MCHC 34.20 g/dL H 32.00 - 36.00

Bleeding time 1.00 minute N 1.00-3.00

Clotting Time 10.00 minute N 9.00-15.00

Kreatinin 0.68 mg/dL N 0.5 – 1.1

eGFR 106.4 mL/mnt/1.73 N


m^2

Elektrolit

Sodium (Na) 139 mmol/L N 137 - 145

Kalium (K) 3.5 mmol/L L 3.6 – 5.0


Klorida (Cl) 100 mmol/L N 98 – 107

Gastrokopi

Hasil Pemeriksaan:
Esofagus : Hiperemis
Gaster : Fundus, Cardia, Corpus, Curvatura major minor hiperemis
Antrum : Hiperemis
Pylorus : Terbuka
Duodenum : D1, D2, D3 Normal
Hasil : Gastroesofagitis

1.6 Resume

Ny. A 44 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 bulan sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri disertai rasa terbakar di area dadadan ada reflux dari area dada

ke atas kerongkongan. Nyeri hilang timbul dengan durasi 15 menit, biasanya muncul saat

jam telat makan. Faktor yang memperberat rasa nyeri saat pasien minum kopi, jamu dan

saat stress. Faktor yang memperingan rasa nyeri adalah mengonsumsi obat promag dan

tiduran. Skala nyeri berada di angka 6 dari 10 dan sudah mengganggu aktivitasnya.
Pasien menambahkan terdapat perut kembung, tidak bisa flatus dan mual sejak 2 hari

yang lalu. Pasien juga mengeluhkan muntah dengan ciri-ciri muntah tidak terdapat darah,

berwarna kuning dan isinya adalah sisa makanan. Pasien mengeluhkan rasa asam di

mulut sejak muntah sehari yang lalu dengan penrunan nafsu makan. Pasien mempunyai

riwayat tekanan darah tinggi terkontrol dengan mengonsumsi amlodipine 10 mg dan

sebelumnya sudah memunyai riwayat penyakit ini. Pasien memiliki kebiasaan jarang

berolahraga dan mengonsumsi jamu dan makanan pedas. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan hiperteensi dan nyeri tekan bagian epigastrium. Pemeriksaan laboratorium

didapatkan hypokalemia. Pada pemeriksaan gastroskopi ditemukan gastroesofagitis.

1.7 Diagnosis Kerja

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan laboratorium pasien didiagnosis GERD

(Gastroesophageal Reflux Disease).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease / GERD )


adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam
esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring
dan saluran nafas.1
Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap
orang sewaktu-waktu, pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu
habis makan, karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik
primer, isi lambung yang mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung, refluks
sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan. Keadaan ini
dikatakan patologis bila refluks terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama.

GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease ) dan
ERD ( Erosive Reflux Disease )6

B. EPIDEMIOLOGI

Insidensi terjadinya GERD tinggi pada negara-negara barat dan saat ini makin
banyak yang menaruh perhatian tentang GERD. Dilaporkan sebanyak 13,4% -16,3 %
pasien menderita GERD di Taiwan, Malaysia, dan Jepang. Di FKUI, RSUPN Cipto
Mangunkusumo Syam AF et al melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi GERD
dari 5,7 % pada tahun 1997 menjadi 25,18 % pada tahun 2002.3

C. ETIOLOGI

Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi


dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus.
Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal
Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang
menurun dan jenis reluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun
bahan-bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor
pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi
penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan
kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien GERD.

Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 5:

1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)


Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting
untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai
GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang
normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu
pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini
dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori
mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor hormonal,
makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.5

2. Mekanisme pembersihan esofagus


Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu
gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh
esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini
sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer
yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian
air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang
dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa.
Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh
karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu
tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu,
salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik
primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus.
Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.5

3. Daya perusak bahan refluks


Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks
mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan
tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien
GERD.5

4. Isi lambung dan pengosongannya


Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan
puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih
banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung
yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.5
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila1:

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan
mukosa esofagus
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak
antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.

D. PATOGENESIS

Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi
pada saat menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmHg)1

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:1

1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter)


yang tidak adekuat
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi
saluran cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan
terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga
dapat terjadi arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas ataupun
sebaliknya.5
Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya GERD

Faktor – faktor yang mempengaruhi LES 5 :

Menaikkan tekanan Menurunkan tekanan

Hormon Gastrin Secretin

Motilin Colesistokinin

Substance P Somastotatin

Glukagon

Polipeptida

Progesteron

Makanan Protein Lemak

Coklat

Pepermint

Lain-lain Histamin Kafein

Antasida Rokok
Meticlopramid Kehamilan

Domperidone Prostaglandin

Cisapride Morpin

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heart burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di
lidah, gejala ini dapat lebih buruk pada malam hari.1

Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi
berulang-ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud dengan
heart burn adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan
bergerak naik ke daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul
malam hari pada waktu berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu
membungkuk, atau setelah minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas
atau dingin. Sebaliknya antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi.

Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan angina
pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur
atau keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus . Odinofagia (rasa sakit saat
menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik
dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non Cardiac Chestpain) , suara
serak ( hoarseness ) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena aspirasi sampai
timbulnya bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan,
sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa
F. DIAGNOSIS

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang dapat


dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

 Endoskopi saluran cerna bagian atas

Merupakan standart baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esofagus, jika tidak ditemukan keadaan ini disebut sebagai non erosive refluks disease
(NERD). Pada kebanyakan kasus hasil pemeriksaan ini normal, atau bisa tampak
esofagitis / eppitellium barret, yang merupakan suatu keadaan praganas dan predisposisi
adenokarsinoma di sepertiga bawah esofagus. Biopsi diperlukan untuk memastikan
diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya seperti kandidiasis atau virus (herper
simpleks, Cytomegalo virus), selanjutnya endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan,
striktur dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopik)1

Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles1

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm


tanpa saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh


lumen

D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi


seluruh lumen esofagus)

 Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi jalannya
barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila ditemukan refluks barium
dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu dinyatakan sebagai GERD. Sering tidak
menunjukkan kelainan pada kasus esofagitis ringan. Namun pada keadaan tertentu
pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :

1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia
2. Hiatus hernia1

 Pemantauan PH 24 jam

Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk
refluks gastroesofageal. 1

 Tes Provokatif

- Tes Bernstein

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transanal dan
melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang dari 1
jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang biasa dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif 1

- Tes farmakologik/edrofonium
Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus
secara manometri untuk memastikan nyeri dada berasal dari esofagus.1

 Manometri esofagus

Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala nyeri
epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1

 Sintigrafi Gastroesofageal

Tes ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang di label dengan
radio isitop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium . Sensitivitas dan spesifitas tes ini
masih diragukan.1

G. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis
(jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.1

Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi


terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada
lambung, melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux,
mempercepat pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks
terpenting.

Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi atau
modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi bedah, terapi

endoskopik.

Berikut ini merupakan terapi non farmakologi :

 Modifikasi Gaya Hidup


o Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan
o menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra
abdomen.
o Meninggikan posisi kepala saat tidur

o menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan


bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esofagus.
o Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel
epitel.
o Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di
makan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.
o Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, dan minuman
bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam.
o Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergik, progesteron1

Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit Refluks Esofageal

Makanan yang harus dihindari :

1. Jeruk nipis
2. Tomat
3. Bawang
4. Makanan pedas
Makanan yang dapat menyeabkan refluks :

1. Makanan yang berlemak


2. Kopi, teh, coklat, permen
Gaya hidup

1. Berhenti merokok
2. Hindari kegemukan
3. Tidak mengkonsumsi alkohol
4. Hindari makan 3 jam sebelum tidur
5. Meninggikan bantal
6. Mengkonsumsi sedikit tetapi lebih sering makanan
7. Hindari tidur setelah makan
8. Hindari pakaian yang ketat
Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan GERD4

 Berikut ini merupakan terapi medikamentosa 1:


Dengan 2 pendekatan yaitu step up dan step down,

1. Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan
sekresi asam (antagonis reseptor H2 ) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/ PPI ).
2. Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih
rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.

Gambar 3. Strategi pengobatan GERD

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa :

• Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan sfingter
esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis

• Antagonis reseptor H2
Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan GERD jika
diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini hanya
efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.

(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

(2) Ranitidin : 4 x 150 mg

(3) Famotidin : 2 x 20 mg

(4) Nizatidin : 2 x 150 mg

• Obat-obat prokinetik :
(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg

(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg

(3) Cisapride : 3 x 10 mg

• Sukralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat )


Obat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di
esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu, cukup aman diberikan
karena bekerja secara topikal

Dosis 4x1 gram.

• Penghambat pompa proton / PPI


Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, obat ini bekerja
langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-
ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.

- Omeprazole : 2 x 20 mg.
- Lansoprazole : 2 x 30 mg.

- Pantoprazole : 2 x 40 mg.

- Rabeprazole : 2 x 10 mg.

- Esomeprazole : 2 x 40 mg.

Table 2 : Efektifitas terapi obat-obatan

Golongan obat Mengurangi Penyembuhan Mencegah Mencegah


gejala lesi esofafitis komplikasi kekambuhan

Antasid +1 0 0 0

Prokinetik +2 +1 0 +1

Antagonis +2 +2 +1 +1
reseptor H2

Antagois +3 +3 +1 +1
reseptor H2 +
prokinetik

Antagonis +3 +3 +2 +2
reseptor H2
dosis tinggi

Penghambat +4 +4 +3 +4
pompa proton

Pembedahan +4 +4 +3 +4

 Berikut ini merupakan terapi bedah:


Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus
( fundoplikasi ), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang
tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis
jangka panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi
striktur yang berulang.

 Berikut ini merupakan terapi endoskopi :


- Penggunaan energi radiofrekwensi
- Plikasi gastrik endoluminal
- Implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah
mukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian menjadi
lebih kecil
 Indikasi terapi endoskopi pada GERD
Penderita GERD yang tidak mmerlukan terapi pembedahan yang mengalami
keadaan :
- Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak
- Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa
- Volume refluxate
H. PROGNOSIS
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan bantuan
antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama
untuk sembuh.

BAB III

ANALISA KASUS

Ny A usia 44 tahun dirawat di RSUS Siloam Karawaci dengan diagnosis kerja


Gastroesophageal reflux disease (GERD). Keluhan utama pasien ini adalah nyeri ulu hati sejak 2
bulan lalu SMRS. Nyeri disertai rasa panas terbakar di area dada, hilang timbul dan muncul saat
telat makan, terdapat nyeri tekan epigastrik, dan terdapat refluks gastroesophageal. Diagnosa
GERD ditandai oleh sensasi terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas atau di
belakang processus xyphoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh
defluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya
mengiritasi mukosa.
Pada pasien ini terdapat disfagia sejak 1 hari SMRS. Disfagia atau kesulitan
menelan merupakan gejala utama penyakit faring atau esofagus. Disfagia esofageal dapat bersifat
obstruktif (striktur esofagus atau tumor yang menyebabkan penyempitan lumen) atau disebabkan
oleh motorik akibat berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi
sphincter bagian atas atau bawah.
Pasien juga memiliki gejala regurgitasi yang merupakan ciri khas penyakit
GERD.
Diagnosa banding esofagus barret, dapat dilihat dari hasil endoskopi yang akan menunjukan
kemerahan dari area gastroesofageal junction kearah proksimal. Sedangkan pada penyakit
esofagitis dapat terlihat mucosal break (erosi atau eritema berbatas jelas). Hasil gastroskopi pada
pasien ini terdapat kemerahan pada area esofagus dan gaster menjukan adanya gastroesofagitis,
yang mana merupakan salah satu komplikasi dari GERD. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan
penggunaan PPI jangka panjang atau infeksi H. pylori.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S, editor, Buku
ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h. 1803;2007
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. h. 417.
3. Chandrasoma P. T, DeMeester Tom R. GERD: Reflux to Esophalangeal
Adenocarcinoma. Burlington: Academic Press. 2006.

4. Emedicine.medscape.com. Gastroesophalangeal Reflux Disease. Author: Marco G.


Patti, MD.

5. Iskandar N, Soepadrdi E, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga


Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2007
6. Asroel H. Penyakit Refluks Gastroesofagus [dilihat 20 Oktober 2019].

7. Gastroesophageal reflux disease : Savary – Miller classification. [dilihat 20 Oktober


2019

Anda mungkin juga menyukai