Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

DI SUSUN OLEH:
Kelompok 6
Artha Ilham Raliktian 142012018023
Ellsa Yulicka Pratiwi 142012018023
Miftahul Khomsah 142012018023
Nandika Pangestu 142012018023
Tri Yesi Fransiska 142012018023

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2018/2019

10
11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khusunya kepada dosen


yang telah membantu dan membimbing dalam pembuatan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.Harapan kami semoga makalah ini dapat
membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca khususnya
bagi para mahasiswa.

Pringsewu, 1 Januari 2019

penyusun
12

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas
disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-
laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73).
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal, danperinatal. Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh
infeksi saluran nafas atas, otitis media, pnemunia, gastroenteritis, dan infeksi
traktus urinarius. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi.
Kadang-kadang pada demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat
menimbulkan kejang. Pada anak yang demikian biasanya mempunyai risiko
tinggi terjadi kekambuhan kejang.
Peran perawat dalam menghadapi pasien dengan kejang saat pertama kali
adalah mengidentifikasi atau mengkaji keaqdaan pasien dan kejang yang
dialami pasien. Adanya informasi yang mendukung tegaknya diagnosa medis
atau keperawatan sangat tergantung juga pada skai mata saat kejang menyerang
13

pasien (onset kejang). Data dari saksi tersebut dapat mendeskripsikan secara
spesifik oleh perawat dan mempermudah penanganan pertama kali dalam
menangani kedaruratan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari kejang demam?


2. Apakah etiologi dari kejang demam?
3. Apakah manifestasi khinisdari penyakit kejang demam?
4. Apakah pemeriksaan penunjang pada penyakit kejang demam?
5. Apakah penatalaksanaan pada penyakit kerjang demam?

C. TUJUAN
1. Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada kasus Kejang Demam.
2. Mampu menganalisa data yang diperoleh
3. Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien dengan kejang
demam
4. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
kejang demam
5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
6. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kejang Demam


A. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam
kompleks (Karemzadeh, 2008).

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009). Berdasarkan
pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian
pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

B. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu
dengan lingkungan sekitarnya.
1. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum).
Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis
15

dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-


lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson
sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain
ke korteks serebri.
 Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medulla spinalis.
 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio
retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi
pusat kesadaran utama
 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.
b. Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar
otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran
inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-
cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian
tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada
sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah arteri mayor tersumbat.

2. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis
1,007 diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan
medulla spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau
Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada
16

ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik
LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi.
LCS mengandung protein, glukosa dan klorida, serta
immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung sel darah
putih sedikit dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS
didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.

3. Medula Spinalis
 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
 Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.

4. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan
saraf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya
dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.

5. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
 Saraf servikal 8 pasang
 Saraf torakal 12 pasang
 Saraf lumbal 5 pasang
 Saraf sacrum/sacral 5 pasang
 Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik
masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar
dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk
saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus
(anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf
17

iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah


torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara
tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga
berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh
darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri
sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada
di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila
terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan
anggota gerak yang sebelah kanan.

6. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis
dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari,
semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja,
olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
18

7. Saraf kranial :
a. Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan
saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang


impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus.
Bau-bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual
dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan
emosi.

Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area


otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis
talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus
dan sistem limbik.

b. Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di
dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi
spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh
19

sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada


bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal


retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya
yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior,
dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.
Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis.

Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati


bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus
oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut
memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

c. Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung
jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior.
Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.
20

d. Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis
yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

e. Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan
tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta
bagian membran timpani.

f. Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

g. Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
21

nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke


lateral ke dalam kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah


terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot
frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi
pengecapan bagian anterior lidah.

h. Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-
serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang
mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis.

i. Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan
otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

j. Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior
atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak
22

pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua


visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.

k. Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula
bila lengan diangkat ke atas.

l. Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

8. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
1 = Tidak ada respon
2 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
3 = Normal (++)
4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
23

9. Refleks-refleks pada sistem persyarafan


a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi
kurang lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.

b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-
2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot
triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau
mungkin ada klonus yang sementara.

d. Refleks Achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan
refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
24

e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak
keatas dan kearah yang digores.

f. Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki.

10. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan


Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
b. Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan
lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian
kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)
bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.
c. Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada
sendi panggul dan lutut.
25

d. Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk
sudut 135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif
akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
e. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1) Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing),
terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak
kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2) Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
3) Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.

C. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan
suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh
(Dona Wong L, 2008).

D. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun
26

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan


orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun
ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan
listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak
pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu
38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan
pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al.,
2007).

Bagan 2.1
Proses Penyakit

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)
27

E. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
1. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
2. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
3. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
4. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
5. Penurunan kesadaran
6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
7. Muntah
8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang
dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009).
Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15
menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai
(Farrell dan Goldman, 2011).
28

2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein
kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi
kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk
dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal.
Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).

3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada
kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral
(Jonston, 2007).

4. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)


Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan
tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

G. Manajemen Medik
1. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
29

lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.

Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah


diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak
yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam
rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi
berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara


intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1
mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah
berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).

Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.


Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk
mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak
mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk
mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam
prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25
30

mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari),
parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis
harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan,
diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak
dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).

Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang


demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih
dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas
kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal,
retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat
untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/
kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/
kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini, risiko
berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2
bulan (Saharso et al., 2009).

5. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et
al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
a. Baringkan pasein di tempat yang rata.
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
c. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
d. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
e. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
31

f. Jangan memaksa pembukaan mulut anak.


g. Monitor suhu tubuh.
h. Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan
suhu tubuh yang tinggi.
i. Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
j. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
k. Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.

Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al.,


2009):
a. Hilangkan obstruksi jalan napas.
b. Siapkan akses vena.
c. Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
d. Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
e. Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan
menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika
perlu, setelah 10 menit.
f. Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
g. Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
32

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
KEJANG DEMAM
A. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
1. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat
dihubungi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
5. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
6. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan
terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien
b. Pola istirahat dan tidur
33

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena


pasien merasakan demam terutama pada malam hari
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak
ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan
termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan
menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).

B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
34

C. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rencana Tindakan keperawatan
N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat membantu
jam proses hangat: hindari mengurangi demam,
patologis teratasi penggunaan penggunaan air
dengan kriteria: kompres alkohol. es/alkohol mungkin
TTV stabil menyebabkan
Suhu tubuh kedinginan
dalam batas 4. Berikan selimut 4. Digunakan untu
normal pendingin kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
35

gangguan pada otak.


Kolaborasi:
5. Berikan antipiretik 5. Digunakan
sesuai indikasi untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat 1. Penurunan haluaran


kekurangan dilakukan haluaran urin. urin dan berat jenis
volume cairan tindakan akan menyebabkan
berhubungan perawatan hipovolemia.
dengan selama 3 x 24 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
peningkatan suhu jam kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
tubuh volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal
tindakan dari takikardia
perawatan untuk meningkatkan
selama 2 x 24 curah jantung dan
jam peningkatan meningkatkan
suhu tubuh 3. Palpasi denyut tekanan darah
teratasi, dengan perifer. sistemik.
kriteria: 3. Denyut yang lemah,
Tidak ada tanda- 4. Kaji membran mudah hilang dapat
tanda dehidrasi mukosa kering, menyebabkan
Menunjukan turgor kulit yang hipovolemia.
adanya tidak elastis 4. Hipovolemia/cairan
keseimbangan ruang ketiga akan
cairan seperti memperkuat tanda-
36

output urin Kolaborasi: tanda dehidrasi.


adekuat
5. Berikan cairan
Turgor kulit baik
intravena,
Membran
misalnya
mukosa mulut
kristaloid dan
lembab 5. Sejumlah besar
koloid
cairan mungkin
dibutuhkan untuk
mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
6. Pantau nilai
kehilangan dengan
laboratorium
meningkatkan
permeabilitas
kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan dilakukan untuk aspirasi atau
nafas b.d tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
peningkatan perawatan mulut dari benda asing ke
sekresi mucus selama 4 x 24 benda/zat tertentu. faring.
jam jalan nafas 2. Letakkan pasien
kembali efektif pada posisi 2. Meningkatkan aliran
miring, (drainase) sekret,
Tupen: setelah permukaan datar, mencegah lidah
dilakukan miringkan kepala jatuh dan
tindakan selama serangan menyumbat jalan
37

perawatan kejang. nafas.


selama 2 x 24 3. Tanggalkan
jam peningkatan pakaian pada 3. Untuk memfasilitasi
sekresi mukus daerah leher/dada usaha
teratasi, dengan dan abdomen. bernafas/ekspansi
kriteria: 4. Masukan spatel dada.
Suara nafas lidah/jalan nafas 4. Jika masuknya di
vesikuler buatan atau awal untuk
gulungan benda membuka rahang,
Respirasi rate
lunak sesuai alat ini dapat
dalam batas
dengan indikasi. mencegah
normal
tergigitnya lidah dan
memfasilitasi saat
melakukan
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
5. Lakukan perlukan.
penghisapan
sesuai indikasi 5. Menurunkan risiko
aspirasi atau
Kolaborasi :
asfiksia.
6. Berikan tambahan
oksigen/ventilasi
manual sesuai
kebutuhan pada 6. Dapat menurunkan
fase posiktal. hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurunkan atau
38

oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dilakukan badan minimum kondisi gangguan
dari kebutuhan tindakan dan kebutuhan minat yang
tubuh b.d intake perawatan nutrisi harian. menyebabkan
yang tidak selama 5 x 24 depresi, agitasi dan
adekuat jam perubahan mempengaruhi
nutrisi kurang fungsi
dari kebutuhan kognitif/pengambila
tidak terjadi 2. Gunakan n keputusan.
pendekatan 2. Pasien mendeteksi
Tupen: setelah konsisten, duduk pentingnya dan
dilakukan dengan pasien saat dapat beraksi
tindakan makan, sediakan terhadap tekanan,
perawatan dan buang komentar apapun
selama 3 x 24 makanan tanpa yang dapat terlihat
jam intake persuasi sebagai paksaan
nutrisi adekuat, dan/komentar. memberikan fokus
dengan kriteria: 3. Berikan makan padad makanan.
Makan klien sedikit dan 3. Dilatasi gaster dapat
habis makanan kecil terjadi bila
BB klien normal tambahan, yang pemberian makan
tepat. terlalu cepat setelah
4. Buat pilihan menu periode puasa.
yang ada dan 4. Pasien yang
izinkan pasien meningkat
untuk mengontrol kepercayaan dirinya
pilihan sebanyak dan merasa
39

mungkin. mengontrol
lingkungan lebih
suka menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan 5. Memberikan catatan
jadwal bimbingan lanjut penurunan
berat badan dan/atau
teratur. peningkatan berat
badan yang akurat.

D. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan.

E. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi.
Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa
keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
40

Markam, Sumarmo.2009.Penuntun Neurologi.Tangerang:Binarupa Aksara. Marmi &


Kukuh Raharjo.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sodikin.2012.Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

White, Judy E & Marry ann Hogan.2004.Child Health Nursing.New York: Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai