O L E H :
Albar Agusman
019.02.0882
C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan
diantara gerombolan ini benjolan serabut-serabut
jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk
seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus
adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai
pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit.
Isolator panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda
asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap
panas, dingin, nyeri, sentuhan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area
pre optic) untuk dipindahkan melalui 5 anak otonom
ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke
kulit seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang
kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan
dan benda-benda yang mudah menguap dan diserap
begitu yang larut dalam lemak permeabilitas
terhadap O2 dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit
ikut andil pada fungus respirasi.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy
dari sumber panas ke tubuh melalui konduksi atau
radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka bakar
dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash
Burns, Contact Burns, Chemical Burns, Electrical
Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air
panas, merupakan kebanyakan penyebab luka bakar
pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan
luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya
dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama
terjadi dalam 1 detik (Jeschke, 2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering
dari injuri termal. Meskipun kejadian injuri
disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun
seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang
berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan
penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan
kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor
atau pemanas ruangan juga bertanggung jawab
terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering.
Ledakan gas alam, propan, butane, minyak
destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain
seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk
periode waktu. Flash burns memiliki distribusi di
semua kulit yang terekspos dengan area paling
dalam pada sisi yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam
panas, plastik, gelas atau bara panas. Kejadian
ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh
dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara
kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada
telapak tangan (Jeschke, 2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat
kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa kuat.
Kejadian ini sering pada karyawan industri yang
memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses
pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah
dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi
dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan
netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak
dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian
yang bisa menjalar dari sejak arus masuk sampai
bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah
tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar
adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju
bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat
ringannnya kerusakan yang terjadi, mengingat perlu
banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya
untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan
jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin
terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar
tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan
sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka
dari itu setiap luka bakar listrik dikelompokan
pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin.
Pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi
hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan
telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis
dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan
pertama adalah sesegera mungkin menghangatkan
bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-
gerakan untuk memperlancar sirkulasi (Jeschke,
2007).
C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
Tampak merah dan kering seperti luka bakar
matahari
Tidak dijumpai bullae
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10
hari
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari
dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14
hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.
front =
18%
Perinium = 1%
Right Leftleg
leg = = 14%
14%
front = front =
18% 18%
Right
leg = Leftle Leftle
16% g =16% g =18%
Right
Total: 100% Total: 100%
leg =
Usia 1-5 tahun Usia 5-15
18%
tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-
sisa luka bakar yang berlokasi pada pusat luka
bakar yang berhubungan langsung dengan sumber
panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka
yang nekrosis dan masih tetap hidup tetapi ada
risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus
selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami
vasodilatasi dan mengisi aliran pembuluh darah
akibat respon luka
D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari
ke 5. Fase ini terjadi respon vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang
bertujuan untuk menghentikan pendarahan,
membersihan darah luka, benda asing, sel-sel mati
dan bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh
darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan
berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana
dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan
pembentukan jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun
menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan
dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan
fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L
mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat
sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum
menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan
protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan
penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-
invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia
miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk
penyembuhan luka bakar.
I. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai
pasien trauma, karenanya harus dicek Airway, breathing
dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma
inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube
(ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara
lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada
wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang
hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat
pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan
escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma
lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat
terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma
yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka
bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka
bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam
pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang
< 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat,
dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam Kristaloid 24 Koloid 24 jam
pertama jam kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% Memantau
estimate vol output urine
plasma 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol
(ml/kg/%LLB, 24jam pertama cairan 24 jam
200ml DSW dan x 200ml/DSW pertama
koloid
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + 50% vol cairan 0% vol cairan
fresh frozen 24jam 24jam
plasma 200ml DSW 1 fresh
7ml/kg/24jam frozen plasma
Broke RL = -
1,5ml/kg/%LLB
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metroheal RL + 50mEq NS, pantau
th sodiumbikarbonat output urine
4ml/kg/%LLB
B. ANAK
3 X BB X % LUKA BAKAR + (KEBUTUHAN CAIRAN )
Kebutuhan Faal: 4.2.1 (X 24 JAM)
4 X 10KG BB (1)
2 X 10 KG BB (2)
1X 10 KG BB (3, dst..)
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 1:
a. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan
b. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan
24 jam kedua
4.2.1 (X 24 JAM)
4 X 10KG BB (1)
2 X 10 KG BB (2)
1X 10 KG BB (3, dst..)
Albumin = 0,5 X BB % LUKA BAKAR
K. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi
oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6
bulan post luka bakar dengan warna awal merah muda
dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan
parut terus berlangsung dan warna berubah merah,
merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih
lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering
menyertai luka bakar serta menimbulkan gangguan
fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mecegah
atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberi
kan tekanan yang bertujuan menekan timbulnya hi
pertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS
terdiri dari rangkaian kejadian sistemik yang
terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons
yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced
respons pada inflamasi dan imun (Burns M. &
Chulay, 2006). SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap
rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS)
didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang
berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga
homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa
intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2
sistem organ
L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia / termal
ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 30 menit klien menunjukkan kriteria hasil
sesuai dengan skala NOC