Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF

A. Konsep penyakit
1. Definisi
Gagal jantung yaitu suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau peningkatan tekanan pengisian diastolik dari ventrikel
kiri atau keduanya, sehingga tekanan kapiler paru meningkat (ilmu penyakit
dalam).
Dekompensasi kordis (gagal jantung) merupakan keadaan abnormal dimana
terdapat gangguan fungsi jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan jantung
dalam memompa darah keluar untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
dalam kondisi istirahat maupun aktivitas normal (murwani, 2009).
Gagal jantung (dekompensasi kordis) dapat pula dikatakan sekumpulan tanda dan
gejala yang ditandai dengan sesak nafas dan kelelahan (saat istirahat/aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (sudoyo, 2009).
Jadi gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrient dan
oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan
sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari
normal.
2. Etiologi
Menurut M.Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi (2011), etiologi dari CHF yaitu:
Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung yaitu
kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload, misalnya
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload meningkat pada kondisi
dimana terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Pada infark miokard dan
kardiomiopati, kontraktilitas miokardium dapat menurun.
Gagal jantung dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif), dibagi menjadi 2 jenis yang
dapat terjadi sendiri atau bersamaan, diantaranya:
a. Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung untuk menghasilkan
output jantung yang cukup untuk perfusi organ vital.
b. Gagal jantung diastolic yaitu kongesti paru meskipun curah jantung dan
output normal.
2) Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel kanan untuk
memberikan aliran darah yang cukup ke sirkulasi paru pada tekanan vena
sentral normal.
3. Manifestasi klinis
Manifestasi gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat latihan fisik
yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat melakukan aktivitas fisik. Namun, semakin berat kondisi gagal
jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan, dan gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Dampak dari curah jantung dankongesti yang terjadi pada system vena atau
system pulmonal antara lain : sesak dalam beraktivitas, sesak saat berbaring dan
membaik dengan melakukan elevasi kepala menggunakan bantal (ortopnea),
sesak dimalam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea), sesak saat beristirahat, nyeri
dada dan palpitasi, anoreksia, mual, kembung, penurunan berat badan, letih,
lemas, dan oliguria/nokturia. (M.Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2011)

4. Komplikasi
1) Kerusakan atau kegagalan ginjal.
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhienya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan ginjal dari
gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2) Masalah katub jantung
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat
terjadi kerusakan pada katub jantung.
3) Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4) Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal, maka semaki besar kemungkinan akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan resiko
terkena serangan jantung atau stroke. (M.Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi,
2011)
5. Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan beban kerja
jantung dan manipulasi slektif terhadap ketiga penentu fungsi utama miokardium,
baik secara sendiri maupun gabungan dari :
1) Penurunan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal
dengan menurunkan retensi cairan. Jika gejala menetap dengan
pembatasan garam yang sedang, maka diperlukan diuretic oral untuk
mengatasi retensi natrium dan air. Regimen diuretic maksimum
biasanya diberikan sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium
yang ketat.
2) Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropic meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
Mekanisme kerja dalam gagal jantung masih belum jelas.
3) Pengurangan beban akhir
Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung (aktivitas system
saraf simpatis dan system renin-angiotensin-aldosteron) menyebabkan
terjadinya vasokontriksi dan selanjutnya meningkatkan tahanan
terhadap infeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya
bebam akhir, maka kerja jantung meningkat dan curah jantung
menurun. Obat vasodilator alteri akan menekan efek negative tersebut.
(M.Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2011)

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnostik gagal jantung, maka harus berlakukan sejumlah
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. foto polos dada untuk menilai ukuran dan bentuk jantung, edema paru,
serta penyebab sesak dari paru.
2. EKG juga diperlukan untuk melihat adanya pembesaran atrium atau
ventrikel, takiaritmia atau brakiaritmia.
3. Skan jantung, tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding
4. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple) dapat menunjukkan
dimensi pembesaran bilik perubahan dalam fungsi atau struktur katup,
atau area penurunan kontraktilitas ventrikular
5. Enzim hepar, meningkat dalam gagal atau kongesti hepar
6. Elektrolit, mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
7. Analisa Gas Darah, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis
respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir). (M.Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2011)
7. Patofisiologi
Gagal jantung disebabkan interaksi yang kompleks antara faktor yang
mempengaruhi kontraktilitas, yaitu :
 Preload, yaitu derajat rengangan miokardium tepat sebelum kontraksi
 Afterload, yaitu resistensi ejeksi darah dari ventrikel kiri.
 Respon kompensasi neurohumoral dan hemodinamika selanjutnya dari
penurunan output jantung.

Penurunan afterload (atau tekanan aorta yang lebih rendah) memepercepat


kontraktilitas jantung. Tekanan yang tinggi atau peningkatan afterload,
mengurangi kontraktilitas dan menyebabkan beban kerja jantung yang lebih
tinggi.

Output jantung ditentukan oleh volume curah jantung dikali dengan


denyut jantung. Volume curah jantung ditentukan oleh preload, kontraktilitas,
dan meningkatkan kekuatan kontraktilitas. Namun, peregangan yang
berlebihan menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan kontraktilitas
meningkatkan volume curah jantung. Namun, jika berlebihan maka kebutuhan
oksigen menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan afterload dapat
mengurangi volume curah jantung. Denyut jantung yang dipengaruhi oleh
sistem saraf otonom dapat meningkatkan output jantung hingga denyut
jantung berlebihan (<160 denyut/menit), dimana durasi diastolik memendek,
seta mengurangi pengisian ventrikel dan volume curah jantung.

Sejumlah mekanisme kompensasi untuk mengurangi output jantung


teraktivasi. Pada awalnya, sistem saraf simpatis akan terstimulasi yang
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kontraksi jantung, vasokontriksi,
dan sekresi hormon antidiuretik. Kontriksi vena dan hormon antidiuretik
meningkatkan preload. Mekanisme ini membantu mengembalikan output
jantung hingga melebihi batas, kemudian kebutuhan oksigen miokard dan
preload dan berlebihan menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
dekompensasi.

Penurunan output jantung dengan penurunan perfusi jantung berikutnya


juga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang menyebabkan
vasokontriksi dan retensi cairan kondisi ini meningkatkan preload dan output
jantung sehingga preload berlebihan dan terjadi dekompensasi. (M.Asikin,
Nuralamsyah, & Susaldi, 2011)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
a. Gejala
 Cepat lelah, kelelahan sepanjang hari.
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga.
 Intoleransi aktivitas
 Dyspnea saat istirahat atau beraktivitas.
 Insomnia, tidak mampu untuk tidur telentang.
b. Tanda
 Toleransi aktivitas terbatas.
 Kelelahan.
 Gelisah, perubahan status mental, misalnya ansietas dan letargi.
 Perubahan tanda-tanda vital saat beraktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala
 Riwayat hipertensi, infark miokard baru atau akut, episode gagal
jantung sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung,
endocarditis, lupus eritmatosis sistemik (systemic lupus
erythematosus, SLE), anemia, syok sepsis.
 Pembengkakan pada tungkai dan distensi abdomen.
b. Tanda
 Tekanan darah mungkin rendah akibat kegagalan pompa jantung;
normal pada GJK ringan atau kronis; atau tinggi (kelebihan
cairan/peningkatan resistensi vascular sistemik.
 Denyut nadi teraba lemah, indikasi penurunan volume sekuncup
ventrikel.
 Denyut dan irama jantung takikardia.
 Denyut nadi perifer berkurang
 Kulit pucat atau sianosis
 Pengisian kapiler lambat
 Edema dependen, edema umum, atau edema pitting, khususnya di
ekstremitas.
 Distensi vena jugularis.
3. Eliminasi
a. Gejala
 Penurunan frekuensi berkemih, urin berwarna gelap
 Berkemih dimalam hari.
b. Tanda
 Penurunan frekuensi berkemih di siang hari dan peningkatan
dimalam hari (nokturia)
4. Makanan/cairan
a. Gejala
 Riwayat diet tinggi garam dan makanan olahan, lemak, gula, serta
kafein.
 Penurunan nafsu makan, anoreksia.
 Mual, muntah.
b. Tanda
 Peningkatan berat badan yang cepat dan terus menerus.
 Edema umum, termasuk pembengkakan pada seluruh badan atau
ekstremitas bagian bawah. Edema umum, edema pitting dan edema
brawny.
 Distensi abdomen, menandakan adanya asites atau pembengkakan
hati.
5. Neurosensory
a. Gejala
 Kelelahan
 Pusing
b. Tanda
 Latergi, kebingungan, disorientasi.
 Perubahan perilaku, iritabilitas (mudah tersinggung)
6. Nyeri/ketidaknyamanan
a. Gejala
 Nyeri dada
 Angina akut atau angina kronis
 Nyeri otot
b. Tanda
 Gelisah
 Fokus berkurang dan menarik diri
 Menjaga perilaku
7. Pernafasan
a. Gejala
 Dyspnea saat beraktivitas atau beristirahat
 Dyspnea pada malam hari sehingga mengganggu tidur.
 Tidur dengan posisi duduk atau dengan sejumlah bantal.
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum, terutama saat posisi
rekumben.
 Penggunaan alat bantu napas, misalnya oksigen atau obat obatan.
b. Tanda
 Takipnea
 Nafas dangkal
 Penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung.
 Batuk moist.
 Pada sputum, terdapat darah berwarna merah muda dan berbuih
(edema pulmonal)
 Bunyi nafas mungkin terdengar lemah, dengan adanya krakels dan
mengi.
 Pucat atau sianosis.

2. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
miokard, perubahan inotropic; perubahan irama, ritme dan konduksi listrik;
perubahan structural, misalnya kelainan pada katup dan aneurisma ventrikel.
KH : efektivitas pompa jantung yang ditandai dengan : tanda tanda vital dalam
batas wajar, tidak ada atau terkontrolnya disritmia, tidak ada gejala gagal
jantung, misalnya parameter hemodinamik dalam batas wajar dan pengeluaran
urin adekuat.
Manajemen penyakit jantung secara mandiri yang ditandai dengan :
berpartisipasi dalam kegiatan yang mengurangi beban kerja jantung.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan, serta imobilitas.
KH : berpartisipasi dalam kegiatan yang diinginkan sesuai dengan
kemampuan, dapat memenuhi perawatan diri secara mandiri.
Peningkatan toleransi aktivitas yang dibuktikan dengan berkurangnya
kelelahan dan kelemahan, serta tanda tanda vital dalam batas wajar selama
kegiatan.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (penurunan curah jantung), peningkatan produksi hormone
antidiuretic (ADH), serta retensi air dan natrium.
KH : volume cairan stabil dengan asupan dan keluaran yang seimbang, bunyi
napas dan tanda-tanda vital dalam rentang normal, berat badan stabil, serta
tidak ada edema.
3. Perencanaan
Dx 1 :
1. Auskultasi nadi apical. Catat penilaian denyut jantung, irama dan
dokumentasikan disritmia jika tersedia telemetri.
R : takikardia biasanya muncul, meskipun saat klien dalam kondisi istirahat,
untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventricular.
2. Palpasi denyut nadi perifer.
R : penurunan curah jantung dapat terlihat pada penurunan denyut nadi
radialis, popliteal, dorsalis pedis. Denyut jantung mungkin hilang timbul atau
tidak teratur saat dipalpasi.
3. Pantau tekanan darah
R : sebagian besar klien dengan gagal jantung memiliki tekanan darah sistolik
yang rendah (80-100 mmHg) karena proses penyakitnya dan efek obat yang
dikonsumsi, serta sebagian klien dapat mentoleransi tingginya tekanan darah
tanpa insiden (Wingate, 2007).
4. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
R : pucat merupakan indikasi berkurangnya perfusi perifer skunder akibat dari
curah jantung yang tidak adekuat, vasokontriksi, dan anemia.
5. Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi semirekumben di tempat tidur
atau kursi.
R : istirahat fisik harus dipertahankan pada klien dengan gagal jantung untuk
meningkatkan efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan konsumsi oksigen
miokard serta beban kerja jantung.
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pemberian oksigen
tambahan, loop diuretic (mis. Lasix), ACE inhibitor, vasodilator.
R : tambahan oksigen meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard, serta menghindari hipoksia dan iskemia.
Diuretic yang dikolaborasikan dengan retriksi garam dan air seringkali
meningkatkan kondisi klinis klien dengan gagal jantung.

Dx 2 :

1. Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas selama episode akut
atau perburukan gagal jantung, khususnya jika klien menggunakan
vasodilator, diuretic atau beta bloker.
R : hipotensi dapat terjadi saat beraktivitas akibat dari obat vasodilator dan
diuretic, atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal saat beraktivitas. Catat adanya takikardia,
disritmia, dyspnea, berkeringat dan pucat.
R : penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan pada frekuensi
denyut jantung dan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba, serta peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
3. Kaji tingkat kelelahan; evaluasi penyebab lain kelelahan, misalnya nyeri,
perawatan gagal jantung, anemia dan depresi.
R : kelelahan karena gagal jantung kronik dapat berhubungan dengan
hemodinamik, pernapasan, dan kelainan otot perifer. Kelelahan juga dapat
disebabkan oleh efek samping obat.
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pemberian program
rehabilitasi jantung secara bertahap.
R : untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi jantung yang berada dbawah
tekanan, jika disfungsi jantung tidak dapat diperbaiki seperti semula.

Dx 3 :

1. Pantau pengeluaran urin, catat jumlah dan warna, serta waktu saat diuresis
terjadi.
R : pengeluaran urin mungkin menurun dan pekat sepanjang hari karena
fungsi gin jal berkurang, etapi dapat meningkat pada malam hari karena cairan
kembali ke sirkulasi saat klien berbaring.
2. Pantau keseimbangan asupan dan keluaran cairan selama 24 jam.
R : terapi diuretic dapat menyebabkan kehilangan cairan secara tiba-tiba atau
berlebihan, menyebabkan terjadinya hypovolemia, walaupun edema dan
ansites tetap terjadi pada klien dengan gagal jantung.
3. Pertahankan kursi atau Kasur dalam posisi semi-fowler selama fase akut.
R : posisi berbaring dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan menurunkan
produksi ADH, sehingga meningkatkan diuresis.
4. Auskultasi suara napas, catat adanya perubahan, misalnya krakels dan mengi.
Catat adanya dyspnea nocturnal paroksimal, dan batuk terus-menerus.
R : kelebihan volume cairan sering kali menyebabkan kongesti paru. Gejala
edema paru menunjukkan adanya kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukan terjadinya peningkatan kongesti paru.

Referensi

Asikin, M.2011.Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Kardiovaskuler.Jakarta:Erlangga


Bararah, Taqiyyah.2013.Asuhan Keperawatan:Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional.Jakarta:Prestasi Pustaka Raya

Mutaqqin, A.2014.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika.

Murwani, Arita. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Cetakan ke 2. Yogyakarta: Fitra
Maya

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai