NIM :1830105046
TUGAS :PPI
ت َ
ٍ ثالث مرا فغسل َكفَّ ْي ِه
“.. kemudian beliau membasuh kedua tangannya 3 kali”
رأيتُ رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّم توضأ نح َو ُوضوئي هذا
وليس ذلك بواجب عند غير القيام من النوم بغير خالف نعلمه
1
c. Berkumur-kumur membersihkan kotoran mulut(konkrit/abstrak).
ْ َضأ َ فَ ْلي
َّ فَإِنَّ ال، ستَ ْنثِ ْر ثَالَثًا
ش ْيطَانَ يَبِيتُ َعلَى َخ ْيشُو ِم ِه َّ م ِمنْ َمنَا ِم ِه فَت ََوfْ ستَ ْيقَظَ أَ َح ُد ُك
ْ إِ َذا ا
2
“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka
hendaklah berwudhu lalu beristintsar (mengeluarkan air dari hidung,
pen.) sebanyak tiga kali karena setan bermalam di batang hidungnya.”
(HR. Bukhari, no. 3295 dan Muslim, no. 238)
ك ثَالَثًا
َ ِاح َد ٍة فَفَ َع َل َذل َ ض َوا ْستَ ْن َش
ِ ق ِم ْن كَفٍّ َو َ فَ َمضْ َم
“Kemudian ia berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung
melalui satu telapak tangan dan hal demikian dilakukan sebanyak tiga
kali.” ‘Abdullah bin Zaid mengatakan itulah cara wudhu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 235)
3
hamba-Nya dan utusan-Nya . Ya Allah jadikanlah saya orang yang ahli
taubat , dan jadikanlah saya orang yang suci , dan jadikanlah saya dari
golongan hamba-hamba Mu yang shaleh.”
Mengenai wajibnya hal ini terdapat dalam hadits dari Qois bin
‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,
Perintah yang berlaku untuk Qois di sini berlaku pula untuk yang
lainnya. Dalam kaedah ushul, hukum asal perintah adalah wajib. Ulama
yang mewajibkan mandi ketika seseorang masuk Islam adalah Imam
Ahmad bin Hambal dan pengikutnya dari ulama Hanabilah, Imam Malik,
Ibnu Hazm, Ibnull Mundzir dan Al Khottobi.
4
tidak mewajibkan mandi karena menyetubuhi mayat.
َوإِنْ لَ ْم يُ ْن ِز ْل
ِ َع ِن ال َّر ُج ِل يُ َجا ِم ُع أَ ْهلَهُ ثُ َّم يُ ْك-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو َل هَّللا
س ُل َه ْل َعلَ ْي ِه َما ُ سأ َ َل َر
َ ًإِنَّ َر ُجال
« إِنِّى ألَ ْف َع ُل َذلِكَ أَنَا َو َه ِذ ِه ثُ َّم-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا ُ فَقَا َل َر.ٌسة
َ ِشةُ َجالَ ِس ُل َوعَائ ْ ا ْل ُغ
.» نَ ْغت َِس ُل
5
tidak hanya dibatasi dengan keluarnya mani. Akan tetapi, -maaf- jika
ujung kemaluan si pria telah berada dalam kemaluan wanita, maka ketika
itu keduanya sudah diwajibkan untuk mandi. Untuk saat ini, hal ini tidak
terdapat perselisihan pendapat. Yang terjadi perselisihan pendapat ialah
pada beberapa sahabat dan orang-orang setelahnya. Kemudian setelah itu
terjadi ijma’ (kesepakatan) ulama (bahwa meskipun tidak keluar mani
ketika hubungan badan tetap wajib mandi) sebagaimana yang pernah kami
sebutkan.”
احتِالَ ًما قَا َل « يَ ْغت َِس ُل ْ َع ِن ال َّر ُج ِل يَ ِج ُد ا ْلبَلَ َل َوالَ يَ ْذ ُك ُر-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا ُ سئِ َل َر
ُ
َُسلَ ْي ٍم ا ْل َم ْرأة ُ َ
ُ فقَالَتْ أ ُّم.» س َل َعلَ ْي ِه ُ
ْ احتَلَ َم َوالَ يَ ِج ُد ا ْلبَلَ َل قَا َل « الَ غ َ
ْ َو َع ِن ال َّر ُج ِل يَ َرى أنَّهُ قَ ِد.»
.» ال ِ ق ال ِّر َج ُ ِشقَائ َ سا ُء َ ِّس ٌل قَا َل « نَ َع ْم إِنَّ َما الن ْ ت ََرى َذلِكَ أَ َعلَ ْي َها ُغ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya
tentang seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah
sementara dia tidak ingat telah mimpi, beliau menjawab, “Dia
wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki
yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah, beliau
menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At
Tirmidzi no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua
perowinya shahih kecuali Abdullah Al Umari yang mendapat
kritikan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
6
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.”
(HR. Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313)
7
Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bahwa memandikan orang mati di
sini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian orang sudah
melakukannya, maka yang lain gugur kewajibannya. Penjelasan lebih
lengkap mengenai memandikan mayit dijelaskan oleh para ulama secara
panjang lebar dalam Kitabul Jana’iz, yang berkaitan dengan jenazah.
ِ سا أَ ْو أَ ْكثَ َر َمنْ َذلِكَ إِنْ َرأَ ْيتُنَّ َذلِكَ بِ َما ٍء َو
س ْد ٍر ً س ْلنَ َها ثَالَثًا أَ ْو َخ ْم
ِ ا ْغ
“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur
dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika
kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan
kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no.
939).
سا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء ْ سفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِّمنکم ِّمنَ ا ْل َغائِ ِط أَ ْو اَل َم
َ ِّستُ ُم الن َ ض ٰی أَ ْو َعلَ ٰی َ َوإِن کنتُم َّم ْر
ٍ یج َع َل َعلَیکم ِّمنْ َح َر
ج َ
ْ ِس ُحوا بِ ُو ُجو ِهک ْم َوأی ِدیکم ِّم ْنهُ َما ی ِری ُد هَّللا ُ ل َ َ
َ ص ِعیدًا طیبًا فا ْم َ فَتَی َّم ُموا
َو ٰلَکن ی ِری ُد لِیُطَ ِّه َرک ْم
“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air) kakus (atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik) bersih
(; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu”
8
سا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء ْ سفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِّمنکم ِّمنَ ا ْل َغائِ ِط أَ ْو اَل َم
َ ِّستُ ُم الن َ ض ٰی أَ ْو َعلَ ٰی
َ َوإِن کنتُم َّم ْر
َ
س ُحوا بِ ُو ُجو ِهک ْم َوأی ِدیک ْم َ ص ِعیدًا طَیبًا فَا ْم َ فَتَی َّم ُموا
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik) suci (; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Syarat tayammum ada 10, yaitu [1] dengan debu, [2] debunya suci,
[3] tidak debu musta’mal (sudah digunakan), [4] tidak bercampur tepung
atau semacamnya, [5] sengaja tayammum, [6] membasuh wajah dan dua
tangannya dengan dua kali tepukan tanah, [7] sebelumnya sudah
membersihkan najis badan, [8] ijtihad menentukan qiblat, [9] tayammum
setelah masuk waktu, dan [10] tayammum sekali untuk tiap shalat fardhu.
Mengenai hal ini kita bisa menarik pelajaran dari hadits Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
9
ِ أُوالَهُنَّ بِالت َُّرا
ب
Darah haid dan nanah adalah najis yang sifatnya berat, dan ini hanya
bisa dibersihkan dengan air. Cara membersihkan darah haid dengan cara
mengaliri bagian najis dengan air, dan kucek sedikit agar noda atau aromanya
hilang. Selain itu alangkah lebih baik jika mencuci darah haid tersebut dengan
sabun, karena hal tersebut jauh lebih baik dan menyucikan.
Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian dia berkata, “Di
antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami
perbuat?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
10
11