Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut World Health Organization (WHO) Angka Kematian Ibu (AKI)
di dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 93000 jiwa, Afrika Utara
179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-
negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup,
Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, vietnam 160 per 100.000 kelahiran
hidup , Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 26 per 100.000 dan
Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu terkait persalinan adalah
perdarahan (27%), sebab lain yaitu eklamsi (23%), infeksi (11%), komplikasi
perineum (8%), dan abortus (5%), trauma obstetrik (5%), dan penyebab
lainnya (11%).
Di Asia masalah robekan perineum cukup banyak dalam masyarakat,
50% dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di Asia. Ruptur perineum
dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam. Ruptur perineum perlu
mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ
reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, dan sumber atau jalan keluar
masuknya infeksi, yang kemudian dapat menyebabkan kematian karena
perdarahan atau sepsis.
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis pada wanita
hamil. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010; hal 125). Persalinan
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentase belakang kepala
dalam waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Ruptur perineum merupakan robekan perineum atau perlukaan jalan
lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun
tidak. Robekan yang terjadi bisa luka episiotomi, robekan perineum spontan
derajat ringan sampai ruptur perineum totalis (sfingter ani terputus). Ruptur
perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan jarang juga pada
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Proses
persalinan normal hampir 90% yang mengalami robekan perineum, baik
dengan atau tanpa episiotomi. Ruptur perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan biasanya menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
Ruptur perineum dibagi menjadi 4 (empat) tingkat, tingkat pertama ruptur
hanya terjadi pada kulit perineum dan mukosa vagina, ruptur tingkat dua
ruptur terjadi pada dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma rogenitalis, ruptur tingkat tiga dari
perineum sampai muskulus sfingter ani, sedangkan ruptur tingkat empat
mengenai mukosarektum (Prawirohardjo, 2006; hal 432).
Dari data diatas menunjukkan bahwa kejadian ruptur perineum dapat
disebabkan oleh berbagai faktor terutama faktor maternal dan menjadi salah
satu masalah yang dialami oleh sebagian besar ibu bersalin spontan. Maka
penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor penyebab terjadinya ruptur
perineum pada persalinan normal.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya ruptur
perineum pada persalinan normal.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penenlitian ini diarahkan pada faktor-faktor penyebab terjadinya ruptur
perineum pada persalinan normal. Penelitian ini dilakukan karena semakin
tingginya angka kejadian ruptur perineum di Puskesmas Mare, yang menjadi
responden dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya
ruptur perineum pada persalinan normal, dimana variabelnya meliputi variabel
dependen yaitu ruptur dan variabel independen yaitu faktor-faktor penyebab.
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapat dari data
Rekam Medik ibu melahirkan.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Guna mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab ruptur perineum
pada persalinan normal.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian ruptur perineum berdasarkan faktor paritas
yaitu primipara dan multipara.
b. Untuk mengetahui penyebab ruptur perineum berdasarkan faktor bayi
besar.
c. Untuk mengetahui penyebab ruptur perineum berdasarkan faktor
tindakan episiotomi.
d. Untuk mengetahui penyebab ruptur perineum berdasarkan faktor
distosia bahu
e. Untuk mengetahui penyebab ruptur perineum berdasarkan faktor
ekstraksi vakum
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
faktor-faktor terjadinya ruptur perineum pada persalinan normal yang
berdampak pada perdarahan pasca persalinan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Tenaga Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan tenaga kesehatan dapat
mengurangi angka kejadian ruptur perineum pada persalinan normal.
b. Bagi Institusi
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dalam proses pembelajaran dan dalam rangka meningkatkan upaya-
upaya untuk pencegahan terjadinya ruptur perineum pada persalinan
normal serta menjadi referensi pada penelitian selanjutnya.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada
persalinan normal dalam uasaha mengurangi dampak resiko
perdarahan pasca persalinan
F. KEASLIAN PENELITIAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Ruptur Perineum
a. Definisi Ruptur Perineum
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002).
Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang
menempati pintu bawah panggul (Dorland, 2002).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara
spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi hampir
pada semua primipara (Prawirohardjo, 2009).

b. Faktor yang mempengaruhi ruptur perineum

Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi


terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur derajat 3 sampai
4, diantaranya adalah multipara, proses persalinan kala II, posisi persisten oksiput
posterior. (Cunningham, et al,.2005). berikut adalah faktor yang mempengaruhi :

1) Paritas
Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah
dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur
kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua
persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya
(multipara) ( sumarah, 2008).
2) Berat lahir bayi
Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih dari
4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan
akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup
kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga
pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi
ruptur perineum.
3) Tindakan episiotomi
Episiotomi adalah insisi yang dibuat melalui perineum yang dilakukan
sebelum melahirkan yang bertujuan untuk memperluas jalan keluar bayi
sehingga dapat mempermudah dalam melahirkan. (Sujiatini, et al 2011; hal
67)
4) Distosia bahu
Terjadi ketika uterus berkontraksi dengan normal, namun bayi belum juga
keluar dari panggul selama persalinan karena jalan keluar terhalangi.
Komplikasi pada bayi diantaranya tidak mendapat oksigen yang cukup hingga
menyebabkan kematian. Hal ini meningkatkan resiko terkena infeksi, ruptur
uteri, atau perdarahan pasca persalinan.
5) Ekstraksi vakum
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengejan ibu dan
ekstraksi pada bayi. (Sarwono, 2009; hal 455)
Menurut Sarwono syarat khusus dilakukannya ekstraksi vakum yaitu:
− Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
− Kontra indikasi
− Cukup bulan
− Tidak ada kesempitan panggul
− Anak hidup dan tidak gawat janin
c. Klasifikasi ruptur perineum
1) Ruptur perineum spontan
Menurut Cunningham, et al. (2010), laserasi (ruptur) peineum dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Derajat I
Pada ruptur perineum derajat I akan mengenai fourchette, kulit
perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia
dan otot.
b. Derajat II
Pada ruptur perineum derajat II mengenai kulit dan membran mukosa,
fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai sphincter ani.
c. Derajat III
i. Derajat IIIa:<50% sphincter ani externa
ii. Derajat IIIb:<50% sphincter ani externa
iii. Derajat IIIc: sphincter ani externa dan interna
d. Derajat IV
Pada ruptur perineum derajat IV, meluas sampai ke mukosa rektum
sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra
yang dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin terjadi. Menurut
chapman (2006), robek mengenai kulit, otot dan melebar sampai
sphincter ani dan mukosa rektum.
2) Ruptur perineum disengaja (Episiotomi)
Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk
memudahkan proses kelahiran (Norwitz dan Schorge, 2008). Pada
persalinan spontan sering terjadi robekan perineum yang merupakan
luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat
penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk
melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada
perineum saat kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan
perineum.
e. Klasifikasi paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas berasal dari kata parre yang
berarti melahirkan atau menghasilkan. Jadi, paritas adalah keadaan
seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup
(Dorland, 2002)
a) Primipara
Adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak satu
kali. Menurut Dorland (2002), primipara adalah wanita
yang pernah mengandung yang melahirkan fetus
mencapai berat 500 gram atau umur gestasi 20 minggu,
tanpa tergantung apakah anak itu hidup pada saat
dilahirkan, dan apakah kelahiran tunggal atau kembar.
b) Multipara
Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak dua
hingga empat kali. Menurut Dorland (2002), multipara
adalah seorang perempuan yang telah hamil dua kali
atau lebih yang menghasilkan janin hidup, tanpa
memandang apakah janin itu hidup atau mati.
c) Grandemultipara
Menurut Dorland (2002), grandemultipara adalah seorang
wanita yang telah hamil lima kali atau lebih yang
menghasilkan janin hidup
f. Persalinan pervaginam
a. Definisi persalinan pervaginam
Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjsastro, 2005).
Sedangkan pervaginam menurut Dorland (2002) adalah melalui
vagina. Jadi, persalinan pervaginam adalah persalinan yang
mengeluarkan janin hidup melalui vagina.
b. Faktor-faktor pendukung persalinan
1) Passage
Passage merujuk pada rute janin yang harus dilalui dari uterus
melalui serviks dan vagina ke perineum eksternal. Selain itu, janin
harus melalui rongga pelvis juga (Pilliteri, 2007).
2) Passenger
Istilah ini adalah bagian dari penumpang, atau yang akan
dikeluarkan nantinya, baik janin (letak, presentase, ukuran, dan
ada atau tidaknya kelainan), keadaan plasenta, serta keadaan
cairan amnion (Wulanda, 2011).
3) Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu,
dan keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. Kekuatan ibu
atau tenaga mengedan sangat mempengaruhi (Wulanda, 2011).
4) Psikis
Keadaan kejiwaan ibu yang dapat mempengaruhi persalina
secara normal atau abnormal. Bila jiwa dan kondisi ibu baik, maka
persalinan akan berjalan normal, begitu pula sebaliknya (Wulanda,
2011).
5) Penolong
Seseorang yang berfungsi sebagai penolong yaitu tenaga
kesehatan, seperti bidan, perawat, dokter, dimana tenaga
kesehatan tersebut mampu memberikan perlindungan,
pengawasan, dan pelayanan dalam proses persalinan maupun
setelah persalinan (Wulanda, 2011).
g. Tahapan persalinan
Tahapan persalinan menurut Wiknjosastro (2005) yaitu, kala I
dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran,
oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengejan. dalam kala III atau
kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV
mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya adalah 1 jam dan amati
apakah ada perdarahan postpartum.
1) Kala I
Dapat dinyatakan partus apabila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah. Lendir ini
berasal dari kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka. Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan
hampir atau telah lengkap. Bila ketuban sudah pecah
sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah
dini. Pada primigavida, kala I kira-kira 13 jam, dan pada
multipara kira-kira 7 jam.
2) Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat, karena
biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang
panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot
dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengejan. bila his dalam kekuatan maksimal, maka kepala
janin akan keluar, setelah itu barulah dikeluarkan badan
yang lain. Pada primigravida, kala II berlangsung 1,5 jam
dan multipara selama 0,5 jam.
3) Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus
uteri agak di atas pusar. Beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah
bayi lahir dan keluar spontan. Pengeluaran plasenta akan
disertai perdarahan.
4) Kala IV
Kala ini perlu untuk mengamati apakah ada perdarahn
postpartum atau tidak.

B. KERANGKA KONSEP
Variabel bebas Variabel terikat

Faktor-faktor
Ruptur Perenium
Penyebab Ruptur

C. KERANGKA TEORI

Faktor Penyebab
Fisiologis Ruptur Perenium

1. Paritas
2. Episiotomi Ruptur
persalinan
3. Bayi Besar Perenium
Patologi 4. Distosia Bahu
5. Ekstraksi
Vakum

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang
tujuannya untuk menyajikan tentang faktor-faktor penyebab ruptur perineum
pada persalinan normal dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel.
(Notoatmidjo.2010). penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif
dengan pendekatan cross sectional yang artinya pengukuran variabel yang
dilakukan satu kali pada suatu saat.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang berada pada
wilayah tertentu dan pada waktu yang tertentu pula. Dalam
penelitian ini populasinya adalah semua ibu bersalin di puskesmas
Mare.
2. Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
relasi. Dalam penelitian ini sampelnya adalah ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum di Puskesmas Mare.

C. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di UPT puskesmas Mare
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019

D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan 2 variabel, yaitu variabel
independen dan variabel dependen. variabel dependen yaitu ruptur dan
variabel independen yaitu faktor-faktor penyebab

E. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah
ada.

F. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data terhadap langkah-langkah yang harus
ditempuh dan caranya :
1. Editing
Memilih atau mengkritik data sedemikian rupa sehingga hanya
data yang dipakai saja yang tinggal. Hal ini bermaksud untuk
merapikan data agar bersih, rapi dan tinggal mengadakan
pengolahan lanjutan.
2. Cuding
Tahap ini merubah data yang dikumpulkan dalam bentuk yang
lebih ringkas. Memberi kode untuk masing-masing variabel
terhadap data yang diperoleh dari sumber data yang telah
diperiksa kelengkapannya.
3. Entry
Data yang telah diberi kemudian dimasukkan kedalam computer
dan dianalisis.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
masukkan. Dilakukan bila terdapat kesalahan dalam
memasukkan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari
variabel. (Notoatmodjo. 2010)

G. Analisa Data
setelah data penelitian diperoleh, peneliti memasukkan data yang telah
ditabulasi ke dalam komputer dan di analisis secara statistik. (Notoatmodjo.
2010).

Anda mungkin juga menyukai