Anda di halaman 1dari 39

PERUBAHAN MORFOLOGI PADA KATUP AORTA DAN MITRAL PADA TIKUS

PUTIH DENGAN CKD SEBAGAI KAJIAN PERIOPERATIF CARDIAC SURGERY

PROPOSAL TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagan Persyaratan Mencapai Derajat Spesialis Anestesiologi
dan Terapi Intensif

Oleh :
Mazirul Agung
S561802008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020

1
PERUBAHAN MORFOLOGI PADA KATUP AORTA DAN MITRAL PADA TIKUS
PUTIH DENGAN CKD SEBAGAI KAJIAN PERIOPERATIF CARDIAC SURGERY

Disusun oleh :

Mazirul Agung
S561802008

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Komisi Nama Tanda Tanggal


Pembimbing Tangan

Pembimbing I : dr. Darmawan Ismail, Sp. BTKV


NIP. 197512132009121001
Pembimbbing II : Dr. dr. Ida Bagus Budhi Surya
Adyana, Sp.B(K)BD, M. Kes
NIP. 198003212008121002

Telah dinyatakan memenuhi syarat


Pada tanggal …………………… 2020

Ketua Program Studi


Ilmu Bedah UNS

Dr. dr Kristanto Yuli Yarsa, Sp. B(K)Onk, M. Kes


NIP. 197507312006041001

2
DAFTAR ISI

PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
2.1. Landasan Teori..............................................................................................7
1. Morfologi Katup Jantung..........................................................................7
2. Penyakit Ginjal Kronis............................................................................20
3. Pengaruh PGK Terhadap Morfologi Katup Jantung...............................23
2.2 Kerangka Berpikir.......................................................................................29
2.3 Hipotesis......................................................................................................29
BAB III..................................................................................................................31
3.1 Jenis Penelitian............................................................................................31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................31
3.3 Subjek Penelitian.........................................................................................31
3.4 Perkiraan Besaran Sample..........................................................................31
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian...................................................................31
3.6 Definisi Operasional Variabel.....................................................................32
3.7 Alur Penelitian............................................................................................33
3.8 Prosedur Penelitian.....................................................................................34
3.9 Analisa Statistik..........................................................................................34
3.10 Waktu Penelitian........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan gangguan struktural atau fungsional
pada ginjal yang progresif dan ireversibel dimana dapat menyebabkan menurunnya
fungsi ginjal sehingga menimbulkan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dan
metabolisme pada tubuh . Kejadian PGK diseluruh dunia pun cukup tinggi. Menurut data
dari United States Renal Data System (USRDS) (2014) terdapat peningkatan setiap
tahunnya, sebanyak 2,7 juta jiwa tercatat pada tahun 2012 dan menjadi sebanyak 2,8 juta
jiwa pada tahun 2012. Prevalensinya di Indonesia menurut Riskesdas (2013) sebanyak
0,2% sedangkan di Jawa Tengah sebanyak 0,3%.
PGK menjadi masalah kesehatan global yang diasosiasikan dengan peningkatan
risiko penyakit kardiovaskular, yang menjadi banyak penyebab kematian dini pada pasien
dengan PGK. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap morbiditas kardiovaskular
pada PGK adalah stress oksidatif, inflamasi, dislipidemia, hipertensi, atherosklerosis,
kalsifikasi vaskuler, disfungsi ventrikel kiri dan juga kalsifikasi katup aorta (Go et al,
2004; Rattazzi et al, 2013). Pasien dengan PGK memiliki risiko 10-30 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan orang dengan fungsi ginjal yang normal. Kejadian kalsifikasi
arteri dan asosiasinya terhadap peningkatan kekakuan vaskular menjadi poin yang
penting pada onset terjadinya komplikasi kardiovaskular.
Penurunan fungsi ginjal menyebabkan terjadinya kondisi yang mendukung
terjadinya inisiasi dan perkembangan kalsifikasi pada pembuluh darah atau katup jantung
. Hal ini disebabkan terutama karena adanya gangguan keseimbangan kalsium-fosfat (Pi),
inflamasi, remodeling tulang yang patologis dan penurunan kadar sistemik inhibitor
kalsifikasi. Terjadinya gangguan konsentrasi serum kalsium, fosfor dan hormon
paratiroid diasosiasikan dengan timbulnya kalsifikasi vaskular dan katup jantung yang
mengarahkan kepada sindrom klinis yang disebut sebagai kelainan mineral dan tulang,
yang menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular. Beberapa
tahun terakhir, perhatian lebih didedikasikan terhadap mortalitas dan morbiditas yang
diasosiasikan dengan mortalitas dan morbiditas yang berkaitan dengan gangguan

4
metabolisme mineral pada populasi pasien dengan gangguan ginjal dan efeknya (Moe,
2011; Ossareh, 2011)
Akibat dari perubahan berupa ketidak seimbangan sitokin dan mineral akibat dari
PGK yang mendukung terjadinya inisiasi kalsifikasi katup jantung. Terjadinya kalsifikasi
katup jantung ini dapat merubah morfologi katup jantung baik secara makroskopis
maupun mikroskopis. Perubahan morfologi ini dapat berpengaruh terhadap kondisi klinis
pasien, salah satunya pertimbangan terhadap penatalaksanaan kondisi pasien.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan terjadinya perubahan
morfologi makroskopis katup aorta jantung?
2. Apakah ada hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan terjadinya perubahan
morfologi mikroskopis katup aorta jantung?
3. Apakah ada hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan terjadinya perbuhana
morfologi makroskopis katup mitral jantung?
4. Apakah ada hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan terjadinya perbuhana
morfologi makroskopis katup mitral jantung?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
- Mengetahui hubungan morfologi makroskopis dan mikroskopis katup jantung
sisi kiri pada Penyakit Ginjal Kronis
- Mencegah terjadinya kelainan pada katup jantung
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mendeskripsikan gambaran makroskopis katup jantung aorta pada kondisi
PGK
- Mendeskripsikan gambaran mikroskopis katup jantung aorta pada kondisi
PGK
- Mendeskripsikan gambaran makroskopis katup jantung mitral pada kondisi
PGK
- Mendeskripsikan gambaran mikroskopis katup jantung mitral pada kondisi
PGK
1.4 MANFAAT PENELITIAN

5
1.4.1 Manfaat Teoritis
- Penelitian ini dapat menambahkan informasi mengenai hubungan PGK
dengan perubahan morfologi katup jantung
- Penelitian ini dapat menjadi dasar dari penelitian lanjutan
1.4.2 Manfaat Klinis
- Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pertimbangan perioperatif
operasi kardiak pada pasien – pasien yang mengalami stenosis katup jantung
- Penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan pemberian terapi pasien
dengan PGK

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI


2.1.1 Morfologi Katup Jantung
Jantung merupakan organ tiga dimensi yang memiliki konfigurasi yang rumit.
Aliran darah terbagi kedalam dua saluran dengan ruang yang terbatas, yang
bersilangan satu sama lainnya. Untuk melakukan hal ini, jantung berada didalam
gerakan torsional yang kuat. Keempat katup jantung memiliki peran yang penting
pada dinamika yang hebat ini karenanya bisa membuat jantung mengalir satu arah.
Mereka membuka dan menutup lebih dari 3 milliar kali dalam siklus hidup manusia.
Katup – katup ini juga memiliki kemampuan untuk melewatkan 1 sampai lebih dari
20 liter darah permenit pada saat beristirahat, olahraga, atau kondisi fisiologis atau
patologis lainnya. Katup aorta, pulmonal, miral dan trikuspid berada pada jaringan
dasar jantung yang tersusun sebagai kerangka fibrosa. Kerangka ini mengandung
serabut kolagen yang padat dan berada dalam kondisi yang hampir selalu diam
dibandingkan dengan gerakan dinamis miokardium, leaflet jantung dan arteri.
Kerangka fibrosa terikat pada miokardium seperti halnya tendon yang terikat pada
otot. Desain ini mengintergrasikan katup diantara bilik jantung, arteri dan
mempertahankan fungsi dinamis katup jantung.
Posisi lubang katup ditentukan oleh kerangka fibrous jantung juga menunjukkan
hubungan dekat dengan keempat katup jantung satu sama lainnya. Hal ini memiliki
implikasi yang penting pada interaksi antar dinamika katup dan memiliki
kepentingan fundamental pada tatalaksana operasi dari penyakit katup jantung
(Yacoub & Cohn, 2004). Setiap katup jantung memiliki fitur anatomis dan struktur
histologisnya masing – masing. Hal ini membuat setiap katup jantung berfungsi
dengan kondisi lingkungannya sendiri. Sebagai contoh, katup aorta dan katup
pulmonal memiliki perbedaan tekanan namun diposisikan pada arah yang alirannya.
Pada sisi lain, katup atrioventrikular terekspose pada arus yang berbeda bersamaan
dengan perubahan arah aliran pada saat ejeksi dari ventrikel. Desain katup mitral dan
trikuspid mempertimbangkan karakteristik aliran darah yang spesifik. Kedua katup

7
menunjukkan perbedaan karena posisi mereka pada tekanan sistem yang tinggi dan
rendah pada sirkulasi.
A. Katup Jantung Aorta
Katup aorta adalah bagian dari root aortic. Yang selanjutnya menghubungkan
jantung pada sirkulasi sistemik dan memiliki peran besar pada fungsi jantung dan
sistem kardiovaskular. Katup ini juga menjaga perfusi koroner agar tetap optimal
dan memiliki peran dalam menjaga aliran laminar pada sistem vaskular. Setiap
struktur aortic root memiliki profil histologi individual dan bangunan
anatomisnya sendiri. Annulus yang berbentuk seperti mahkota, tiga sinus valsava
dan segitiga interleaflet, begitu juga persimpangan sinotubular, komisura dan
leaflet katup aorta yang berinteraksi satu sama lain pada cara tertentu untuk
menjaga fungsi yang optimal. Perilaku dinamis yang terkoordinasi dengan baik
ini telah menunjukkan pentingnya karakteristik aliran yang spesifik, untuk
perfusi koroner dan fungsi ventrikel kiri.
1) Nomenklatur
Struktur yang berbeda yang menyusun aortic root disebut annulus, komisura,
segitiga interleaflet, sinus valsava, sinotubular junction dan leaflet. Leaflet
dinamai sesuai dengan posisi anatomisnya yang posterior kanan dan kiri.
Pada tahun 1950an leaflet koroner kanan dan kiri sesuai dengan hubungan
mereka dengan ostium koroner. Walaupun nomenklatur anatomis
mendeskripsikan katup atrioventrikular yang memiliki leaflet untuk struktur
yang merentang pada lumen diantara komisura.
2) Struktur Makroskopis
Struktur katup aorta harus dilihat dalam konteks unit strukturalnya, aortic
root. Adalah bagian penghubung antara ventrikel kiri dan aorta ascendence
yang ditemukan pada posisi diantara annulus atrioventrikular kanan dan kiri
dan miokardium ventrikel kiri yang tebal (Hokken et al, 1997). Terdiri dari
berbagai struktur : annulus, komisura, segitiga interleaflet, sinus valsava,
sinotubular junction dan leaflet. Aortic root menyangga katup aorta dan
membentuk batas anatomis antara ventrikel kiri dan aorta. Batasan ini tidak
sama dengan persimpangan hemodinamik antara ventrikel kiri dan aorta,

8
yang terbentuk oleh leaflet – leaflet. Semua struktur yang berada di distal
persimpangan hemodinamik adalah subjek dari tekanan arterial, dimana
semua bagian proksimal disubjekan pada tekanan ventrikular (Anderson,
2000).
(i) Annulus
Walaupun kata annulus menggambarkan struktur sirkuler, satu –
satunya struktur sirkuler pada aortic root adalah area dimana struktur
ventrikel berubah menjadi dinding fibroelastik pada trunkus arterial.
Mengikuti bentuk semilunar dimana leaflet menempel pada dinding
aorta, bentuk struktur annulus seperti mahkota yang melewatu
ventriculo-arterial junction. Namun, annulus adalah struktur fibrosa
yang secara kuat menempel pada media sinus aorta dibagian distal,
diana pagian proksimalnya menempel pada otot dan pada bagian
anterior menempel pada membran septa, segitiga fibrosa pada bagian
lateral dan subaorta pada bagian posterior. Tiga bagian atas dari
annulus disebut komisura
(ii) Komisura
Bagian atas struktur berbentuk seperti mahkota pada annulus dimana
lannula dari dua leaflet menempel pada dinding aorta setinggi
sinotubular junction disebut sebagai komisura. Pada area ini, dua
leaflet berengsel pada dinding aorta secara paralel pada jarak yang
dekat. Karena itu, terdapat 3 komisura. Komisura diantara leaflet
koroner kanan dan kiri terposisikan pada bagian anterior dan lebih
atau kurang berlawanan terhadap komisura yang sesuai pada katup
pulmonal.
Komisura antara kanan dan non-koroner selebaran berada di
anterior kanan dan di antara selebaran kiri dan non-koroner biasanya
di sebelah kanan aspek posterior dari akar aorta. Komisura berstruktur
berserat dan menangguhkan daun katup. Mereka terletak di atas tiga
bidang segitiga yang disebut segitiga interleaflet.
(iii) Segitiga interleaflet

9
Tiga area diantara batasan anatomis dan apeks annulus yang seperti
mahkota disebut segitiga interleaflet. Mereka adalah ekstensi dari
traktus outflow ventrikular dan mencapai setinggi sinotubular junction
pada area komisura. Setiga diantara sinus koroner kanan dan kiri
menghadap katup pulomonal dan memiliki dasarnya pada komponen
septal dari traktus outflow ventrukel kanan. Fiksasi pada arteri
pulmonal didapatkan pada 50% kasus pada ligamen infundibulum.
Segitiga antara kanan dan sinus sinus non koroner menghadap atrium
kanan dan memiliki kontinuitas indirek dengan septum membran
proksimal. Pada area ini dimana terdapat sistem konduksi adalah
dekat dengan aortic root. Bundle of His, keluar melalui ekstensi
anterior dari AV node, menembus menuju badan fibrosa sentral
dibawah margin inferior membran septum ventrikel pada puncak otot
septum ventrikel dibawah segitiga ini yang juga dekat berhubungan
dengan leaflet septal dari katup trikuspid. Lalu, segitiga antara sinus –
sinus coroner kiri dan sinus – sinus non koroner berada pada
kontinuitas langsung secara inferior dengan aorta atau leaflet anterior
dari katup mitral. Ini adalah segita yang memisahkan dan menandai
tiga sinus – sinus pada katup normal.
(iv) Sinus valsava
Pada sisi aorta dari annulus aortic root tersusun dari 3 tonjolan yang
hampir simetris, sinus – sinus, yang dinamai dari nama anatomis
Italia, Antonio Valsava. Mereka dibatasi secara proksimal oleh
lampiran daun katup dan pada bagian distal oleh sinotubular junction.
Pada bagian dasar, otot ventrikel sebagian tergabung. Dinding sinus
sendiri sebagian besar terdiri dari dinding aorta, walaupun lebih tipis
dibandingkan aorta asli. Sinotubular junction mengakhiri dilatasi
sinus - sinus setinggi well-defined ridge.
Dua sinus memberikan peninggian pada arteri koroner pada
beberapa titik dan memiliki pengaruh penting pada aliran koroner.
Secara umum, sinus yang disebut sesuai dengan ostium koroner :

10
right-, left-, dan sinus non-koroner, dan sinus non koroner merupakan
sinus yang paling besar pada kebanyakan kasus (Underwood et al,
2000).
(v) Sinotubular junction
Peninggian yang jelas pada atas sinus disebut sebagai sinotubular
junction. Peninggian ini menandai titik perubahan dari aortic root
menuju aorta ascendence. Sinotubular junction berjalan melalui
bagian atas dari setiap komisura dan, sebelumnya, juga menandai
bagian atas akhir dari penempelan tiap leaflet katup. Ini sangat
penting karena dilatasi pada aortic root setinggi ini telah
menunjukkan adanya inkopetensi aorta (Furukawa et al, 1999).
(vi) Leaflet
Sturktur sentral dari katup aorta adalah ketiga leaflet aorta ini. Mereka
terdiri dari empat komponen : engsel, perut, permukaan penutup dan
lanulla dengan noduli of Arantii. Nodul Arantii ini berlokasi pada
bagian tengah batas bebas dari permukaan penutup. Pada ledua sisi
dari nodul ini terdapat bagian berbentuk bulan sabit tipis yang disebut
lannula. Lannula ini terdiri dari margin tipis pada ujung bebasnya dan
berlanjut pada regio penutupan dimana tiga leaflet bertemu satu sama
lain dan memastikan penutupan katup komplit. Bagian utama dari
setiap leaflet disebut perut/belly. Pada area ini leaflet muncul hampir
transparan. Secara makroskopis, susunan spesifik dari struktur
kolagen setiap leaflet dapat diidentifikasi. Impresi ini bersesuaian
dengan penemuan Clark et al, yang melakukan pengukuran ketebalan
leaflet pada kondisi relaks dan stress. Mereka mendapatkan bahwa
ketebalan leaflet manusia bervariasi mulai dari 177 sampai 1.76
mikrom pada kondisi relaks dan dari 150 sampai 1.75 mikrometer
pada kondisi stress (Clark et al, 1974).
Komponen dimana leaflet menempel pada anulis dalam kondisi
semilunar disebut area engsel. Pada area ini, penempelan leaflet
bersilangan pada persimpangan berbentuk seperti cincin pada dinding

11
aorta dan massa ventrikular. Jaringan tebal kolagen dari leaflet
berngesel pada annulus dengan cara mentransmisikan tekanan pada
leaflet pada dinding aorta. Berkenaan dengan ukuran leaflet, leaflet
non-koroner cenderung yang paling besar, diikuti leaflet koroner kiri
dan leaflet koroner kanan, walaupun kebanyakan perbedaannya secara
statistik tidak signifikan.
3) Struktur Mikroskopis
Struktur histologis dari katup aorta telah dideskripsikan dengan baik. Namun,
dengan teknik yang lebih mutakhir (light-, electron-microscopic dan
immuno-histokimia) struktur ultra struktur aortic root berbeda saat ini bisa
dikenali. Sejauh ini, kebanyakn investigasi berfokus pada leaflet katup aorta.
Sampai saat ini, tidak ada analisis sistematik dari struktur aortic root yang
berbeda berkenaan dengan struktur kontraktil dan neuronal.
(i) Annulus
Leaflet katup aorta menempel pada dinding sinus melalui meshwork
kolagen yang sangat padat yang dikenal sebagai annulus (Missirlis &
Armeniades 1977). Memotong melalui sturktur ini pada sinus non-
koroner, dimana tidak terdapat otot miokardial yang menyangga
sinus, memberikan impresi struktur kartilago. Pada zona ini dimana
lapisan lapisan leaflet menunjukkan susunan spesifik. Lapisan
ventrikular dan arterial terpisan dan lapisan kolagen tengah
menunjukkan struktur cuneiform. Lapisan ventrikular berlanjut
sebagai lapisan endokardial, dimana lapisan arteri berlanjut menuju
dinding sinus. Pembuluh kecil terletak pada lapisan jaringan ikat.
Pada anulus, terdapat fibril elastik dan kolagen. Sebagai tambahan,
struktur neuron juga dapat diidentifikasi
(ii) Komisura
Gaya pada katup yang tertutup ditransmisikan menuju annulus secara
primer oleh sistem serat kolagen. Kebanyakan serat ini terlihat berasal
dari komisura. Serat kolagen dari lapisan tengah diorientasikan dalam
tampilan radial pada area komisura. Disini, mereka tidak hanya masuk

12
kedalam lapisan intima aortic root; mereka juga menuju lapisan
media dimana mereka menempel. Susunan spesial menawarkan
transfer beban tekanan optimal dari leaflet katup ke dinding aorta
(Peskin & McQueen, 1994).
(iii) Segitiga interleaflet
Ketiga segitiga tidak terikat oleh muskulus pada ventrikel, tetapi oleh
dinding fibrosa tipis dari aorta daintara sinus yang melebar. Segitiga
antara sinus koroner kiri dan sinus non koroner membentuk bagian
dari tirai katup aorta-mitral. Secara histologis fibrous dan mirip
seperti struktur leaflet katup mitral. Segitiga diantara sinus non –
koroner dan koroner kanan aorta tergabung dalam bagian membran
dari septum dan juga terbuat dari jaringan fibrosa. Secara kontras,
segitiga antara sinus koroner kanan dan kiri pada area infundibulum
subpulmoner disangga oleh jaringan otot dan hanya fibrosa dibagian
apeks. (Yacoub et al, 1999; Anderson, 2000). Penelitian terkini
menunjukan bahwa segitiga interleaflet mungkin mengekspresikan
sederet protein pada sitoskeleton dan kontraktil seperti vimentin,
desmin dan otot polos a-actin, mengindikasikan struktur ini mungkin
terlibat pada regulasi fungsi aortic root (Dreger et al, 2003).
(iv) Sinus Valsava
Arteri terhubung pada jantung oleh arterial fibre-rings. Mereka
menujukan gambaran histologis dan struktur mirip tendon. Struktur
seperti tendon ini tidak memiliki batasan yang jelas pada area
anatomis, struktural dan hubungan embrionik jantung dan aorta. Oleh
karena itu, sinus tersusun dengan komponen yang sangat berbeda.
Namun, bagian terbesar dari ketiga sinus adalah disusun pada susunan
yang mirip dengan tiga laposan dari dinding aorta : tunika intima,
tunika media dan tunika eksterna (adventitia). Lapisan dalam dari
intima tersusun oleh sel – sel endothel tersusun pada arah dari
pembuluh. Jaringan ikat subendotel tersusun dengan susunan yang
sama dengan sel – sel endothel. Lapisan ini dibagi dari intime oleh

13
membran elastika interna. Media tersusun dari struktur yang
berbentuk sirkuler : sel otot polos, serat elastis, serat kolagen tipe II
dan II dan proteoglikan. Adventitia adalah lapisan luar, terpisah dari
intime oleh membrana elastica eksterna. Seperti intima, elemen dari
eksterna tersusun longitudinal dan terdiri dari serat kolagen tipe I.
Walaupun dinding sinus secara prinsip tersusun pada susunan ini,
ketebalan dindingnya signifikan lebih tipis dibandingkan aorta
ascendence (Sauren et al, 1980)
(v) Sinotubular Junction
Sinotubular junction menunjukkan prinsip susunan yang sama dengan
elemen jaringan dibandingkan dengan sinus – sinus dan aorta
ascendence. Namun, diameter dindingnya lebih tebal dibandingkan
diameter dinding sinus. Fakta ini menentukan peninggian sebagai
bagian atas aortic root.
(vi) Leaflet
Leaflet katup aorta ditutupi oleh lapisan sel sel endothel kontinu
dengan permukaan halus pada sisi ventrikular dan beberapa
peninggian pada sisi arterial. Sel – sel disatukan satu sama lain oleh
ikatan yang mirip seperti yang ada pada sel – sel endothel lain di
sistem vaskular. Secara kontras dari susunan sel endothel lainnya,
susunan sel endothelnya menyebrang, tidak pada garis lurus dengan
arah aliran (Deck, 1986). Hal ini disebabkan oleh adanya gaya
biaksial, dibandingkan stress potongan yang terjadi pada semua
pembuluh darah, mungkin yang bertanggung jawab untuk susunan ini.
Antara permukaan ventrikel dan aorta, terdapat sampai lima lapisan
jaringan ikat : lamina ventrikularis, lamina radialis, lamina spongiosa,
lamina fibrosa dan lamina arterialis. Lamina ventrikularis merupakan
lapisan tambahan yang dapat ditemukan antara lamina radialis dan
endothel ventrikularis. Secara umum, tiga lapisan berbeda, lamina
radialis, lamina spongiosa dan lamina fibrosa dapat dengan mudah
diidentifikasi. Dalam jaringan ikat, serat elastis dan kolagen

14
menunjukkan pengaturan dan orientasi istimewa. Mereka secara
mekanis digabungkan satu sama lain secara baik seperti struktur
saranglebah atau struktur seperti spons. Telah ditemukan bahwa
susuan spesial ini menjaga orientasi serat kolagen dan menjaga
geometri kolagen setelah terdapat adanya gaya dari luar. Lapisan
arterial memiliki bundel kasar serat kolagen melingkar, yang
membentuk lipatan makro scopical yang sejajar dengan tepi bebas
leaflet. Pada susunan serat ini yang mentransfer beban pada leaflet
pada dinding aortic root.
Diantara komponen ekstraselular terdapat sel interstisial. Awalnya
dideskripsikan sebagai sel otot polos, sel – sel ini menunjukkan
karakteristik fibroblas dan sel sel otot halus, dan karena itu telah
ditetapkan sebagai miofibroblast. Namun, memiliki ciri kontraktil
seperti fibroblast atau sel otot polos, sel – sel ini mungkin memainkan
peran aktif pada fungsi normal dari katup aorta dan mengalami
perubahan geometrik pada saat siklus jantung. Penemuan ini
didukung oleh fakta bahwa leaflet katup jantung mendapatkan suplai
oksigen melalui pembuluh darah sama baiknya dengan difusi melalui
permukaan katup. Kepadatan embuluh memiliki dependensi pada
ketebalan leaflet dan memiliki ketebalan lebih pada area engsel.
Aktivitas metabolik dari leaflet katup aorta mungkin lebih besar
dibandingkan hanya mendapatkan dukungan oksigen secara difusi.
Hal ini mungkin memiliki implikasi penting untuk fungsi leaflet katup
pada saat siklus jantung.
B. Katup Jantung Mitral
Katup mitral (katup atrioventrikularis sinistra atau katup bicuspidalis atau katup
mitralis) tersusun oleh dua leaflet. Karena kesamaannya dengan mitra seorang
uskup katup ini disebut katup “mitral”. Terletak diantara atrium kiri dan ventrikel
kiri, katup mitral berpartisipasi dengan apparatus subvalvularnya terhadap
geometri dari ventrikel kiri dan memainkan peran penting pada kemampuan
ventrikel kiri (Yacoub & Cohn, 2004). Pada saat siklus jantung, katup mitral

15
mengalami perubahan dinamis pada ukuran dan bentuknya. Struktur yang
menyusun katup mitral disebut annulus, leaflet, chordae tendinae dan muskulus
papilaria. Yang terakhir terlokalisasi dalam posisi posteromedial dan
anterolateral di rongga ventrikel kiri. Morfologi otot papiler adalah sangat
bervariasi khususnya salah satu otot posteromedial.
1) Struktur Makroskopis
(i) Annulus
Annulus katup mitral menentukan area pembukaan dari katup mitral.
Ini terdiri dari pada anterior yaitu komponen fibrosa, yang
terlokalisasi diantara dua trigonum fibrosa, trigonum fibrosa dekstra,
bagian tengah dari rangka jantung dan trigonum fibrosum sinistrum.
Pada bagian anterior dari annulus, serat menunjukkan orientasi paralel
dan sirkular dan membuat aspek yang lebih rigid dari annulus mitral.
Namun, bagian ini dalam kondisi konkaf ringan, karena memiliki
hubungan langsung dengan aspek sirkular dari orifisium aorta. Ini
memiliki implikasi penting pada desain rekonstruksi katup mitral dan
penggantian subtitusi. Secara kontras pada bagian anterior, lateral dan
bagian posterior dari bentuk annulus membentuk bagian yang lebih
kontraktil. Mereka terhubung dengan bagian anterior dari annulus
dengan trigonum fibrous kanan dan kiri. Annulus menyebabkan
orifisium untuk mengalami perubahan kompleks pada bentuknya
selama siklus jantung tidak hanya secara horizontal, tetapu juga pada
bidang vertikal. Hal ini telah menunjukkan bahwa kemampuan ini
memiliki implikasi penting untuk distribusi stress di leaflet dan fungsi
katup.

(ii) Leaflet
Aspek sentral dari katup mitral adalah kedua leaflet. Leaflet anterior
(aortic leaflet, septal leaflet or cuspis anterior) berada dalam
kontinuitasnya terhadap aortic root. Adalah bagian yang besar dari
kedua leaflet dan membentuk pada sisi ventrikular dan merupakan

16
bagian dari saluran keluar ventrikel kiri. Leaflet dapat dibedakan
menjadi zona penempelan terhadap annulus, zona translusen, zona
kasar, dimana chordae tendinae menempel pada sisi ventrikular dari
leaflet dan batas bebasnya. Leaflet posterior (leaflet mural atau cuspis
posterior) menempel pada cincin atrioventrikular mitral. Ini pada 91%
kasus dibagi menjadi tiga bagian (posteromedial atau kanan,
intermediate and anterolateral atau kiri) dimana bagian intermediate
lebih lebar dan tinggi dibandingkan dua lainnya. Walaupun leaflet
posterior menempel pada hampir dua pertiga keliling dan walaupun
areanya secara signifikan lebih besar dibandingkan area leaflet
anterior, leaflet posterior berpartisipasi pada tingkat yang lebih rendah
dengan bidangnya di penutupan lubang mitral. Menariknya
Kunzelman et al (1994), bisa menunjukkan bahwa area dari setiap
leaflet sendiri secara signifikan lebih bear dibandingkan orifisium
katup mitral yang terhitung. Kedua leaflet bertemu satu sama lain
pada kedua komisura (posteromedial dan anterolateral). Hal ini
pentang dimana komisura – komisura ini tidak berada pada posisi
yang sama dengan dua trigonum fibrosa.
(iii) Chordae Tendinae
Kedua leaflet menempel pada muskulus papilaria oleh chordae
tendinae. Mereka membuat unit fungsional dengan muskulus papilaria
dan leaflet. Hubungan ini diarahkan oleh jaringan canggih dari
percabangan chordae tendinae yang tersusun dari serat kolagen dan
elastis. Chordae mampu untuk menghantarkan kontraksi dari
muskulus papilaria pada katup leaflet. Mereka tersusun dalam bentuk
seperti “arcade”. Pada manusia rasio dari origo dan insesi yaitu 5:1.
Pada leaflet, kebanyakan insersi chordae baik pada batas bebas atau
dibelakang batas bebas pada sisi ventrikular (rough zone). Mereka
perlu untuk dibebaskan dari dasar kordae yang masuk pada leaflet
dekat pada penempelan mereka pada origo annulus dari miokardium
ventrikular dan mereka perlu dibedakan dari chordae komisural yang

17
masuk pada bagian bebas dari dua leaflet yang menyatu. Ukuran,
bentuk, orientasi dan mode insersi dari chordae tendinae telah
ditunjukkan untuk mencerminkan fungsinya untuk mengoptimasi
fungsi katup mitral dan untuk menurunkan stress pada katup dan
karena itu untuk menjaga ketahanan katup. Chordae tendinae juga
memainkan peran kunci pada perbedaan patologis pada penyakit
katup mitral.
2) Struktur Mikroskopis
(i) Annulus
Pada abad terakhir, struktur histologis dari annulus katup mitral sudah
dideskripsikan. Awalnya, annulus fibrosus disebut sebagai ‘annulus
fibrocartilagenous’. Ini adalah struktur yang diperkirakan mengandik
lapisan – lapisan elastis dan menjadi rangka dari katup. Penyelidikan
lain, namun, dapat menunjukan bahwa bagian lateral dari annulus
mitral tidak mengandung serat elastis melainkan serat kolagen.
Annulus dapat dikarakteristikan sebagai zona transisi, dimana leaflet
menempel pada miokardium. Pada zona ini, serat elastis dan kolagen
memanjang hingga miokardium. Pada zona engsel, endokardium
atrial menebal. Pada area ini, jumlah serat elastis meningkat. Dari
dinding atrial, serat kolagen diteruskan menuju annulus fibrosus dan
membran atrial sebagai jaringan tiga dimensi yang longgar.
(ii) Leaflet
Leaflet mitral tersusun dari kerangka fibrous dengan permukaan
endokardial. Lapisan atrial memiliki lapisan sel endokaridal halus.
Pada leaflet anterior, lapisan endokardial halus ini juga muncul ada
sisi ventrikular. Hal ini mungkin bisa dijelaskan dengan fakta bahwa
aspek posterior dari leaflet anterior adalah bagian dari saluran keluar
ventrikular kiri. Hasil pembelajaran mikroskop cahaya dan elektron
mengkonfirmasi susunan arsitektur dari lapisan leaflet katup mitral
yang disusun oleh lamina spongiosa (menghadap sisi atrial) dan
lamina fibrosa (menghadap sisi ventrikular). Endothelium itu sendiri

18
mengandung selapis layar tipis sel – sel yang baik menempel simpel
atau terkunci satu sama lainnya. Jaringan ikat subendotel lamina
spongiosa secara normal mengandung fibrosit, histiosit dan serat
kolagen. Fibrosit yang ada diantara fibril – fibril menyerupai sel
bersayap dari tendon. Diameter dari serat kolagen bervariasi antara
150 dan 340 armstrong dan mereka berada bada lapisan lapisan padat
yang merupakan backbone dari leaflet. Pada zona leaflet-strut chordae
transisi geometrik berubah dan distribusi sudut serat kolagen mungkin
memainkan peran penting pada durabilitas fungsi katup.
Leaflet katup mitral, seperti katup janutng lainnya, telah
menunjukkan untuk memiliki pola yang berbeda pada inervasinya
yang meliputi baik sensorik primer dan komponen autonom. Pada
leaflet anterior, kepadatan sel dua kali lebih besar dibandingkan pada
leaflet posterior. Saraf – saraf yang berada pada lapisan atrial dan
memanjang hingga proksimal dan medial leaflet. Sejak fibroblas, sel
otot halus, dan 1/3 proksimal sel miokardial telah menunjukkan
terdapat pada leaflet katup mitral, fungsi unit dari struktur neuronal
dan elemen kontraktil telah dispekulasikan untuk memerankan peran
pada fungsi katup mitral. Sebagai tambahan, perubahan yang
berkaitan dengan usia dari inervasi saraf mungkin memiliki pengaruh
pada fungsi katup seiring berjalannya waktu.
(iii) Chordae Tendinae
Apparatus mitral subvalvular penting untuk mencapai integritas
geometri ventrikel kiri dan fungsi pompa sistolik jantung. Hal ini
telah menunjukkan bahwa distribusi chordae tendinae bervariasi pada
kelompok anterior dan posterior. Ciri fungsional dari chordae
tendinae selanjutnya bergantung pada hubungan dan penyusunan
diantara otot dan katup. Hubungan ini biasanya tersusun dalam
jaringan bercabang dari chordae yang tersusun dari serat kolagen dan
elastis. Elemen elastis telah ditunjukkan untuk kembali ke serat
kolagen yaitu pada konfigurasi bergelombangnya. Serat kolagen

19
sendiri tersusun paralel pada axis panjang dari chordae tendinae.
Perbedaan antara chordae tipis dan tebal telah diinvestigasi oleh Liao
& Vesely (2003). Mereka menunjukkan bahwa chordae yang lebih
tipis memiliki rata - rata diameter fibril yang lebih rendah
dibandingkan chordae tebal tetapi kepadatan fibril rata – rata lebih
besar. Mereka menyimpulkan bahwa perbedaan antara modulus
chordae tebal dan tipis dapat dijelaskan dengan perbedaan
pengepakan fibril dan interaksi antar fibril. Permukaan dari chordae
telah dideskripsikan sebagai permukaan yang halus dan mengandung
lapisan superfisial berupa sel – sel endothelial squamous dan dengan
dasar lapisan serat elastis yang padat.
2.1.2 Penyakit Ginjal Kronis
A. Definisi
Secara definisi PGK adalah sebuah kondisi kegagalan fungsi ginjal kronis yang
progresif yang dapat juga menyebabkan destruksi struktur ginjal sehingga terjadi
penurunan kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan metabolisme,
cairan, dan elektrolit tubuh. Ditandai dengan adanya penumpukan sisa
metabolisme dalam darah berupa urea dan limbah nitrogen lainnya dan juga
ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus.
B. Epidemiologi
Prevalensi PGK di seluruh dunia saat ini mengalami peningkatan. Menurut
data dari CDC tahun 2010, di Amerika Serikat terdapat 20 juta orang yang
menderita PGK. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 8%
dibandingkan tahun sebelumnya. 35% penderita diabetes melitus mengalami
PGK dan lebih dari 20% pasien dengan hipertensi mengalami PGK dengan
prevalensi tertinggi pada usia ≥ 65 tahun. Di Indonesia sendiri angka insidensi
pasien PGK berada di angka 30.7 orang perjuta penduduk, dengan peningkatan
prevalensi seiring dengan bertambahnya umur. Dimana pada kelompok usia 35-
44 tahun mengalami peningkatan tajam dibandingkan dengan kelompok usia 25-
34 tahun (Riskesdas, 2013)

20
Jumlah penderita PGK diperkirakan akan terus meningkat, peningkatan ini
sebanding dengan bertambahnya jumlah populasi, peningkatan populasi lansia,
dan peningkatan jumlah penederita hipertensi dan diabetes.
C. Etiologi
Etiologi Penyakit Ginjal Kronis ini multifaktorial dan kerusakan yang
disebabkannya kepada ginjal bersifat irreversibel. Penyebabnya di Indonesia
berupa glomerulopati primer, nefropati diabetika, nefropati lupus/SLE, penyakit
ginjal hipertensi, ginjal polikistik, nefropati asam urat, nefropati obstruksi,
pielonefritis kronik/PNC, dan lain lain. Penyakit ginjal hipertensi merupakan
penyebab tertinggi terjadinya PGK (SIGN, 2008; PERNEFRI, 2011)
D. Klasifikasi
Klasifikasi PGK dibagi berdasarkan 2 hal yaitu, menurut etiologi dan
derajat penyakit. Berdasarkan etiologinya, PGK digolongkan menjadi penyakit
ginjal diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan penyakit pada transplantasi

Penyakit Tipe Mayor


Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal non Diabetes Penyakit Glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit Vaskular (penyakit
pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointestisial (pielonefritis
kronik, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (Ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan Obat
Penyakit recurrent

21
Kemudian berdasarkan dengan derajat penyakit, menurut The National
Kidney Foundation Kidney Disease Improving Global Outcomes (NKF- KDIGO)
tahun 2012, PGK diklasfikasikan kedalam 5 derajat penyakit, yang dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)

Tabel 2.x Klasifikasi PGK berdasarkan derajat penyakit

Derajat LFG (mL/menit/1,73 m2)


G1 ≥90
G2 60-89
G3a 45-59
G3b 30-44
G4 15-29
G5 <15

E. Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya PGK adalah adanya cidera jaringan pada
ginjal. Cidera tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengurangan massa ginjal.
Karena pengurangan ini, terjadilah proses adaptasi oleh ginjal berupa hipertrofi
pada jaringan ginjal yang tersisa dan akan terjadi hiperfiltrasi. Mekanisme
adaptasi ini cukup berhasil untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
dan keseimbangan elektrolit. Proses adaptasi ini hanya berlangsung sementara,
glomerulus yang masih sehat pada akhirnya harus menanggung beban kerja yang
terlalu berlebihan, yang kemudian akan menyebabkan maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih ada. Zat – zat toksik menumpuk dan perubahan
tersebut dapat menyebabkan kematian pada organ – organ lainnya. Pada stadium
awal, laju filtrasi gromelurus mungkin normal atau meningkat, tetapi secara
perlahan akan terjadi penurun fungsi yang progresif (Suwitra K, 2014)

22
F. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyakit PGK adalah umur yang semakin tua,
adanya riwayat penderita PGK pada keluarga, jenis kelamin laki – laki, riwayat
hipertensi, riwayat diabetes melitus, riwayat merokok, dan riwayat penggunaan
minuman suplemen berenergi (Pranandari R, 2015; Delima et al, 2017)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul akibat dari PGK adalah anemia, neuropati perifer,
komplikasi kardiopulmonal, komplikasi gastrointestinal, disfungsi seksual, defek
skeletal, parastesia, disfungsi saraf motorik seperti foot drop dan paralisis flasid,
serta fraktur patologis (Kowalak et al, 2011)
2.1.3 Pengaruh PGK Terhadap Morfologi Katup Jantung
Dalam dua dekade terakhir, beberapa penelitian berbasiskan populasi
menunjukkan peningkatan prevalensi kalsifikasi katup aorta diantara pasien – pasien
yang melakukan dialisa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan prevalensi
abnormalitas kalsifikasi dari 28-85% pasien dimana stenosis aorta severe diamati
pada 6-13% pasien yang menjalani hemodialisis. Prevalensi ini secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan penemuan stenosis aorta pada populasi secara umum,
dimana sklerosis aorta diamati pada 25% pasien daiatas 65 tahun dan stenosis aorta
severe ditemukan sekitar 3% dari subjek lebih dari 75 tahun. Sementara sebagian
peneliti sependapat tentang pentingnya penuaan dan durasi dialisis dalam
memprediksi prevalensi penyakit katup aorta, hubungannya dengan peningkatan
kadar kalsium dan fosfor telah hanya didokumentasikan pada beberapa kasus saja.
Meski demikian, penelitian – penelitian sepakat tentang tidak adanya hubungan antar
agangguan lipid dan kehadiran stenosis aorta pada pasien ESRD, sementara beberapa
penelitian menunjukkan korelasi antara penyakit katup dan marker – marker
inflamasi. Secara khusus, peningkatan C-Reactive Protein (CRP) plasma dapat
diamati pada sekelompok pasien dialisis dengan stenosis aorta yang signifikan secara
hemodinamik, sementara tidak terdapat perbedaan antara pasien dengan sklerosis dan
katup yang normal (Schiffrin et al., 2007; Shroff R et al., 2013; Zentner D et al.,
2011)
A. Mekanisme

23
Analisis histopatologi pada jaringan katup aorta, penelitian pada hewan,
dan data in vitro yang didapatkan dari kultur sel – sel interstisial katup,
menunjukkan bahwa proses aktif, termediasi sel dapat menjadi patofisiologi
terjadinya deposisi kalsium pada leaflet katup jantung. Tahap awal penyakit
katup biasanya dimulai dari sisi aorta dari leaflet dan memanjang hingga lapisan
fibrosa/spongiosa. Stadium awal ini dideskripsikan sebagai penebalan
subendothel dan dikarakteristikan oleh akumulasi lipoprotein yang
termodifikasi/oksidasi (oxLDL) termasuk Lp(a), sel sel inflamasi (makrofag,
limfosit, sel mast) dan pembentuka fokus kalsifikasi mikroskopis. Sel – sel
inflamasi biasanya terletak diantara permukaan lesi, sedangkan fokus kalsifikasi
terletak lebih dalam. Seperti yag dideskripsikan pada proses atherogenesis,
inflitrasi lipid dibawah lamina elastis dan sel – sel endothel valvular yang rusak
atau terjadi disfungsi menunjukkan proses inisiasi dari penyakit katup, yang
diikuti degan migrasi sel – sel inflamasi ke leaflet. (Demer LL et al., 2008; Otto
CM et al., 1994; Aikawa E et al., 2007)
Pada stadium lanjut degenerasi katup aorta, deposit kalsium dapat didentifikasi
dalam bentuk kombinasi kalsium-Pi, termasuk hidroksiapatit, bentuk mineral
yang muncul pada tulang. Selain itu, sampai 13% katup yang terkalsifikasi
mengandung jaringan tulang lamellar atau endochondral termasuk, pada
beberapa kasus, sel – sel hematopoetik sumsum tulang. Selebihnya, beberapa
analisis ekspresi histologis dan gen menunjukkan ekspresi patologis katup yang
memeliki relasi degan protein tulang, sperti alkaline phosphatase (ALP),
osteopontin (OPN), osteocalcin (OC), bone morphogenik protein (BMP) dan
Runx2/Cbfa1. Secara keseluruhan, data ini menunjukkan proses biologis aktif,
menyerupai yang terjadi pada pembentukan tulang, dapat terlibat dalam
akumulasi kalsium didalam katup aorta. Pada sel katup interstitial (VIC) tertentu,
terstiulasi oleh oxLDL, hiperfosfatemia, reactive oxygen species (ROS), TGF- β,
sitokin inflamasi, BMP – 2, dapat mengekspresikan protein terkait tulang dan
menginduksi deposisi kalsium. Proses apoptosis sel juga memberikan implikasi
terhadap mineralisasi katup atau vaskuler dan dapat diinduksi oleh beberapa
faktor.

24
Ekspresi marker osteogenik, termasuk ALP, OC dan BMP, telah
dikonfirmasi didalam katup terkalsifikasi yang didapat dari pasien HD. Namun
demikian, dibandingkan pasien dengan fungsi renal yang normal, katup talogis
subjek yang menjalani dialisi menunjukkan akumulasi CD31+ dan CD68+ yang
lebih tinggi, mengindikasikan peningkatan infiltrasi makrofag dan neo-
vaskulogenesis (Kajbaf S et al., 2005)
Beberapa mediator implikasi dari progres penyakit katup jantung diketahui
meningkat atau termodifikasi pada saat penurunan fungsi ginjal.
Penelitian pada hewan dengan PGK secara jelas menunjukkan penurunan
fungsi ginjal dan peningkatan tingkat sirkulasi fosfat (Pi) beriringan dengan
munculnya kalsifikasi ektopik pada dinding arteri (Shroff R et al., 2013; Shuvy
M et al., 2008; Aikawa E et al., 2009). Beberapa penelitian ini juga melaporkan
peningkatan deposisi kalsium secara signiikan terjadi pada apparatus katup.
Secara khusus, dengan menggunakan model gagal ginjal yang terinduksi adenin
Shuvy et al. menunjukkan bahwa tikus yang diberi makan tinggi fosfat
mengalami kalsifikasi signifikan pada katup aortanya, proses yang
dikarakteristikan oleh pembentukan metaplasia kartilago, meningkatkan ekspresi
mediator tulang (seperti OPN, OC, Runx2, RANKL) dan pengerahan sel – sel
inflamasi. Perubahan ini tidak diobservasi pada tikus – tikus uremik yang
diberikan diet fosfat normal. Aikawa et al. juga menunjukkan bahwa ekspresi
Cathepsin S dan pelepasa fragmen elastin adalah berhubungan untuk kalsifikasi
vaskular dan katup yang terasosiasi dengan penurunan fungsi ginjal. Fenomena
kalsifikasi ini diamplifikasi dengan peningkatan diet fosfat.
Pada penelitian in vitro dengan sel otot polos vaskular secara jelas
menunjukkan bahwa suplementasi fosfat mendorong mineralisasi matriks sel.
Penemuan serupa telah dilaporkan oleh VIC yang dikondisikan dengan kondisi
tinggi fosfat. Secara khusus, tingkat fosfat dapat dirasakan oleh sel – sel melalui
PiT-1 transporter yang mengalami overekspreso pada katup jantung manusia
yang terkalsifikasi dan mampu mengarahkan diferensiasi Pi-driven dari VIC
manusia menuju profil seperti osteoblast.

25
Matrix-GLA-Protein (MGP adalah γ-carboxylated protein yang
diekspresikan pada kartilago, paru – paru, jantung, ginjal dan arteri yang beraksi
sebagai inhibitor kalsifikasi jaringan lunak. Pembentukan aktifitas biologis MGP
bergantung pada γ-carboxylation dan dengan under-carboxylated MGP (ucMGP)
telah menunjukkan kurang efektif dibanding MGP yang terkarboksilasi (cMGP)
dalam menghindari deposisi kalsium. Proses ini, yang terjadi secara lokal
didalam dinding arteri yang didapatkan dari pasien – pasien dialisa menunjukkan
penurunan signifikan rasio cMGP/ucMGP. Peningkatan relatif MGP ini dengan
penurunan bahan anti kalsifikasi bisa disebabkan karena disfungsi/apoptosis lokal
sel – sel vaskuler dan atau faktor – fkator sistemik berhubungan dengan kondisi
uremik, seperti defisiensi vitamin K. Pada beberapa investigasi klinis
menggarisbawahi prevalensi yang tinggi defisiensi vitamin K subklinis antara
pasien yang didialisis dan subjek dengan tahapan awal PGK. Penemuan dari
tahap fundamental biologis ini untuk aktifitas antikalsifikasi MGP juga
meningkatkan beberapa maslaah mengenao efek prokalsifikasi yang mungkin
dari warfarin, inhibitor γ-carboxylation. Berdasarkan persetujuan dari
kemungkinan ini, Holden et al. meneliti, dari 108 pasien dialisa, penggunaan
warfarin jangka panjangnya diasosiasikan dengan peningkatan keparahan
kalsfikasi katup aorta. Observasi ini sejalan dengan penelitian lain pada populasi
umum yang menunjukkan peningkatan risiko stenosis aorta dan MAC pada
pasien dengan atrial fibrilasi mengasumsikan warfarin
Fetuin-A adalah inhibitor presipitat kalsium, yang bersirkulasi didalam
darah di dalam komplek pembentukan mineral yang disebut sebagai calciproteins
particle (CPP atau fetuin-A mineral complexes, FMC). Penurunan kadar fetuin-A
telah menunjukkan asosiasi terhadap peningkatan prevalensi kalsifikasi vaskular
dan mortalitas subjek dengan PGK. Pada beberapa data klinis juga terdapat
asosiasi antara fetuin-A dengan kalsifikasi katup aorta. Hubungan terbalik antara
fetuin-A dan keberadan stenosis aorta telah dijelaskan diantara pasien dengan
fungsi ginjal normal, rendahnya kadara serum fetuin A juga dihubungkan dengan
akselerasi progres penyakit katup secara independen dari fungsi ginjal.

26
Berdasarkan ini, metabolisme fetuinA dan relasinya dengan mineral dalam
sirkulasi menjadi topik yang menarik dalam konteks kalsifikasi vaskular.
Produksi vaskuler ROS meningkat pada pasien – pasien PGK dan
dianggap kontributor mayor percepatan atherogenesis (Shiffrin EL et al., 2007)).
ROS juga telah diusulkan sebagai mediator kritis deposisi kalsium dalam
apparatus katup. Faktanya, pembentukan ROS meningkat pada katup stenosis
manusia sedangkan mekanisme antioksidan (seperti superoksida dismutase dan
katalase) mengalami penurunan pada katup patologis. Yang menarik, pemecahan
nitric oxide synthase (NOS) juga dapat berkontribusi untuk menghasilkan
pembentukan ROS pada leaflet yang mengalami kalsifikasi. Namun, mekanisme
dimana ROS meningkatkan kalsifikasi katup masih belum dipahami sepenuhnya.
Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa ROS dapat mendorong ekspresi
faktor terkait tulang, seperti BMP-2, ALP juga Runx2/Cbfa-1, pada sel – sel
vaskular yang mendukung transisi menuju profil seperti osteoblast. Apakah
peningkatan pembentukan ROS oleh VIC diimplikasikan pada akselerasi
kalsifikasi katup pada saat penurunan fungsi ginjal masih belum diketahui dan
perlu penelitian lebi lanjut.
Beberapa penelitian klinis menunjukkan tingkat asymmetric
dimethylarginine (ADMA) meningkat pada pasien – pasien PGK dan merupakan
prediktor kuat dari mortalitas kardiovaskuler di masa depan. ADMA diketahui
sebagai kompetitor L-Arginine untuk aktifitas NOS dan dapat menurunkan
produksi NO. VIC yang mengalami profil kalsifikasi menunjukkan penurunan
ekspresi DDAH – 1 dan -2, enzim yang menurunkan lebih ADMA intraseluler.
Hal ini diketahui bahwa pada kasus peningkatan pembentukan ADMA dan
penurunan perlindungan antioksidan intraseluler, NOS mungkin mengalami
pemecahan enzimatik, menyebabkan penurunan produksi NO dan selanjutnya
terdapat peningkatan pelepasan ROS.
Pada tulang, interaksi RANKL (diekspresikan osteoblast)/RANK
(diekspresikan prekusor monositik) mendorong pembentukan komplit osteoklast
multinukleat penyerap tulang. OPG merfungsi sebagai reseptor pengalih dan
berinteraksi dengan RANKL menginhibisi aktivasi dan diferensiasi ostekolas.

27
Ketidakseimbangan rasio RANKL/OPG dan efeknya terhadap signaling RANK
menunjukkan patologi dari penyakit tulang dikarakteristikkan oleh bone loss,
seperti osteoporosis. Menariknya, pada penelitian tikus dengan defisiensi OPG
menunjukkan kehadiran kedua osteoporosis dan kalsfikasi vaskular medial.
Bukti ini telah dikonfirmasi pada kondisi atherosklerosis oleh Bennet et al. yang
menunjukan defisiensi OPG pada tikus diasosiasikan dengan deposisi kalsium
pada vaskuler.

B. Faktor Risiko Kalsifikasi Katup pada Pasien Dengan CKD


Penelitian tentang faktor risiko terjadinya kalsifikasi katup jantung pada
pasien CKD masih cukup terbatas. Pada studi kecil di China, hubungan antara
usia lanjut, tingginya kolesterol darah, peningkatan LDL dan peningkatan
ketebalan septum interventrikular menjadi faktor risiko terbentuknya kalsifikasi
katup. Pada penelitian lain, peningkatan kadar fosfat, albumin dan CRP juga
durasi dialisis menjadi faktor risiko independen dari kalsifikasi katup
.
2.1.4 PGK Pada Model Hewan Coba
PGK dapat diteliti pada model hewan coba yang dikondisikan agar mengalami
kondisi yang merepresentasikan kondisi kesakitan pada manusia. Model hewan coba
menggunakan tikus dengan metode acquired non – immune induced model dapat
dilakukan dengan cara melakukan obstruksi unilateral ureter (OUU). Walaupun
obstruksi komplit ureter bukan merupakan penyebab umum terjadinya penyakit
ginjal pada manusia. Model OUU dapat berguna untuk menilai mekanisme fibrosus
tubulointerstitial in vivo (Chevalier RL et al, 2009). Model ini dapat diinduksikan
pada tikus dan tidak menunjukkan dependensi pada galur tertentu. OUU komplit
menginisiasikan serangkaian cepat terjadinya ginjal yang terobstruksi, yang langsung
berpengaruh dalam 24 jam berupa penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Respon selanjutnya berupa peradangan interstisial
(puncaknya hari ke 2-3), dilatasi tubular, atrofi tubular dan fibrosis dalam 7 hari.
Ginjal yang terobstruksi akan mengalami end stage pada sekitar minggu kedua. Jalur
utama penyabab dari terbentuknya fibrosis interstisial pada renal adalah infiltrasi

28
interstisial oleh makrofag, kematian sel tubular oleh apoptotosis dan nekrosis, dan
transisi fenotipik pada sel – sel renal (Yang et al, 2011)

29
2.2 KERANGKA BERPIKIR

Penyakit Ginjal Kronis

Fosfat

RANKL Fetuin-A
ADMA MGP
ROS

Peningkatan deposisi kalsium


jaringan leaflet katup
Perubahan
Makroskopis
Stenosis katup aorta
dan katup mitral
jantung Perubahan
Mikroskopis
Keterangan : variabel yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.3 HIPOTESIS PENELITIAN


1. Ada pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap perubahan morfologi makroskopis pada
katup aorta jantung.
2. Ada pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap perubahan morfologi mikroskopis pada
katup aorta jantung
3. Ada pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap perubahan morfologi makroskopis pada
katup mitral jantung

30
4. Ada pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap perubahan morfologi mikroskopis pada
katup mitral jantung

31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Penulis
menggunakan penelitian eksperimental murni. Peneliti memberikan perlakuan kepada
sampel penelitian yang berupa hewan coba di laboratorium
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Penelitian akan dilakukan dalam periode
tiga bulan dengan estimasi total waktu pengambilan sampel selama satu bulan dan
penyelesaian laporan selama dua bulan.
3.3 SUBJEK PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) dengan kriteria
inklusi berjenis kelamin jantan, galur Wistar, berusia 2-3 bulan dengan berat badan
150-200 gram. Pada percobaan peneliti hanya menggunakan tikus jantan sebagai
hewan coba dengan tujuan untuk menghindari bias akibat faktor hormonal. Adapun
kriteria ekslusi dari subjek penelitian adalah tikus yang cacat fisik, dan tampak sakit.
3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL
Dalam penelitian ini sampel diambil dari populasi hewan coba tersebut di atas dan
dibagi menjadi 4 kelompok secara acak. Besar sampel tiap kelompok ditentukan
berdasarkan rumus Federer, taitu :
(k-1) (n-1) ≥ 15
(2-1) (n-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 15
n ≥ 16
3.5 IDENTIFIKASI VARIABEL
3.5.1 Variabel Bebas :
Penyakit Ginjal Kronis
3.5.2 Variabel Terikat :
Makroskopis
- Jumlah Kalsifikasi

32
Mikroskopis

- Persentase Mineralisasi Kalsium


3.5.3 Variabel Luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan :
Jenis kelamin, umur, berat badan, jenis makanan dan minuman, suhu
lingkungan, tekanan darah
3.6 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
3.6.1 Variabel bebas : Penyakit Ginjal Kronis
Tikus pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok PGK
dan kelompok non-PGK sebagai kontrol. Kelompok tikus PGK merupakan
kelompok tikus yang diberikan perlakuan sehingga mengalami gangguan
PGK, tikus pada kelompok ini diberi perlakuan berupa pengikatan satu
saluran ureternya sehingga mengalami PGK unilateral. Pada hari ke 10
dilakukan pengukuran tekanan darah pada semua sampel. Setelah 28 hari tikus
diterminasi untuk dilihat terjadinya perubahan pada katup aorta dan mitral
sampel. Skala ukur variabel bebas adalah ordinal.
3.6.2 Variabel terikat : Jumlah kalsifikasi
Variabel terikat pada penelitian ini adalah jumlah kalsifikasi pada
pemeriksaan makroskopis jaringan katup jantung
3.6.3 Variabel terikat : Persentase mineralisasi kalsium
Variabel terikat pada penelitian ini adalah persentase mineralisasi kalsium
pada gambaran mikroskopis jaringan katup jantung tikus sebagai hasil dari
kalsifikasi yang disebabkan oleh kondisi PGK pada tikus. Pemeriksaan
histologis pada katup jantung bermanfaat untuk menghitung deposisi kalsium
pada katup jantung yang diperiksa secara histologis menggunakan pewarnaan
alizarin red. Skala ukur variabel terikat adalah rasio.

33
3.7 ALUR PENELITIAN
Alur penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut

Sampel 9 ekor tikus

Kelompok kontrol Kelompok PGK

Dilakukan ligasi ureter


unilateral

Hari ke 10, dilakukan pemeriksaan tekanan darah untuk


Pada hari ke 28 tikus diterminasi
mengevaluasi terjadinya PGK

Setelah
Pada hari28
kehari tikusditerminasi
28 tikus diterminasi

Pembuatan Pembuatan
preparat katup aorta dan mitral
preparat

Pengamatan preparat
Preparat

Pengamatan
Makroskopis Pengamatan
Mikroskopis
Preparat Preparat

Analisis Hasil
Pengamatan Preparat

Gambar 3.1 Alur Penelitian

34
3.8 PROSEDUR PENELITIAN
1. Pengelompokan Subjek
2. Perlakuan Ligasi Ureter
3. Observasi dan Evaluasi
4. Terminasi Hewan Coba
5. Pemeriksaan Preparat Makroskopis
6. Pembuatan Preparat Histologis
7. Pengamatan histologis
8. Analisis Hasil
3.9 ANALISIS STATISTIK
Data yang diperoleh melalui penelitian ini, yaitu karakteristik makroskopis dan
mikroskopis katup jantung yang mengalami kalsifikasi dan tidak mengalami
kalsifikasi pada dua kelompok tikus yang mempunya skala ukur rasio. Dengan
demikian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan mean di antara kedua kelompok
tersebut, data dianalisis menggunakan uji Mann Whitney. Bila hasil analisis Mann
Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna apabila didapatkan p<0.05
3.10 WAKTU PENELITIAN
Tabel 3.1 Waktu Penelitian

KEGIATAN WAKTU
PENELUSURAN
KEPUSTAKAAN
PENYUSUNAN
NASKAH
PENGAJUAN
USULAN
PENELITIAN
PELAKSANAAN
PENELITIAN
PENGOLAHAN
DATA

35
PENYUSUNAN
LAPORAN
PENELITIAN
PRESENTASI

36
DAFTAR PUSTAKA

Aikawa E, Nahrendorf M, Sosnovik D et al. (2007). Multimodality molecular imaging identifies


proteolytic and osteogenic activities in early aortic valve disease. Circulation 2007; 115:
377–386
Aikawa E, Aikawa M, Libby P et al. (2009). Arterial and aortic valve calci-fication abolished by
elastolytic cathepsin S deficiency in chronic renal disease. Circulation 2009; 119: 1785–
1794
Aktas, E. O., Govsa, F., Kocak, A., Boydak, B. & Yavuc, I. C. (2004). Variations in the papillary
muscle of normal tricuspid valves and their clinical relevance in medicolegal autopsies.
Saudi Med. J. 25, 1176–1185.
Anderson, R. H. (2000). Clinical anatomy of the aortic root. Heart 84, 670–673.
(doi:10.1136/heart.84.6.670)
Clark, R. E. & Finke, E. H. (1974). Scanning and light microscopy of human aortic leaflets in
stressed and relaxed states. J. Thorac. Cardiovasc. Surg. 67, 792–804.
Chevalier RL, et al. (2009). Ureteral obstruction as a model of renal interstitial fibrosis and
obstructive nephropathy. Kidney Int 2009;75:1145–1152. [PubMed: 19340094]

Dreger, S. A., Taylor, P. M., Chester, A. H. & Yacoub, M. H. (2003). Immunohistochemical


characterization of the interleaflet triangle of the human aortic valve. J. Heart Valve Dis.
(Abstract), 28.
Deck, J. D. (1986). Endothelial cell orientation on aortic valve leaflets. Cardiovasc. Res. 20,
760–767.
Furukawa, K., Ohteki, H., Cao, Z. L., Doi, K., Narita, Y., Minato, N. & Itoh, T. (1999). Does
dilatation of the sinotubular junction cause aortic regurgitation? Ann. Thorac. Surg. 68,
949–953. (doi:10.1016/S0003-4975 (99)00698-0)
Go AS, Chertow GM, Fan D, McCulloch CE, Hsu CY. (2004). Chronic kidney disease and the
risks of death, cardiovascular events, and hospitalization. N Engl J Med.
2004;351:1296–1305.
Hokken, R. B., Bartelings, M. M., Bogers, A. J. & Gittenberger-DeGroot, A. C. (1997).
Morphology of the pulmonary and aortic roots with regard to the pulmonary autograft
procedure. J. Thorac. Cardiovasc. Surg. 113, 453–461. (doi:10.1016/S0022-
5223(97)70357-X)
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta: EGC.

37
Lal, M., Ho, S. Y. & Anderson, R. H. (1997). Is there such a thing as the “tendon of the
infundibulum” in the heart? Clin. Anat. 10, 307–312. (doi:10.1002/(SICI)1098-
2353(1997)10:5!307::AID-CA3O3.0.CO;2-N)
Moe S, Drüeke T, Cunningham J, et al. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO).
(2006). Definition, evaluation, and classification of renal osteodystrophy: a position
statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney Int.
2006;69(11):1945-1953.
Moe SM, Chen NX. (2008). Mechanisms of vascular calcification in chronic kidney disease. J
Am Soc Nephrol. 2008;19(2):213-216.
Ossareh S. (2011). Vascular calcification in chronic kidney disease: mechanisms and clinical
implications. Iran J Kidney Dis. 2011;5(5):285-299.
PERNEFRI. (2011). 4th report of indonesian renal registry. Tersedia dari:
http://www.indonesianrenalregistry.org/data/4th%20Annual%20Report%20Of%20IRR
%202011.pdf
Rattazzi M, Bertacco E, et al. (2013). Aortic valve calcification in chronic kidney disease.
Nephrology Dialysis Transplantation; 28:2968-2976
Ross, D. N. (1967). Replacement of aortic and mitral valves with a pulmonary autograft. Lancet
2, 956–958. (doi:10.1016/S0140-6736(67)90794-5) (doi:10.1016/j.ejcts.2004.05.043)
Sauren, A. A., Kuijpers, W., Van Steenhoven, A. A. & Veldpaus, F. E. (1980). Aortic valve
histology and its relation with mechanics—preliminary report. J. Biomech. 13, 97–104.
(doi:10.1016/0021-9290(80)90183-9)
SIGN. (2008). Diagnosis and management of chronic kidney disease: A national clinical
guideline. Tersedia dari: http://www.sign.ac.uk/pdf/sign103.pdf
Stradins, P., Lacis, R., Ozolanta, I., Purina, B., Ose, V., Feldmane, L. & Kasyanov, V. (2004)
Comparison of biomechanical and structural properties between human aortic and
pulmonary valve. Eur. J. Cardiothorac. Surg. 26, 634–639.
Suwitra K. (2014). Penyakit ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing
Underwood, M. J., El Khoury, G., Deronck, D., Glineur, D. & Dion, R. (2000). The aortic root:
structure, function, and surgical reconstruction. Heart 83, 376–380. (doi:10.1136/
heart.83.4.376)
Yacoub, M. H. & Cohn, L. H. (2004). Novel approaches to cardiac valve repair. From structure
to function: part I. Circulation 109, 942–950.
(doi:10.1161/01.CIR.0000115633.19829.5E)

38
Yacoub, M. H., Kilner, P. J., Birks, E. J. & Misfeld, M. (1999). The aortic outflow and root: a
tale of dynamism and crosstalk. Ann. Thorac. Surg. 68, S37–S43. (doi:10.1016/S0003-
4975(99)00745-6)
Zentner D, Hunt D, Chan W et al. (2011). Prospective evaluation of aortic stenosis in end-stage
kidney disease: a more fulminant process? Nephrol Dial Transplant 2011; 26: 1651–
1655
Schiffrin EL, Lipman ML, Mann JF. (2007). Chronic kidney disease:effects on the
cardiovascular system. Circulation 2007; 116: 85–97
Shroff R, Long DA, Shanahan C. (2013). Mechanistic insights intovascular calcification in CKD.
J Am Soc Nephrol 2013; 24:179–189
Maher ER, Young G, Smyth-Walsh B et al. (1987). Aortic and mitral valve calcification in
patients with end-stage renal disease. Lancet 1987; 2: 875–877
Zentner D, Hunt D, Chan W et al. (2011). Prospective evaluation of aortic stenosis in end-stage
kidney disease: a more fulminant process? Nephrol Dial Transplant 2011; 26: 1651–
1655
Demer LL, Tintut Y. (2008). Vascular calcification: pathobiology of a multifaceted disease.
Circulation 2008; 117: 2938–2948
Otto CM, Kuusisto J, Reichenbach DD et al.(1994). Characterization of the early lesion of
‘degenerative’ valvular aortic stenosis. Histological and immunohistochemical studies.
Circulation 1994; 90: 844–853
Kajbaf S, Veinot JP, Ha A et al. (2005). Comparison of surgically removed cardiac valves of
patients with ESRD with those of the general population. Am J Kidney Dis 2005; 46:
86–93
Shuvy M, Abedat S, Beeri R et al. (2008). Uraemic hyperparathyroidism causes a reversible
inflammatory process of aortic valve calcification in rats. Cardiovasc Res 2008; 79:
492–499
Yang H-C, Zuo Y, Fogo AB. 2011. Models of Chronic Kidney Disease. Drug Discov Today Dis
Models; 7(1-2): 13-19. Doi:10.10.16/j.ddmod.2010.ob.002.

39

Anda mungkin juga menyukai