Anda di halaman 1dari 34

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

2.1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Termoregulasi: Hipertermi
2.1.1. Definisi Hipertermi
Kebutuhan dasar manusia merupakan hal yang penting dalam
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow adalah sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami
hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan.
Hierarki kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan
prioritas. Tingkatan yang paling dasar atau yang pertama meliputi kebutuhan
fisiologis seperti oksigenasi, nutrisi, cairan, eliminasi, temperatur, tempat tinggal
dan seks. Tingkatan yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan keamanan
yang melibatkan keamanan fisik dan psikologis. Tingkatan yang ketiga mencakup
kebutuhan cinta dan rasa memiliki termasuk persahabatan, hubungan sosial dan
cinta seksual. Tingkatan yang keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan
harga diri yang melibatkan percaya diri, merasa berguna, penerimaan dan
kepuasan diri. Tingkatan yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Menurut
teori Maslow seseorang yang seluruh kebutuhannya terpenuhi merupakan orang
yang sehat, dan sesorang dengan satu atau lebih kebutuhan yang tidak terpenuhi
merupakan orang yang berisiko untuk sakit atau mungkin tidak sehat pada satu
atau lebih dimensi manusia (Potter &Perry, 2005)
Salah satu kebutuhan fisiologis yang harus dipertahankan oleh individu
adalah kebutuhan termoregulasi. Menurut Potter and Perry (2005), tubuh manusia
dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang temperatur yang terbatas atau
sempit yaitu 370C (98,60F) ± 10C. Temperatur tubuh di luar rentang ini dapat
menimbulkan kerusakan dan efek yang permanen seperti kerusakan otak atau
bahkan kematian. Secara sementara tubuh dapat mengatur temperatur melalui
mekanisme tertentu. Terpajan pada panas yang berkepanjangan dapat
meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan meningkatkan kebutuhan oksigen

Universitas Sumatera Utara


jaringan. Pemajanan pada panas yang lama dan berlebihan juga mempunyai efek
fisiologis yang khusus salah satunya adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kenaikan suhu tubuh
merupakan bagian dari reaksi biologis kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh
susunan saraf pusat. Demam sendiri merupakan gambaran karakteristik dari
kenaikan suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit infeksi dan non-infeksi
(Sarasvati, 2010).
Selama episode febris, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang
meningkat menurunkan konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan
pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus
menstimulasi interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga
berfungsi sebagai tujuan diagnostik. Selama demam, metabolisme meningkat dan
konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap
derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrien. Metabolisme yang
meningkat menggunakan enegri yang memproduksi panas tamabahan (potter dan
perry, 2005)
Menurut Tamsuri(2007), suhu tubuh dibagi :
a. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 360C
b. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 360C – 37,50C
c. Febris/pireksia, bila suhu tubuh antara 37,50C – 400C
d. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 400C.
2.1.2. Pola Demam
Menurut Potter & Perry (2005), demam merupakan mekanisme pertahanan
yang penting. Peningkatan ringan suhu sampai 390C meningkatkan sistem imun
tubuh. selama episode febris, produksi sel darah putih disimulasi. Suhu yang
meningkat menurunkan kosentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan
pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus
menstimulasi interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga
berfungsi sebagai tujuan diagnostik. Pola demam berbeda bergantung pada
pirogen. Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakhir puncak demam dan
turun dalam waktu yang berbeda. Durasi dan derajat demam bergantung pada
kekuatan pirogejn dan kemampuan individu untuk berrespon. Pola demam
antaralain:
1. Terus menerus
Tingginya menetap lebih dari 24 jam bervarisai 10C sampai 20C.
2. Intermiten
Demam memuncak secara berseling dengan suhu normal. Suhu kembali
normal paling sedikit sekali dalam 24 jam.
3. Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat suhu normal.
4. Relaps
Periode episode demam diselingi dengan tingkat suhu normal. Episode
demam dan normotermia dapat memanjang lebih dari 24 jam.
2.1.3. Tipe dan Jenis Demam
Menurut Nelwan (2007) ada beberapa tipe demam yang mungkin
dijumpai antara lain:
1. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada
pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
2. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap
dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di
antara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Menurut Samuelson (2007), jenis demam terdiri dari:
1. Demam Fisiologi
Demam ini cenderung normal dan sebagai penyesuaian terhadap fisiologis
tubuh, misalnya pada orang yang mengalami dehidrasi dan tingginya
aktivitas tubuh (olahraga).
2. Demam Patologis
Demam ini tidak lagi dikatakan sebagai demam yang normal. Demam
yang terjadi sebagai tanda dari suatu penyakit. Demam patologis terbagi
lagi menjadi dua sebagai berikut:
a. Demam Infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38°C.
Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (flu, cacar, campak, SARS,
flu burung, dan lain-lain), jamur, dan bakteri (tifus, radang
tenggorokan, dan lain-lain).
b. Demam Non Infeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Potter dan Perry (2005) banyak faktor yang mempengaruhi suhu
tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam tentang normal terjadi ketika hubungan
antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau
perilaku.
1. Usia
Pada saat lahir, bayi mekanisme kontrol suhu masih imatur. Menurut
Whaley and Wong yang dikutip oleh Potter dan Perry (2005), suhu tubuh
bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan.
Oleh karena itu pakaian yang digunakan juga harus cukup dan paparan
terhadap suhu lingkungan yang ekstrem perlu dihindari. Bayi yang baru
lahir pengeluaran lebih dari 30% suhu tubuhnya melalui kepala dan oleh
sebab itu bayi perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah
pengeluaran panas. Bila terlindungi dari lingkungan yang ekstrem, suhu
tubuh bayi dipertahankan pada 35,50C sampai 39,50C. Produksi panas akan
meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki masa anak-anak.
Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai masa pubertas.
Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati
masa lansia.
2. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,50 sampai 10C selama periode 24 jam.
Bagaimana pun, suhu merupakan irama paling stabil pada manusia. suhu
tubuh biasanya paling rendah antara pukul 01.00 dan 04.00 dini hari.
Sepanjag hari suhu tubuh akan naik sampai sekitar pukul 18.00 dan
kemudian turn seperti pada dini hari.
3. Stres
Sterss fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologis tersebut meningkatkan
panas. Klien yang cemas saat mauk rumah sakit atau tempat praktik dokter
suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal.
4. Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam
ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu
tubuh melalui mekanisme-mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh
akan naik.
2.2. Proses Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Termoregulasi:
Hipertermi
2.2.1. Pengkajian Keperawatan
Tempat
Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh.
Pengukuran suhu yang dilakukan membutuhkan peralatan yang dipasang invasif
tetapi dapat digunakan secara intermitten. Tempat yang paling sering digunakan
untuk pengukuran suhu seperti oral, rektal, aksila, dan kulit yang mengandalkan
sirkulasi efektif darah pada tempat pengukuran yang mana panas dari darah
dialirkan ke termometer. Pengukuran suhu tubuh harus dilakukan selama setiap
fase demam. Selain itu kaji juga faktor-faktor yang memberat peningkatan suhu
tubuh seperti dehidrasi, infeksi ataupun suhu lingkungan serta identifikasi respon
fisiologis terhadap suhu seperti ukur semua tanda vital, observasi warna kulit, kaji
suhu kulit dan observasi adanya mengiggil atau diaforesis.
Menurut Pontious et al yang dikutip oleh Potter dan Perry (2005), untuk
memastikan bacaan suhu yang akurat, tempat yang hendak diukur harus diukur
secara akurat. Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat pengukuran,
tetapi harus antara 360C dan 380C. Walaupun temuan riset dari banyak penelitian
didapati bertentangan; secara umum diterima bahwa suhu rektal biasanya 0,50C
lebih tinggi dari suhu oral dan suhu aksila 0,50C lebih rendah dari suhu oral .
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Perawat mengkaji temuan pengkajian dan pengelompokkan karakteristik
yang ditentukan untuk membuat diagnosa keperawatan. Misalnya, pada
peningkatan suhu tubuh, kulit kemerahan, kulit hangat saat disentuh, dan
takikardia menandakan diagnosisi hipertermia. Diagnosa keperawatan
mengidentifikasi faktor risiko pasien terhadap perubahan suhu tubuh atau
perubahan suhu aktual. Jika pasien memiliki faktor yang meningkatkan perubahan
suhu.
Pada hipertermia, faktor yang berhubungan dengan aktivitas yang berat
akan menghasilkan intervensi yang sangat berbeda daripada faktor yang
berhubungan dengan ketidakmampuan atau berkeringat. Beratnya perubahan suhu
dan efeknya, disertai dengan status kesehatan pasien secara umum, akan
mempengaruhi prioritas perawat dalam merawat pasien (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa Keperawatan Nanda Termoregulasi
Risiko perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan:
 Pakaian tidak sesuai
 Cedera sistem saraf pusat
 Paparan terhadap lingkungan (panas/ dingin)
 Kerusakan sistem termoregulasi
Termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan:
 Imaturitas
 Perubahan fisiologis penuaan
 Cedera sistem saraf pusat
 Suhu lingkungan
Hipertermia yang berhubungan dengan :
 Peningkatan laju metabolik
 Pakaian tidak sesuai
 Paparan terhadap lingkungan yang panas
 Tidak dapat berkeringat
 Medikasi
 Aktivitas banyak dan berat
 Proses infeksi (disebabkan oleh bakteri/ virus).
2.2.3. Perencanaan (Intervensi) Keperawatan
Pasien yang berisiko mengalami perubahan suhu membutuhkan rencana
perawatan individu yang ditunjukkan dengan mempertahankan normotermia dan
mengurangi faktor risiko. Hasil yang diharapkan ditetapkan untuk menentukan
kemajuan ke arah kembalinya suhu tubuh ke batas normal. Misalnya, hasil dari
masukan yang sama dengan haluaran penting untuk menetapkan cairan yang
diberikan perawat untuk menagani risiko pasien terhadap ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
Pendidikan penting sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam
mempertahankan normotermia. Hal ini terutama sekali penting pada kasus orang
tua yang perlu mengetahui bagaimana bertindak bila pada bayi atau anak mereka
terjadi perubahan suhu di rumah. Rencana perawatan bagi pasien dengan
perubahan suhu yang aktual berfokus pada pemulihan normotermia,
meminimalkan komplikasi dan meningkatkan kenyamanan (Potter &Perry, 2005).
Tabel 2.1. Proses Diagnostik Keperawatan terhadap Termoregulasi
Aktivitas Pengkajian Batasan Karakteristik Diagnosa Keperawatan
 Ukur tanda vital  Peningkatan suhu Hipertemia berhubungan
termasuk suhu tubuh, tubuh di atas batas dengan peningkatan laju
nadi, pernapasan. normal metabolik
 Palpasi kulit  Takikardia
 Observasi penampilan  Takipnea
dan perilaku pasien  Kulit hangat
saat berbicara atau  Gelisah
istirahat  Tampak kemerahan

 Kaji perubahan suhu,  Peningkatan suhu Kekurangan volume


nadi, pengisian tubuh cairan berhubungan
kapilaerdan tekanan  Takikardia dengan hipertermia
darah  Hipotensi
 Observasi kekeringan  Kulit dan membran
membran mukosa mukosa kering
mulut, hidung, mata,  Haus
dan kulit, cubit kulit  Penurunan turgor kulit
untuk melihat kerutan  Masukan cairan
yang lambat, elastik berkurang
 Pantau dengan cermat  Urine pekat
masukan dan tingkat
haluaran terhadap
masukan yang lebih
sedikit dari haluaran

Tabel 2.2. Rencana Asuhan Keperawatan untuk Hipertermia berhubungan


dengan paparan terhadap lingkungan yang panas
Hasil yang
Tujuan Intervensi Rasional
diharapkan
Pasien akan  Suhu tubuh  Pertahankan  Suhu ruangan
kembali ke turun paling suhu ruangan sekitar dapat
batasan suhu sedikit 10C 210C kecuali meningkatkan
tubuh yang setelah terapi. jika pasien suhu tubuh.
normal.  Suhu tubuh mengigil. namun,
tetap sama menggigil harus
antara 360C dihindari karena
sampai 370  Berikan meningkatkan
sampai paling asetaminofen suhu tubuh
sedikit 24 jam sesuai program (Guyton, 1991)
medik apabila  Antipiretik
suhu lebih menurunkan set
tinggi dari point.
390C
Keseimbangan  Masukan akan  Anjurkan Cairan keluar
cairan elektrolit seimbang cairan PO melalui kehilangan
akan dengan sebagai pilihan air tidak kasat
dipertahankan haluaran pasien tiap 4 mata yang
 Tidak ada jam membutuhkan
bukti adanya penggantian.
hipotensi
postural
selama
ambulasi

2.2.4. Pelaksanaan (Implementasi) Keperawatan


Prosedur yang digunakan untuk mengintervensi dan mengatasi naiknya
suhu bergantung pada penyebab demam, efek yang merugikan, kekuatan,
intensitas, durasinya. Dokter dapat mencoba demam dengan mengisolasi pirogen
penyebab. Perawat mengambil kultur spesimen untuk analisis laboratorium seperti
urine, darah, sputum, dan tempat luka.
Pengumpulan spesimen ini memerlukan teknik aseptik yang tepat untuk
menghindari masuknya organisme dari luar yang dapat mempengaruhi hasil
kultur. Dokter akan menginstruksikan pemberian obat antibiotik setelah kultur
didapat. Pemberian antibiotik akan menghancurkan bakteri pirogen dan
menghilangkan stimulus tubuh terhadap demam. Perawat memberikan antibiotik
dengan tepat dan mengajarkan pasien mengenai pentingnya mengkonsumsi dan
melanjutkan antibiotik sampai pengobatan selesai.
Terapi keperawatan nonfarmakologis juga dapat digunakan untuk
menurunkan demam dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi, konduksi, konveksi, atau radiasi. Secara tradisional perawat telah
menggunakan mandi tepid sponge, mandi dengan menggunakan larutan air-
alkohol, kompres es pada daerah aksila dan lipatan paha dan kipas angin.
Menurut Morgan yang dikutip oleh Potter and Perry (2005), riset terbaru
tidak ada menunjukan keuntungan dari metode-metode ini dibanding medikasi
antipiretik. Selimut yang didinginkan dengan mensirkulasi air yang dihantarkan
oleh unit yang menggunakan motor, meningkatkan pengeluaran panas konduktif.
Perawat harus mengikuti instruksi dalam menggunakan selimut hipotermia karena
jika salah menggunakannya akan menyebabkan terjadinya risiko rusaknya kulit
dan “freeze burn” menempatkan selimut mandi di antara pasien dan selimut
hipotermia serta dianjurkan membungkus ekstermitas distal.
Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan kenyamanan, menurunkan
kebutuhan metabolik dan memberi nutrisi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi (Potter and Perry, 2005)
2.2.5. Evaluasi Keperawatan
Semua evaluasi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan respons
aktual pasien terhadap hasil yang diharapkan dari rencana keperawatan. Setelah
semua intervensi, perawat mengukur suhu pasien untuk mengevaluasi perubahan.
Selain itu, perawat menggunakan tindakan evaluatif lain seperti palpasi kulit dan
pengkajian nadi dan respirasi. Jika terapi efektif, suhu tubuh akan kembali ke
batas normal, tanda-tanda vital yang lain akan stabil dan pasien akan menyatakan
rasa nyaman.
Tabel 2.3. Evaluasi Intervensi terhadap Hipertermia
Tujuan Tindakan Evaluasi Hasil yang Diharapkan
 Suhu tubuh pasien  Pantau suhu tubuh  Suhu tubuh turun
akan kembali ke setelah intervensi paling sedikit 10C
batas normal (misalnya, medikasi setelah terapi
antipiretik)  Suhu tubuh tetap
berada antara 360 dan
0
38 selama paling
sedikit 24 jam
 Keseimbangan cairan  Pantau suhu tubuh  Kadar elektrolit tetap
elektrolit akan setiap 4 jam dalam batas normal
dipertahankan  Ukur kadar masukan  Masukan seimbangan
dan haluaran dengan haluaran

2.3. Asuhan Keperawatan pada Kasus dengan Gangguan Termoregulasi:


Hipertermi pada An. N di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan.
2.3.1. Pengkajian
1. Biodata
Identitas Pasien
Nama : An. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Menegah Pertama (SMP)
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jalan Amal Luhur No. 23 B Kec. Medan Helvetia
Tanggal Masuk RS : 18 Juni 2013
No. Register : 00. 88. 96
Ruangan/kamar : IX Bedah Anak/ kamar No. 5
Golongan Darah :O
Tanggal Pengkajian : 18-19 Juni 2013
Tanggal operasi : 18 Juni 2013
Diagnosa Medis : Post Appendictomy hari 1
II. Genogram Keluarga

III.

H
H

An.N
Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan

Meninggal dunia

---------------- : Tinggal serumah


III. Keluhan utama
Setelah menjalankan pembedahan appendictomy, Pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh (demam) dengan suhu 380C dan pasien juga
mengeluh mengalami nyeri pada bagian inguinalis kanan, tepatnya pada
daerah yang mengalami insisi pembedahan setelah dikaji skala nyeri yang
dirasakan pasien 3.
IV. Riwayat Kesehatan Sekarang
A. Provocative/ palliative
1. Apa penyebabnya
Tindakan operasi yang dijalankan (apenddictomy).
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan
Dengan terapi yang diberikan dari rumah sakit
B. Quantity/ quality
1. Bagaimanana dirasakan
Pasien mengatakan badannya terasa lemas, panas sehingga untuk
menurunkan panas tubuh pasien, ibu pasien disarankan untuk
memberikan kompres hangat di daerah kening dan memberikan
pasien dan istirahat.
2. Bagaimana dilihat
Pada saat pengkajian dilakukan diperoleh temperatur pasien 380C,
pasien terlihat lemas, wajah pasien terlihat kemerah-merahan dan
berkeringat, mukosa bibir kering.
C. Radiation
1. Dimana lokasinya
Pasien mengatakan seluruh badannya terasa panas.
2. Apakah menyebar
Pasien mengatakan demam yang dirasakannya pada seluruh
badannya.
D. Severity
Peningkatan suhu yang dialami oleh An. N adalah 380C dan nyeri
yang dirasakan oleh An. N dengan skala 3.
E. Time
Peningkatan suhu yang dirasakan oleh An. N berlangsung selama dua
hari sedangkan nyeri yangdirasakan hanya berlangsung selama satu
hari dengan kurun waktu sekitar 2 menit saja.
V. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
A. Penyakit yang pernah dialami
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami penyakit yang
serius. Penyakit yang sering dialami oleh pasien hanya migrain, batuk
dan flu saja.
B. Pengobatan / tindakan yang dilakukan
Ibu pasien mengatakan jika migrain, batuk dan flu pasien kambuh,
pasien hanya diberikan obat yang dibeli dari warung.
C. Pernah dirawat/ dioperasi
Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit dan ini pertama kalinya passien dirawat di rumah sakit.
D. Alergi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien alergi terhadap semua makanan
seafood terkhususnya kepiting
E. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan imunisasi yang diberikan pada pasien sewaktu
masih kecil hanyalah imunisasi BCG yang diberikan saat pasien lahir
dan bidan di rumah sakit yang memberikan saat menolong ibu pasien
melahirkan.
VI. Riwayat Kesehatan Keluarga
A. Orang tua
Ibu pasien mengatakan tidak ada penyakit tertentu yang diderita oleh
keluarga. Hanya terkadang ibu mengalami migrain. Dan untuk
meredakan migrain tersebut ibu hanya membeli obat yang ada
diwarung dekat rumah.
B. Saudara kandung
Dalam keadaan sehat dan tidak ada menderita penyakit yang serius
C. Penyakit keturunan yang ada
Ibu pasien mengatakan tidak ada penyakit serius yang diderita oleh
keluarga.
D. Anggota keluarga yang meninggal
Ibu pasien mengatakan bahwa belum lama ini kakek pasien
meninggal.
E. Penyebab keluarga meninggal
Penyebab kakek pasien meninggal karena beliau sudah tua tetapi tidak
karena menderita penyakit yang serius.
VII. Riwayat Keadaan Psikososial
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Ibu pasien mengatakan bahwa penyakit yang diderita pasien saat ini
adalah penyakit serius yang pertama kali pasien rasakan dan terjadi
karena kebiasaan buruk pasien sendiri yang suka makan makanan
pedas dan tidak suka makan makanan yang berserat seperti sayuran
B. Konsep diri:
 Gambaran diri
Pasien merasa semenjak di rawat di rumah sakit dia selalu
diperhatikan oleh anggota keluarganya.
 Peran diri
Pasien merupakan anak perempuan 1 yang mengalami post
Appendictomy.
 Identitas
Pasien merupakan orang yang mudah untuk beradaptasi menerima
penyakitnya dan berusaha menjalani anjuran dan terapi pengobatan
agar kondisinya dapat membaik.
 Ideal diri
Pasien berharap Tuhan dapat memberikan kesembuhan terhadap
penyakitnya agar dapat beraktivitas seperti biasanya.
 Harga diri
Pasien merasa lebih diperhatikan oleh anggota keluarganya.
C. Keadaan emosional
Saat diajak bicara pasien cukup kooperatif dan afek datar
D. Hubungan sosial
 Orang yang berarti
Pasien mengatakan bahwa pasien sangat dekat dengan ibunya
karena mulai dari kecil, ibunya yang merawat dan mengurusi
pasien.
 Hubungan dengan keluarga
Pasien mengatakan hubungannya dengan keluarga baik hanya saja
hubungan pasien dengan ayahnya kurang baik karena pasien tidak
tahu kondisi dan keberadaan ayahnya.
 Hubungan dengan orang lain
Hubungan pasien dengan orang lain baik, buktinya ada beberapa
guru yang mengajar disekolah pasien yang datang menjenguk
pasien di rumah sakit, tetangga serta teman-teman sepermainan
pasien datang juga untuk menjenguk pasien di rumah sakit.
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak ada hambatan untuk berhubungan dengan
orang lain karena pasien merasa bahwa dirinya mudah untuk
berinteraksi dengan orang lain.
E. Spiritual
 Nilai dan keyakinan
Pasien menganut agam Islam
 Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan kegiatan ibadah yang selalu dijalankan adalah
sholat 5 waktu dan mengaji disekitar rumah setiap malam hari pada
hari Senin hingga Kamis, Sabtu dan Minggu
VIII. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum
Pasien terliohat lemas, berkeringat mengalami peningkatan suhu tubuh
dengan temperatur 380C, Tekanan darah 110/ 70 mmHg, pernapasan
24x/ i, denyut nadi 94x/ i pasien juga mengeluh nyeri pada bagian
abdomen kanan bawah (bagian abdomen yang dioperasi) dengan skala
nyeri 3, kesadaran compos mentis dengan tingkat kesadaran (GCS) 15.
B. Tanda-tanda vital
 Suhu tubuh : 380C
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 94 x/i
 Pernafasan : 24 x/i
 Skala nyeri 3
 TB : 145 cm
 BB : 48 kg
C. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala dan rambut
 Bentuk
Normal dan simetris.
 Kulit kepala
Tidak ada peradangan maupun bekas luka di daerah kepala
yang merusak integritas jaringan kulit kepala, tidak ada
ketombe.
2) Rambut
 Penyebaran dan keadaan rambut
Rambut pasien menyebar secara merata pada kepala, tidak
rontok, berwarna hitam, pertumbuhan rambut baik, tidak ada
ketombe, rambut berbentuk gelombang
 Bau
Ada bau yang khas saat pengkajian dilakukan karena pasien
mengaku sudah 2 hari sebelum operasi pasien tidak mencuci
rambut.
 Warna rambut
Warna rambut hitam, tidak ada ketombe.
3) Wajah
 Warna kulit wajah: kemerah-merahan
 Struktur wajah
Simetris antara pipi kanan dan kiri, simetris antara mata kanan
dan kiri, ada jerawat di sekitar pipi kanan.
4) Mata
 Kelengkapan dan kesimetrisan
Organ mata terlihat dalam keadaan lengkap dan simetris.
 Palpebra
Palpebra pasien dalam keadaan normal, tidak ada oedem pada
daerah palpebra pasien antara kiri dan kanan.
 Konjungtiva dan sklera
Konjungtiva pasien terlihat sedikit anemis dan sklera pasien
terlihat bersih dengan warna putih dan tidak ada ikterik.
 Pupil
Pupil dalam keadaan simetris antara pupil kiri dan kanan dan
isokor.
 Kornea dan iris
Kornea dan iris simetris dan dalam bentuk serta warna yang
normal.
 Visus
Visus dalam keadaan normal.
 Tekanan bola mata
Normal.
5) Hidung
 Tulang hidung dan posisi septum nasi
Tulang hidung dalam keadaan normal, septum nasi dalam
keadaan normal, tidak ada pembengkakan pada bagian dalam
hidung pasien, tidak ada nyeri tekan pada bagian sinus
maksilaris, frontalis dan sinus etmoideus.
 Lubang hidung
Lubang hidung dalam keadaan simetris.
 Cuping hidung
Pasien tidak bernafas dengan cuping hidung.
6) Telinga
 Bentuk telinga
Bentuk aurikula (daun telinga) dalam keadaan normal dan
simetris.
 Ukuran telinga
Ukuran telinga dalam keadaan normal dan simetris antara kiri
dan kanan.
 Lubang telinga
Lubang telinga ada dan diameter lubang telinga dalam keadaan
normal dan simetris antara kiri dan kanan.
 Ketajaman pendengaran
Ketajaman pendengaran pasien baik.
7) Mulut dan faring
 Keadaan bibir
Mukosa bibir terlihat kering dan terlihat sedikit pecah-pecah.
 Keadaan gusi dan gigi
Gusi dalam keadaan baik, warna gusi merah muda, ada
beberapa gigi yang terlihat karangan diantaranya gigi seri
bagian bawah 2 buah dan gigi geraham, gigi lengkap.
 Keadaan lidah
Keadaan lidah cukup baik, papula lidah tampak sedikit pucat.
 Orofaring
Orofaring terlihat baik berwarna merah muda.
8) Leher
 Posisi trakea
Posisi trakea dalam keadaan baik, tidak ada massa yang teraba
 Thyroid
Tidak ada pembengkakkan pada kelenjar thyroid.
 Suara
Suara pasien terdengar normal tetapi sedikit terdengar lemah.
 Kelenjar limfa
Tidak ada pembengkakan kelenjar limfa.
 Vena jugularis
Vena jugularis teraba.
 Denyut nadi karotis
Denyut nadi karotis teraba dan frekuensinya sama dengan
frekuensi denyut nadi radialis.
9) Pemeriksaan integumen
 Kebersihan
Kebersihan integumen pasien cukup bersih, tidak ada ruam
ataupun jejas pada daerah sekitar kulit.
 Kehangatan
Akral hangat.
 Warna
Warna kulit sawo matang.
 Turgor
Turgor kulit dalam keadaan baik, tidak terlihat adanya edema
pada daerah ekstermitas.
 Kelembaban: integumen masih dalam keadaan lembab.
 Kelainan pada kulit
Tidak ada kelainan (jejas dan penyakit kulit lainnya) kulit
pasien.
10) Pemeriksaan payudara dan ketiak
 Ukuran dan bentuk
Ukuran dan bentuk payudara dalam keadaan normal dan
simetris antara kiri dan kanan.
 Warna payudara dan areola
Warna payudara sama dengan warna kulit yaitu sawo matang
dan warna areola juga sawo matang.
 Kondisi payudara dan putting
Payudara dan putting dalam keadaan normal, simetris antara
kiri dan kanan, cukup bersih dan tidak ada kelainan pada
payudara dan ketiak pasien.
11) Pemeriksaan thoraks/ dada
 Inspeksi thoraks
Thoraks pasien dalam keadaan normal, tidak terlihat kelainan
pada bentuk thoraks pasien, tidak ada kelainan pada bentuk
tulang belakang pasien, dan terlihat adanya retraksi dada.
 Pernafasan
Sifat pernapasan pasien terlihat kombinasi antar pernapasan
dada dan pernapasan perut, ritme pernapasan takipnea dengan
frekuensi 24x/i.
 Tanda kesulitan bernafas
Tidak ada tanda kesulitan saat pasien bernapas.
12) Pemeriksaan paru
 Palpasi getaran suara
Adanya vocal fremitus yang simetris antara kanan dan kiri.
 Perkusi
Terdengar sonor pada saat memperkusi paru-paru pasien.
 Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler dan tidak ada terdengar bunyi suara
nafas tambahan.
13) Pemeriksaan jantung
 Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi
Tidak ada pembengkakkan saat dipalpasi.
 Perkusi
Saat dilakukan perkusi terdengar suara pekak.
 Auskultasi
Saat dilakukan auskultasi tidak terdengar suara tambahan.
14) Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi
Adanya luka insisi yang terlihat pada daerah inguinalis kanan
pasien sepanjang 12 cm, tidak terlihat ada penonjolan pada
bagian-bagian abdomen yang lain, abdomen terlihat dalam
keadaan simetris.
 Auskultasi
Terdengar bunyi peristaltik tetapi agak melemah, terdengar
suara arteri abdominalis pasien.
 Perkusi
Terdengar bunyi timpani.
 Palpasi
Tidak teraba massa pada abdomen pasien.
15) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
 Genitalia
Rambut pubis menyebar secara merata, lubang uretra ada dan
tidak mengalami kelainan.
 Anus dan perineum
Anus dan perineum ada dalam bentuk yang normal dan tidak
ada mengalami kelainan.
16) Pemeriksaan muskoloskeletal/ ekstermitas (kesimetrisan,
kekuatan otot, edema)
Muskoloskeletal pasien pada setiap ekstermitas dalam keadaan
normal, tidak ada kelaianan dan simetris antara yang kiri dan
kanan, kekuatan otot pasien 100%, tidak ada edema.
17) Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis)
 Nervus 1 (olfaktorius)
Penciuman pasien dalam keadaan baik, pasien dapat
membedakan bau-bauan yang ada disekitarnya.
 Nervus 2 (optikus)
Penglihatan pasien masih dalam keadaan baik, pasien dapat
membaca dengan jarak ± 30 cm.
 Nervus 3 (okulomotorius), 4 (troklearis) dan Nervus 6
(abdusen) kerjasama 3 nervus penglihatan pasien dalam
keadaan baik dimana pasien mampu untuk mengerakkan mata
keatas dan kebawah, pasien dapat membuka mata dengan baik,
elevasi kelopak mata baik.
 Nervus 5 (Trigeminus)
Dalam keadaan baik pasien mampu menggerakkan rahangnya.
 Nervus 8 (Vestibulokoklearis)
Dalam keadaan baik pasien masih dapat mendengar dengan
baik dan tidak ada riwayat gangguan pendengaran.
 Nervus 9 (Glossofaringeus) dan Nervus 10 (vagus)
Dalam keadaan baik, tidak ada gangguan menelan.
 Nervus 11 assesorius spinal
Pasien dapat mengerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri,
tidak terlihat ada kekakuan saat pasien menggerakkan
kepalanya.
 Hipoglossus (12)
Nervus hipoglosus dalam keadaan baik, peregerakkan lidah
pasien dalam keadaan normal.
18) Fungsi motorik
Fungsi motorik pasien masih dalam keadaan baik, pasien dapat
miring kanan dan miring kiri post appendictomy hari 1, pasien
juga dapat berjalan walaupun masih membutuhkan bantuan
misalnya jika pergi ke kamar mandi pada hari ke 2, kekuatan otot
100% hanya saja pasien masih lemas untuk melakukan
pergerakan yang terlalu lama dan kuat.
19) Fungsi sensorik
Fungsi sensorik pasien masih baik. Pasien masih dapat merespon
sentuhan yang diberikan baik itu sentuhan yang halus, tajam
ataupun tumpul dan juga sentuhan berupa suhu (panas dan
dingin).
20) Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patelar, tendon achiles,
plantar)
Refleks bisep, trisep, brachioradialis, tendon achiles dan plantar
pasien dalam keadaan baik dan normal.
IX. Pola Kebaiasaan Sehari-hari
A. Pola makan dan minum
 Frekuensi makan
Ibu mengatakan pasien makan 3 kali/ hari.
 Nafsu/selera makan
Ibu pasien mengatakan nafsu makan pasien saat sakit dan sebelum
sakit masih tetap ada.
 Nyeri ulu hati
Pasien mengatakan tidak ada nyeri ulu hati saat makan.
 Alergi
Ibu pasien mengatakan pasien alergi terhadap makanan seafood
khususnya kepiting.
 Mual dan muntah
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mual ataupun
muntah, setelah sakit ada mual muntah tapi tidak terlalu parah.
 Waktu pemberian makan
Waktu pemberian makan pasien 3x/hari.
 Jumlah dan jenis makan
Pasien mengatakan jumlah makanan yang diberikan saat sakit dan
sehat berbeda. Porsi makanan yang banyak didapat pasien saat
sebelum sakit dan semua jenis makanan di makan, sedangkan saat
sakit makanan harus dibatasi dan jenis makanan yang diberikan
nasi lembek (M 2).
B. Perawatan diri (personal hygiene)
 Kebersihan tubuh
Kebersihan tubuh terlihat cukup bersih, bau badan tercium.
 Kebersihan gigi dan mulut
Kebersihan gigi kurang, gigi tampak kuning-kuning dan bau mulut
(+)
 Kebersihan kuku kaki dan tangan
Kebersihan kuku kai dan tangan pasien tidak bersih, kuku kaki
tangan panjang-panjang dan di sela-sela kuku ada kotoran yang
berwarna hitam.
C. Pola kegiatan atau aktivitas
 Pada hari 1 dan ke 2 post operasi pasien tidak diperbolehlkan untuk
mandi jadi hanya dilap saja oleh nenek atau ibu pasien, proses
eliminasi alwi dan fekal dapat dilakukan mandiri oleh pasien pada
hari ke 2 post operasi, mengganti pakaian pasien masih dibantu
oleh ibu atau nenek pasien.
 Selama di rawat di rumah sakit pasien tidak dapat menjalankan
ibadah baik itu sholat ataupun kegiatan ibadah lainnya.
D. Pola eliminasi
1) Buang Air Besar (BAB)
 Pola BAB
Pasien mengatakan sebelum sakit dan setelah sakit pola BAB
pasien selalu dengan pola 1x/hari yaitu pagi hari.
 Karakter feses
Ibu pasien mengatakan karekter feses yang dikeluarkan agak
keras, warna kotoran coklat.
 Riwayat perdarahan
Ibu pasien mengatakan tidak ada perdarahan saat pasien BAB.
 BAB terakhir
Pasien mengatakan BAB terakhir dua hari sebelum pasien
sakit.
 Penggunaan laktasif
Ibu pasien mengatakan tidak menggunakan obat pencahar
dalam proses buang air besar (BAB).
2) Buang Air Kecil (BAK)
 Pola BAK
Ibu pasien mengatakan pola buang air kecil pasien baik
sebelum sakit pola BAK 5-7 kali setelah sakit pasien jarang
BAK
 Karakter urine
Ibu pasien mengatakan urine yang dikeluarkan kuning pekat,
ada bau yang khas
 Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK
Pasien mengatakan tidak ada nyeri saat buang air kecil.
 Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih
Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit ginjal atau
kandung kemih pada pasien.
 Penggunaan diuretik
Selama di rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa pasien
tidak pernah di beri obat untuk merangsang agar pasien dapat
buang air kecil dan pasien dapat buang air kecil sendiri.
 Upaya mengatasi masalah
Ibu mngetakan upaya untuk mengatasinya pasien diberi
banyak air minum sesuai yang disarankan oleh perawat yaitu 2
liter/ hari.
2.3.2. Analisa Data

Masalah
No Data
Keperawatan
1. DS: Hipertermi
 Ibu pasien mengatakan badan pasien terasa
panas.
 Pasien mengatakan badannya terasa lemas
 Ibu pasien mengatakan setelah operasi, pasien
berkeringat
DO:
 Pendingin ruangan (-)
 Pasien tampak lemah (malaise)
 Wajah pasien terlihat pucat dan kemerah-
merahan
 Pasien dalam keadaan berkeringat
 Pasien demam, Temp: 380C
 Akral hangat
 Mukosa bibir kering dan terlihat pecah-pecah
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD: 110/70 mmHg,
RR: 24 x/i
HR: 94 x/i
2 DS: Nyeri
 Pasien mengatakan nyeri pada bagian yang
dioperasi
DO:
 Skala nyeri 3
 Pasien terlihat memegang lokasi
pembedahannya
 Pasien terlihat menekuk kaki kanannya saat
miring kanan.

2.3.3. Rumusan Masalah


1. Hipertermi
2. Nyeri

2.3.4. Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan yang panas ditandai
dengan ibu pasien mengatakan badan pasien terasa panas, pasien
mengatakan badannya terasa lemas, tidak ada pendingin ruangan, pasien
terlihat berkeringat, wajah pasien terlihat kemerah-merahan, akral hangat,
mukosa bibir kering dan terlihat pecah-pecah, CRT < 3 detik, Temp: 38 0C,
RR: 24x/i, TD: 110/ 70 mmHg, HR: 94x/i.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada bagian abdomen yang dioperasi, skala nyeri 3,
pasien terlihat meringgis kesakitan, pasien terlihat memegang lokasi
pembedahan dan pasien terlihat menekuk kaki kanannya ketika melakukan
miring kanan.

2.3.5. Intervensi Asuhan Keperawatan pada An. N dengan Gangguan


Termoregulasi: Hipertermi Di Ruang IX Bedah Anak RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan
Hari/ No. Dx Intervensi Keperawatan (Perencanaan
tanggal Keperawatan)
18-20 Hipertermi berhubungan dengan Tujuan dan Kriteria Hasil:
Juni paparan lingkungan yang panas Setelah diberikan asuhan keperawatan
2013 ditandai dengan ibu pasien selama 3x24 jam, diharapkan suhu tubuh
mengatakan badan pasien terasa dalam rentang normal dan stabil dengan
panas, pasien mengatakan rentang 36,60C, HR dalam rentang
badannya terasa lemas, tidak ada
normal 80-100 kali per menit, respirasi
pendingin ruangan, pasien
terlihat berkeringat, wajah dalam rentang normal 18-20 kali per
pasien terlihat kemerah- menit, kulit tidak teraba hangat, tidak
merahan, akral hangat, mukosa berkeringat yang berlebihan.
bibir kering dan terlihat pecah- Rencana Rasional
pecah, CRT < 3 detik , Temp: Keperawatan
380C, RR: 24x/i, TD: 110/ 70 Mandiri:
mmHg, HR: 94x/i.
1. Observasi 1. Tanda-tanda vital
tanda-tanda merupakan acuan
vital untuk mengetahui
keadaan umum
pasien.
2. Untuk
2. Observasi identifikasi
membran tanda-tanda
mukosa, dehidrasi akibat
pengisian panas
kapiler (CRT).
3. Berikan 3. Agar pasien dan
penjelasan pada keluarga
pasien dan mengetahui
keluarga tentang peningkatan suhu
peningkatan tubuh yang
suhu tubuh yang terjadi dan untuk
terjadi. mengurangi
kecemasan
keluarga
4. Anjurkan pasien 4. Untuk menjaga
menggunakan agar pasien
pasien tipis dan merasa nyaman,
menyerap dan pakaian tipis
keringat. yang dikenakan
untuk membantu
penguapan tubuh.
5. Anjurkan pasien 5. Peningkatan suhu
untuk minum tubuh
banyak kurang mengakibatkan
lebih 2-2,5 liter penguapan tubuh
per hari. meningkat
sehingga perlu
diimbangi dengan
asupan cairan
yang banyak
untuk mencegah
terjadinya
6. Berikan dehidrasi.
kompres hangat 6. Kompres hangat
pada dahi, membantu untuk
ketiak. menurunkan suhu
tubuh.
Kolaborasi:
7. Berikan 7. Antipiretik dapat
asetaminofen menurunkan set
500 mg. point
Hari/ Intervensi Keperawatan (Perencanaan
No.Dx
tanggal Keperawatan)
18-20 Nyeri berhubungan dengan Tujuan dan kriteria hasil:
Juni adanya insisi bedah ditandai Pasien dapat melaporkan nyeri yang
2013 dengan pasien mengatakan dirasakannya telah hilang atau dapat
nyeri pada bagian abdomen terkontrol, pasien tampak rileks.
yang dioperasi, skala nyeri 3, Rencana Rasional
pasien terlihat meringgis keperawatan
kesakitan, pasien terlihat 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
memegang lokasi lokasi nyeri, pengawasan
pembedahan dan pasien karakteristik, keefektifan obat,
terlihat menekuk kaki beratnya skala kemajuan
kanannya ketika melakukan nyeri (skala 0- penyembuhan.
miring kanan. 10). Selidiki dan Perubahan pada
laporkan karakteristik
perubahan nyeri nyeri
dengan tepat. menunjukkan
terjadinya abses/
peritonitis,
memerlukan
upaya evaluasi
2. Pertahankan medik dan
istirahat dengan intervensi.
posisi semi- 2. Gravitasi
Fowler. melokalisasi
eksudat inflamasi
dalam abdomen
bawah atau
pelvis,
menghilangkan
ketegangan
3. Dorong abdomen yang
ambulansi dini bertambah
dengan posisi
telentang.
3. Meningkatkan
normalisasi
fungsi organ,
contoh
merangsang
4. Berikan aktivitas peristaltik dan
hiburan. kelancaran flatus,
menurunkan
ketidaknyamanan
abdomen.
4. Fokus perhatian
kembali,
Kolaborasi: meningkatkan
5. Berikan analgesik relaksasi dan
sesuai indikasi. dapat
meningkatkan
kemampuan
koping.

5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama
dengan intervensi
terapi lain.
2.3.6. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan pada An. N dengan
Gangguan Termoregulasi: Hipertermi Di Ruang IX Bedah Anak
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
Hari/ Implementasi Evaluasi
No. Dx
tanggal Keperawatan SOAP
18-06-2013 Hipertermi Tindakan Mandiri: S:
09.00-10.30 berhubungan 1. Membina  Ibu An. N
WIB dengan paparan hubungan saling mengatakan badan
lingkungan yang percaya dengan An. N terasa panas.
panas. An. N dan  An. N mengatakan
keluarga. badannya terasa
2. Melakukan lemas
pengkajian  Ibu An. N
identitas hingga mengatakan setelah
11.00-11.25 pemeriksaan operasi, pasien
WIB head to toe pada berkeringat
11.25-12.30 An. N O:
WIB 3. Mengobservasi  Tampak lemah dan
tanda-tanda vital terlihat agak pucat
4. Mengobservasi  An. N tampak rewel
mukosa dan  Wajah pasien
pengisian kapiler terlihat kemerah-
(CRT) merahan
5. Memberikan
 An. N dalam
penjelasan pada
keadaan berkeringat
pasien dan keluarga
 IVFD RL 500 ml 20
tentang
gtt/i
peningkatan suhu
tubuh yang terjadi.  An. N demam,
6. Menganjurkan Temp: 380C
pasien  Akral hangat
menggunakan  Mukosa bibir
pasien tipis dan kering, sedikit
menyerap keringat. pecah-pecah
7. Menganjurkan  Lesi lidah pucat
12.30 WIB pasien untuk  Pemeriksaan tanda-
minum banyak tanda vital
kuarang lebih 2-2,5 TD: 110/70 mmHg
liter per hari jika RR: 24 x/i
13.00 WIB asupan per oral HR: 94x/i
sudah A:
diperbolehkan  Masalah hipertermi
untuk diberikan belum teratasi,
8. Memberikan wajah An. N masih
kompres hangat terlihat pucat dan
kemerah-merahan,
Tindakan mukosa bibir kering
Kolaboratif: dan pucat-pucat,
9. Memberikan
asetaminofen Temp: 380C, TTV
Paracetamol 500 belum stabil, masih
mg 3x1 terlihat lemas.
P:
 Intervensi
keperawatan 3, 4, 7,
8, dan 9 dilanjutkan.
11.00-11.25 Nyeri berhubungan Tindakan Mandiri: S:
WIB dengan adanya luka 1. Mengkaji nyeri,  Pasien mengatakan
insisi bedah. catat lokasi nyeri, nyeri pada luka
karakteristik, insisinya.
beratnya skala O:
nyeri (skala 0-10).  Skala nyeri 3 dan
Selidiki dan lokasi nyeri pada
laporkan perubahan bagian abdomen
nyeri dengan tepat. (inguinalis kanan)
2. Pertahankan  Pasien terlihat
istirahat dengan memegang bagaian
12.00-12.10 posisi semi- abdomen yang
WIB Fowler. merupakan lokasi
3. Mendorong insisi bedah.
ambulansi dini  Pasien terlihat
misalnya melatih menekuk kaki
13.00 WIB
pasien untuk kanannya saat
miring kanan-kiri melakukan ambulasi
untuk mempercepat dini seperti miring
flatus. kanan.
Tindakan Kolaborasi: A:
4. Berikan analgesik/  Masalah belum
anti nyeri teratasi
(Ketorolac 3ml/ P:
8jam) sesuai  Intervensi 1,2,3,dan
indikasi. 4 dilanjutkan

Hari/
No. Dx Implementasi Evaluasi
tanggal Keperawatan SOAP
19-06-2013 Hipertermi Tindakan Mandiri: S:
14.00 WIB berhubungan 1. Mengobservasi tanda-  Ibu An. N
dengan paparan tanda vital tiap jam mengatakan demam
lingkungan yang sekali pasien sedkit
14.30 WIB panas. 2. Mengobservasi berkurang.
membran mukosa,  An. N mengatakan
pengisian kapiler dan badannya masih
15.00 WIB turgor kulit An N. terasa lemas
3. Menganjurkan An. N  Ibu An. N
minum 2-2,5 liter per mengatakan bahwa
15.05 WIB hari. An. N sudah mau
4. Memberikan kompres minum banyak
hangat sekitar ± 1-2 botol
aqua yang besar per
Kolaboratif: hari
5. Memberikan O:
asetaminofen;  An. N tampak lemah
Parasetamol 500 mg dan sedikit pucat
3x1 hari sesuai
 An. N masih terlihat
indikasi
rewel
 An. N masih terlihat
dalam keadaan
berkeringat
 Bising usus (+),
flatus (+)
 IVFD RL 500ml 20
gtt/i
 An. N demam,
Temp: 37,80C
 Akral hangat
 Bibir masih terlihat
sedikit pecah-pecah
tetapi tidak kering
 CRT< 3 detik,
edema (-)
 Pemeriksaan tanda-
tanda vital
TD: 110/80 mmHg
RR: 22 x/i
HR: 94x/i
Temp: 37,80C
A:
 Masalah hipertermi
teratasi sebagian.
Temp berkurang
menjadi 37,80C,
Mukosa bibir tidak
kering lagi tapi
masih terlihat ada
yang pecah-pecah,
An. N masih terlihat
sedikit lemas.
P:
 Intervensi 1,2, dan 4
dan 5 dilanjutkan.
14.00 WIB Nyeri Tindakan mandiri: S:
berhubungan 1. Mengkaji nyeri, catat  Pasien mengatakan
dengan adanya lokasi nyeri, nyeri pada luka
14.30 WIB insisi bedah karakteristik, beratnya insisinya sudah
skala nyeri (skala 0-10). berkurang.
Selidiki dan laporkan O:
perubahan nyeri dengan  Skala nyeri 2
tepat.  Pasien dapat
2. Pertahankan istirahat melakukan miring
dengan posisi semi- kanan-kiri dengan
14.40 WIB rileks
Fowler.
3. Mendorong ambulansi  Pasien dapat
dini misalnya melatih berjalan hari ke 2
pasien untuk miring post appendictomy.
kanan-kiri untuk A:
mempercepat flatus.  Masalah nyeri
Tindakan Kolaborasi: teratasi pada An. N
4. Berikan analgesik/ anti P: Intervensi dihentikan
nyeri (Ketorolac 3ml/
8jam) sesuai indikasi

Implementasi Evaluasi
Hari/ tanggal No. Dx
Keperawatan SOAP
20-06-2013 Hipertermi Tindakan Mandiri: S:
08.00 WIB berhubungan 1. Mengobservasi  Ibu pasien mengatakan
08.15 WIB dengan paparan tanda-tanda vital pasien tidak demam
lingkungan yang 2. Mengobservasi lagi.
panas. membran mukosa,  Pasien mengatakan
pengisian kapiler badannya tidak lemas
dan turgor kulit An lagi.
N.  Ibu pasien mengatakan
3. Memberikan keringat yang keluar
09.00 WIB kompres hangat tidak banyak seperti
Kolaboratif: dua hari lalu
4. Memberikan O:
asetaminofen;  Pasien tampak lebih
Parasetamol 500 segar
mg 3x1 hari sesuai  Wajah pasien tidak
indikasi kemerahan lag.
 Pasien masih terlihat
dalam keadaan
berkeringat
 Pasien demam, Temp:
36,50C
 Mukosa tidak terlalu
kering.
 IVFD RL 500ml 20gtt/i
 CRT < 3 detik, edema
(-)
 Pemeriksaan tanda-
tanda vital
TD: 110/80 mmHg
RR: 20x/i
HR: 84x/i
Temp: 36,6 0C
A:
 Masalah peningkatan
suhu teratasi
P:
 Intervensi
diberhentikan. Pasien
pulang hari ke 3

Anda mungkin juga menyukai