Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN

Uji Aktivitas Senyawa Fenol Daun Mangga (Mangifera indica L.) Terhadap
Bakteri Penyebab Diare (Escherichia colli)
Dibuat untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Metode Penelitian

Kelompok 4
Icha Noviyanti 1704010054
Erika Restiar J 1704010055
Hilda Nurosifah 1704010065
Yoga Darmawan 1704010069
Intan Nurfuadi R 1704010076
Dede Ani 1704010090
Farmasi B 2017

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERJUANGAN
TASIKMALAYA
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare adalah pengeluaran feses yang konsistensinya lembek sampai
cair dengan frekuensi pengeluaran feses sebanyak 3 kali atau lebih dalam
sehari (Lailatul , 2013). Diare dapat mengakibatkan demam, sakit perut,
penurunan nafsu makan, rasa lelah dan penurunan berat badan. Diare dapat
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, sehingga
dapat terjadi berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan
hipovolemik, kerusakan organ bahkan sampai koma (Mayo Clinic, 2013).
Faktor risiko diare dibagi menjadi 3 yaitu faktor karakteristik individu,
faktor perilaku pencegahan, dan faktor lingkungan. (Sinthamurniwaty,
2006)
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare yaitu bakteri,
virus dan protozoa diare. Eschericia coli enterotoksigenic, Shigella sp,
Campylobacterjejuni,dan Cryptosporidium spmerupakan mikroorganisme
tersering penyebab diare pada anak. (Juffrie M, 2010)
Pengobatan diare yang paling utama yaitu mengubah gaya hidup
terutama mengatur pola makan yang sehat dan menjaga kebersihan. Selain
dari perubahan pola hidup dan menjaga kebersihan pengobatan diare juga
bisa menggunakan pengobatan herbal yaitu menggunakan tumbuhan salah
satunya daun mangga (Mangifera indica L.).
Mangga adalah anggota kingdom Plantae, Divisi Tracheophyta,
klas Magnoliopsida, ordo Sapindales, dan famili Anacardiaceae. Tanaman
ini berasal dari genus mangifera dengan nama spesies Mangifera indica L.
Nama spesies tanaman mangga memiliki arti “tanaman dari India berbuah
mangga”. Lebih dari 1000 variasi mangga yang diketahui berasal dari dua
galur biji mangga – monoembrionik (embrio tunggal) dan poliembrionik
(banyak embrio). Biji monoembrionik berasal dari India, sedangkan
polyembrionik berasal dari Indochina (Mehta, 2017). Mangga merupakan
tanaman berbuah musiman yang berupa pohon dan berasal dari India.

2
Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Mangga memiliki potensi untuk dikembangkan karena tingkat
keragaman genetiknya yang tinggi. Variasi pada bentuk, ukuran dan warna
buah mangga menunjukkan keragaman genetik yang tinggi (Nilasari dkk.,
2013).
Didalam daun mangga ini terdapat senyawa fenol yang dapat
mengobati diare. Senyawa ini dapat ditemukan dari berbagai bagian
tanaman seperti buah, biji, daun dan kulit batang dari tumbuhan mangga
(Dorta et al, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud diare?
2. Bagaimana cara mengobati diare?
3. Tumbuhan apa yang bisa mengobati diare?
4. Kandungan senyawa apa saja yang terdapat pada daun dari tumbuhan
mangga?
5. Apa pengaruh kandungan dari daun mangga untuk penderita diare?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu diare.
2. Untuk mengetahui cara mengobati diare.
3. Untuk mengetahui tumbuhan yang bisa mengobati diare.
4. Untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam daun dari
tumbuhan mangga.
5. Untuk mengetahui pengaruh kandungan dari daun mangga untuk
penderita diare.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa kalangan,
khususnya :
1. Bagi penulis, penelitian bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan
pengetahuan penulis sekaligus untuk memenuhi syarat perkuliahan
2. Bagi akademisi, diharapkan menjadi pengetahuan tambahan bagi
mereka juga sekaligus menjadi referensi karya ilmiah lainnya.

3
3. Bagi masyarakat dapat mengetahui pengobatan herbal yang dapat
mengobati penyakit diare.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mangga


Mangga (Mangifera indica L. var.) merupakan salah satu spesies
dari famili buah mangga yang banyak tersebar di wilayah Indonesia.
Varietas ini adalah salah satu varietas lokal yang mempunyai sifat khas
dengan warna kulit merah jingga, daging buah kuning menarik serta
memiliki rasa dan aroma yang khas sesuai dengan namanya yakni arum
manis yang berarti memiliki aroma yang harum dan rasanya yang manis.
Varietas mangga arum manis ini termasuk dalam varietas unggulan yang
banyak diminati oleh masyarakat terlebih lagi pada bagian buahnya
(Ichsan & Wijaya, 2014).

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi mangga yakni sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Class : Mangoliopsida
Phylum : Mangoliophyta
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L. (Shah et al., 2010).
2.1.2 Morfologi

5
Morfologi Mangga memiliki bentuk morfologi yang
membedakan dari jenis varietas mangga yang lainnya baik dari segi
ukuran batang, bentuk daun, bunga, serta buah. Mangga ini
memiliki bentuk batang dengan percabangan banyak. Diameter
batang berkisar antara 150-210 cm dengan rata-rata tinggi tanaman
kurang lebih 10m. Bentuk batang bulat serta berwarna kecoklatan
(Ichsan & Wijaya, 2014). Daun mangga ini memiliki struktur daun
sangat lebat yang berbentuk lonjong, memanjang dengan ujung
yang meruncing. Panjang daunnya sekitar 22-24cm. Daun muda
berwarna hijau muda agak kemerahan, sedangkan daun tua
berwana hijau tua. Daun mangga ini memiliki permukaan daun
yang berombak serta memiliki tangkai daun berkisar antara 4,5cm
(Ichsan & Wijaya, 2014). Bunga dari daun mangga ini yakni
majemuk dan panjangnya kurang lebih 43cm sampai 45cm. Bentuk
bunga seperti piramida lancip dengan warna kuning muda agak
kemerahan. Tangkai bunga berwarna hijau kemerahan (Ichsan &
Wijaya, 2014). Bunga mangga ini mekar sempurna pada pukul
03.00-07.00 atau pada pukul 12.00 (Oktovianto, Sunaryo, &
Suryanto, 2015). Bagian yang paling menarik yakni buah dari
tanaman mangga. Buah berwarna mencolok daripada varietas buah
yang lainnya. Bentuk buah mangga ini jorong dengan kulit buah
berwarna merah jingga ada pula yang berwarna hijau kemerahan.
Ukuran buah tidak terlalu besar layaknya buah mangga pada
umumnya (sekitar 200-250 gram per buah), rasa buah manis,
aroma buah harum dan tajam serta banyak mengandung air (Ichsan
& Wijaya, 2014). Buah mangga ini memiliki biji yang hampir
sama bentuknya dengan buah mangga varian lainnya. Bentuk biji
(pelok) pada buah mangga arum manis ini berukuran kecil, lonjong
dan pipih (Ichsan & Wijaya, 2014).

6
2.1.3 Kandungan Senyawa
Kandungan kimia yang ada pada mangga (Mangifera indica
L.) dan banyak diketahui orang yakni adanya vitamin C yang
banyak terdapat pada buah mangga terbukti dengan rasa asam yang
dimiliki buah mangga (Syah, Suwendar, & Mulqie, 2015). Biji
buah mangga mengandung karbohidrat dengan kadar 19,53%
(Christina et al., 2015). Selain itu kandungan khas yang dimiliki
tanaman mangga yakni mangiverin.
Mangiverin yakni kandungan senyawa aktif yang termasuk
dalam golongan flavonoid. Mangiverin diekstraksi dari tanaman
mangga dengan konsentrasi tertinggi yakni berasal dari bagian
daun mangga. Daun mangga muda menghasilkan mangiverin
172g/kg, sedangkan daun mangga tua menghasilkan 94g/kg
mangiverin (Namita & Mukesh, 2012). Selain mangiverin
kandungan kimia yang banyak terkandung dalam daun mangga
(Syah et al., 2015). seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.1 antara
lain:
Golongan Senyawa Identifikasi
Simplisia Ekstrak
Alkaloid + +
Flavonoid + +
Saponin - -
Tannin + +
Kuinon + +
Steroid dan + +
Triterpenoid
Polifenol + +
Monoterpen dan + +
Sesquiterpen
Keterangan: (+) : terdeteksi (-) : tidak terdeteksi (Sumber: Syah et
al., 2015)

7
Kandungan senyawa kimia yang berupa alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, kuinon dan senyawa lainnya seperti yang tercantum
dalam Tabel 2.1 tersebut tersebar dalam seluruh bagian tanaman
baik pada bagian kulit, biji, bunga, batang, serta daun mangga
(Musibo et al., 2008). Akan tetapi, kandungan senyawa pada tiap
bagian tanaman mangga berbeda-beda. Bagian daun mangga
adalah bagian yang disinyalir mengandung senyawa aktif lebih
banyak dibandingkan senyawa lainnya (Namita & Mukesh, 2012).
2.2 Diare
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200
mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi
BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau
tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar
yang terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan
cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal.
Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang
orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung
pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).
Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut.
Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:
1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang
tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare
akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat
badan jika tidak diberika makan dam minum.
2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang
disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar
meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis
yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan
dehidrasi.

8
4. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari.
Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak
hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus.
5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang
lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
2.2.1 Mekanisme timbulnya diare.
Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa
menyebabkan diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan
diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi
oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan
muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi.
Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan terjadinya
peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan
berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare
jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau
lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Anne,
2011).
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi
dengan beberapa mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi
dari fluida dan elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin
yang akan menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan
sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap osmotic dan
diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa
dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare
sekretory. Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang
disebabkan oleh enterotoxigenic E coli (Anne, 2011).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya
dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara
permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong

9
ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis
yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal
karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya
dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih
kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat
patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Anne, 2011).
Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi
kerusakan mukosa dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
mukosa. Sebaran, karakteristik dan daerah yang terinfeksi
akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang terjadi
bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka
halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa
atau peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran
cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa
usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya
difusi balik dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini
dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya adalah bakteri
patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella)
(Anne, 2011).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai
kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen.
Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan
meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan membrane
mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan
membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal
karena malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat
dan terjadi difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare
osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa (Anne, 2011).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau

10
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme
tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Anne, 2011).
Penggolongan obat diare :
1. Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada
beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada
diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa.
Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare
dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi
digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab
diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin,
sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon) (Harkness, 1984).
2. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna
dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh:
Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin),
dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen
Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
3. Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini
adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil
metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin
dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa
usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah karbon,
musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam
alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang
diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Pada
umumnya ekstraksi akan semakin baik bila permukaan serbuk simplisia

11
yang bersentuhan dengan pelarut semakin luas. Dengan demikian, semakin
halus serbuk simplisia maka akan semakin baik ekstraksinya. Selain luas
bidang, ekstraksi juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia simplisia yang
bersangkutan (Ahmad, 2006). Proses pemisahan senyawa dari simplisia
dilakukan dengan menggunakan pelarut tertentu sesuai dengan sifat
senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan senyawa berdasarkan kaidah
like dissolved like yang artinya suatu senyawa akan larut dalam pelarut
yang sama tingkat kepolarannya. Bahan dan senyawa kimia akan mudah
larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Kepolaran suatu pelarut
ditentukan oleh besar konstanta dieletriknya, yaitu semakin besar nilai
konstanta dielektrik suatu pelarut maka polaritasnya semakin besar.
Menurut Ahmad (2006) beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan pelarut antara lain:
1. Selektifitas, yaitu pelarut hanya melarutkan komponen target yang
diinginkan dan bukan komponen lain.
2. Kelarutan, yaitu kemampuan pelarut untuk melarutkan ekstrak yang
lebih besar dengan sedikit pelarut.
3. Toksisitas, yaitu pelarut tidak beracun.
4. Penguapan, yaitu pelarut yang digunakan mudah diuapkan.
5. Ekonomis, yaitu harga pelarut relatif murah.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode
tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa
yang diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi.
Maserasi adalah perendaman bahan dalam suatu pelarut. Metode ini dapat
menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak serta terhindar dari perubahan
kimia senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
Secara umum metode ekstraksi dibagi dua macam yaitu ekstraksi tunggal
dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah melarutkan bahan yang
akan diekstrak dengan satu jenis pelarut. Kelebihan dari metode ini yaitu
lebih sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lama, akan tetapi
rendemen yang dihasilkan sangat sedikit. Adapun metode ekstraksi

12
bertingkat adalah melarutkan bahan atau sampel dengan menggunakan dua
atau lebih pelarut. Kelebihan dari metode ekstraksi bertingkat ini ialah
dapat menghasilkan rendemen dalam jumlah yang besar dengan senyawa
yang berbeda tingkat kepolarannya. Ekstraksi bertingkat dilakukan secara
berturut-turut yang dimulai dari pelarut non polar berupa kloroform,
selanjutnya pelarut semipolar berupa etil asetat dan dilanjutkan dengan
pelarut polar seperti metanol atau etanol (Sudarmadji dkk., 2007).
Beberapa jenis pelarut organik dan sifat fisiknya disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis pelarut organik dan sifat fisiknya
Pelarut Titik Titik Konstatnta Indeks
Didih Beku dielektrik Polaritas
Akuades 100,0 0 80,2 10,2
Methanol 64,0 -98 32,6 5,1
Etanol 78,4 -117 24,3 5,2
Kloroform 61,2 -64 4,8 4,1
Etil Asetat 77,1 -84 6,0 4,4
Dietil eter 35,0 -116 4,3 2,8
Aseton 56,0 -95 20,7 5,1
Sumber: Sudarmadji dkk., (2007)
2.4 Senyawa Aktif Tanaman yang digunakan sebagai Antidiare
Senyawa flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa
polifenol yang ditemukan dialam (Lenny,2006). Flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang berperan dalam mengikat protein,
sehingga mengganggu proses metabolisme (Ganiswara, 1995). Sabir
(2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa gugus hidroksil yang
terdapat pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan
komponen organic dan transport nutrisi yang akhirnya akan
mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri. Struktur dan
dasar flavonoid disajikan pada gambar 1.

13
Gambar 1. Struktur flavonoid (Pieta,2000)
2.5 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariot yang khas bersifat uniseluler yang inti
selnya tidak memiliki membran inti. Gram positif dan Gram negatif
adalah klasifikasi bakteri yang dibedakan dari ciri-ciri fisik bakteri.
Perbedaan yang mendasar terdapat pada komponen peptidoglikan dan
lipid yang terkandung dalam dinding sel kedua kelompok bakteri
tersebut.
Peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram positif berupa lapisan
tunggal yang bobotnya lebih dari 50% berat kering, sedangkan pada
bakteri Gram negatif peptidoglikan berperan sebagai lapisan kaku
dengan bobot sekitar 10% berat kering. Selain itu, lipid pada kelompok
bakteri Gram positif lebih sedikit sehingga pertumbuhannya lebih
mudah terhambat oleh senyawa antibakteri. Sebaliknya, lipid pada
bakteri Gram negatif lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap
senyawa antibakteri (Purwoko, 2007).
Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal
hidup dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang
sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama seorang bacteriologist yang
berasal dari Germani yaitu TheodorVonEscherich, yang berhasil
melakukan isolasi bakteri ini pertamakali pada tahun 1885. Dr.
Escherichjuga berhasil membuktikan bahwa diare dan gastroenteritis
yang terjadi pada infantadalah disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli(Jawetz et al., 1995).

14
2.5.1 klasifikasi
Klasifikasi nomenklatur Escherichia coli sebagai berikut :
Superdomain : Phylogenetica
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia Coli(Jawetz et al., 1995).
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar
0,4-0,7μm dan bersifat anaerob fakultatif. Bentuk sel dari bentuk
seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak
ditemukan spora. Selnya bisa terdapattunggal, berpasangan, dan dalam
rantai pendek, biasanya tidakberkapsul. Escherichia colimem bentuk
koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata
(Jawetz et al., 1995).

15
BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Maserasi

Alat dan Bahan

Alat :

 Beaker Glass
 Pegaduk
 Timbangan
 Alumunium oil
 Wadah penyimpanan

Bahan :

 Simplisia ( Daun Mangga )


 Etanol 70% atau 96%

Prosedur Kerja

Serbuk di rendam Cairan penyari akan masuk


sebanyak 300gr, dalam kedalam sel melewati dinding sel
cairan penyari

Larutan yang
Isi sel akan larut karena adanya
konsentrasinya tinggi akan
perbedaan konsentrasi
terdesak keluar

Terus berulang sampai terjadi


Diganti oleh cairan penyari
keseimbangan konsentrasi
dengan konsentrasi rendah
antara larutan luar dan di dalam
(difusi)
sel

16
Serbuk Simpplisia yang Simplisia dimasukan kedalam
digunakan 300gr wadah penyimpanan yang sudah
dilapisi oelh alumunium oil

Penambahan etanol
sebanyak 4 liter sebagai Tutup rapat disimpan di tempat
larutan penyari yang gelap selama 3x24 jam

Dilakukan pengadukan setiap Pemisahan filtrat dengan endapan


jam pertama kali pengadukan serbuk simplisia

Dilakukan penguapan untuk


memisahkan filtrat dengan zat Ekstrak dipanaskan di atas
pelarut penangas air

3.1.2 Ekstraksi

Alat dan Bahan

Alat :

 Timbangan
 Corong Pisah
 Gelas Ukur
 Water Bath
 Gelas Kimia
 Chamber
 Plat
 Pipa Kapiler
 Pensil

17
 Penggaris

Bahan :

 Etanol
 Ekstrak
 Aquadest
 Toluen
 Etil Asetat

Ekstraksi Di Timbang 2 - 3 Gram

Lanjutkan Menggunakan Etanol

+ Air 30 Ml

+ Toluen 30
Ml

Dikocok perlahan sampai


terbentuk 2 fase

Fase Air

Fase Toluen

Fase Air Fase Toluen

Fase + etil
etil Disimpan asetat
Diuapkan
asetat dicorong 30ml
Pisah

18
Air Etil Asetat

Diuapkan

Dipantau
dengan
KLI

19
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sjamsul Arifin. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Penerbit
Karunika.

Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare.


http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/.htm
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare-
akut.htm.
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal :
14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5.
Jakarta : Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 8(2):167-73.
Dorta, E, MG Lobo and Gonzalez, M. (2012) Reutilization of mango by‐products:
Dwi Arif Sulistiono. Flavonoid. Universitas Mataram, h. 2, 5-7

Engineering Science Invention. 6(7): 20-24


gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: IDAI; 2010.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat . Bandung : Penerbit ITB.
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/diarrhea/basics/definition/c
on2001402

Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S. Rosalina I, Mulyani NS. Buku ajar
kabupaten semarang) [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.
keragaman morfologi daun mangga (Mangifera indica L.) pada tanaman
hasil persilangan antara varietas arumanis143 dengan podang urang umur
2 tahun. Jurnal Produksi Tanaman. 1(1): 61-69.
Lailatul M. Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu dan kejadian
Mayo Clinic; 2013 (diakses pada tanggal 17 september 2016). Tersedia dari:

20
Mehta, Indu. (2017). History of mango – „King of Fruits‟. International Journal of
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007.
Nilasari, Agustin N, JB Suwasono Hendy, Tatik Wardiyati. (2013). Identifikasi
PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jakarta, Makara, sains,
Vol 7, No 2, h.2-6
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:
Penerbit ITB.

Rodney Croteau, Toni M. Kutchan, dan Norman G. Lewis. 2000. Biochemistry &
Molecular Biology of Plants, h.57-58
Sinthamurniwaty. Faktor risiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di
Sovia Lenny. 2006. SENYAWA FLAVONOIDA, FENILPROPANOIDA DAN
ALKALOIDA. Medan. h.14-18
Sri Harsodjo Wijono S. 2003. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID
Study of the effect of extraction solvent and temperature on their
antioxidant properties. Journal of Food Sciences. 71: 80-88

21

Anda mungkin juga menyukai