Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OSTEOPOROSIS

OLEH

KELOMPOK VII

SUCI RAHMADANI P201902037

REUNI PUSPITASARI PASERANAN P201902035

ROBIN ASMARA P201902043

FENI P201902036

ARI YASIN SUARNO P201902038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis” ini tepat waktu dan semoga
makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada kita nantinya.
Makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis” ini
mengandung beberapa pokok bahasan yang akan membahas tentang poin-poin
penting dari metode pengkajian dan asuhan keperawatan terkait dengan penyakit
Osteoporosis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk perbaikan di kemudian hari.

Kendari, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN  
A.    Latar Belakang ................................................................................1
B.     Rumusan Masalah ..........................................................................2
C.     Tujuan   ..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI   
I. Konsep Penyakit.......................................................................................3
A. Pengertian.........................................................................................3
B. Anatomi Fisiologi ............................................................................3
C. Etiologi.............................................................................................5
D. Patofisiologi .....................................................................................6
E. Manifestasi klinis .............................................................................6
F. Klasifikasi ........................................................................................7
G. Pemeriksaan Penunjang....................................................................8
H. Komplikasi........................................................................................9
I. Pencegahan Osteoporosis.................................................................9
J. Penatalaksanaan .............................................................................10
K. Pathway..........................................................................................11
II. PROSES KEPERAWATAN...............................................................12
A. Pengkajian......................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................12
C. Tujuan.............................................................................................12
D. Intervensi Keperawatan..................................................................13
E. Evaluasi..........................................................................................15

BAB III PENUTUP  


A. Kesimpulan ....................................................................................17
B. Saran...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA   

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di negara berkembang insidensi penyakit degeneratif terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia
harapan hidup ini, maka penyakit degeneratif juga meningkat, salah satunya
adalah penyakit osteoporosis. Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di
seluruh negara dan menjadi isu global di bidang kesehatan.
WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah
tulang pada panggul karena osteoporosis akan meningkat tiga kali lipat, dari
1,7 juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data
dari International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan bahwa
seluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di
atas 50 tahun memiliki risiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis
dalam hidup mereka. Data terbaru dari International Osteoporosis Foundation
(IOF) menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita
mengalami osteoporosis.
Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah bagi sistem
pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya semakin meningkat dengan
bertambahnya usia, serta masyarakat mengadopsi pola hidup yang tidak sehat,
berkurangnya aktifitas fisik, dan diet yang tidak seimbang.
Prevalensi osteoporosis di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Untuk
memberikan gambaran umum terjadinya osteoporosis di Indonesia, telah
dilakukan tes saring menggunakan ultrasound bone density yang diadakan
pada tahun 2002 di 5 kota besar. Hasilnya menunjukan bahwa dari
keseluruhan masyarakat yang dilakukan tes saring, 35% menunjukkan hasil
yang normal, 36% menunjukkan adanya osteopenia, sedangkan 29% telah
terjadi osteoporosis.
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang
diperlukan untuk proses pematangan tulan. Pada osteoporosis terjadi
2

penguranganmasa/jaringan tulang per unit volume tulang dibandingkan


dengan keadaan normal

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud konsep penyakit Osteoporosis
2. Apa yang dimaksud konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami Konsep Teori dari Osteoporosis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami Konsep Penyakit Osteoporosis
b. Mahasiswa mampu memahami Konsep Asuhan Keperawatan
Osteoporosis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Penyakit
A. Pengertian
Osteoporosis adalah suatu kelainan metabolic tulang, laju resorpsi
tulang mengalami percepatan dan laju pembentukan tulang mengalami
perlambatan. Hasilnya adalah penurunan massa tulang. Tulang yang
mengalami osteoporosis akan kehilangan kalsium dan fosfat, menjadi
berongga, tipis, dan sangat rentan terhadap fraktur. Osteoporosis dapat
bersifat primer atau sekunder dengan penyakit penyebab.
(Lyndon Saputra ,2014).
Vicynthia tjahjadi (2002) dalam buku yang berjudul Mengenal,
mencegah, mengatasi Silent Killer Osteoporosis, osteoporosis berasal
dari kata osteo yang berarti tulang dan porous yang berarti keropos.
Osteoporosis berkaitan dengan melemahnya tulang dan membuat banyak
orang merasa kesulitan karena. Bahkan serangan yang terjadi sering tidak
disadari sehingga osteoporosis juga disebut silent disease.

B. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh.
Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik,
yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral
dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada
matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan
kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid.
Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat. Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
4

1. Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk


silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada diafisis,
terutama terdiri dari sel-sel lemak.
2. Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau
tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik.  Sumsum
merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
3. Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada
anak-anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa.
Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang
yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum
yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam
proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang
panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis
sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang
atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.
5

C. Etiologi
Perkembangan osteoporosis sangat komplek meliputi faktor-faktor
nutrisi, fisik, hormonal dan genetik. Adapun tiga faktor utama yang
mempengaruhi osteoporosis adalah :
1. Defisiensi kalsium
Hal ini dikarenakan intake kalsium dalam makanan yang
kurang/tidak adekuat. Menurunnya kalsium ada hubungannya
dengan bertambahnya usia yaitu dengan berkurangnya absorbsi
kalsium, tidak adekuatnya intake vitamin D atau penggunaan obat-
obatan (heparin, alkohol, antasida ikatan fosfat,, kortikosteroid,
fenitoin, isoniazid) dalam jangka waktu lama.
2. Kurangnya latihan yang teratur.
Imobilisasi dapat menyebabkan proses menurunnya massa tulang.
Olahraga atau latihan yang teratur dapat mencegah penurunan
masssa tulang. Tekanan-tekanan mekanis pada latihan akan
membuat otot-otot berkontraksi yang dapat merangsang formasi
tulang.
3. Perbedaan jenis kelamin.
Hormon-hormon reproduksi mempengaruhi kekuatan tulang. Pada
wanita post menopouse, hormon reproduksi dan timbunan kalsium
tulang menurun. Hormnon yang sangat menurun adalah estrogen.
Dengan demikian wanita lebih cepat dan berisiko mengalami
osteoporosis daripada laki-laki. Padda laki-laki osteoporosis terjadi
setelah usia 70 tahun.
Selain tiga hal tersebut di atas, gangguan kelenjar endokrin dapat
menyebabkan osteoporosis yaitu penyakit chusing, thyrotoxicosis atau
hipersekresi kelenjar adrenal. Faktor risiko terjadinya osteoporosis
antarra lain : kurang terkena sinar matahari, alkoholisme, banyak
mengkonsumsi nikotin (perokok) dan kafein, kurang aktivitas fisik, ada
riwayat keluarga dengan osteoporosis. 
6

D. Patofisiologi
Setelah menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan
kemudian tidak diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit
diproduksi. Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang
dan kerusakan tulang. Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan
tulang tidak lagi bisa diimbangi dengan pembentukan tulang. Untuk
diketahui, osteoklas merusak tulang selama 3 minggu, sedangkan
pembentukan tulang membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan demikian,
seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai saat
memasuki menopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.
akibatnya

MENOPAUSE OSTEOBLAS MAKIN SEDIKIT DIPRODUKSI

terjadilah
KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA PEMBENTUKAN TULANG DAN KERUSAKAN TULANG

menyebabkan

OSTEOKLAS MENJADI LEBIH DOMINAN DAN KERUSAKAN TULANG TIDAK LAGI BISA DIIMBANGI DENGAN
KERUSAKAN TULANG

SEIRING BERTAMBAH USIA , TULANG – TULANG SEMAKIN KEROPOS ( DIMULAI SAAT MEMASUKI
MENOPAUSE

OSTEOPOROSIS

E. Manifestasi klinis
1. Nyeri punggung dan nyeri yang menjalar ke badan (kolap vertebra)
2. Keterbatasan gerak fleksi pada tulang belakang dan lebih parah lagi
dengan ekstensi.
3. Kifosis (punggung bongkok/humped back)
4. Penurunan tinggi badan
5. Tampak lebih tua
6. Spasme otot
7. Nyeri yang berkembang lambat selama beberapa tahun
7

8. Suara gemeretak dengan nyeri mendadak pada punggung bagian


bawah ketika membungkuk atau mengangkat.
F. Klasifikasi
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer terjadi pada wanita pascamonopouse yang
sering terjadi 51-75 tahun dan pada pria usia lanjut. Pada wanita
biasanya disebabkan oleh pengaruh hormonal yang tidak seefektif
biasanya. Hormon estrogen yang berfungsi melindungi tulang dalam
tubuh malah berkurang jumlahnya. Osteoporosis primer pada wanita
biasanya disebut sebagai osteoporosis postmenopausal.
Sementara itu, pada pria osteoporosis primer yang terjadi adalah
osteoporosis senilis yang sering terjaadi pada usia 70-85 tahun.
Osteoporosis ini terjadi karena berkurangnya kalsium akibat penuaan
usia. Osteoporosis senilis juga bias terjadi pada wanita. Jadi, wanita
sudah lanjut usia bisa terkena osteoporosis senilis dan
postmenopausal pada kenyataannya, jumlah penderita osteoporosis
wanita lebih banyak daripada jumlah penderita pria.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu, gangguan
hormonal, dan juga kesalahan pada gaya hidup seperti konsumsi
alkohol secara berlebihan, rook, kafein, dan kurangnya aktivitas
fisik. Berbeda dengan osteoporosis primer yang terjadi karena factor
usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada orang yang masih
berusia muda. Jadi, perhatian terhadap penyakit ini sebaiknya tidak
hanya difokuskan pada orang tua saja. Orang yang masih muda pun
bias terkena osteoporosis. Sayangnya, banyak orang yang tidak
menyadari hal tersebut dan masalah melakukan gaya hidup yang bias
meningkatkan faktor resiko terkena osteoporosis. Bukan hanya ia
lebih rentan terkena osteoporosis di saat tua, ada kemungkinan pula
ia terserang di usia muda. Osteoporosis sekunder yang berkaitan
dengan penyakit juga ditemukan pada orang yang mengidap
penyakit cushing disease (kelainan hormone karena tingginya
8

kortisol dalam darah), hipertiroid (kelebihan hormone tiroid),


hiperparatiroid, gangguan ginjal kronis, anoreksia nervosa, dan
beberapa penyakit lain.
3. Osteoporosis juvenile idiopatik pada anak
Ada kalanya osteoporosis terjadi pada anak-anak atau orang
dewasa yang usianya masih muda. Biasanya penyebab osteoporosis
jenis ini berkaitan dengan osteoporosis sekunder. Meskipun begitu,
ada pula osteoporosis pada anak dan remaja yang belum diketahui
penyebabnya. Osteoporosis ini disebut sebagai osteoporosis juvenile
idiopatik. Kadar nutrisi dalam tubuh penderitanya juga normal dan
baik-baik saja. Selain itu, kadar hormone mereka termasuk kadar
normal. Jumlah penderita osteoporosis juvenile idiopatik termasuk
sedikit dan jarang ditemukan.
Sampai sekarang belum diketahui apa yang bias
menyembuhkan penyakit ini. Obat-obatan dan terapi yang diberikan
biasanya hanya cocok untuk orang dewasa atau sudah tua. Selain itu,
mereka pun harus menghindari aktivitas fisik yang mampu membuat
tulang mereka retak. Bantuan seperti tongkat penyangga kadang
dibutuhkan oleh anak-anak ini.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Mary dkk (2014) adalah sebagai
berikut :
1. Sinar X
2. Arthrogram
3. Arthroscopy
4. Biopsi
5. Bone Scan
6. Computed tomography (CT) Scan
7. Electromyography (EMG)
8. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
9. Myelography
9

10. Ultrasound
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang bisa ditimbulkan dari osteoporosis ialah
sebagai berikut :
1. Fraktur tulang panggul
2. Fraktur pergelangan tangan.
3. Fraktur columna vertebaralis dan paha.
4. Fraktur tulang iga.
5. Fraktur radius.

I. Pencegahan Osteoporosis
Upaya pencegahan osteoporosis hendaknya memperhatikan
kondisi puncak massa tulang, dimana kondisi tersebut optimal pada
masa dewasa muda. Dengan tercapainya puncak massa tulang
optimal pada masa dewasa muda, osteoporosis yang mungkin timbul
pada usia tua akan lebih ringan.
Pada umumnya puncak massa tulang akan tercapai pada usia 20
sampai 30 tahun, setelah itu akan menurun penyebab utamanya
adalah proses penuaan, absorbs kalsium menurun dan fungsi
paratiroid meningkat. Kejadian oestoponia pada wanita dengan
hipoestrogen akan menyebabkan kehilangan jaringan tulang pada
wanita 2-3% pertahun pada masa perimenipause dan halini
berlangsung terus menerus sampai 5-10 tahun pascamenapause,
sehingga mencapai ambang patah tulang. Setelah usia 65 tahun
memasuki usia geriatric tetap terjadi kehilangan massa tulang
dengan kecepatan yang lebih rendah.
Sebelum terlambat, segera lakukan cara mencegah osteoporosis
seperti berikut ini:
a. Dapatkan kalsium dan vitamin D yang dibutuhkan setiap hari.
Kalsium penting untuk membangun kekuatan tulang. Makan
makanan kaya kalsium adalah cara terbaik untuk mendapatkan
kalsium, atau Anda bisa mengonsumsi suplemen kalsium.
10

Vitamin D penting untuk melindungi tulang, dan tubuh Anda


juga membutuhkannya untuk menyerap kalsium. Anda bisa
mendapatkan vitamin D dengan mendapatkan sinar matahari
yang cukup, mengonsumsi makanan yang kaya vitamin D atau
mengonsumsi suplemen.
b. Olahraga teratur juga sebagai pencegahan osteoporosis.
Berolahraga secara rutin juga dapat menjaga kesehatan tulang,
meningkatkan stamina, kekuatan, postur tubuh, meningkatkan
fleksibilitas, keseimbangan, dan membantu mencegah
keroposnya tulang.
c. Cara mengatasi osteoporosis berikutnya adalah jangan
mengonsumsi alkohol, karena alcohol dapat mencegah
penyerapan kalsium dalam tulang. Berhentilah merokok karena
dapat meningkatkan fraktur tulang di usia tua.

J. Penatalaksanaan
1. Olahraga menahan beban
2. Bifosfonat , seperti aledronat (fosamax), ibandronat (Boniva)
dan risedronat (actonel) untuk mencegah pengeroposan tulang
dan risiko fraktur.
3. Suplementasi kalsium dan vitamin D untuk membantu
metabolisme tulang normal.
4. Raloksifen (Evista) dan kalsitonin untuk mengurangi resorpsi
tulang dan menurunkan laju penurunan massa tulang.
5. Teniparatide (Forteo) untuk membantu pembentukan tulang
baru pada pasien dengan risiko tinggi mengalami fraktur.
6. Brace punggung untuk menopang vertebra yang melemah
7. Reduksi terbuka dan fiksasi internal untuk mengoreksi fraktur
patologik femur.
8. Kalsium dan florida dalam diet.
9. Mengurangi komsumsi alkohol dan kafein, serta berhenti
merokok.
11

K. Pathway

Genetik, gaya hidup, alcohol,


penurunan produksi hormon

Kemunduran struktural Penurunan massa tulang


jaringan

Osteoporosis ( gangguan
Nyeri Kerapuhan tulang musukuloskeletal )

fraktur Osteoporosis ( gangguan


musukuloskeletal )

Defisit Perawatan Diri


Kiposis (gibbus) Keseimbangan tubuh
menurun

Perubahan bentuk tubuh, Resiko cidera


penurunan TB

Hambatan mobilitas fisik


12

II. PROSES KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan risiko mengalami


osteoporosis dan penemuan masalah yang berhubungan dengan
osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian keperawatan.
Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis
dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola
latihan, awitan menopause dan penggunaan kortikoseteoroid selain
asupan alkohol, rokok dan kafein. Setiap sengaja yang dialami pasien,
seperti nyeri pingang, konstipasi atau ganggua citra diri harus digali.

Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang kifosis


vertebrata torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas
dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan
otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktivitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi
2. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
3. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya
ileus (obstruksi usus)
4. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotic

C. TUJUAN
Sasaran umum pasien dapat meliputi pengetahuan mengenai
osteoporosis dan program tindakan, pengurangan nyeri, perbaikan
pengosongan usus dan tidak ada fraktur tambahan.
13

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan.
a. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya oeteoporosis.
b. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
c. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat
membantu mempertahankan massa tulang.
d. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci
utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi
yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
e. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium,
vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk
meminimalkan efek oesteoporosis.
f. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping
penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen
merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen
kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium
bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat
menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
g. Bila diresepkan HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya
skrining berkala terhadap kanker payudara dan endometrium.
2. Meredakan Nyeri
a. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di
tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping
selama beberapa hari.
b. Kasur harus padat dan tidak lentur.
c. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan
merelaksasi otot.
d. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki
relaksasi otot.
14

e. Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu


unit dan hindari gerakan memuntir.
f. Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus
diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari tempat tidur,
g. pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman
dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
h. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya
di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat
baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi
stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
i. opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama
setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari,
analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri. Memperbaiki
Pengosongan Usus. Konstipasi merupakan masalah yang
berkaitan dengan imobilitas,
3. Pengobatan dan lansia.
a. Berikan diet tinggi serat.
b. Berikan tambahan cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai
ketentuan dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
c. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena
bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat
mengalami ileus.
4. Mencegah Cedera.
a. Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini
sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif.
b. Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk
memperkuat otot batang tubuh.
c. Anjurkan untuk Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan
postur yang baik.
15

d. Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat


beban lama.
Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya
dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat
diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
5. Pertimbangan Gerontologik.
a. Lansia sering jatuh sebagai akibat dari bahaya lingkungan,
gangguan neuromuskular, penurunan sensor dan respons
kardiovaskuler dan respons terhadap pengobatan. Bahaya
harus diidentifikasi dan dihilangkan. Supervisi dan bantuan
harus selalu tersedia.
b. Pasien dan keluarganya perlu dilibatkan dalam perencanaan
asuhan berkeseimbangan dan program penanganan
pencegahan.
c. Lingkungan rumah harus dikaji mengenai adanya potensial
bahaya (mis. Permadani yang terlipat, ruangan yang
berantakan, mainan di lantai, binatang piaraan dibawah kaki)
dan diciptakan lingkungan yang aman (mis. Anak tangga
dengan penerangan yang memadai dengan pegangan yang
kokoh, pegangan di kamar mandi, alas kaki dengan ukuran
pas).

E. EVALUASI
1. Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program
penanganannya.
a. Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap
massa tulang
b. Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
c. Meningkatkan tingkat latihan
d. Gunakan terapi hormon yang diresepkan
e. Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
16

2. Mendapatkan peredaan nyeri


a. Mengalami redanya nyeri saat beristirahat
b. Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas
kehidupan sehari-hari
c. Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
3. Menunjukkan pengosongan usus yang normal
a. Bising usus aktif
b. Gerakan usus teratur
4. Tidak mengalami fraktur baru
a. Mempertahankan postur yang bagus
b. Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
c. Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
d. Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-
jalan setiap hari)
e. Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
f. Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
g. Menciptakan lingkungan rumah yang aman
h. Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per
unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya
fraktur terhadap trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis
ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang .
B. Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
berperan dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang
pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta
pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan
praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan
osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan
system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini
akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Iwan Sain, S. K. (2016). ASKEP pada Klien dengan Gangguan Metabolisme


Tulang(pp. 42–52). Retrieved from
http://www.stikeskusumahusada.ac.id/images/file/41.pdf

Saputra, Lynton. 2014.Organ System : Visual Nursing Musculoskeletal.


Pamulang: BINARUPA AKSARA Publisher.

Siti Rohmatul Laily. (2017). Relationship Between Characteristic and


Hypertension With Incidence of Ischemic Stroke. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5 (April 2017), 48–59.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i1

Syam, Y., Noersasongko, D., & Sunaryo, H. (2014). FRAKTUR AKIBAT


OSTEOPOROSIS. E-CliniC, 2(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.2.2.2014.4885

Tjahjadi, Vicynthia. 2009. Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Silent Killer.


Semarang: Pustaka Widyamara.

Anda mungkin juga menyukai