DI SUSUN OLEH:
Kelompok 6
Artha Ilham Raliktian 142012018023
Ellsa Yulicka Pratiwi 142012018023
Miftahul Khomsah 142012018023
Nandika Pangestu 142012018023
Tri Yesi Fransiska 142012018023
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2018/2019
10
11
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.Harapan kami semoga makalah ini dapat
membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca khususnya
bagi para mahasiswa.
penyusun
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas
disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-
laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73).
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal, danperinatal. Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh
infeksi saluran nafas atas, otitis media, pnemunia, gastroenteritis, dan infeksi
traktus urinarius. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi.
Kadang-kadang pada demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat
menimbulkan kejang. Pada anak yang demikian biasanya mempunyai risiko
tinggi terjadi kekambuhan kejang.
Peran perawat dalam menghadapi pasien dengan kejang saat pertama kali
adalah mengidentifikasi atau mengkaji keaqdaan pasien dan kejang yang
dialami pasien. Adanya informasi yang mendukung tegaknya diagnosa medis
atau keperawatan sangat tergantung juga pada skai mata saat kejang menyerang
13
pasien (onset kejang). Data dari saksi tersebut dapat mendeskripsikan secara
spesifik oleh perawat dan mempermudah penanganan pertama kali dalam
menangani kedaruratan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada kasus Kejang Demam.
2. Mampu menganalisa data yang diperoleh
3. Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien dengan kejang
demam
4. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
kejang demam
5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
6. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009). Berdasarkan
pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian
pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang
2. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis
1,007 diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan
medulla spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau
Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada
16
ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik
LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi.
LCS mengandung protein, glukosa dan klorida, serta
immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung sel darah
putih sedikit dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS
didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
3. Medula Spinalis
Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.
4. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan
saraf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya
dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.
5. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
Saraf servikal 8 pasang
Saraf torakal 12 pasang
Saraf lumbal 5 pasang
Saraf sacrum/sacral 5 pasang
Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik
masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar
dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk
saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf
17
6. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis
dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari,
semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja,
olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
18
7. Saraf kranial :
a. Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan
saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
b. Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di
dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi
spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh
19
c. Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung
jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior.
Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.
20
d. Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis
yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
e. Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan
tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta
bagian membran timpani.
f. Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.
g. Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
21
h. Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-
serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang
mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis.
i. Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan
otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
j. Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior
atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak
22
k. Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula
bila lengan diangkat ke atas.
l. Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
8. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
1 = Tidak ada respon
2 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
3 = Normal (++)
4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
23
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-
2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot
triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau
mungkin ada klonus yang sementara.
d. Refleks Achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan
refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
24
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak
keatas dan kearah yang digores.
f. Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki.
d. Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk
sudut 135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif
akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
e. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1) Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing),
terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak
kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2) Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
3) Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.
C. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan
suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh
(Dona Wong L, 2008).
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun
26
Bagan 2.1
Proses Penyakit
KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)
27
E. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
1. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
2. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
3. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
4. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
5. Penurunan kesadaran
6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
7. Muntah
8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang
dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009).
Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15
menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai
(Farrell dan Goldman, 2011).
28
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein
kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi
kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk
dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal.
Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada
kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral
(Jonston, 2007).
G. Manajemen Medik
1. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
29
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari),
parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis
harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan,
diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak
dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
5. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et
al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
a. Baringkan pasein di tempat yang rata.
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
c. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
d. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
e. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
31
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
KEJANG DEMAM
A. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
1. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat
dihubungi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
5. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
6. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan
terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien
b. Pola istirahat dan tidur
33
B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
34
C. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rencana Tindakan keperawatan
N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat membantu
jam proses hangat: hindari mengurangi demam,
patologis teratasi penggunaan penggunaan air
dengan kriteria: kompres alkohol. es/alkohol mungkin
TTV stabil menyebabkan
Suhu tubuh kedinginan
dalam batas 4. Berikan selimut 4. Digunakan untu
normal pendingin kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
35
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.
mungkin. mengontrol
lingkungan lebih
suka menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan 5. Memberikan catatan
jadwal bimbingan lanjut penurunan
berat badan dan/atau
teratur. peningkatan berat
badan yang akurat.
D. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan.
E. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi.
Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa
keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
40
White, Judy E & Marry ann Hogan.2004.Child Health Nursing.New York: Prentice Hall.