TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Obat
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan
dalam
menetapkan
diagnosis,
mencegah,
mengurangkan,
Sirup
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan
atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat
yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang
rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena
rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk
meminum obat (Ansel, 1989).
Sirup simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2.
Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat
tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3.
Sirup paling sering dibuat dengan salah satu cara dari keempat cara umum,
tergantung pada sifat fisika dan kimia bahan-bahan. Dinyatakan secara luas, caracara ini adalah:
1.
2.
3.
Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang
diberi rasa.
4.
2.2.1
besar
sirup
mengandung
komponen-komponen
berikut
2.
Pengawet antimikroba
3.
Pemberi Rasa
4.
Pewarna
2.2.1.4 Pewarna
Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat pewarna yang
berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya hijau untuk rasa
permen, coklat untuk rasa coklat dan sebagainya). Pewarna yang digunakan
umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan
warnanya stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif.
2.3
Batuk
2.3.1
Penyebab Batuk
Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan),
2.3.3
Jenis-Jenis Batuk
1. Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing ( kuman, debu dan sebagainya ) dan dahak dari batang tenggorokan.
Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.
2. Batuk Non Produktif
Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau
memang pengeluarannya memang tidak mungkin. Batuk jenis ini tidak ada
manfaatnya, maka haruslah dihentikan (Tan dan Kirana, 1987).
2.3.4
Pengobatan Batuk
Terapi batuk hendaknya dimulai dengan mencari penyebab batuk dan
Dextromethorphan
Dextromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivate dari
Rumus Empiris
: C 18 H 25 NO.HBr.H 2 O
Berat Molekul
: 370,33
Pemerian
Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
kloroform, tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995).
2.4.2
Efek Farmakologis
Dextromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan (penekan batuk)
yakni bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk
(Harkness, 1989).
2.4.3
Metabolisme
Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60
Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk,
Dosis
Dextromethorphan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10-20 mg/ml.
Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/hari. Meninggikan
dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi dapat
memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan untuk
mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 34 kali sehari (Munaf, 1994).
2.5
gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat
yang khas yaitu :
1. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.
2. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm,
untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.
3. Ukuran partikel bahan sorpsi terletak dibawah 50 m, hingga akan tercapai
suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.
4. Pelarut
elusi
dialirkan
kedalam
kolom
dengan
tekanan
untuk
4. Detektor
5. Wadah penampung buangan fase gerak
6. Suatu komputer atau integrator atau perekam
KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif.
2.5.1
Instrumentasi KCKT
a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam. Wadah ini biasanya dapt
sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparatif perlu kecepatan alir
sampai 20 ml/menit, dengan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan
terulangkan kedalam kolom (Rohman, 2009; Gritter, 1991; Mulja, 1995).
c. Injektor
Sampel-sampel cair atau larutan disuntikkan secara langsung ke dalam
fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik atau injektor yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon
yang dilengkapi dengan keluk sampel. Ada tiga macam sistem injektor pada
KCKT yaitu :
1. Injektor dengan memakai diafragma (septum)
2. Injektor tanpa septum
3. Injektor dengan pipa dosis (Rohman, 2009; Rohman, 2007).
d. Kolom
Keberhasilan atau kegagalan suatu analisis tergantung pada pemilihan
kolom dan kondisi kerjanya yang tepat. Kolom pada KCKT merupakan bagian
yang terpenting, sebab sebagai separasi komponen-komponen sampel akan terjadi
didalam kolom. Kolom akan menjadi penentu keberhasilan pemisahan komponenkomponen sampel serta
Dilihat dari jenis fase diam dan fase geraknya maka kolom pada KCKT
dapat dibedakan atas:
1. Kolom fase normal
Kolom dengan fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silika gel,
sedangkan fase gerak bersifat non polar.
2. Kolom fase terbalik
Kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya
bersifat polar, kebalikan dari kolom fase normal (Johnson, 1991; Mulja, 1995).
Oktadesil silika (ODS atau C 18 ) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang
rendah, sedang maupun tinggi (Rohman, 2009).
e. Detektor
Detektor diperlukan sebagai pengukur adanya komponen cuplikan didalam
eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik, sangat peka, tidak
banyak berderu, rentang tanggapan liniernya lebar dan menanggapi semua jenis
senyawa. Detektor dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara
umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor
indeks bias dan spektrofotometri massa.
2. Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik
dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
elektrokimia (Jonshon, 1991; Rohman, 2007; Munson, 1991).