Anda di halaman 1dari 30

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK

MANAGEMENT OSTEOPOROSIS PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE


2
Disusun Oleh:

Stella Pangestika (01073190132)

Pembimbing:

dr. Margaret Merlyn Tjiang, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

PERIODE NOVEMBER – JANUARI 2020

TANGERANG

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5

3
2.1 Osteoporosis.........................................................................................................................5

2.1.1 Definisi..........................................................................................................................5

2.1.2 Epidemiologi.................................................................................................................6

2.1.3 Faktor risiko..................................................................................................................6

2.1.4 Patofisiologi..................................................................................................................8

2.1.5 Dampak CKD pada kualitas tulang.............................................................................10

2.1.6 Patogenesis...................................................................................................................11

2.1.7 Bone remodelling pada CKD......................................................................................12

2.1.8 Karakteristik CKD-MBD............................................................................................13

2.1.9 Diagnosis.....................................................................................................................15

2.2 Management.......................................................................................................................19

2.2.1 Non Farmakologi........................................................................................................19

2.2.2 Farmakologi................................................................................................................21

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 23

BAB I PENDAHULUAN

Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik (GMT-

PGK) atau Chronic Kidney Disease Mineral and Bone Disorders (CKD-MBD) merupakan

sekumpulan gangguan yang merupakan konsekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik. GMT

PGK mencakup tiga pengertian yaitu 1) gangguan metabolisme kalsium, fosfat,PTH atau

4
vitamin D, 2) gangguan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan linear

dan kekuatan, 3) kalsifikasi vaskuler dan jaringan lunak. 7,13

Dikarenakan populasi yang menua dengan cepat, jumlah pasien dengan

osteoporosis meningkat setiap tahun, dan saat ini diperkirakan mencapai 13 juta di Jepang.

Wanita pasca menopause sangat rentan menderita patah tulang belakang dan pinggul. Pada

pasien CKD-MBD (Chronic Kidney Disease Mineral Bone Disorder) yang berhubungan dengan

hiperparatiroidisme sekunder karena akumulasi fosfor (P) dalam plasma menyebabkan

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan patah tulang. Pengobatan osteoporosis memiliki

pengaruh pada perkembangan aterosklerosis, termasuk kalsifikasi vascular, kelebihan kalsium

(Ca), atau hiperkalsemia. 4

Meskipun patogenesis CKD dengan osteoporosis yang cenderung mengarah ke

fraktur, para klinisi membutuhkan untuk mencegah fraktur, namun farmakologik agent yang

dikembangkan belum teruji efikasinya pada pasien CKD-MBD. Sedangkan proporsi

osteoporosis wanita usia tua dengan CKD, dipertimbangkan untuk memilih treatment dan

pengobatan yang tepat. Pada makalah ini akan mendiskusikan strategi management saat ini serta

kemajuan farmakologis dalam pengobatan terkait CKD-MBD. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoporosis

2.1.1 Definisi

5
Osteoporosis adalah penyakit yang dikarakteristikkan dengan massa tulang yang rendah,

kerusakan jaringan tulang dan gangguan microarchitecture, yang dapat menyebabkan kekuatan

tulang tergangu dan peningkatan risiko fraktur. Menurut World Health Organization

osteoporosis didefinisikan standard deviasi Bone Mineral Density < -2.5 atau lebih rendah (T

score <-2.5 SD). Menurut National Institute of Health Consensus Development Panel on

Osteoporosis kelainan skeletal di karakteristikan dengan kekuatan tulang yang terganggu

memengaruhi seseorang mengalami peningkatan risiko patah tulang. Kekuatan tulang adalah

integrasi densitas tulang dan kualitas. 4

Densitas tulang diukur dengan BMD dengan dual energy x-ray absorptiometry (DXA).

Kualitas tulang merefleksikan material tulang dan meliputi microarchitecture, turnover,

microdamage, mineralization, dan struktur kolagen. Renal osteodystrophy adalah kelainan

complex heterogenous dari kualitas dan densitas tulang, yang merupakan bentuk dari

osteoporosis.2

Tabel istilah 4

Term Definisi
Primary Penyakit kronik, progresivitas yg dikarakteristikkan oleh massa tulang

osteoporosis yang rendah, penurunan microarchitecture dari jaringan tulang, dan

peningkatan risiko fraktur.


Postmenopausal Disebabkan karena estrogen defisiensi pada wanita post menopause
Umur Berhubungan dengan aging pada laki-laki dan perempuan
Secondary Osteoporosis yang berhubungan dengan konsidi medis, defisiensi nutrisi,

osteoporosis dan efek samping obat.


CKD-MBD Kelainan sistemik pada metabolisme tulang dan mineral karena

manifestasi CKD dengan abnormalitas pada kalsium, fosfor, PTH atau

6
vitamin D, abnormalitass pada bone turnover mineralisasi, volume, lnear

gowthm dan kalsifikasi jaringan lunak


Renal Kelainan pada kualitas tulang dan kekuatan tulang karena CKD, masuk

osteodistrofi dalam kategori CKD-MBD

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan data dari National Health dan Nutrition Examination Survey (NHANES),

osteoporosis dua kali lipat terjadi pada pasien yang mempunyai eGFR<60 ml/min dibandingkan

yang mempunyai eGFR>60 ml/min. Diantara perempuan dan laki-laki dengan osteoporosis,

>80% dan 50% mempunyai Cockcroft-Gault creatinine clearance <35 ml/min. 4

Frekuensi dan morbiditas Chronic Kidney Disease dan osteoporosis meningkat seiring

meningkatnya umur. Laporan terbaru menunjukkan pasien dengan Chronic Kidney Disease

menunjukkan peningkatan risiko fraktur pinggang dengan insidensi 5.2%, terutama pada pasien

grade 5 CKD mempunyai risiko 4.4 kali daripada populasi umum.

Penelitian case cohort dari wanita > 65 tahun dengan fraktur pada pinggang atau

vertebral body menunjukkan risiko trochanteric fraktur meningkat 3.5 kali lipat pada pasien

eGFR 45 dan 49 mL/min/1.73 m2, dibandingkan perempuan dengan eGFR > 60 mL/min/1.73 m2.

Penelitian terbaru meta analisis pada pasien hemodialisa menunjukkan hubungan BMD yang

rendah pada lumbar spine dan femoral neck dan risiko bone fracture. Penelitian ini ditunjang

dengan hubungan BMD dengan risiko fraktur diantara CKD grade 3 sampai grade 5. 7

Pada penelitian Danish yang mengumpulkan semua tipe fraktur menemukan risiko tiga

kali lipat lebih tinggi pada pasien dialysis (2x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien transplant).

7
Menariknya, semua tipe fraktur terjadi saat usia muda (sekitar 10 tahun lebih muda) dan

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. 1

2.1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko fraktur1

Faktor risiko mayor BMD < -2.5


Previous fracture (hip, spine, wrist)
Age > 65 tahun
BMI < 20 kg/m2
Riwayat fraktur pinggang pada keluarga
Terapi kortikosteroid (> 5mg/hari dari prednisone atau lebih dari

bulan
Hiperparatirodism
Faktor risiko minor Perempuan
Menopause awal (40-45 tahun)
Perokok aktif
Alcohol > 3 unit per hari
DM tipe 1

2.1.4 Patofisiologi

Pada pasien osteoporosis, kekuatan tulang terganggu, menghasilkan risiko fraktur.

Maturasi dan aktivasi osteoclast precursor tergantung pada aktivitas reseptor activator nuclear

factor-KB (RANK) ligand (RANKL) dan makrofag stimulating factor. RANKL aktivasi RANK,

yang diekspresikan pada preosteoclast mengarah ke proliferasi osteoclast aktivasi dan survival.

Osteoclast yang matur menempel pada permukaan tulang dengan αβ integrin dimediasi dengan

Scr kinase, untuk menciptakan batasan antara dirinya dengan permukaan tulang.

Microenvironment ini membuat enzim kolagenolitik cathepsin K untuk meningkatkan

8
penyerapan tulang. Osteoprotegerin adalah inhibitor endogenous RANKL yang kerjanya aktivasi

osteoklast dan resorpsi tulang. Inhibisi aktivitas osteoklas dengan mentargetkan RANKL, Scr

kinase atau cathepsin K mengarah perkembangan dari sejumlah terapi baru untuk pengobatan

osteoporosis.

Pengurangan aktivitas osteoblast akan mengurangi formasi bone matriks dan

mineralisasi. Vitamin D, kalsium dan fosfor meningkatkan mineralisasi matrix. Obat-obatan

calcylitic yang mengaktivasi calcium-sensing reseptor (CaSR) pada kelenjar paratiroid

meningkatkan formasi tulang, dimana CaSR inhibitor seperti cinacalcer mengurangi formasi

tulang. Pada molecular Wnt/β catenin signaling pathway meningkatkan proliferasi dan aktivasi

osteoblast. Namun adanya sclerostin dan dickkopf-1 (Dkk-1) yang merupakan endogenous

inhibitor pada reseptor WNt dan menghambat aktivitas osteoblast.

Gambar 1. Osteoclastic antiresorptive targets.

9
αβ integrin memfasilitasi ikatan osteoclast pada permukaan tulang untuk menciptakan batasan.

Pelepasan ion hydrogen dan kloride menciptakan lingkungan acid yang membuat enzim

proteolitik seperti cathepsin K dan matrix metalloproteinase untuk menghancurkan matriks

tulang. Aktivitas proteolitik dari Cathepsin K diinhibisi dengan odanacatib. Scr tyrosine kinase

mempunyai peran pada aktivasi osteoklast dengan interaksi PI3kinase dan focal adhesion kinase

(FAK) signaling. Maturasi preosteoklas hingga osteoclast tergantung dengan keberadaan

reseptor activator pada nuclear factor -kB (NF-kB; RANK) ligand (RANKL) dan makrofag

stimulating factor, yang diproduksi dengan osteoblast dan sel stromal. Denosumab adalah

antibody monoclonal yang mentargetkan RANKL dengan mencegah aktivasi osteoklas. 10

2.1.5 Patofisiologi Metabolisme Calcium dan Fosfat pada Chronic Kidney Disease

Tingginya fosfat (P), calcium yang rendah (Ca) dan Vitamin D defisiensi menunjukkan

triad klasik dari pathogenesis SPTH (secondary hypertiroidism pada renal insufisiensi. Saat fase

hipertiroidism terdapat peran FGF 23(fibroblast growth factor) menyebabkan hipofosfatemia,

supresi calcitriol dan hiperparatiroidisme. Sebaliknya, jika FGF 23 rendah akan menyebabkan

tingginya serum P, peningkatan calcitriol dan hypoparatiroidism.

10
Peran Calcium

Normal level plasma Ca pada orang dewasa range 8.8 hingga 10.4 mg/dl dari 2,2 hingga 2.6

mmol/l). Hanya <2% Ca yang muncul pada extracellular fluid (ECF), sedangkan >98%

merupakan bagian dari mineral component dalam tulang. Plasma Ca terdapat dalam 3 bentuk: (a)

free ion, (b) ion yang terikat pada protein plasma, (c) diffusible complexes. Konsentrasi ion Ca

yang bebas berdampak pada fungsi seluler, mengikat PTH (Paratyroid hormone) dan vitamin

D(1,25 dihydroxycholecalciferol (1,25 (OH) 2 D 3) control. Kebanyakan ion Ca berikatan dengan

albumin. Serum Ca yang rendah dia akan mengaktivasi CaSR, membrane plasma G protein

coupled molecule yang membuat kelenjar paratiroid menghasilkan sekresi dan sintesis paratiroid

hormon. Pada kondisi hypercalcemia mengaktivasi CaSR(calcium sensing receptor), gunanya

untuk mensupresi SHPT. 14

Peran phosporus

Berkebalikan dengan Ca yang hampir 50% terikat dengan protein plasma, hanya 12% P yang

terikat pada protein plasma. P intake yang rendah menyebabkan berkurangnya eksresi P pada

ginjal, mencegah hipofosfatemia. Tentunya, sel tubulus ginjal akan memunyai kemampuan

11
peningkatan P tubular transport. Jika terjadi hiperfosfatemia akan meningkatkan renal tubula

fluxes dan mengakibatkan berkurangnya reabsorpsi P, dan mensupresi 25 (OH)D-1α-

hydroxilase. Ginjal merupakan organ mayor yang mengontrol P. P akan difilter melalui

glomerulus dan di reabsorpsi di tubulus proximal, menghasilkan 10-15% eksresi. Secara

fisiologis, reabsorpsi tubular proksimal meningkat jika beban filter yang disaring menurun. 14

Peran vitamin D

1,25(OH)2D3 adalah metabolit aktif vitamin D, yang akan meningkatkan aktif dan

pasif absorpsi usus dari Ca dan P dan mensupresi sintesis PTH dan proliferasi sel

paratiroid. Pada pasien CKD, ketidakmampuan mesintesis 1,25(OH) 2D3 ditopang oleh

penurunan 1-hydroksilasi 25(OH) D pada sel tubular dan terjadi sebelum peningkatan sekresi

PTH. Konsentrasi serum 1,25(OH)2D3 mulai menurun pada creatinine clearance

mendekati 70 ml/min. Oleh karena itu, pasien cenderung mengalami SHPT bahkan

pada awal fase CKD.

Peran pada FGF-23 (Fibroblast Growth Factor 23)

FGF 23 merupakan molekul pada P homeostasis dan metabolisme calcitriol. Pada

orang sehat, plasma FGF-23 mulai meningkat 8 jam setelah mengonsumsi makanan

yang mengandung fosfor yang tingi dan menyebabkan hiperfosfatemia. Selanjutnya,

FGF-23 ini akan mengurangi serum P dengan 2 mekanisme, yang pertama FGF-23

mengurangi reabsopsi P dengan menurunkan renal sodium phosphate transporter

(NPT)2a dan NPT 2c, dan yang kedua, menurunkan plasma 1,25(OH) 2 D 3 level

12
dengan menginhibisi 1α. Namun, jika produksi FGF-23 berlebih pada fungsi ginjal normal

menyebabkan hypofosfatemia, plasma 1,25(OH) 2 D 3, konsentrasi PTH yang tinggi dan

demineralisasi tulang.

Sebaliknya, penurunan fungsi ginjal pada pasien CKD dikaitkan dengan peningkatan progresif

konsentrasi FGF-23 disebabkan akumulasi P serum yang tinggi. Penelitian sebelumnya

mengatakan setelah menjalani terapi dialysis, kadar FGF-23 meningkat secara signifikan.

Hipotesis lain mengatakan bahwa FGF-23 secara bertahap meningkat sebagai respon fisiologis

terhadap hiperfosfatemia Ketika laju filtrasi glomerulus menurun pada CKD. Ketika pada awal

CKD, terdapat cukup nefron yang mampu merespon peningkatan kadar FGF 23 dan mampu

mendorong eksresi fosfat dan mempertahankan serum fosfat. Namun, pada CKD tahap

selanjutnya, jumlah nefron tidak cukup untuk mengeluarkan P yang memadai, bahkan Ketika

distimulasi maksimal oleh FGF-23, menyebabkan hiperfosfatemia dan kadar 1,25(OH) 2 D 3,

yang rendah. 14

2.1.6 Patogenesis

Pada saat laju filtrasi glomerular menurun menjadi kurang dari 30% normal maka eksresi

fosfat terganggu yang akan menyebabkan akumulasi fosfat intraseluler dan ekstraseluler,

hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi

hormone paratiroid (hiperparatiroidisme sekunder). Lebih lanjut lagi, down regulation ekspresi

calcium sensing receptor (CaSR) pada kelenjar paratiroid menyebabkan terjadinya hyperplasia

sel kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormone paratiroid. Penurunan sintesis

kalsitriol oleh ginjal berperan pada hiperparatiroidisme sekunder dan sitokin inflamasi

13
meningkatkan laju turnover tulang dan resorpsi tulang. Pada penyakit ginjal kronik, skeletal

menjadi insensitive pada hormon paratiroid. Asidosis kronik juga berperan pada proses

demineralisasi tulang. Semua factor ini berperan pada timbulnya osteodistrrofi renal pada

penyakit ginjal kronik. 12

Gambar 3. Interaksi antara low bone turnover dan vascular calcification pada chronic

kidney disease. Vascular smooth cells berdiferensiasi menjadi osteoblast dibawah pengaruh

vitamin D dan Wnt signaling. Osteobals mensekresi frizzled related protein(sFRP) yang akan

memblok Wnt signalng dan menyebabkan forasi tulang yang rendah. Formasi tulang yang

rendah akan meningkatkan serum fosfat, dan menstimulasi perubahan pada smoth muscle cells. 9

2.1.7 Bone Remodeling in CKD

Remodeling

14
Fisiologisnya remodelling tulang adalah proses resorpsi dan formasi tulang.yang akan

dugantikan dengan matriks protein yang baru disintesis dan mineralisasi matriks berikutnya

untuk membentuk tulang baru. Tahapan remodellinh dimulai dnegan resorpsi osteoclast dan

kembali ke maturase osteoblast, pementukan tulang osteoid atau unmineralized bone formation,

Dalam proses resorpsi osteoclast berkumpul pada permukaan tulang, melepaskan acid dan

hydrolytic enzyme untuk meresorps tulang dan mendigest bone mineral dan fragment dari

collagen. Proses resorps mengakibatkan sirkulasi free pyrdinoline dan deoxypyridinoline dalam

darah dan dieliminasi pada urin. Formasi tulang dimulai dari osteoblast synthesizing type I

collagen dan protein lain (osteocalcin), semua partikel ini berkumpul secara ekstraseluler untuk

membentuk osteoid dan kemudian tulang dimineralisasi. Proses remodellng tlang terjadi melalui

aksi osteoprotegerin (OPG) dan RANKL/RANK 6

Bone turnover

Kekuatan tulang ditentukan oleh massa, mikroarsitektur, makrogeometri, dan laju

pergantian tulang. Pergantian tulang terjadi pada cortical dan trabecular tulang, tulang trabecular

memiliki tingkat pergantian tulang yang relative lebih tinggi. Pada pasien CKD, efek dari PTH

yang tinggi pada tulang akan menghasilkan high turnover, osteitis fibrosa, dengan resorpsi

osteoclast yang berlebihan dan bone marrow fibrosis. Sebaliknya, jika turnover tulang yang

rendah sering terjadi pada pasien CKD yang melakukan dialysis yang dikarakteristikkan formasi

pembentukan tulang yang sangat lambat, contohnya osteomalacia, osteoporosis. 6

2.1.8 Karakteristik Chronic Kidney Disease Mineral and Bone disorder (CKD-MBD)

CKD-MBD mendiskripsikan abnormalities pada mieral metabolisme, soft tissue

kalsifikasi. Kloth adalam membrane protein yang di ekspresikan di proximal dan distal renal

tubules yang dideteksi pada darah, urin, cerebrospinal fluid dan osteosit. Pada stage awal CKD,

15
ekspresi membrane Kloth ini dapat meningkatkan FGF 23 level. Efek dari peningkatan FGF-23

level ini meningkatkan eksresi urinary fosfat dengan mengurangi reabsorpsi fosfat dan

mengurangi sintesis calcitriol dengan menghambat tubular expression 1-alpha-hydroxylase

enzyme. Sejalan dengan progresif CKD, peningkatan serum sclerostin menyebabkan formasi

tulang yang berkurang dengan menghambat Wnt induced signaling melalui ikatan LRP 5/6 dan

meningkatkan osteoclastogenesis dengan menginduksi RANK-L sintesis. Peningkatan dickkopf

level juga menginhibisi formasi tulang dengan menginhibisi Wnt induced signaling melalui

ikatan LRP 5/6. Akumulasi uremic toin, seperti indoyl sulfat dan p-crestyl sulfat mengurangi

reseptor PTH pada osteoblast. Berkurangnya ion calcium ini akan mencetuskan SPTH(secondary

hyperparatiroidism). SPTH inilah yang merupakan major feature CKD-MBD yang menyebabkan

abnormal bone remodelling dan osteoporosis.

16
Gambar 3. Efek mekanisme pada chronic kidney disease

pada osteoporosis dan berkurangnya kekuatan tulang

A. Mengurangi clearance FGF-23

B. Berkurangnya efek fosfat pada FGF-23

C. Inhibisi 1 α-hydroxylase pada tubulus proksimal

D. Peningkatan resorpsi fosfat

E. Induce hypocalcemia, mengurangi calcitrilol, peningkatan gen ekspresi PTH dan sekresi

PTH

F. Mengurangi efek inhibitory karena berkurangnya FGFR1 dan kloth protein

G. Inhibisi 1 α-hydroxylase

H. Mengurangi absorbs intestinal Ca dan mengurangi pelepasan Ca dari tulang

I. Mengurangi jumlah VDR pada sel paratiroid, dan mengurangi efek inhibitory pada kelenjar

paratiroid

J. Meningkatkan PTH konsentrasi mRNA

K. Indoyl sulfate mengurangi ekspresi reseptor PTH1

L. Physicochemical precipitation pada inorganic fosfat dan calcium indirectly

M. Indoxyl sulfate meningkatkan CpG hypermethylation pada Kloth gene.

N. P-cresyl sulfat menginduksi disfungsi osteoblastic 3

2.1.9 Diagnosis

a. Bone histology/Bone biopsi

17
Bone histomorphometry merupakan gold standard dengan mengevaluasi abnormalitas tulang

pada CKD-MBD meskipun tidak dilakukan secara rutin kecuali hasilnya memengaruhi

terapeutik. Umumnya, pasien CKD stage 3 sampai 5 mempunyai tanda histologi high bone

turnover pada 85-90% menunjukkan peningkatan serum PTH (paratiroid hormone). Pada pasien

CKD stage 3-5 tulang yang normal diikuti dengan adynamic bone disease yang sering ditemukan

pada histomorphometric. Osteitis fibrosa merupakan abnormalitas yang seing terjadi pada pasien

CKD stages 3-4. Pada CKD stage 5, yang paling sering ditemukan adalah low turnover/

adynamic bone disease (60%). Kontribusi bone biopsy paling penting sebagai diagnosis

osteomalacia, yang tidak dapat dideteksi dengan biomarker.8

b. Bone mineral density

Pada non-CKD pasien,berkurangnya 1SD pada BMD diukur dengan dual energy x-ray

abasorptiometry (DEXA) digunakan untuk evaluasi risiko fraktur. Namun pemeriksaan BMD

pada CKD karena adanya scoliosis, orteoarthritis pada lumbar spine, dan adanya vascular atau

kalsifikasi sendi. Penggunaan BMD pada pasien CKD masih menjadi kontroversial. Untuk CKD

stage 1-3, BMD harus diukur jika test biochemical tidak menunjukkan tambahan adanya

perubahan serum PTH atau ion Ca. BMD di test setiap 1-2 tahun/ DA sangat membantu dalam

menilai BMD atau kuantitas tulang namun tidak dapat menilai qualitas tulang.

Fracture Risk Assesment Tool dapat digunakan untuk memprediksi fraktur peripheral

pada pasien CKD stages 2 sampai 5. Faktor risiko seperti berat badan tinggi badan, prevalent

fraktur,, family history pada raktur pinggang, penggunaan steroid

18
8

c. Trabecular Bone score

Mengukur homogenitas grey scale dari DXA spine scan yang berkorelasi dengan

mikrocarchitecture trabecular dan merupakan good predictor fraktur. Microarchitecture yang

homogen menghasilkan angka TBS yang tinggi, dimana heterogen menunjukkan

mikroarchitecture menghasilkan angka TBS yang rendah. Salah satu keuntungaN TBS yaitu

tidak terpengaruh adanya kalsifikasi karena degeneratif pada tulang. Pada populasi umum,

semakin rendah angka TBS yang didapatkan berkaitan dengan risiko fraktur yang tinggi. TBS

merupakan predictor risiko fraktur dan menggabungkan dangan FRA digunakan untuk menilai

riisko fraktur dengan menggunakan kombinasi umur, sex, clinical risk factor dan femoral neck

BMD untuk memprediksi10 tahun adanya probabilitas osteoporotic fraktur (hip,humerus lengan

dan veretbra). Penelitian sebelumnya menyatakan hubungan TBS dan CKD pada pasien

transplantasi ginjal menunjukkan angka yang rendah, mechanisme potential karena adanya

berkurangnya struktur tulang ini disebabkan adanya kerusakan akibat pre transplant ESRD,

19
exposure agent seperti glukokortikoid setelah transplantasi yang menyebabkan rusakna

microarchitecture.11

d. Quantitative computed tomography(pQCT) atau High resolution peripheral QCT (HpQCT)

Peripheral quantitative computed tomography (pQCT) menunjukkan perbedaan antara cortical

dan tulang trabekular untuk kalkulasi volumetric BMD yang akurat.

e. Biomarker

Biochemical marker berguna dalam menilai metabolisme tulang pada CKD. Meliputi:

-Hormon yang meregulasi bone turnover

-Marker bone collagen breakdown atau formasi

-Indicator mineralisasi tulang

Meskipun biochemical marker tidak spesifik untuk membantu diagnosis tipe metabolisme

tkelainan tulang pada CKD, namun membantu monitoring management kelainan metabolisme

tulang pada pasien CKD.

Calcitriol (dihydroyvitamin D3) dan level calcium yang rendah, dan level phosphorus dan

PTH yang tinggi merupakan abnormalitas yang sering terjadi seiring berkurangnya eGFR.

Biochemical yang sering digunakan yaitu serum fosfat, calcium dan level PTH. Serum PTH dan

Ca digunakan untuk screening abnormalitas mineral metabolisme yang mengarah pada PT yang

berlebih, PTH akan mulai naik saat terjadi hyperfosfatemia. Level PTH <65pg/mL prediktif

normal bone atau low turnover lesion dan level PTH >450 pg/ML sebagai prediktif high turnover

lesion. Tingginya bAP (bone alkaline phosphatase) berhubungan dengan high bone turnover.

20
Marker lain yan digunakan meliputi osteocalcin, B2 microglobulin, procollagen type I carboy-

terminal propeptide (PICP) dan tipe I collagen. PICP berkaitan dengan formasi tulang, ICTP dan

osteocalcn berkaitna dengan resorpsi tulang. Abnormalitas deteksi dini metabolisme bone

mineral jika ada peningkatan serum phosphorus atau level PTH atau berkurangnya serum

calcium atau level calcitriol. Definitive diagnosis tipe bone disease memerlukan bone biopsi.5

2.2. Management

2.2.1 Non farmakologi

a. Modifikasi Lifestyle

Modifikasi dietary calcium dan nutritional vitamin D, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi

rokok, weight bearing eercise, menghindari alcohol intake yang berlebihan

b. Exercise dan Physical Therapy

AKtivitas fisik meningkatkan performans fisik, fungsi otot dimana aktivitas fisik meningkatkan

BMD dan microstructure dengan menginhibisi srum sclerostin level yang mempunyai inhibisi

terhadap Wnt/ß-catenin signaling pathway. Berdasarkan FITT (frekuensi, intensitas, time an

type_ pasien harus berolahraga 2-3 kali per minggu pada awal training kemudian ditingkatkan

frekuensinya hingga 3-5 kali per minggu. Durasi exercise tergantung Kesehatan dan kondisi fisik

pasien. Tipe exercise yang dianjurkan adalah aerobic,resistance, flexibility exercise. 3

c. Koreksi Biochemical Abnormalitas pada CKD-MBD

-fosfat: Pada pasien CKD grade G3a-G5 KDIGO menganjurkan untuk menurunkan

hiperfosfatemia menuju range normal. SUmber makanan yang mengandung fosfat harus

dihindari.

21
-calcium atau cinacalcet: kalsium yang berlebihan dapat memperparah semua stage CKD. Diet

calcium intake adalah 800-1000mg/hari. Suplementasi kalsium tambahan harus

dihindari.Padapasien CKD grade 5 clcimimetic seperti cinacalcer digunakan untuk meningkatkan

BMD, menormalisasikan histologi tulang dan mengurangi risiko fraktur ketika serum PTH

tinggi.

- Vitamin D: Cholecalciferol (Vitamin D3) 800 IU/hari direkomendasikan sebagai treatent dan

pencegahan vitamin D defisiensi pada CKD dan pasien dialisis. Efek vitamin D pada pasien

CKD dan dialisis meliputi pengurangan serum PTH, peningkatan serum calcitriol, megurangi

proteinuria, endotelial cardiovascular markers improvement dan mengurangi inflammasi marker.


3

2.2.2. Farmakologi

22
Gambar 4. Bone remodelling dan efek bifosfonat, raloxifene, teriparatide,

denosumab dan romosozumab pada tulang. Normalnya tulang terus membentuk formasi baru

oleh osteoblas dan diresorpsi oleh osteoclast. Osteoblast secret receptor aktivator dari NF-κB

ligand (RANK-L) dan osteoprotegerin, merupakan factor utama bone remodelling. RANK L

stimulasi osteoclast precursor dan pre osteoclast melalui RANK-L dan M-CSF reseptor.

Osteoprotegerin adalah inhibitor RANk-L yang dapat mereduksi osteoclast. Osteosit mensekresi

sclerostin yang dapat mereduksi osteoblastogenesis dan stimulasi osteoclastogenesis dengan

23
menginduksi sintesis RANK-L. Bifosfonat mempunyai afinitas tinggi pada hydroxyapatite dan

menginhibisi farnesyl pyrophosphate sintase dan menyebabkan osteoclast apoptosis. Raloxifene

adalah selective estrogen reseptor modulator dan meningkatkan osteoclast apoptosis.

Teriparatide menstimulasi formasi tulang melalui PTH-1 reseptor, Denosumab menargetkan

RANK-L, menyebabkan supresi osteoclast. 3

a. Antiresorptive:

Bifosfonat

Bifosfonat merupakan turunan dari inorganic pyrofosfat yang mempunyai afinitas

tinggi pada hydroapatite crystals. Nitrogen yang berisi bisfosfonat seperti zoledronic

acid, risedronate, alendronate menginhibisi farnesyl pyrofosfat sintase dan menyebabkan

apoptosis osteoclast, mengurangi absorpsi tulang dengan menurunkan aktivitas osteoclast

. Pada pasien CKD G1-4 analisis retrospective menunjukkan bahwa risedronate

meningkatkan BMD dan mencegah fraktur vertebral. Penelitian Fracture Intervention

Trial (FIT) mengatakan bahwa alendronate aman dan efektif pada peningkatan BMD dan

mengurangi spinal fraktur pada wanita dengan eGFR<45 mL/min. 3

Denosumab

Merupakan human monoclonal immunoglobulin (Ig) G2 antibody yang

mentargetkan RANK L. Denosumab menghambat proliferasi dan perkembangan

osteoklas. Denosumab di bersihkan oleh reticuloendotelial sistem dan bukan ginjal, maka

tidak ada batasan pada pasien dengan eGFR<35 mL/min.3

Raloxifene

24
Merupakan selective estrogen reseptor modulator (SERM) untuk preventive dan

treatment osteoporosis pada postmenopausal. Pada penelitian yang dilakukan oleh

MORE(Multiple Outcome of Raloifene Evaluation), raloxifene meningkatkan BMD dan

mengurangi fraktur vertebra pada postmenopausal osteoporosis tanpa efek samping

hyperparatiroidism.3

b. Anabolic agents

Teriparatide

Merupakan recombinant peptide pada 34 amino N terminal pada PTH. Anabolik efek

pada intermiten PTH dimediasi pada reseptor PTH-1 yang diekspresikan oleh osteoblas

dan meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat sclerostin yang mengikat osteoblast,

akhirnya membentuk formasi tulang. Pada penelitian fracture Prevention Trial,

teriparatide meningkatkan lumbar dan femoral neck pada pasien post menopausal

osteoporosis dan eGFR <30 mL/min.3

Abaloparatide

Merupakan recombinant peptide pada 20 amino N terminal PTH, berfungsi

meningkatkan masa tulang dan pembentukan tulang pada pasien CKD-MBD.

Kemampuan abaloparatide untuk meningkatkan masa tulang dan formasi dengan risiko

hipercalcemia rendah membuat teriparatide menjadi treatment CKd-MBD pada low to

normal bone turnover dengan risiko fraktur tinggi.3

25
Romosozumab

Merupakan humanized monoclonal IgG2 anti sclerostin antibody. Menargetkan dan

mengikat sclerostin, berfungsi sebaga Wnt antagonist yang diproduksi oleh osteosit yang

mengurangi osteoblastogenesis. Monoclonal antibody ini yang melawan sclerostin

meningkatkan formasi tulang dan mengurangi resorpsi tulang. Sclerostin dapat

menyebabkan kalsifikasi vascular, karena itu memblock sclerostin berdampak untuk

mencegah terjadinya kalsifikasi vaskular.3

BAB III. KESIMPULAN

Pada pasien osteoporosis dengan Chronic Kidney Disease merupakan penyakit complex

dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis dan wqktu yang tepat dari abnormalitas

tulang mencegah future bone loss dan mengurangi risiko fraktur. Pasien dengan CKD harus

26
dikelola dengan strategi yang tepat untuk mencegah fungsi ginjal yang semakin menurun dan

terjadinya CKD-MBD, seperti penggunaan fosfat binder, vitamin D analog.

Setelah risiko fraktur atau osteoporosis dapat ditegakkan dengan biopsy tulang,

biochemical marker dan fraktur risk assessment, pasien harus diberikan konseling tentang

modifikasi lifestyle, termasuk nutrisi yang tepat, olahraga menahan beban, berhenti merokok dan

membatasi alcohol intake.

27
TINJAUAN PUSTAKA

28
1. Bover J, Ureña-Torres P, Torregrosa J, Rodríguez-García M, Castro-Alonso C, Górriz J et al.

Osteoporosis, bone mineral density and CKD–MBD complex (I): Diagnostic considerations.

Nefrología (English Edition). 2018;38(5):476-490.

2. Ferdous et al.Osteoporosis: A Review. Birdem Medical Journal [Internet]. 2020 [cited 9

November 2020];5(1):30-36 Available from

https://www.researchgate.net/publication/304495902_Osteoporosis_A_Review

3. Hsu C, Chen L, Chen K. Osteoporosis in Patients with Chronic Kidney Diseases: A Systemic

Review. International Journal of Molecular Sciences. 2020;21(18):6846.

4. Khairallah P, Nickolas T. Management of Osteoporosis in CKD. Clinical Journal of the

American Society of Nephrology. 2018;13(6):962-969.

5. Levey, A. and Chores, J., 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease. 1st

ed. New York: National Kidney Foundation, p.163.

6. Liu W, Yen J, Lang C, Yan M, Lu K. Bisphophonates in CKD Patients with Low Bone Mineral

Density. The Scientific World Journal. 2013;2013:1-11.

7. Nitta K, Yajima A, Tsuchiya K. Management of Osteoporosis in Chronic Kidney Disease.

Internal Medicine. 2017;56(24):3271-3276.

8. Pimentel A, Ureña-Torres P, Zillikens M, Bover J, Cohen-Solal M. Fractures in patients with

CKD—diagnosis, treatment, and prevention: a review by members of the European Calcified

Tissue Society and the European Renal Association of Nephrology Dialysis and Transplantation.

Kidney International. 2017;92(6):1343-1355.

9. Ott S. Bisphosphonate safety and efficacy in chronic kidney disease. Kidney International.

2012;82(8):833-835.

29
10. Salam S, Eastell R, Khwaja A. Fragility Fractures and Osteoporosis in CKD: Pathophysiology

and Diagnostic Methods. American Journal of Kidney Diseases. 2014;63(6):1049-1059.

11. Shevroja, E., Lamy, O. and Hans, D., 2018. Review on the Utility of Trabecular Bone Score, a

Surrogate of Bone Micro-architecture, in the Chronic Kidney Disease Spectrum and in Kidney

Transplant Recipients. Frontiers in Endocrinology,

12. Soesanti F. Osteoporosis dan Osteodistrofi pada Anak. Sari Pediatri. 2019;21(2):138.

13. Sozen T, Ozisik L, Calik Basaran N. An overview and management of osteoporosis. European

Journal of Rheumatology. 2017;4(1):46-56.

14. Cozzolino M, Ciceri P, Volpi E, Olivi L, Messa P. Pathophysiology of Calcium and Phosphate

Metabolism Impairment in Chronic Kidney Disease. Blood Purification. 2009;27(4):338-344.

30

Anda mungkin juga menyukai