Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Obat
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk

digunakan

dalam

menetapkan

diagnosis,

mencegah,

mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan


badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan lainnya (Joenoes, 2001).
Obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun.
Obat bersifat sebagai obat jika tepat dalam pengobatan suatu penyakit dengan
dosis dan waktu yang tepat. Akan tetapi apabila digunakan penyalahgunaan dalam
pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan maka dapat menimbulkan
keracunan, sebaliknya apabila dosis yang diberikan lebih kecil maka tidak akan
memperoleh efek penyembuhan (Anief, 2000).
2.2

Sirup
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan

atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan alat
yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang
rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena
rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk
meminum obat (Ansel, 1989).

Beberapa sirup bukan obat yang sebelumnya resmi dimaksudkan sebagai


pembawa yang memberikan rasa enak pada obat yang ditambahkan kemudian,
baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula
standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau
bahan obat. Sirup obat dalam perdagangan dibuat dari bahan-bahan awal yaitu
dengan menggabungkan masing-masing komponen tunggal dari sirup seperti
sukrosa, air murni, bahan pemberi rasa, bahan pewarna, bahan terapeutik dan
bahan-bahan lain yang diperlukan dan diinginkan (Anief, 1994).
Jenis obat yang diberikan dalam bentuk sirup-sirup obat yang sering
ditemukan adalah antitusif dan antihistamin. Ini tidak berarti bahwa jenis obatobat lainnya tidak ada yang diformula menjadi sirup, tentu saja banyak macam
zat-zat obat dapat ditemukan dalam bentuk sirup dalam compendia resmi dan
diantara produk-produk dagang yang banyak. Sirup (Sirupi) adalah merupakan
larutan jernih berasa manis yang dapat ditambahkan Gliserol, Sorbitol,
Polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk meningkatnya
kelarutan obat dan menghalangi pembentukan hablur sukrosa. Kadar sukrosa
dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain. Larutan gula yang encer,
merupakan medium pertumbuhan bagi jamur, ragi, dan bakteri (Anief,1994).
Ada tiga macam sirup yaitu:
1.

Sirup simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.

2.

Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat
tambahan dan digunakan untuk pengobatan.

3.

Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi


atau penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi
rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak (Anief, 1986).

Sirup paling sering dibuat dengan salah satu cara dari keempat cara umum,
tergantung pada sifat fisika dan kimia bahan-bahan. Dinyatakan secara luas, caracara ini adalah:
1.

Larutan dari bahan-bahan dengan bantuan panas.

2.

Larutan dari bahan-bahan dengan pengadukan tanpa penggunaan panas.

3.

Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang
diberi rasa.

4.

Dengan perkolasi dari sumber-sumber bahan obat atau sukrosa.

2.2.1

Komponen dari Sirup


Sebagian

besar

sirup

mengandung

komponen-komponen

berikut

disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada:


1.

Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk


memberi rasa manis dan kental

2.

Pengawet antimikroba

3.

Pemberi Rasa

4.

Pewarna

2.2.1.1 Sirup dengan Dasar Sukrosa dan Bukan Sukrosa


Sukrosa adalah gula yang paling sering digunakan dalam sirup-sirup
walaupun dalam keadaan khusus dapat diganti seluruhnya atau sebagian dengan
gula-gula lain seperti dekstrosa atau bukan gula seperti sorbitol, gliserin dll.
Kebanyakan sirup mengandung sebagian besar sukrosa, biasanya 60 sampai 80%,
tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan kekentalan yang diinginkan dari
larutan seperti itu, tapi karena sifat stabilitasnya.
2.2.1.2 Pengawet antimikroba
Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk menjaga sirup terhadap
pertumbuhan Mikroba berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang tersedia
untuk pertumbuhan, sifat, aktivitas sebagai pengawet. Diantara pengawetpengawet yang umum digunakan sebagai pengawet sirup dengan konsentrasi
lazim yang efektif adalah asam benzoate (0,1-0,2%), natrium benzoate (0,1-0,2%)
dan berbagai campuran metal, propil dan butyl paraben(total 0,1%).
2.2.1.3 Pemberi Rasa
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahanbahan yang berasal dari alam seperti minyak menguap (contoh: minyak jeruk),
vanili, dan lain-lain, untuk pembuatan sirup yang sedap rasanya. Karena sirup
adalah sediaan air, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan air yang cukup.
Akan tetapi, kadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin
kelangsungan kelarutan dari pemberi rasa yang sukar larut dalam air.

2.2.1.4 Pewarna
Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat pewarna yang
berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya hijau untuk rasa
permen, coklat untuk rasa coklat dan sebagainya). Pewarna yang digunakan
umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan
warnanya stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif.
2.3

Batuk

2.3.1

Pengertian dan Fisiologi Batuk


Batuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan

dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan


oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa
bagian dari tenggorokan. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang
bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari
dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian, batuk
merupakan suatu mekanisme perlindungan (Halim,1996).
2.3.2

Penyebab Batuk
Refleks batuk dapat timbul akibat radang (infeksi saluran pernafasan),

alergi(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru),


perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Penyebab
utama batuk adalah infeksi virus misalnya influenza, selesma, dan radang pada
cabang serta hulu tenggorokan. Penyebab lain dari batuk antara lain peradangan
pada paru-paru, tumor dan juga akibat dari suatu efek samping obat (Tan dan
Kirana, 1987).

2.3.3

Jenis-Jenis Batuk
1. Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan

zat-zat asing ( kuman, debu dan sebagainya ) dan dahak dari batang tenggorokan.
Maka, jenis batuk ini tidak boleh ditekan.
2. Batuk Non Produktif
Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan atau
memang pengeluarannya memang tidak mungkin. Batuk jenis ini tidak ada
manfaatnya, maka haruslah dihentikan (Tan dan Kirana, 1987).
2.3.4

Pengobatan Batuk
Terapi batuk hendaknya dimulai dengan mencari penyebab batuk dan

mengobati penyebabnya. Misal pemberian antibiotik terhadap infeksi bakterial


dari saluran pernafasan kemudian dilakukan pertimbangan apakah perlu dilakukan
terapi guna menghilangkan atau mengurangi gejala batuk.
2.4

Dextromethorphan
Dextromethorphan (d-3-metoksi-N-metilmorfinan) adalah derivate dari

morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang


reflek batuk sama dengan kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan
kodein. Berbeda dengan kodein dan 1-metorfan, dextromethorphan tidak memiliki
efek analgesic, efek sedatif, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan
adiksi atau ketergantungan. Dextromethorphan efektif untuk mengontrol batuk
eksperiman maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dextromethorphan juga
memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi ringan. Mekanisme

kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada


penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP (Munaf,
1994).
2.4.1

Struktur Dextromethorphan HBr

(Gambar I : Struktur Dextromethorphan HBr)


Nama Kimia

:3-Metoksi-17-Metil-9, 13, 14,-Morfinan Hidrobromida

Rumus Empiris

: C 18 H 25 NO.HBr.H 2 O

Berat Molekul

: 370,33

Pemerian

: Hablur hampir putih atau serbuk hablur, bau lemah.


Melebur pada suhu lebih kurang 126 disertai penguraian.

Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
kloroform, tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995).

2.4.2

Efek Farmakologis
Dextromethorphan HBr mempunyai efek antidepresan (penekan batuk)

yakni bekerja langsung pada pusat batuk di otak untuk menekan refleks batuk
(Harkness, 1989).

2.4.3

Metabolisme
Absorpsi peroral cepat, kadar puncak plasma dicapai pada waktu 30-60

menit setelah pemberian. Metabolisme terutama terjadi di hepar, dan metabolitnya


diekskresikan melalui ginjal.
2.4.4

Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan ringan dan terbatas pada rasa mengantuk,

termenung, pusing, nyeri kepala, dan gangguan pada lambung-usus.


2.4.5

Dosis
Dextromethorphan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10-20 mg/ml.

Dosis dewasa 10-20 mg setiap 4-6 jam, maksimum 120 mg/hari. Meninggikan
dosis tidak akan membantu kuatnya efek yang diberikan, tetapi dapat
memperpanjang kerjanya sampai 10-12 jam, dan ini dapat dimanfaatkan untuk
mengontrol batuk malam hari. Dosis anak 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 34 kali sehari (Munaf, 1994).
2.5

Penetapan Kadar Dextromethorphan HBr dalam Sediaan Sirup

Dextromethorphan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Salah cara penetapan kadar Dextromethorphan HBr dalam sediaan sirup
Dextromethorphan adalah dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan jenis yang khusus dari
kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan
cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti

gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat
yang khas yaitu :
1. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.
2. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm,
untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.
3. Ukuran partikel bahan sorpsi terletak dibawah 50 m, hingga akan tercapai
suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.
4. Pelarut

elusi

dialirkan

kedalam

kolom

dengan

tekanan

untuk

mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom (Roth, 1998).


KCKT paling banyak digunakan untuk menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam amino, asam-asam nukleat, protein dalam cairan
fisiologis, menentukan kadar senyawa senyawa aktif obat, produk hasil
sampingan proses sintesis. KCKT merupakan teknik pemisahan dimana zat
terlarut terpisah oleh perbedaan elusi, dikarenakan zat terlarut ini melewati suatu
kolom kromatografi. Pemisahan diatur oleh distribusi larutan dalam fase diam dan
fase gerak. Penggunaan kromatografi cair dapat secara sukses memecahkan suatu
masalah dengan membutuhkan proses penggabungan tepat dari berbagai macam
kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,
kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).
Adapun instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri dari:
1. Wadah fase gerak dan sistem fase gerak
2. Alat untuk memasukkan sampel
3. Kolom

4. Detektor
5. Wadah penampung buangan fase gerak
6. Suatu komputer atau integrator atau perekam
KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif.
2.5.1

Instrumentasi KCKT
a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam. Wadah ini biasanya dapt

menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.


Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.
Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga
harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain
terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap
selama elusi) atau dengan cara bergradien yakni komposisi fase gerak berubahubah selama elusi (Rohman, 2009).
b. Pompa
Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa kriteria
sebagaimana syarat wadah fase gerak yakni harus tahan terhadap fase gerak,
biasanya terbuat dari gelas, baja tahan karat, teflon dan batu nilam. Pompa juga
harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 psi pada kecepatan alir

sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparatif perlu kecepatan alir
sampai 20 ml/menit, dengan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan
terulangkan kedalam kolom (Rohman, 2009; Gritter, 1991; Mulja, 1995).
c. Injektor
Sampel-sampel cair atau larutan disuntikkan secara langsung ke dalam
fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik atau injektor yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon
yang dilengkapi dengan keluk sampel. Ada tiga macam sistem injektor pada
KCKT yaitu :
1. Injektor dengan memakai diafragma (septum)
2. Injektor tanpa septum
3. Injektor dengan pipa dosis (Rohman, 2009; Rohman, 2007).
d. Kolom
Keberhasilan atau kegagalan suatu analisis tergantung pada pemilihan
kolom dan kondisi kerjanya yang tepat. Kolom pada KCKT merupakan bagian
yang terpenting, sebab sebagai separasi komponen-komponen sampel akan terjadi
didalam kolom. Kolom akan menjadi penentu keberhasilan pemisahan komponenkomponen sampel serta

hasil akhir dari suatu analisis. Dianjurkan untuk

memasang penyaring 2 m di jalur antara penyuntik dan kolom untuk menahan


partikel yang dibawa fase gerak dan memperjang umur dari kolom. (Rohman,
2007).

Dilihat dari jenis fase diam dan fase geraknya maka kolom pada KCKT
dapat dibedakan atas:
1. Kolom fase normal
Kolom dengan fase diamnya normal bersifat polar, misalnya silika gel,
sedangkan fase gerak bersifat non polar.
2. Kolom fase terbalik
Kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya
bersifat polar, kebalikan dari kolom fase normal (Johnson, 1991; Mulja, 1995).
Oktadesil silika (ODS atau C 18 ) merupakan fase diam yang paling banyak
digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang
rendah, sedang maupun tinggi (Rohman, 2009).
e. Detektor
Detektor diperlukan sebagai pengukur adanya komponen cuplikan didalam
eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik, sangat peka, tidak
banyak berderu, rentang tanggapan liniernya lebar dan menanggapi semua jenis
senyawa. Detektor dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara
umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor
indeks bias dan spektrofotometri massa.
2. Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik
dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
elektrokimia (Jonshon, 1991; Rohman, 2007; Munson, 1991).

Anda mungkin juga menyukai