Anda di halaman 1dari 25

BAB I

LATAR BELAKANG

Konsep manajemen pelayanan farmasi saat ini bergerak ke arah manajemen obat yang
aman (medication safety). Konsep medication safety menjadi menarik untuk dipahami dan
dipraktekkan karena konsep ini mencoba memadukan kegiatan-kegiatan yang mendukung
keamanan pemakaian obat mulai dari masalah manajerial sampai dalam praktik klinis.
Konsep medication safety mulai berkembang ketika Institute Of Medicine (IOM)
melaporkan mengenai kejadian yang tidak diharapkan (KTD) berkaitan dengan penggunaan
obat pada tahun 1999. Dalam laporannya, IOM menyatakan bahwa sekitar 44.000 – 98.000
orang meninggal karena medical error, dan medication error merupakan jenis medical error
yang banyak terjadi. Sekitar 7000 orang/tahun di Amerika meninggal karena medication
error. Hal ini sangat memprihatinkan karena penggunaan obat adalah salah satu faktor
penting dalam terapi tetapi malah menimbulkan kematian.
Setelah laporan dari IOM dipublikasikan, maka penelitian-penelitian lain pun mulai
dilakukan institusi-institusi kesehatan di berbagai negara. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa medication error terjadi di berbagai tahap dalam proses penggunaan
obat mulai dari peresepan, dispensing oleh farmasi, pemberian kepada pasien, dan
penggunaan obat oleh pasien itu sendiri. Angka kejadian prescribing error bervariasi dari
1,5% - 15%. Potensi prescribing error yang berbahaya bagi pasien berkisar antara 0,4% -
19,6%. Angka kejadian dispensing error juga bervariasi yaitu 2,1% - 15,2%. Kesalahan
dalam pemberian obat kepada pasien oleh perawat yang diteliti di 36 fasilitas kesehatan di
AS menemukan terjadinya kesalahan sebesar 19% dalam penyiapan dan pemberian obat.
Kesalahan tersebut mencakup wrong time, ommission, dan wrong dose, dan 7% dari
kesalahan tersebut potensial bermakna secara klinis. Penelitian lain yang dilakukan pada
pemberian injeksi intravena di 10 bangsal dari 2 rumah sakit di UK menemukan terjadinya
265 medication error yang terjadi selama observasi pada 483 kali penyiapan obat dan 447
kali pemberian obat.
Melihat kenyataan tersebut, tentunya tidak dipungkiri bahwa medication error
memang terjadi dan sudah waktunya kita bergerak untuk memperbaiki praktik yang telah
sekian lama berjalan dalam upaya meminimalisasi risiko terjadinya medication error. Bila
kita lihat di berbagai website dan milis di internet, maka dapat terlihat bagaimana usaha-
usaha yang telah dilakukan untuk mengembangkan medication safety baik yang telah

1
dipatenkan menjadi guideline maupun yang masih terus didiskusikan. Tulisan ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian pertama mengenai klasifikasi medication error dan bagian
kedua akan memberikan gambaran beberapa langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan medication safety.

2
BAB II
MEDICATION ERROR

2. 1 Definisi Medication Error


Medication error didefinisikan sebagai setiap kejadian yang sebenarnya dapat dicegah
yang dapat menyebabkan atau membawa kepada penggunaan obat yang tidak layak atau
membahayakan pasien, ketika obat berada dalam kontrol petugas kesehatan, pasien, atau
konsumen.
2. 2 Kategori Medication Error
Medication error dapat dikelompokkan menjadi sembilan kategori berdasarkan
dampak klinisnya. Kategori tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
2. 3 Jenis-jenis Medication Error
Secara umum, medication error terdiri dari prescribing error, dispensing error,
administration error. Tipe-tipe medication error dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 1. Kategori Dampak Medication Error (NCCMERP)
Kategori Keterangan
Kategori A Kondisi lingkungan atau kejadian yang berkapasitan menyebabkan
kesalahan
Kategori B Terjadi suatu kesalahan tetapi tidak mencapai pasien
Kategori C Terjadi suatu kesalahan yang mencapai pasien tetapi tidak menyebabkan
bahaya pada pasien
Kategori D Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan membutuhkan pengawasan
untuk mengkonfirmasi apakah kesalahan tersebut berakibat tidak
berbahaya pada pasien dan apakah memerlukan intervensi untuk
menghilangkan bahaya
Kategori E Terjadi kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan bahaya
sementara pada pasien dan membutuhkan intervensi
Kategori F Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya pada pasien dan menyebabkan pasien dirawat inap atau
memperpanjang rawat inap
Kategori G Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
bahaya permanent pada pasien
Kategori H Terjadi suatu kesalahan yang membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan hidup pasien
Kategori I Terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau mengakibatkan
kematian pasien

3
2.3.1 Prescribing Error (Kesalahan Resep)
Berdasarkan konsensus di United Kingdom, suatu prescribing error (kesalahan
peresepan) yang bermakna secara klinis terjadi bila akibat dari keputusan peresepan atau
pada proses penulisan resep terjadi suatu hal yang signifikan dan tidak dimaksudkan berupa
(1) pengurangan kemungkinan pengobatan berjalan sesuai waktu dan efektif atau (2)
meningkatkan resiko bahaya bila dibandingkan dengan praktik umum yang diterima.
Tabel 2. Tipe Medication Error secara umum (ASHP, NCCMERP)
Tipe Keterangan
Prescribing error Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontraindikasi,
(kesalahan peresepan)
alergi yang telah diketahui, terapi obat yang sedang
berlangsung, dan faktor lainnya), dosis, bentuk sediaan obat,
kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi
untuk penggunaan obat, penulisan resep yang tidak jelas, dan
lain-lain yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemberian
obat kepada pasien.
Omission error Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien sampai pada
jadwal berikutnya
Wrong time error Memberikan obat di luar waktu dari interval waktu yang telah
ditentukan
Unauthorized drug error Memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh dokter
Wrong patient Memberikan obat kepada pasien yang salah
Improper dose error Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih
kecil daripada dosis yang diinstruksikan oleh dokter, atau
memberikan dosis duplikasi.

Wrong dosage-form Memberikan obat kepada pasien dengan bentuk sediaan obat
error
yang berbeda dengan yang diinstruksikan oleh dokter.
Wrong drug-preparation Mempersiapkan obat dengan cara yang salah sebelum diberikan
error
ke pasien
Wrong administration- Prosedur atau teknik yang tidak layak atau tidak benar saat
technique error
memberikan obat
Deteriorated drug error Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau yang telah
mengalami penurunan integritas fisik atau kimia

Monitoring error Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem dari
regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan

4
data klinis atau laboratorium untuk asesmen respon pasien
terhadap terapi obat yang diresepkan.

Compliance error Sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan ketaatan
penggunaan obat yang diresepkan
Other medication error

Jenis-jenis prescribing error adalah pemilihan obat yang tidak benar (berdasarkan
indikasi, kontraindikasi, alergi yang telah diketahui, terapi obat yang telah berjalan, dan
factor lainnya), dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan
pemberian, atau kesahan instruksi dari dokter, peresepan yang sulit dibaca yang membawa
kepada kesalahan yang mencapai tahap obat diterima pasien. Konsensus di UK menyatakan
bahwa peresepan tanpa memperhitungkan status klinik pasien, tidak memperhitungkan
masalah farmasetik yang penting, kegagalan mengkomunikasikan informasi penting,
kesalahan dalam penyalinan termasuk dalam kesalahan peresepan. Beberapa situasi yang
termasuk dalam prescribing error berdasarkan konsensus tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Situasi-situasi yang Diperhitungkan Sebagai Prescribing Error
1. Kesalahan dalam membuat keputusan
Ketidaklayakan peresepan berkaitan dengan kondisi pasien
Peresepan obat untuk pasien dengan kondisi klinik yang menyertai di mana obat
tersebut kontraindikasi
Peresepan obat untuk pasien dengan alergi yang signifikan secara klinis dan telah
terdokumentasi
Tidak memperhitungkan interaksi obat yang berpotensial signifikan
Peresepan obat dengan dosis yang, menurut British National Formulary (BNF) atau
rekomendasi data sheet, tidak layak untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Peresepan obat dengan dosis lebih rendah daripada yang direkomendasi untuk kondisi
klinis pasien
Peresepan obat dengan indeks terapetik sempit, dengan dosis diprediksi dapat
mencapai kadar serum secara signifikan di atas rentang terapetik yang diinginkan
Menulis resep untuk obat dengan indeks terapetik sempit, dengan dosis diprediksi
untuk mencapai kadar serum secara signifikan di bawah rentang terapetik yang
diinginkan
Tidak mengubah dosis mengikuti hasil pemeriksaan kadar serum steady state yang
secara signifikan di luar rentang terapetik
Meneruskan obat dalam keadaan terjadi adverse drug reaction secara klinis signifikan
Peresepan 2 obat untuk indikasi yang sama ketika hanya 1 obat yang diperlukan
Meresepkan obat yang tidak ada indikasinya pada pasien

5
Masalah farmasetika
Meresepkan obat untuk diberikan secara infus intravena dalam pelarut yang
inkompatibel dengan obat yang diresepkan
Meresepkan obat untuk dinfuskan melalui intravena perifer, dalam konsentrasi lebih
besar dari yang direkomendasikan untuk pemberian perifer
2. Kesalahan dalam penulisan peresepan
Gagal untuk mengkomunikasikan informasi yang penting
Meresepkan obat, dosis, atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan
Menulis dengan tidak jelas / tidak terbaca
Menulis nama obat menggunakan singkatan atau nomenclature yang tidak
terstandarisasi
Menulis instruksi obat yang ambigus
Meresepkan suatu tablet di mana tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut
Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan dengan lebih dari
satu rute
Meresepkan obat untuk diberikan melalui infus intravena intermitten, tanpa
menspesifikasi durasi penginfusan
Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep
3. Kesalahan transkripsi
Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang
digunakan pasien sebelum ke rumah sakit
Meneruskan kesalahan peresepan dari dokter praktek umum ketika menulis obat pasien
saat datang ke rumah sakit
Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar obat pasien.
Menulis mg ketika mcg yang dimaksudkan
Menulis resep untuk dibawa pulang yang tanpa disengaja berbeda dengan obat yang
diresepkan di daftar obat pasien rawat inap

2.3.2 Dispensing Error


Jenis - jenis kesalahan dalam dispensing obat secara spesifik bergantung pada
metode dispensing yang digunakan rumah sakit tersebut. Masing-masing metode distribusi
obat seperti floor stock, semi floor stock, unit dose, menggunakan mesin otomatis, metode
distribusi injeksi yang telah disiapkan oleh farmasi, dsb mempunyai konsekuensi masing-
masing dari sisi jenis kesalahan dispensing yang dapat terjadi. Secara umum, kesalahan
dalam dispensing obat meliputi:
a. Kesalahan seleksi obat :
- Salah obat
- Salah dosis : salah kekuatan/konsentrasi obat, salah aturan pakai
- Salah bentuk sediaan

6
- Salah jumlah
- Salah kekuatan/konsentrasi
b. Salah teknik persiapan :
- meracik
- mempersiapkan iv admixture,
- rekonstitusi, dll
- terkontaminasi partikel, bakteri, dll saat persiapan obat injeksi
c. Salah memberikan obat yang rusak atau kadaluarsa.
d. Lain- lain :
- keterlambatan dispensing
- salah etiket/label : salah nama pasien, kamar, register, aturan pakai, dll
- kesalahan saat proses transportasi
- kesalahan penyerahan

2.3.3 Administration Error


Administration error adalah kesalahan saat memberikan obat kepada pasien yang
dilakukan oleh petugas kesehatan. Jenis-jenis kesalahan pada tahap pemberian obat dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 4. Jenis-jenis Administration Error
Tipe Deskripsi
Ommission error Gagal memberikan dosis obat kepada pasien sampai jadwal
berikutnya
Wrong pasien Memberikan obat pada pasien yang salah
Wrong time error Pemberian obat diluar dari interval waktu yang telah
ditentukan
Anauthorized Pemberian obat kepada pasien tanpa instruksi resmi dari dokter
error
Improper dose Memberikan obat kepada pasien dengan dosis lebih besar atau
error kecil daripada yang diinstruksikan dokter penulis resep, bisa
karena salah kekuatan/konsentrasi obat, atau aturan pakai yang
salah
Wrong dosage Pemberian obat kepada pasien dengan bentuk sediaan tidak
form error sesuai dengan instruksi penulis resep
Wrong drug Penyiapan obat dengan cara yang salah sebelum obat diberikan
preparation error
Wrong Prosedur yang tidak layak atau teknik yang tidak benar dalam

7
administration- memberikan obat ke pasien termasuk :
technique errorg - salah kecepatan infus
- salah kecepatan injeksi
- salah metode pemberian obat NGT, dll
- salah rute
Deteriorated drug Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau secara kimia atau
error fisika integritasnya telah berkurang

2.3.4 Compliance Error


Obat seperti yang diresepkan oleh petugas kesehatan (Osterberg, L., 2005).
2.3.5 Monitoring Error
Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem dari regimen yang
diresepkan, atau kegagalan untuk menggunakan data klinis, data interaksi atau laboratorium
untuk asesmen respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan.

8
BAB III
KONSEP MEDICATION SAFETY

Kesalahan-kesalahan pemberian obat di rumah sakit berkaitan erat dengan pola


manajemen obat-obatan yang diterapkan. Medication safety adalah bebas dari luka atau
kerugian yang tidak disengaja selama dalam masa penggunaan obat; aktivitas untuk
menghindari, mencegah, dan mengkoreksi Adverse Drug Events (ADE) yang mungkin
terjadi akibat penggunaan obat. Sistem manajemen yang menjamin keamanan medikasi
meliputi beberapa proses kritis yang terlibat di dalamnya yaitu meliputi proses seleksi dan
pengadaan obat, penyimpanan, peresepan, pembacaan dan penyalinan, penyiapan, distribusi
atau dispensing, pemberian obat, dan pemantauan efek terapetik dan efek samping obat.
Manajemen medikasi yang aman dan efektif akan melibatkan berbagai bidang pelayanan dan
disiplin ilmu yang saling bekerjasama dengan erat. Suatu sistem manajemen medikasi yang
terencana dan terimplementasikan dengan baik akan mendukung program keselamatan
pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan bila dilaksanakan dengan cara (JCAHO):
- mengurangi variasi, kesalahan, dan penyalahgunaa dalam praktek
- memantau proses manajemen medikasi berkaitan dengan efisiensi, kualitas, dan
aman
- menstandarisasi peralatan dan proses dalam memperbaiki sistem manajemen
medikasi
- menggunakan evidence-based good practices untuk mengembangkan proses
manajemen medikasi

9
- mengatur proses-proses kritis yang berkaitan dengan manajemen medikasi untuk
meningkatkan manajemen medikasi yang aman
- menangani obat-obatan dengan cara yang terstandarisasi

Proses Kritis Dalam Manajemen Medikasi yang Aman


Prinsip medication safety diterapkan pada seluruh proses penggunaan obat. Proses-
proses yang tergolong kritis, yaitu yang menentukan keberhasilan manajemen medikasi yang
aman menurut JCAHO dapat dilihat pada gambar 1.

Manajemen Obat yang Aman

Informasi Pasien Secara Spesifik

Enam Proses Kritis

Seleksi dan Seleksi dan


Penyimpanan
Pengadaan Pengadaan

Pemantauan Pemberian obat Persiapan dan


Efek ke pasien Dispensing

Evaluasi

Gambar 1. Proses Kritis Dalam Manajemen Obat yang Aman (Modifikasi dari
JCAHO)

Ada enam proses kritis dalam manajemen medikasi yang aman yaitu seleksi dan
pengadaan, penyimpanan, penyiapan dan dispensing, pemberian ke pasien, dan pemantauan
efek.

3.1 Seleksi dan Pengadaan Obat

10
Pemilihan dan pengadaan obat merupakan titik awal dalam menjamin tersedianya
obat-obat yang aman. Pemilihan produk obat yang akan digunakan dan disediakan oleh
suatu institusi rumah sakit harus menjamin keamanan obat tersebut dari berbagai segi antara
yaitu indikasi suatu obat, efektivitas obat tersebut di dalam terapi suatu penyakit sesuai bukti
ilmiah yang ada, bahan baku dan formulasinya menjamin biovailabilitasnya, risiko
(kemungkinan untuk terjadinya medication error atau penyalahgunaan obat), ketersediaan
yang lancar, dan biaya.

3.2 Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan obat bertujuan untuk menjamin penyimpanan yang aman
selama obat berada di institusi kesehatan; mendesain dan memperbaiki penyimpanan obat
untuk mengeliminasi potensi terjadinya kesalahan; dan membuat kebijakan dan prosedur
mengenai penyimpanan bahan berbahaya dan mengatur akses di area penyiapan atau
pemberian obat agar menjamin keamanan pasien dari bahan berbahaya.
Beberapa langkah penyimpanan obat-obatan yang disarankan :
 Hanya menyimpan obat-obatan yang telah disetujui dalam formularium
 Penyimpanan dilakukan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya, bila
tidak ada rekomendasi, maka sesuai dengan instruksi farmasi di rumah sakit
 Menyimpan berdasarkan kegunaannya atau secara abjad
 Mencegah orang yang tidak berkepentingan bisa mendapatkan obat
 Obat yang disimpan mempunyai etiket yang mencantumkan isi obat, tanggal kadaluarsa,
dan peringatan lainnya
 Membuat proses yang dapat mengontrol kondisi obat yang diterima oleh
petugas farmasi sampai diterima oleh pasien
 Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disediakan di bangsal, bila perlu disediakan di bangsal
hanya demi keselamatan pasien yang perlu dengan segera menggunakannya, perlu
disediakan peringatan untuk mencegah pemberian yang tidak seharusnya
 Penyimpanan obat-obat Look Alike Sound Alike (LASA) yang terpisah agar tidak
tertukar
 Melakukan proses identifikasi obat-obatan LASA secara periodik

11
 semua obat yang rusak dan kadaluarsa disimpan terpisah sampai pada waktu
pemusnahannya
 Menginspeksi seluruh area penyimpanan obat di rumah sakit secara berkala untuk
menjamin obat disimpan secara benar
Penyimpanan obat-obatan yang memenuhi standar JCAHO adalah :
 Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai dengan sifat kestabilan obat tersebut.
 Obat-obatan untuk keadaan emergensi harus terus-menerus tersedia, terkontrol dan
aman.
 Membuat proses yang menjamin manajemen obat yang aman untuk obat dibawa oleh
pasien atau keluarga pasien dari luar rumah sakit.
Penyimpanan yang aman diterapkan tidak hanya untuk penyimpanan obat yang berada
di bagian farmasi, tetapi juga yang berupa floor stock di bangsal atau poli-poli rawat jalan.
Syarat-syarat penyimpanan yang harus dipatuhi meliputi suhu, kelembaban, cahaya
langsung, pengecekan tanggal kadaluarsa, pemeriksaan fisik, dll. Penyimpanan obat yang
mengutamakan prinsip medication safety misalnya dengan memisahkan obat resiko tinggi
dari obat resiko lebih rendah atau membuat daftar obat yang mudah rusak oleh situasi
lingkungan tertentu.
Rumah sakit sebaiknya membatasi obat-obatan yang tidak berasal dari pengadaan
rumah sakit atau dibawa sendiri oleh pasiennya demi menjaga kualitas obat yang beredar di
dalam rumah sakit. Hal ini perlu diinformasikan kepada penulis resep dan pasien bahwa
membawa obat dari luar rumah sakit tidak diperbolehkan. Obat yang boleh dibawa ke
rumah sakit adalah obat yang diperlukan untuk terapi berkelanjutan, tidak tersedia di
formularium, atau tidak tersedia alternatif yang memadai. Untuk menjamin kualitas obat-
obat tersebut perlu dikembangkan suatu proses identifikasi obat-obatan dan evaluasi visual
atas integritas obat.

3.3 Peresepan dan Penyalinan Resep


Peresepan yang aman adalah peresepan yang rasional dan dengan penulisan yang
lengkap dan jelas. Menurut standar JCAHO, hanya obat yang diperlukan untuk menangani
kondisi pasienlah yang diresepkan, disediakan, dan diberikan kepada pasien. Oleh karena
itu, diagnosis, kondisi, dan indikasi untuk menggunakannya harus terdokumentasi. Langkah-
langkah yang disarankan oleh WHO dalam mengurangi prescribing error adalah dengan
mengikuti petunjuk dalam penulisan resep yang baik yaitu mengevaluasi dan mendefinisikan

12
dengan jelas apa yang menjadi problem pasien; menentukan obyek terapi; memilih terapi
obat yang layak; memulai terapi dengan detil yang memadai; memberikan informasi,
instruksi, dan peringatan, mengevaluasi terapi secara teratur; mempertimbangkan biaya obat;
menggunakan komputer atau alat bantu lain.
Beberapa contoh aturan yang diterapkan di beberapa rumah sakit untuk
menghindari medication error :
 Resep ditulis dengan jelas dan lengkap yang meliputi nama obat, kekuatan dosis yang
dimaksud, jumlah, rute, aturan pakai; nama pasien dan kamar;
 Tidak menggunakan singkatan yang membahayakan (misalnya Unit disingkat U), atau
yang tidak umum digunakan.
 Menyediakan prosedur untuk menangani resep yang ditulis dengan tidak jelas;
 Prosedur peresepan yang aman bila melibatkan obat-obatan yang bersifat LASA (look
alike and sound alike);
 Aturan dalam meresepkan perintah tertentu seperti bila perlu (prn), standing order, stop
otomatis, hold order, resume order, titrate order, taper order, range order; atau order
untuk membuat campuran obat yang tidak tersedia secara komersial;
 Aturan untuk meresepkan obat yang masih dalam tahap investigasi;
 Aturan untuk meresepkan obat-obatan herbal;
 Aturan untuk untuk penggunaan alat kesehatan;
 Aturan untuk obat yang dibawa pulang atau ditransfer ke unit lain.
Fasilitas yang telah dikembangkan untuk mereduksi prescribing error adalah
Computerized Prescribing Order Entry (CPOE). Dengan alat ini, maka pemilihan obat dapat
dilakukan dengan lebih rasional karena program komputer sendiri akan membatasi instruksi
yang tidak rasional berkaitan dengan kondisi pasien dan terapi yang sedang berjalan. Melalui
CPOE ini dengan sendirinya setiap instruksi akan terbaca dengan jelas dan menghindarkan
dari risiko kesalahan membaca instruksi.
Proses transkripsi resep merupakan salah satu proses yang dilakukan oleh perawat dan
bagian farmasi untuk menginterpretasikan instruksi dokter sehingga dapat menyediakan obat
yang dimaksud. Proses ini cukup penting dan berisiko terjadi medication error. Maka proses
ini perlu distandarisasi agar meminimalisasi risiko.
Proses audit terhadap peresepan perlu diselenggarakan untuk menjamin kualitas
peresepan dan medication safety. Salah satu lembaga di Australia telah membuat indikator
kualitas peresepan yang dapat menjadi bahan referensi dalam menilai kualitas peresepan.

13
3.4 Penyiapan dan Dispensing Yang Aman
Untuk mendukung penyiapan dan dispensing yang aman maka rumah sakit perlu
menyediakan kebijakan dan prosedur yang meliputi :
1. kegiatan peninjauan atas kelayakan seluruh instruksi obat
2. teknik penyiapan obat dengan aman
3. standar pelabelan obat
4. standar dispensing obat
5. Melakukan konseling kepada pasien
6. Mengumpulkan dan menganalisa data insiden medication error (KTD dan near miss)
Beberapa tips untuk menjamin dispensing yang aman
 Usahakan obat didispensing dalam waktu yang tepat
 Adakan proses yang menjamin ketepatan obat, kekuatan dosis, bentuk sediaan; tepat label
(identitas pasien, jenis etiket, informasi yang perlu ditambahkan); kualitas obat baik
 Obat didispensing dalam bentuk unit dose.
 Dibuat kebijakan dan prosedur bagaimana untuk mendapatkan obat bila farmasi sedang
tutup
 Ada prosedur yang menjamin bahwa bila ada pengumuman penarikan obat oleh BPOM,
maka obat yang telah didispensing maupun didistribusi oleh farmasi harus segera ditarik
 Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa obat yang tidak digunakan, kadaluarsa, rusak
dikembalikan ke farmasi.
Kegiatan peninjauan kelayakan seluruh instruksi obat merupakan tugas seorang
farmasis. Peninjauan yang dilakukan farmasis sebaiknya bukan hanya pada sisi kelengkapan
resep (identitas pasien, nama obat, dosis obat, rute, dsb), tetapi farmasis terlibat aktif untuk
meninjau isi resep sesuai dengan kondisi spesifik pada setiap pasien. Faktor – faktor yang
dinilai antara lain adalah alergi yang telah ada atau potensi sensitivitas; potensi interaksi;
kelayakan obat, dosis, frekuensi, dan rute administrasi; potensi dampak obat sesuai yang
ditunjukkan oleh nilai laboratorium; duplikasi terapi; kontraindikasi; dan mengklarifikasi
semua ketidakjelasan sebelum menyiapkan dan mendistribusi obat. Biasanya hal ini
dilakukan oleh farmasi klinis di rumah sakit. Farmasis akan mendokumentasikan peninjauan
tersebut dalam asuhan kefarmasian dan profil obat pasien.
Beberapa langkah yang disarankan agar teknik penyiapan obat terhindar dari
risiko medication error :

14
 Bila tersedia fasilitas dan operator farmasi yang memadai, maka semua persiapan obat
dilakukan di farmasi
 Saat menyiapkan obat, maka petugas menggunakan alat yang dapat melindungi dirinya
 Saat menyiapkan obat, maka petugas menggunakan teknik yang menjaga keakurasian
obat
 Saat menyiapkan obat, maka petugas menggunakan teknik yang menghindari kontaminasi
terhadap obat, misalnya : menggunakan teknik bersih atau steril; memelihara area yang
bersih, tidak berantakan, dan terpisah dari ruang lainnya untuk meminimasi kontaminasi;
menggunakan laminar airflow dalam menyiapkan iv admixture; dan melakukan inspeksi
integritas obat-obatan.
 Menyediakan ruangan dengan ventilasi, penerangan, dan suhu yang memadai dan
terkontrol untuk ruang penyiapan obat. Mendesain lingkungan untuk mengurangi
kemungkinan terjadi medication error: lingkungan (membatasi kebisingan; AC;
ergonomis; penyimpanan rapi, mudah terjangkau), SDM mencukupi, meminimalisasi
gangguan : telepon, interupsi, tugas yang tidak ada kaitannya.
 Melakukan prinsip membaca nama obat dan kekuatan dosisnya 3 kali dalam menyiapkan
obat : saat memilih obat, saat mengeluarkan atau akan mengemas obat, dan saat
mengembalikan obat
 Mendesain rangkaian pengecekan penyiapan obat (double check)
 Pengecekan ulang sebelum meracik dan sebelum dispensing
 Pengecekan ulang melalui data komputer, profil pasien, dll
 Melakukan proses yang menjamin pemberian obat yang benar berkaitan dengan obat yang
bersifat LASA dan beresiko tinggi.
Alat Dispensing Otomatis
Automated dispensing cabinets (ADCs) atau lemari dispensing otomatis adalah lemari
atau kabinet penyimpanan obat berteknologi komputerisasi. ADC digunakan untuk
menyimpan dan mengeluarkan obat secara elektronik dan biasanya diletakkan di
area/bangsal yang menggunakannya. ADC sering disebut juga unit-based cabinets (UBCs),
automated dispensing devices (ADDs), automated distribution cabinets, atau automated
dispensing machines (ADMs). Keuntungan utama dari alat ini adalah perawat dapat
memberikan obat dengan lebih cepat dan akurat. Walaupun alat ini belum banyak digunakan
di Indonesia, tetapi alat ini semakin dikembangkan di negara maju untuk mengurangi risiko
medication error.

15
Obat disusun di ADC oleh farmasi rumah sakit. Setelah itu ADC bisa disimpan di
farmasi atau diletakkan di bangsal. Jenis ADC yang lebih maju, mempunyai menu tambahan
lain yang misalnya terintegrasi dengan sistem eksternal, database, atau internet. Beberapa
contoh jenis ADC :
1. McLaughlin dispensing system mempunyai perangkat yaitu lemari di sisi tempat tidur,
kartu magnetik yang terprogram, dan komputer farmasi. Laci ini berisi obat yang
diresepkan untuk pasien dan terkunci. Pada jam yang tepat untuk menggunakan obat, laci
obat akan terbuka secara otomatis agar obat dapat dikeluarkan dan digunakan. Lampu di
pintu pasien pun menyala ketika jam menunjukkan obat harus digunakan.
2. Baxter ATC-212 dispensing system menggunakan microcomputer untuk mengemas tablet
atau kapsul oral unit dose. Setiap obat disimpan di laci tertentu. Bila perintah dikirim ke
microcomputer, tablet akan dikeluarkan dari laci tertentu dan langsung berbentuk
kemasan strip yang telah diberi rapat dan berlabel. Sistem ini dimaksudkan untuk
mengurangi kemungkinan salah pemilihan obat dalam dispensing.
3. The Pyxis Medstation, Medstation Rx, dan Medstation Rx 1000 adalah ADC yang
diletakkan di pos perawat. Mesin ini sering dibandingkan dengan ATM. Alat ini
berhubungan dengan komputer farmasi. Farmasi mengisi ADC ini dengan obat-obatan.
Dokter memasukkan instruksi obat ke komputer farmasi dan kemudian akan ditransfer
ke Medstation. Profil obat pasien akan ditayangkan di layar medstation ketika perawat
akan mengakses atau mengambil obat pasien. Biaya akan dikenakan setiap kali obat
dikeluarkan dari ADC.

3.5 Pemberian Obat


Untuk dapat menyiapkan dan memberikan obat dengan aman, maka perawat harus:
a. Mengetahui rencana pengobatan sesuai dengan instruksi dokter yang terbaru
b. Menjamin bahwa obat yang disediakan/didispensing dari farmasi adalah sesuai dengan
instruksi dokter
c. Menjamin pelaksanaan 5 benar
d. Menjamin pasien membawa pulang obat yang benar dengan informasi yang adekuat
Fasilitas yang perlu disediakan untuk menjamin pemberian obat yang aman :
1. Mempunyai proses yang baku untuk mengklarifikasi instruksi dokter yang tidak lengkap,
tidak dapat dibaca, dan hal-hal lain yang perlu diklarifikasi sebelum memberikan obat
kepada pasien

16
2. Perawat yang akan memberikan obat mempunyai akses yang mudah untuk mengetahui
informasi pasien mengenai alergi, diagnosis, daftar obat yang terbaru, rencana
pengobatan, dan untuk menilai kelayakan pemberian obat
3. Perawat yang akan memberikan obat mempunyai akses yang mudah untuk mengetahui
informasi obat: indikasi, kontraindikasi, dan perhatian khusus mengenai obat tersebut;
hasil terapi yang ingin dicapai; potensi efek samping dan interaksi, tindakan yang harus
dilakukan bila terjadi efek samping dan interaksi; dan penyimpanan yang dipersyaratkan
4. Ada prosedur untuk menjamin dilakukannya proses 5 Benar (Five Right) dalam
melakukan pemberian obat
5. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keamanan proses pemberian obat :
penataan cahaya, suhu, tingkat kebisingan, interupsi (telpon, pekerjaan lain yang tidak
ada hubungannya, dll), kecukupan tenaga, ergonomik
6. Terdapat proses untuk mengumpulkan dan menganalisis data kesalahan maupun near
miss pemberian obat dalam rangka perbaikan mutu pemberian obat
7. Rumah sakit menyelenggarakan pelatihan yang memadai mengenai alat yang digunakan
dalam memberikan obat, dan memantau kemampuan pengguna alat dalam menggunakan
alat, bagaimana kerjanya, dan keterbatasan alat.
Penggunaan obat sendiri oleh pasien
Penggunaan obat sendiri oleh pasien harus dengan cara aman dan akurat. Untuk itu
perlu dibuat standar prosedur untuk menjamin pemberian yang aman dan akurat, serta
bagaimana mengontrol dan mendokumentasikannya.

3.6 Pemantauan Efek Obat dan Efek Samping Obat


Sesuai standar JCAHO, setelah memberikan obat maka dilakukan pemantauan efek
obat tersebut pada pasien untuk menjamin bahwa terapi medikasi tersebut layak dan
meminimalisasi efek samping obat. Setiap respon terhadap obat yang dialami oleh pasien
dipantau berdasarkan kondisi klinis yang diharapkan dari pasien atau efek samping yang
berpotensi/telah terjadi. Setiap ada efek samping potensial dan aktual serta medication error
maka rumah sakit harus memberi respon.

17
BAB IV
PENGEMBANGAN MEDICATION SAFETY

4.1 Obat Dengan Kewaspadaan Tinggi (High Alert Medicine/HAM)


Pengelolaan high alert medicine atau obat dengan kewaspadaan tinggi menjadi salah
satu prioritas dalam manajemen obat yang aman. Obat dengan kewaspadaan tinggi adalah
obat-obatan yang mempunyai resiko tinggi menyebabkan bahaya pada pasien secara
signifikan bila digunakan dengan cara yang salah. Dalam berbagai website, dapat kita lihat
bagaimana institusi kesehatan mengembangkan metode-metode untuk mencegah medication
error dalam penggunaan obat HAM.
Beberapa tindakan yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit untuk mengurangi
risiko kesalahan dalam menggunakan obat dengan kewaspadaan tinggi :
1. Membuat standar berupa protokol, SOP, guideline yang mengatur instruksi/peresepan
obat HAM, penyimpanan, penyiapan, dan pemberian obat resiko tinggi misalnya
a. Dosis dan cara penggunaan high alert medicine yang benar;
b. Langkah penyiapan dan pemberian obat untuk masing-masing high alert medicine;
c. Menggunakan pompa infus yang mempunyai kemampuan tambahan dalam
meningkatkan keamanan misalnya pompa infuse dengan electronic fail-safe
clamping yang dapat mencegah aliran bebas.
d. Akses untuk pengambilan obat-obatan resiko tinggi dibatasi misalnya dengan
meminimalisasi stok obat di pos perawat untuk obat yang termasuk high alert
medicine, atau bahkan meniadakannya sama sekali dan hanya disimpan di farmasi.
e. Meminimalisasi atau membatasi jumlah kekuatan dosis atau standar konsentrasi yang
disediakan di suatu rumah sakit

18
f. Memisahkan letaknya jauh-jauh dari obat-obat lain yang kemasannya (vial/ampul),
warnanya, labelnya, atau bentuknya mirip.
g. Menggunakan atau membuat etiket tambahan dan peringatan agar setiap petugas
mengetahui bahwa sedang menyiapkana atau memberikan high alert medicine
h. Melakukan prosedur tambahan seperti double check (pemeriksaan ulang) secara
independen dan otomatis.
2. Farmasi melakukan pemantauan seluruh instruksi berkaitan dengan penggunaan high-
alert medicine sebelum disiapkan dan diberikan; instruksi yang berkaitan dengan
pemberhentian; dosis; dan durasi.
3. Menyediakan akses informasi yang mudah untuk obat-obatan resiko tinggi. Informasi
yang disediakan mudah dimengerti misalnya dalam bentuk tabel dosis dan kecepatan
infus, dan bukan dalam bentuk rumus penghitungan.
4. Penyaringan obat atau produk baru oleh Komite Farmasi dan Terapetik dalam hal etiket
dan kemasan yang tidak menunjang keamanan pasien.
5. Mengedukasi petugas kesehatan (dokter, perawat, farmasi) dengan berbagai cara
misalnya dengan pelatihan, atau pemasangan poster-poster
!

Gambar 2. Stiker yang ditempelkan di kemasan obat HAM

4.2 Obat-Obatan Look Alike Sound Alike (LASA)


Obat-obatan LASA adalah obat-obatan yang mempunyai nama yang terlihat dan
terdengar mirip. Obat-obatan ini merupakan faktor kontribusi terjadinya kesalahan dalam
proses penggunaan obat. Langkah-langkah mencegah medication error karena bingung
dengan nama obat yang terlihat atau terdengar mirip adalah :
1. Melakukan peninjauan nama-nama obat yang tersedia di persediaan rumah sakit secara
periodik untuk memperbaharui daftar obat-obatan yang termasuk dalam daftar LASA
dan disosialisasikan secara intern rumah sakit
2. Dalam peresepan dan instruksi obat sebaiknya :
 hindari tulisan tangan yang tidak terbaca,

19
 kembangkan strategi untuk menghindari instruksi dengan tulisan tangan misalnya
dengan komputerisasi,
 mencetak nama obat dan dosis dengan komputer,
 menggunakan huruf besar untuk obat-obat yang namanya mirip (misalnya
DOBUtamin atau DOPAmin)
3. Penyimpanan
 Gunakan huruf tebal dan warna lain untuk menandai lemari penyimpanan, nama obat
di komputer, automated dispensing devices, atau pada daftar obat pasien
 Meletakkan di tempat yang terpisah bila menyimpan obat LASA, jangan diletakkan
terlalu dekat
4. Dispensing
 Luangkan waktu untuk membaca label/etiket obat dengan hati-hati daripada hanya
melihat secara obat visual.
5. Pemberian obat
 Meluangkan waktu untuk mengecek kegunaan obat dibandingkan dengan diagnosis
aktifnya pada resep/instruksi dokter dan sebelum obat diberikan
6. Edukasi pasien dan keluarganya.

4.3 Medication Reconciliation


Medication reconciliation adalah suatu proses formal untuk membuat daftar obat
yang digunakan setiap pasien sebelum masuk ke rumah sakit dengan seakurat dan selengkap
mungkin, dan dibandingkankan dengan instruksi dokter ketika pasien datang ke rumah sakit,
pindah dari satu unit ke unit lain, dan/atau setelah keluar dari rumah sakit. Bila ada
perbedaan antara riwayat penggunaan obat pasien dengan instruksi penggunaan obat di
rumah sakit maka perlu menjadi perhatian dokter yang merawat, dan bila perlu maka
instruksi harus diubah. (Rogers. G., et. al., 2006). Latar belakang digiatkannya proses ini
karena adanya bukti-bukti dalam penelitian bahwa ada perbedaan pemberian obat
berdasarkan riwayat penggunaan obat. Suatu penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan
antara obat yang digunakan sebelum pasien datang ke rumah sakit dengan obat yang
diresepkan oleh dokter ketika pasien dirawat di rumah sakit dengan angka kejadian sekitar
30%-70% (Gleason, K. M., et. al., 2004).
Tujuan dari proses rekonsiliasi obat saat pasien baru datang ke rumah sakit adalah
untuk menjamin setiap pasien yang dirawat inap menerima semua obat yang selama ini

20
mereka gunakan sebelum masuk ke rumah sakit kecuali secara khusus obat tersebut memang
ditunda atau dihentikan, dan untuk menjamin obat-obat tersebut diinstruksikan dengan dosis,
rute, dan frekuensi yang benar. Proses ini juga didesain untuk mencegah medication error
pada saat transisi. Ada tiga tahap dalam proses rekonsiliasi yaitu yaitu pertama adalah
membuat daftar obat yang digunakan selama sebelum masuk rumah sakit dengan akurat dan
komplit, lalu menggunakan daftar tersebut waktu menulis instruksi obat-obatan, dan
kemudian membandingkan daftar tersebut dengan instruksi dokter ketika pasien baru datang,
transfer, atau mau pulang, mengidentifikasi perbedaan, dan membuat perbedaan tersebut
menjadi perhatian dokter dan, bila perlu, membuat perubahan instruksi (Rogers, G., et. al.,
2006).
Membuat Daftar Obat yang digunakan pasien
sebelum masuk rumah sakit dengan akurat dan
komplit

Menggunakan daftar tersebut waktu menulis instruksi


obat-obatan

Membandingkan daftar tersebut dengan instruksi dokter


ketika pasien baru datang, transfer, atau mau pulang,
mengidentifikasi perbedaan, dan membuat perbedaan
tersebut menjadi perhatian dokter dan, bila perlu,
membuat perubahan instruksi.

Gambar 3. Tahap-Tahap Pelaksanaan Medication Reconciliation

Medication reconciliation telah terbukti merupakan strategi yang kuat untuk


menurunkan medication error. Koalisi 50 rumah sakit di Massachussetts telah melaksanakan
kegiatan medication reconciliation terutama saat pasien datang ke rumah sakit. Di Luther
Midelfort Hospital, proses ini berhasil menurunkan perbedaan obat yang diterima pasien
dengan riwayat penggunaan obatnya sebesar 10 kali lipat dan menurunkan adverse drug
event sebesar 20% (Tokarski, C., 2004). Penerapan medication reconciliation di ICU juga
berhasil menurunkan jumlah medication error setelah pasien keluar dari ICU (Pronovost, P,
2003).

21
BAB V
PENUTUP

Medication error adalah suatu KTD yang memang kita sadari pasti pernah terjadi di
pelayanan kesehatan yang kita selenggarakan. Yang kita perlukan adalah kesadaran untuk
mengambil tindakan untuk mengurangi kejadian medication error dan meningkatkan
medication safety adalah melalui perbaikan dalam proses penggunaan obat (seleksi dan
pengadaan, penyimpanan, peresepan, dispensing/distribusi, pemberian obat, dan penggunaan
oleh pasien) dan dengan mengutamakan prinsip-prinsip keselamatan pasien, serta
memperbaiki sistem manajemen secara keseluruhan (kepemimpinan, kebijakan-kebijakan,
sistem pelaporan yang non punitive, kerjasama antar profesi kesehatan, penyediaan sarana
dan prasarana yang memadai, peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan,
peninjauan dan perbaikan prosedur yang telah ada, penetapan indikator, dan pelaksanaan
audit). Melalui tindakan terpadu tersebut, diharapkan kejadian medication error dapat
dicegah dan kita dapat menjamin terlaksananya medication safety.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kohn, L., et. al., Errors in Health Care: A Leading Cause of Death and Injury dalam
buku To Err Is Human, Institute of Medicine, National Academy Press, 2003, hal 26-48.
2. Dean, B., et. al., Prescribing errors in hospital inpatients: their incidence and clinical
significance, Qual Saf Health Care, 2002;11:340–344.
3. Ridley, S.A., Prescription error in UK critical care units, Anesthesia, 2004,1193-200
4. Beso, A., et. al., The Frequency and Potential Causes of Dispensing Error in Hospital
Pharmacy, Pharm World Sci, 2005, hlm 182- 190
5. Barber, N., dan Dean, B., The incidence of medication error and ways to reduce them,
Clinical Risk, 1998, 4: 103-106
6. Leape, LL., et. al., System analysis of administration events, JAMA, 1995; 274:35-43.
7. Barker, K.N., et. al., Medication error Observed in 36 Health Care Facilities, Arch Intern
Med, 2002; 162:1897-1903
8. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention,
www.nccmerp.org, didownload 5 Mei 2007.
9. American Society of Hospital Pharmacists. ASHP guidelines on preventing medication
errors in hospitals. Am J Hosp Pharm. 1993; 50:305–14.
10. Dean, B., What is a prescribing error, Quality in Health Care 2000;9:232–237
11. Lars Osterberg, M.D., and Terrence Blaschke, M.D., Drug therapy. Adherence to
Medication, N Engl J Med 2005;353:487-97
12. Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations, Critical Access
Hospital 2006 Medication Management, didownload 5 Mei 2007

23
13. Smith, J., Building a Safer NHS for Patients: Improving Medication Safety, NHS, 2004,
didownload dari
http://www.dh.gov.uk/en/Publicationsandstatistics/Publications/PublicationsPolicyAndG
uidance /DH_4071443 tanggal 25 Mei 2007.
14. Michael D. Murray, Pharm.D., M.P.H, Chapter 11. Automated Medication Dispensing
Devices, didownload dari www.ahrq.gov/clinic/ptsafety/chap11.htm., tanggal 28 Mei
2007
15. Institute for Safe Medication Practices, ISMP’s List of High-Alert Medications,
didownload dari http://www.ismp.org/Tools/ highalertmedications.pdf., tanggal 2 Maret
2007
16. WHO Collaborating Centre for Patient Safety Solution, Control of Concentrated
Electrolyte Solution, Patient Safety Solutions, 2007, vol. 1, solution 5.
17. WHO Collaborating Centre for Patient Safety Solution, Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names, Patient Safety Solutions, 2007, vol. 1, solution .
18. Institute for Safe Medication Practices, FDA and ISMP Lists of Look-Alike Drug Name
Sets With Recommended Tall Man Letters, didownload dari http://www.ismp.org/,
tanggal 2 Maret 2007
19. Rogers, G., et. al., National Patient Safety Goals Reconciling Medications at Admission:
Safe Practice Recommendations and Implementation Strategies, Joint Commission
Journal of Quality and Patient Safety, Januari 2006, volume 32 number 1, hlm 37-50
20. Gleason, K. M., et. al., Reconciliation of discrepancies in medication histories and
admission orders of newly hospitalized patients. American Journal of Health-System
Pharmacy 2004; 61 1689-1695.
21. Tokarski, C,. Reducing Adverse Drug Events by Improving Reliability: A Newsmaker
Interview With Roger Resar, MD, Medscape medical news, 12 November 2004,
http://www.medscape.com/viewarticle/493643.
22. Pronovost, P., et. al., Medication reconciliation: a practical tool to reduce the risk of
medication errors. J Crit Care. 2003 Dec;18(4):201-5.
23. Bond, C.A., et. al., Clinical pharmacy services, hospital pharmacy staffing, and
medication errors in United States hospitals, Pharmacotherapy, 2002;22(2):134-47.
24. Kwan, Y., et. al., Pharmacist Medication Assessments in a Surgical Preadmission Clinic,
Arch Intern Med. 2007;167:1034-1040

24
25. Kaboli, P.J., Clinical Pharmacists and Inpatient Medical Care A Systematic Review, Arch
Intern Med. 2006;166:955-964

25

Anda mungkin juga menyukai