Pembimbing:
TANGERANG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
3
2.1 Osteoporosis.........................................................................................................................5
2.1.1 Definisi..........................................................................................................................5
2.1.2 Epidemiologi.................................................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi..................................................................................................................8
2.1.6 Patogenesis...................................................................................................................11
2.1.9 Diagnosis.....................................................................................................................15
2.2 Management.......................................................................................................................19
2.2.2 Farmakologi................................................................................................................21
BAB I PENDAHULUAN
Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik (GMT-
PGK) atau Chronic Kidney Disease Mineral and Bone Disorders (CKD-MBD) merupakan
sekumpulan gangguan yang merupakan konsekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik. GMT
PGK mencakup tiga pengertian yaitu 1) gangguan metabolisme kalsium, fosfat,PTH atau
4
vitamin D, 2) gangguan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan linear
osteoporosis meningkat setiap tahun, dan saat ini diperkirakan mencapai 13 juta di Jepang.
Wanita pasca menopause sangat rentan menderita patah tulang belakang dan pinggul. Pada
pasien CKD-MBD (Chronic Kidney Disease Mineral Bone Disorder) yang berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan patah tulang. Pengobatan osteoporosis memiliki
fraktur, para klinisi membutuhkan untuk mencegah fraktur, namun farmakologik agent yang
osteoporosis wanita usia tua dengan CKD, dipertimbangkan untuk memilih treatment dan
pengobatan yang tepat. Pada makalah ini akan mendiskusikan strategi management saat ini serta
2.1 Osteoporosis
2.1.1 Definisi
5
Osteoporosis adalah penyakit yang dikarakteristikkan dengan massa tulang yang rendah,
kerusakan jaringan tulang dan gangguan microarchitecture, yang dapat menyebabkan kekuatan
tulang tergangu dan peningkatan risiko fraktur. Menurut World Health Organization
osteoporosis didefinisikan standard deviasi Bone Mineral Density < -2.5 atau lebih rendah (T
score <-2.5 SD). Menurut National Institute of Health Consensus Development Panel on
memengaruhi seseorang mengalami peningkatan risiko patah tulang. Kekuatan tulang adalah
Densitas tulang diukur dengan BMD dengan dual energy x-ray absorptiometry (DXA).
complex heterogenous dari kualitas dan densitas tulang, yang merupakan bentuk dari
osteoporosis.2
Tabel istilah 4
Term Definisi
Primary Penyakit kronik, progresivitas yg dikarakteristikkan oleh massa tulang
6
vitamin D, abnormalitass pada bone turnover mineralisasi, volume, lnear
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari National Health dan Nutrition Examination Survey (NHANES),
osteoporosis dua kali lipat terjadi pada pasien yang mempunyai eGFR<60 ml/min dibandingkan
yang mempunyai eGFR>60 ml/min. Diantara perempuan dan laki-laki dengan osteoporosis,
Frekuensi dan morbiditas Chronic Kidney Disease dan osteoporosis meningkat seiring
meningkatnya umur. Laporan terbaru menunjukkan pasien dengan Chronic Kidney Disease
menunjukkan peningkatan risiko fraktur pinggang dengan insidensi 5.2%, terutama pada pasien
Penelitian case cohort dari wanita > 65 tahun dengan fraktur pada pinggang atau
vertebral body menunjukkan risiko trochanteric fraktur meningkat 3.5 kali lipat pada pasien
eGFR 45 dan 49 mL/min/1.73 m2, dibandingkan perempuan dengan eGFR > 60 mL/min/1.73 m2.
Penelitian terbaru meta analisis pada pasien hemodialisa menunjukkan hubungan BMD yang
rendah pada lumbar spine dan femoral neck dan risiko bone fracture. Penelitian ini ditunjang
dengan hubungan BMD dengan risiko fraktur diantara CKD grade 3 sampai grade 5. 7
Pada penelitian Danish yang mengumpulkan semua tipe fraktur menemukan risiko tiga
kali lipat lebih tinggi pada pasien dialysis (2x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien transplant).
7
Menariknya, semua tipe fraktur terjadi saat usia muda (sekitar 10 tahun lebih muda) dan
bulan
Hiperparatirodism
Faktor risiko minor Perempuan
Menopause awal (40-45 tahun)
Perokok aktif
Alcohol > 3 unit per hari
DM tipe 1
2.1.4 Patofisiologi
Maturasi dan aktivasi osteoclast precursor tergantung pada aktivitas reseptor activator nuclear
factor-KB (RANK) ligand (RANKL) dan makrofag stimulating factor. RANKL aktivasi RANK,
yang diekspresikan pada preosteoclast mengarah ke proliferasi osteoclast aktivasi dan survival.
Osteoclast yang matur menempel pada permukaan tulang dengan αβ integrin dimediasi dengan
Scr kinase, untuk menciptakan batasan antara dirinya dengan permukaan tulang.
8
penyerapan tulang. Osteoprotegerin adalah inhibitor endogenous RANKL yang kerjanya aktivasi
osteoklast dan resorpsi tulang. Inhibisi aktivitas osteoklas dengan mentargetkan RANKL, Scr
kinase atau cathepsin K mengarah perkembangan dari sejumlah terapi baru untuk pengobatan
osteoporosis.
meningkatkan formasi tulang, dimana CaSR inhibitor seperti cinacalcer mengurangi formasi
tulang. Pada molecular Wnt/β catenin signaling pathway meningkatkan proliferasi dan aktivasi
osteoblast. Namun adanya sclerostin dan dickkopf-1 (Dkk-1) yang merupakan endogenous
9
αβ integrin memfasilitasi ikatan osteoclast pada permukaan tulang untuk menciptakan batasan.
Pelepasan ion hydrogen dan kloride menciptakan lingkungan acid yang membuat enzim
tulang. Aktivitas proteolitik dari Cathepsin K diinhibisi dengan odanacatib. Scr tyrosine kinase
mempunyai peran pada aktivasi osteoklast dengan interaksi PI3kinase dan focal adhesion kinase
reseptor activator pada nuclear factor -kB (NF-kB; RANK) ligand (RANKL) dan makrofag
stimulating factor, yang diproduksi dengan osteoblast dan sel stromal. Denosumab adalah
2.1.5 Patofisiologi Metabolisme Calcium dan Fosfat pada Chronic Kidney Disease
Tingginya fosfat (P), calcium yang rendah (Ca) dan Vitamin D defisiensi menunjukkan
triad klasik dari pathogenesis SPTH (secondary hypertiroidism pada renal insufisiensi. Saat fase
supresi calcitriol dan hiperparatiroidisme. Sebaliknya, jika FGF 23 rendah akan menyebabkan
10
Peran Calcium
Normal level plasma Ca pada orang dewasa range 8.8 hingga 10.4 mg/dl dari 2,2 hingga 2.6
mmol/l). Hanya <2% Ca yang muncul pada extracellular fluid (ECF), sedangkan >98%
merupakan bagian dari mineral component dalam tulang. Plasma Ca terdapat dalam 3 bentuk: (a)
free ion, (b) ion yang terikat pada protein plasma, (c) diffusible complexes. Konsentrasi ion Ca
yang bebas berdampak pada fungsi seluler, mengikat PTH (Paratyroid hormone) dan vitamin
albumin. Serum Ca yang rendah dia akan mengaktivasi CaSR, membrane plasma G protein
coupled molecule yang membuat kelenjar paratiroid menghasilkan sekresi dan sintesis paratiroid
Peran phosporus
Berkebalikan dengan Ca yang hampir 50% terikat dengan protein plasma, hanya 12% P yang
terikat pada protein plasma. P intake yang rendah menyebabkan berkurangnya eksresi P pada
ginjal, mencegah hipofosfatemia. Tentunya, sel tubulus ginjal akan memunyai kemampuan
11
peningkatan P tubular transport. Jika terjadi hiperfosfatemia akan meningkatkan renal tubula
hydroxilase. Ginjal merupakan organ mayor yang mengontrol P. P akan difilter melalui
fisiologis, reabsorpsi tubular proksimal meningkat jika beban filter yang disaring menurun. 14
Peran vitamin D
1,25(OH)2D3 adalah metabolit aktif vitamin D, yang akan meningkatkan aktif dan
pasif absorpsi usus dari Ca dan P dan mensupresi sintesis PTH dan proliferasi sel
paratiroid. Pada pasien CKD, ketidakmampuan mesintesis 1,25(OH) 2D3 ditopang oleh
penurunan 1-hydroksilasi 25(OH) D pada sel tubular dan terjadi sebelum peningkatan sekresi
mendekati 70 ml/min. Oleh karena itu, pasien cenderung mengalami SHPT bahkan
orang sehat, plasma FGF-23 mulai meningkat 8 jam setelah mengonsumsi makanan
FGF-23 ini akan mengurangi serum P dengan 2 mekanisme, yang pertama FGF-23
(NPT)2a dan NPT 2c, dan yang kedua, menurunkan plasma 1,25(OH) 2 D 3 level
12
dengan menginhibisi 1α. Namun, jika produksi FGF-23 berlebih pada fungsi ginjal normal
demineralisasi tulang.
Sebaliknya, penurunan fungsi ginjal pada pasien CKD dikaitkan dengan peningkatan progresif
mengatakan setelah menjalani terapi dialysis, kadar FGF-23 meningkat secara signifikan.
Hipotesis lain mengatakan bahwa FGF-23 secara bertahap meningkat sebagai respon fisiologis
terhadap hiperfosfatemia Ketika laju filtrasi glomerulus menurun pada CKD. Ketika pada awal
CKD, terdapat cukup nefron yang mampu merespon peningkatan kadar FGF 23 dan mampu
mendorong eksresi fosfat dan mempertahankan serum fosfat. Namun, pada CKD tahap
selanjutnya, jumlah nefron tidak cukup untuk mengeluarkan P yang memadai, bahkan Ketika
yang rendah. 14
2.1.6 Patogenesis
Pada saat laju filtrasi glomerular menurun menjadi kurang dari 30% normal maka eksresi
fosfat terganggu yang akan menyebabkan akumulasi fosfat intraseluler dan ekstraseluler,
hormone paratiroid (hiperparatiroidisme sekunder). Lebih lanjut lagi, down regulation ekspresi
calcium sensing receptor (CaSR) pada kelenjar paratiroid menyebabkan terjadinya hyperplasia
sel kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormone paratiroid. Penurunan sintesis
kalsitriol oleh ginjal berperan pada hiperparatiroidisme sekunder dan sitokin inflamasi
13
meningkatkan laju turnover tulang dan resorpsi tulang. Pada penyakit ginjal kronik, skeletal
menjadi insensitive pada hormon paratiroid. Asidosis kronik juga berperan pada proses
demineralisasi tulang. Semua factor ini berperan pada timbulnya osteodistrrofi renal pada
Gambar 3. Interaksi antara low bone turnover dan vascular calcification pada chronic
kidney disease. Vascular smooth cells berdiferensiasi menjadi osteoblast dibawah pengaruh
vitamin D dan Wnt signaling. Osteobals mensekresi frizzled related protein(sFRP) yang akan
memblok Wnt signalng dan menyebabkan forasi tulang yang rendah. Formasi tulang yang
rendah akan meningkatkan serum fosfat, dan menstimulasi perubahan pada smoth muscle cells. 9
Remodeling
14
Fisiologisnya remodelling tulang adalah proses resorpsi dan formasi tulang.yang akan
dugantikan dengan matriks protein yang baru disintesis dan mineralisasi matriks berikutnya
untuk membentuk tulang baru. Tahapan remodellinh dimulai dnegan resorpsi osteoclast dan
kembali ke maturase osteoblast, pementukan tulang osteoid atau unmineralized bone formation,
Dalam proses resorpsi osteoclast berkumpul pada permukaan tulang, melepaskan acid dan
hydrolytic enzyme untuk meresorps tulang dan mendigest bone mineral dan fragment dari
collagen. Proses resorps mengakibatkan sirkulasi free pyrdinoline dan deoxypyridinoline dalam
darah dan dieliminasi pada urin. Formasi tulang dimulai dari osteoblast synthesizing type I
collagen dan protein lain (osteocalcin), semua partikel ini berkumpul secara ekstraseluler untuk
membentuk osteoid dan kemudian tulang dimineralisasi. Proses remodellng tlang terjadi melalui
Bone turnover
pergantian tulang. Pergantian tulang terjadi pada cortical dan trabecular tulang, tulang trabecular
memiliki tingkat pergantian tulang yang relative lebih tinggi. Pada pasien CKD, efek dari PTH
yang tinggi pada tulang akan menghasilkan high turnover, osteitis fibrosa, dengan resorpsi
osteoclast yang berlebihan dan bone marrow fibrosis. Sebaliknya, jika turnover tulang yang
rendah sering terjadi pada pasien CKD yang melakukan dialysis yang dikarakteristikkan formasi
2.1.8 Karakteristik Chronic Kidney Disease Mineral and Bone disorder (CKD-MBD)
kalsifikasi. Kloth adalam membrane protein yang di ekspresikan di proximal dan distal renal
tubules yang dideteksi pada darah, urin, cerebrospinal fluid dan osteosit. Pada stage awal CKD,
15
ekspresi membrane Kloth ini dapat meningkatkan FGF 23 level. Efek dari peningkatan FGF-23
level ini meningkatkan eksresi urinary fosfat dengan mengurangi reabsorpsi fosfat dan
enzyme. Sejalan dengan progresif CKD, peningkatan serum sclerostin menyebabkan formasi
tulang yang berkurang dengan menghambat Wnt induced signaling melalui ikatan LRP 5/6 dan
level juga menginhibisi formasi tulang dengan menginhibisi Wnt induced signaling melalui
ikatan LRP 5/6. Akumulasi uremic toin, seperti indoyl sulfat dan p-crestyl sulfat mengurangi
reseptor PTH pada osteoblast. Berkurangnya ion calcium ini akan mencetuskan SPTH(secondary
hyperparatiroidism). SPTH inilah yang merupakan major feature CKD-MBD yang menyebabkan
16
Gambar 3. Efek mekanisme pada chronic kidney disease
E. Induce hypocalcemia, mengurangi calcitrilol, peningkatan gen ekspresi PTH dan sekresi
PTH
G. Inhibisi 1 α-hydroxylase
I. Mengurangi jumlah VDR pada sel paratiroid, dan mengurangi efek inhibitory pada kelenjar
paratiroid
2.1.9 Diagnosis
17
Bone histomorphometry merupakan gold standard dengan mengevaluasi abnormalitas tulang
pada CKD-MBD meskipun tidak dilakukan secara rutin kecuali hasilnya memengaruhi
terapeutik. Umumnya, pasien CKD stage 3 sampai 5 mempunyai tanda histologi high bone
turnover pada 85-90% menunjukkan peningkatan serum PTH (paratiroid hormone). Pada pasien
CKD stage 3-5 tulang yang normal diikuti dengan adynamic bone disease yang sering ditemukan
pada histomorphometric. Osteitis fibrosa merupakan abnormalitas yang seing terjadi pada pasien
CKD stages 3-4. Pada CKD stage 5, yang paling sering ditemukan adalah low turnover/
adynamic bone disease (60%). Kontribusi bone biopsy paling penting sebagai diagnosis
Pada non-CKD pasien,berkurangnya 1SD pada BMD diukur dengan dual energy x-ray
abasorptiometry (DEXA) digunakan untuk evaluasi risiko fraktur. Namun pemeriksaan BMD
pada CKD karena adanya scoliosis, orteoarthritis pada lumbar spine, dan adanya vascular atau
kalsifikasi sendi. Penggunaan BMD pada pasien CKD masih menjadi kontroversial. Untuk CKD
stage 1-3, BMD harus diukur jika test biochemical tidak menunjukkan tambahan adanya
perubahan serum PTH atau ion Ca. BMD di test setiap 1-2 tahun/ DA sangat membantu dalam
menilai BMD atau kuantitas tulang namun tidak dapat menilai qualitas tulang.
Fracture Risk Assesment Tool dapat digunakan untuk memprediksi fraktur peripheral
pada pasien CKD stages 2 sampai 5. Faktor risiko seperti berat badan tinggi badan, prevalent
18
8
Mengukur homogenitas grey scale dari DXA spine scan yang berkorelasi dengan
mikroarchitecture menghasilkan angka TBS yang rendah. Salah satu keuntungaN TBS yaitu
tidak terpengaruh adanya kalsifikasi karena degeneratif pada tulang. Pada populasi umum,
semakin rendah angka TBS yang didapatkan berkaitan dengan risiko fraktur yang tinggi. TBS
merupakan predictor risiko fraktur dan menggabungkan dangan FRA digunakan untuk menilai
riisko fraktur dengan menggunakan kombinasi umur, sex, clinical risk factor dan femoral neck
BMD untuk memprediksi10 tahun adanya probabilitas osteoporotic fraktur (hip,humerus lengan
dan veretbra). Penelitian sebelumnya menyatakan hubungan TBS dan CKD pada pasien
transplantasi ginjal menunjukkan angka yang rendah, mechanisme potential karena adanya
berkurangnya struktur tulang ini disebabkan adanya kerusakan akibat pre transplant ESRD,
19
exposure agent seperti glukokortikoid setelah transplantasi yang menyebabkan rusakna
microarchitecture.11
e. Biomarker
Biochemical marker berguna dalam menilai metabolisme tulang pada CKD. Meliputi:
Meskipun biochemical marker tidak spesifik untuk membantu diagnosis tipe metabolisme
tkelainan tulang pada CKD, namun membantu monitoring management kelainan metabolisme
Calcitriol (dihydroyvitamin D3) dan level calcium yang rendah, dan level phosphorus dan
PTH yang tinggi merupakan abnormalitas yang sering terjadi seiring berkurangnya eGFR.
Biochemical yang sering digunakan yaitu serum fosfat, calcium dan level PTH. Serum PTH dan
Ca digunakan untuk screening abnormalitas mineral metabolisme yang mengarah pada PT yang
berlebih, PTH akan mulai naik saat terjadi hyperfosfatemia. Level PTH <65pg/mL prediktif
normal bone atau low turnover lesion dan level PTH >450 pg/ML sebagai prediktif high turnover
lesion. Tingginya bAP (bone alkaline phosphatase) berhubungan dengan high bone turnover.
20
Marker lain yan digunakan meliputi osteocalcin, B2 microglobulin, procollagen type I carboy-
terminal propeptide (PICP) dan tipe I collagen. PICP berkaitan dengan formasi tulang, ICTP dan
osteocalcn berkaitna dengan resorpsi tulang. Abnormalitas deteksi dini metabolisme bone
mineral jika ada peningkatan serum phosphorus atau level PTH atau berkurangnya serum
calcium atau level calcitriol. Definitive diagnosis tipe bone disease memerlukan bone biopsi.5
2.2. Management
a. Modifikasi Lifestyle
Modifikasi dietary calcium dan nutritional vitamin D, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi
AKtivitas fisik meningkatkan performans fisik, fungsi otot dimana aktivitas fisik meningkatkan
BMD dan microstructure dengan menginhibisi srum sclerostin level yang mempunyai inhibisi
type_ pasien harus berolahraga 2-3 kali per minggu pada awal training kemudian ditingkatkan
frekuensinya hingga 3-5 kali per minggu. Durasi exercise tergantung Kesehatan dan kondisi fisik
-fosfat: Pada pasien CKD grade G3a-G5 KDIGO menganjurkan untuk menurunkan
hiperfosfatemia menuju range normal. SUmber makanan yang mengandung fosfat harus
dihindari.
21
-calcium atau cinacalcet: kalsium yang berlebihan dapat memperparah semua stage CKD. Diet
BMD, menormalisasikan histologi tulang dan mengurangi risiko fraktur ketika serum PTH
tinggi.
- Vitamin D: Cholecalciferol (Vitamin D3) 800 IU/hari direkomendasikan sebagai treatent dan
pencegahan vitamin D defisiensi pada CKD dan pasien dialisis. Efek vitamin D pada pasien
CKD dan dialisis meliputi pengurangan serum PTH, peningkatan serum calcitriol, megurangi
2.2.2. Farmakologi
22
Gambar 4. Bone remodelling dan efek bifosfonat, raloxifene, teriparatide,
denosumab dan romosozumab pada tulang. Normalnya tulang terus membentuk formasi baru
oleh osteoblas dan diresorpsi oleh osteoclast. Osteoblast secret receptor aktivator dari NF-κB
ligand (RANK-L) dan osteoprotegerin, merupakan factor utama bone remodelling. RANK L
stimulasi osteoclast precursor dan pre osteoclast melalui RANK-L dan M-CSF reseptor.
Osteoprotegerin adalah inhibitor RANk-L yang dapat mereduksi osteoclast. Osteosit mensekresi
23
menginduksi sintesis RANK-L. Bifosfonat mempunyai afinitas tinggi pada hydroxyapatite dan
a. Antiresorptive:
Bifosfonat
tinggi pada hydroapatite crystals. Nitrogen yang berisi bisfosfonat seperti zoledronic
Trial (FIT) mengatakan bahwa alendronate aman dan efektif pada peningkatan BMD dan
Denosumab
osteoklas. Denosumab di bersihkan oleh reticuloendotelial sistem dan bukan ginjal, maka
Raloxifene
24
Merupakan selective estrogen reseptor modulator (SERM) untuk preventive dan
hyperparatiroidism.3
b. Anabolic agents
Teriparatide
Merupakan recombinant peptide pada 34 amino N terminal pada PTH. Anabolik efek
pada intermiten PTH dimediasi pada reseptor PTH-1 yang diekspresikan oleh osteoblas
dan meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat sclerostin yang mengikat osteoblast,
teriparatide meningkatkan lumbar dan femoral neck pada pasien post menopausal
Abaloparatide
Kemampuan abaloparatide untuk meningkatkan masa tulang dan formasi dengan risiko
25
Romosozumab
mengikat sclerostin, berfungsi sebaga Wnt antagonist yang diproduksi oleh osteosit yang
Pada pasien osteoporosis dengan Chronic Kidney Disease merupakan penyakit complex
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis dan wqktu yang tepat dari abnormalitas
tulang mencegah future bone loss dan mengurangi risiko fraktur. Pasien dengan CKD harus
26
dikelola dengan strategi yang tepat untuk mencegah fungsi ginjal yang semakin menurun dan
Setelah risiko fraktur atau osteoporosis dapat ditegakkan dengan biopsy tulang,
biochemical marker dan fraktur risk assessment, pasien harus diberikan konseling tentang
modifikasi lifestyle, termasuk nutrisi yang tepat, olahraga menahan beban, berhenti merokok dan
27
TINJAUAN PUSTAKA
28
1. Bover J, Ureña-Torres P, Torregrosa J, Rodríguez-García M, Castro-Alonso C, Górriz J et al.
Osteoporosis, bone mineral density and CKD–MBD complex (I): Diagnostic considerations.
https://www.researchgate.net/publication/304495902_Osteoporosis_A_Review
3. Hsu C, Chen L, Chen K. Osteoporosis in Patients with Chronic Kidney Diseases: A Systemic
5. Levey, A. and Chores, J., 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease. 1st
6. Liu W, Yen J, Lang C, Yan M, Lu K. Bisphophonates in CKD Patients with Low Bone Mineral
Tissue Society and the European Renal Association of Nephrology Dialysis and Transplantation.
9. Ott S. Bisphosphonate safety and efficacy in chronic kidney disease. Kidney International.
2012;82(8):833-835.
29
10. Salam S, Eastell R, Khwaja A. Fragility Fractures and Osteoporosis in CKD: Pathophysiology
11. Shevroja, E., Lamy, O. and Hans, D., 2018. Review on the Utility of Trabecular Bone Score, a
Surrogate of Bone Micro-architecture, in the Chronic Kidney Disease Spectrum and in Kidney
12. Soesanti F. Osteoporosis dan Osteodistrofi pada Anak. Sari Pediatri. 2019;21(2):138.
13. Sozen T, Ozisik L, Calik Basaran N. An overview and management of osteoporosis. European
14. Cozzolino M, Ciceri P, Volpi E, Olivi L, Messa P. Pathophysiology of Calcium and Phosphate
30