Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI I


“SIRUP DIPHENYDRAMIN HCL”

OLEH:
NAMA : DANIEL GIANTINO
NIM : 181501179
HARI/PARTNER : RABU/1
TANGGAL PERCOBAAN : 06 NOVEMBER 2019
PROGRAM STUDI : S-1/REGULER
ASISTEN : HAURA ADILLA

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI I


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula
dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang
mangandung bahan pemberi rasa tapi tidak mengandung zat-zat obat dinamakan
pembawa bukan obat atau pembawa yang wangi/ harum (sirup). Sirup ini
dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau atau
dalam pembuatan formula standar untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung
bahan teraupeutik atau bahan obat (Ansel,1989).
Sirupus atau sirup obat adalah bentuk sediaan cair yang mengandung
Saccharosa atau gula. Konsistensi sirup kental karena kadar Saccharosa yang
tinggi, yaitu 66,0-66,0%. Pada sirup dengan kadar gula yang rendah dapat
terhambat. Bila sebagian dari Saccharosa berubah menjadi gula invert, maka sirup
cepat menjadai rusak; kerusakan sirup dapat dihindarkan dengan menambahkan
suatu bahan pengawet kedalam sirup, misalnya Nipasol dan Nipagin, atau natrium
benzoate (Joenoes,1990).
Sirupi = (sirup) = larutan pekat gula yang ditambah obat atau zat
pewangi, merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol,
sorbitol atau polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud umtuk
meningkatkan kelarutan obat dan menghalangi pembentukkan obat dan
menghalangi pembentukkan obat dan menghalangi pembentukkan obat dan
menghalangi pembentukkan sakarosa (Anief, 1986).
Sirup merupakan alat yang menyenangkan umtuk pemberian suatu
bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak. Sirup-sirup terutama efektif
dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya
menghilangkan keengganan pada sebagian anak-anak untuk meminum obat.
Kenyataan bahwa sirup-sirup mengandung sedikit alkohol atau tidak, menambah
kesenangan diantara orang tua ( Ansel,1989).

1
1.2 Prinsip Percobaan
Sirup obat merupakan sirup yang mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan lain digunakan dalam pengobatan. Karena bahan
pembawa dari sirup obat adalah sirup gula yang pekat, sering terjadi kristalisasi
gula pada saat peyimpanan dan untuk mengatasinya dapat ditambahkan sorbitol,
gliserin atau poli alcohol dalam jumlah sedikit. Kegunaan sorbitol atau poliol
tersebut juga dapat meningkatkan kelarutan obat. Pengujian sirup obat dilakukan
dengan uji berat jenis sediaan sirup dengan melakukan pengamatan sediaan
apakah terjadi kristalisasi dan sediaan berada dalam bentuk terlarut.

1.3 Tujuan Percobaan


- Untuk mengetahui bahan-bahan tambahan dalam sediaan sirup
- Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari sediaan sirup

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat atau
lebih dalam pelarut, dimakudkan untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar
atau untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (Anief,1986).
Sesuai dengan tujuan penggunaan, larutan dibagi menjadi:
1. Larutan steril
2. Larutan tidak steril
3. Larutan anti septika (Anief,1986).
Jika pelarutnya tidak disebut maka sebagai pelarut digunakan air.
Kadang-kadang dibedakan namanya. Bila yang terlarut adalah hanya satu jenis
obat, disebut solution dan apabila lebih dari satu jenis obat yang digunakan
disebut mixture. Tetapi penamaan ini sering kacau, artinya tidak tetap
(Anief,1986).
1. Larutan steril meliputi larutan untuk penggunaan luar sebagai
pengobatan luka atau kulit terbuka, larutan anti koagulan, irigasi kandung kemih,
larutan dialisa intraperitoneum. Baik alat maupun larutannya dibuat secara steril
dalam wadah yang steril.
2. Larutan yang tidak steril meliputi larutan obat dalam, baik larutan
yang langsung diminum ataupun yang harus diramu terlebih dahulu, larutan obat
untuk kulit yang utuh dan larutan hemodialisa. Pada pembuatan dihindari sedapat
mungkin adanya kontaminasi oleh bakteri dan jasad renik yang lain.
3. Larutan antiseptik, mudah sekali dicemari oleh jasad renik yang
telah resisten. Maka air yang digunakan harus air suling atau air yang baru
dididhkan, wadahnya betul-betul bersih, jangan gunakan tutup gabus. Lartan ini
tidak boleh digunakan lebih dari satu minggu sejak tutup dibuka. Larutan yang
digunkana sebagai antiseptikum untuk luka, mata atau dimasukkan kedalam
rongga dalam tubuh harus disterilkan dulu. Larutan antiseptik yang steril di dalam
wadah terttutup harus mudah dibedakan dengan wadah untuk larutan transfusi
termasuk larutan infusi. Pada etiket harus tertera : “ larutan steril, tidak
disuntikkan.” (Anief,1986).
Setiap obat yang dapat larut dalam air dan stabil dalam larutan berair dapat

3
ditambhakan pada sirup yang sudah dibumbui. Bagaimanapun, penjagaan harus
dialakukan untuk menjamin dapat campurnya diantara zat obat-obatan dan unsur
unsur formulasi lainnya dari sirup. Juga, sirup-sirup tertentu yang sudah direnca
mempunya media asam, sedangkan yang lainnya mungkin netral atau sedikit basa
dan pemilihan yang tepat harus dilakukan untuk menjamin stabilitas setiap bahan
obat yang ditambhakan. Mungkin jenis obat yang diberikan dalam bentuk sirup-
sirup obat yang sering ditemukan adalah antitusif dan antihistamin. Ini tidak
berarti bahwa jenis obat0obat lainnya tisak ada yang di formula menjadi sirup;
tentu saja banyak macam zat-zat obat dapat ditemukan dalam bentuk sirup dalam
kompendia resmi dan diantara produk-produk dagang yang banyak (Ansel,1989).
Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen berikut
disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada: (1) gula, biasanya sukrosa
atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental, (2)
pengawet antimikroba, (3) pembau, dan (4) pewarna. Juga sirup-sirup, terutama
yang dibuat dalam perdagangan, mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu
kelarutan, pengental dan stabilisator (Ansel,1989).
Sukrosa adalah gula yang paling sering digunakan dalam sirup-sirup,
walaupun dalam keadaan khusus dapat diganti seluruhnya atau sebagian dengan
gula-gula lainnya seperti dektrose atau bukan gula seperti sorbitol, gliserin dan
propilen glikol. Dalam beberapa contoh, semua zat glikogenetik (senyawa yang
diubah jadi glukosa dalam tubuh), termasuk bahan bahan yang disebutkan diatas,
yang diganti dengan zat-zat bukan glikogentik seperti metilselulosa atau
hidroksimetilselulosa. Kedua bahan ini tidak dihidrolisis dan diabsorbsi ke dalam
aliran darah, dan penggunaannya menghasilkan pembawa seperti sirup yang baik
sekali untuk obat-obat yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pasien-pasien
diabetes dan lain-lainnya yang dietnya harus dikontrol dan dibatasi dengan zat-zat
bukan glikogenetik. Umumnya viskositas yang dihasilkan dari penggunaan
derivat-derivat selulosa ini sangat mirip dengan sirup sukrosa. Penambahan satu
atau lebih pemanis buatan biasanya menghasilkan tiruan yang baik sekali dari
sirup sebenarnya (Ansel,1989).
Kebanyakan sirup-sirup mengandung sebagian besar sukrosa, biasanya 60
sampai 80%, tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan kekentalan yang
diinginkan dari larutan seperti itu, tapi juga karena sifat stabilitasnya yang berbeda

4
dengan sifat larutan encer dari sukrosa yang tidak stabil. Media gula berair dari
larutan sukrosa encer merupakan media makanan yang efisien untuk pertumbuhan
mikroorganisme,terutam ragi dan jamur. Sebaliknya, larutan-larutan gula yang
pekat seperti itu resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Aspek ini dari
sirup, dipertunjukkan oleh yang paling sederhan dari semua sirup, NF, yang
merupakan sinonim dari “sirup sederhana” dan terbuat dari 85 g sukrosa dalam air
murni yang cukup untuk membuat 100 mL sirup. Sediaan yang dihasilkan tidak
memerlukan penambahan zat pengawet; dalam kenyataannya, zat pengawet tidak
perlu ditambahkan pada sirup resmi ini. Apabila dibuat dan dipelihara
sebagaimana mestinya, maka sirup bersifat stabil dan resisten terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Suatu pemeriksaan terhadap sirup ini menyatakn
sifatnya yang pekat, dan relative tidak mengandung air untuk pertunbuhan
mikroba (Ansel,1989).
Jika sirup dijenuhkan secara sempurna dengan sukrosa, pada penyimpanan
dalam keadaan dingin sebagian sukrosa dapat mengkristal dari larutan, dan
dengan beraku sebagai inti, akan memulai semacam reaksi berantai yang akan
mengakibatkan pemisahan sejumlah sukrosa yangt tidak seimbang denagan daya
larutnya pada temperateur penyimpanan. Kemudian sirup menjadi sangat tidak
jenuh dan mungkin sesuai untuk pertunbuhan mikroba. Seperti yang telah di
formulasika, sirup resmi, stabil dan tahan terhadap oengkristalan dan pertumbuhan
bakteri. Akan tetapi, banyak sirup-sirp resmi lainnya dan sekumpulan sirup-sirup
diperdagangan tidak dimaksudkan menjadi hamper jenuh seperti sirup, NF, dan
oleh karena itu harus memakai zat pengawet yang ditambahkan untuk mencegah
pertumbuhan mikroba dan untuk menjamin kestabilan selama masa penggunaan
dan penyimpanan (Ansel,1989).
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, sirup dasar sukrosa dapat diganti
seluruhnya atau sebagian dengan zat-zat lain dalam sediaan sirup obat.larutan
poliol, seperti sorbitol atau campuran poliol seperti sorbitol dan glycerin, umum
digunakan. Larutan sorbitol, USP, yang mengandung 64% berat sorbitol alkohol
polihidrat (Ansel,1989).
Sirup paling sering dibuat dengan satu dari empat cara umum, tergantung
pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan. Dinyatakan secara luas, cara-cara ini
adalah (1) larutan dari bahan-bahan dengan bantuan panas, (2) larutan dari bahan-

5
bahan dengan pengadukkan tanpa penggunaan panas, (3) penambahan sukrosa
dalam pencairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa, dan (4)
dengan perkolasi dari sumber-sumber bahan obat atau sukrosa. Pada keadaan
tertentu sirup dapat berhasil dibuat dengan lebih dari satu cara diatas, dan
pemilahan semata-mata hanya merupakan pilihan lebih disukai dalam bagian dari
ahli farmasi (Ansel,1989).
Untuk banyak sirup resmi tidak ada cara yang dirancang resmi untuk
sediaan-sediaan ini. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian terbesar sirup
resmi tersedia dalam basis di perdagangan dan tidak dibuat segera oleh ahli
farmasi (Ansel,1989).

Fakta bahwa sirup farmasi pada umumnya menunjukkan stabilitas


mikroba
yang baik mungkin tampak mengejutkan - karena larutan gula encer memberikan
media pertumbuhan yang sesuai untuk perbanyakan jamur ragi, dan bakteri
(terbukti dengan kecernaan turbin yang nyata, fermentasi gula, dan perubahan
Dalam r oral bau, rasa, dan penampilan produk) ivery Solusi jenuh hampir gula
dalam air, bagaimana d selama-lamanya, karena sangat hipertonik, menghambat
dan sebagian besar pertumbuhan mikroba yang berbahaya ini, dan sirup sederhana
yang tidak memerlukan obat Pengawet antimikroba jika sudah disiapkan dan
disimpan dengan benar. Beberapa syr e lain up up tidak memerlukan pengawet
untuk serupa juga anak laki-laki. Namun, jika konsentrasi sukrosa turun benar di
bawah 80% (volume berat) maka preserver yang ative menghambat pertumbuhan
mikroba harus ditambahkan beberapa bahan pengawet yang berguna untuk sirup
dan juga obat mujaram mikro, bersamaan dengan konsentrasi biasa
(Banker,1982).
Beberapa sirup mengandung alkohol, yang biasanya merupakan basis untuk
membantu penonjolan. komponen obat Karena konsentrasi atau alkohol dalam
sirup jarang melebihi 5%, tidak ada efek dari alkohol yang diharapkan. Kadang-
kadang gula selain sukrosa digunakan untuk menyiapkan sirup. Misalnya, dalam
pembuatan sirup sirup hydriodic ekspektoran, up v digunakan sebagai pengganti
sukrosa untuk mencapai stabilitas kimia yang lebih baik Sukrosa dalam larutan
dapat dihidrolisis menjadi dan d D-glukosa (dekstrosa) dan fruktosa (levulosa)

6
Reaksi in mo dikatalisis oleh sejumlah kecil vitamin D atau dosis panas Reaksi ini
sebenarnya adalah langkah pertama dalam proses fermentasi, dan kejadian yang
tidak diinginkan yang diinginkan pada sirup. Kehadiran 5 ml i levulose dikaitkan
dengan warna yang lebih gelap pada sirup, tablet dan levulosa yang bertanggung
jawab atas warna amber bentuk t Pasien sirup sederhana (Banker,1982).
Persiapan sirup dengan larutan dengan panas, seperti yang dijelaskan sirup
sederhana, mungkin akan segera dipadukan bila banyak penyusunnya tidak mudah
menguap atau labil panas. Hal ini juga memungkinkan bagi po perusahaan gula
dan komponen lainnya menjadi sirup stance tanpa menggunakan panas. Selalu
atau bentuk agitasi yang dibutuhkan obat mujarab lain yang sesuai dengan ch dan
metode ini jauh lebih memakan waktu daripada saat panas digunakan. Hal ini
bahkan berlaku bila proses agitasi dingin dilakukan di dalam pelarut campuran
besar sebagai con tank yang digunakan di industri farmasi. Cara ini paling banyak
mencapai c yang tidak terlalu sesuai untuk memeriksa saturasi dengan rasa
hormat. Kadang-kadang saya Elixirs ications ditambahkan ke sirup yang sudah
disiapkan. Ini adalah teknik yang berguna karena obat ini sering mengandung
panas yang paling labil (Banker,1982).
Bila obat-obatan yang paling berguna seringkali merupakan bentuk bubuk
atau kristal dalam bentuk poros ke dalam sirup rasa, sangat penting bahwa obat
tersebut pertama-tama dibubarkan dalam jumlah sedikit air daripada mencoba
Tempatkan langsung ke su sirup itu sendiri. Sifat kental dari sirup, dan kita fakta
bahwa banyak dari mereka mendekati kejenuhan dengan rasa hormat terhadap
gula membuat sulit untuk membubarkan racun atau obat kristal langsung ke
dalamnya. Praktisi agamawan harus mengingat pendekatan ini setiap kali sebuah
resep meminta penggabungan kode fosfat kodein, amonium klorida, atau bahan
elix ilar ke dalam sirup (Banker,1982).
Sirup penutup obat yang paling penting dari berbagai kategori terapeutik,
namun di antara kategori yang paling sering adalah antihistamin, antitusif,
ekspektoran dan antipsikoti-sedatif. Beberapa sirup yang umum digunakan bisa
ditinjau dari United States Pharmacopeia (USP) atau National Formulary (NF)
(Banker,1982).
Misalnya, kombinasi dari antihistamin dan decongestants banyak digunakan
dalam bentuk sirup. Dalam kebanyakan kasus, dosis sirup yang tersedia secara

7
komersial dari bentuk sediaannya memiliki bentuk padat. Kandungan sirup
biasanya dinyatakan dalam kandungan mg per 5 ml, dan dosis yang diberikan oleh
5 ml biasanya kurang dari dosis yang diberikan. Dengan tablet atau kapsul, ini
memungkinkan sirup dosis sirup, bentuk yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien anak-anak (Banker,1982).
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa
(Depkes RI, 1979). Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak
kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Dalam penelitian ini, ekstrak kulit
batang kayu susu yang mempunyai aktivitas sebagai antimalaria diformulasi
dalam bentuk sediaan sirup, kemudian dilakukan pengujian kualitas sirup
(Gunawan,2016).
Sirup adalah larutan pekat gula yang ditambah obat atau zat pewangi,
merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambhakan gliserol, sorbitol atau
polialhkohol yang lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud untuk meningkatkan
kelarutan obat dan menghalangi pembentukkan hablur Saccharoda
(Joenoes,1990).
Kadar Saccharosa dalam sirupi adlah: 64-66%, kecuali dinyatakan lain.
Larutan gula yang encer, merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi jamur,
ragi dan bakteri (Joenoes,1990).
Ada tiga macam sirup yaitu:
1. Sirupus simpleks, mengandung 65% gula dalam larutan metil paraben
0,25% b/v.
2. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obatdengan atau tanpa zat
tambahan lain, digunakan dalam pengobatan.
3. Sirup pewangi, tidak mengandung obat, tetapi mengandung zat wewangi
atau zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk
menutupi rasa atau bau obat yang tidak enak (Joenoes,1990).
Evaluasi stabilitas fisik sediaan sirup dilakukan untuk mengetahui apakah
sediaan sirup yang dibuat dapat layak dikonsumsi nantinya. Evaluasi sifat fisik
yang dilakukan untuk sediaan sirup ekstrak daun Sidaguri yaitu uji organoleptik
(rasa, warna, dan bau), uji homogenitas, uji pH serta uji waktu tuang. Pada uji
organoleptik, sirup ekstrak daun sidaguri memiliki rasa manis, bau khas buah
melon dan juga warna hijau pekat yang merupakan warna dasar ekstrak daun

8
sidaguri. Pada uji homogenitas semua sirup yang diuji tidak memiliki gumpalan
dan endapan dalam larutan, hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara
bahan dan zat aktif yang digunakan. Pengujian pH merupakan salah satu
parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan
bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang
dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4 – 7. Pada pengujian pH semua
sirup yang dihasilkan masih memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan.
Pengujian terakhir untuk kelayakan sediaan sirup yaitu uji waktu tuang. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui kemudahan tuang sediaan saat nanti akan
dikonsumsi. Uji ini berhubungan erat dengan kekentalan suatu sediaan. Jika
kekentalan yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan
sebaliknya, jika viskositas/kekentalan semakin besar, maka cairan akan semakin
sukar dituang. Pada pengujian ini sirup ekstrak daun Sidaguri dikatakan layak
karena memiliki waktu tuang yang memenuhi persyaratan uji sirup (Husen,2015).
Seperti dinyatakan sebelumnya, sirup adalah larutan sukrosa 85% b/v dalam
air murni. Dapat dibuat dengan melarutkan secara sederhana, dengan
mengadukkan, biasanya dengan bantuan panas atau dengan perkolasi. Disini dua
proses, berkenaan dengan pembuatan sirup ini, mula-mula disebutkan berturut-
turut sebagai “ proses pana” dan “ proses dingin”. Seperti sudah dinyatakan, sirup
ini hamper jenuh dan selamakonsentrasinya dipertahankan, larutan relative stabil
terhadap pertumbuhan mikroba. Sirup yang dibuat dengan perkolasi tidak
berwarna, tetapi yang dibuat dengan pemanasan umumnya berwarna kekuningan
karenal pembentukkan caramel dari sukrosa (Ansel,1989).
Sirup ini digunakan sebagai pembantu farmasetik dalam sediaan sirup obat.
Manis, tetapi tidak berasa dan tidak bewarna, biasanya dicampur dengan pemberi
rasa pewarna, seperti bahan-bahan pembantu farmasi lain bila digunakan sebagai
pembawa (Ansel,1989).
Sirup ini digunakan sebagai pembantu farmasetik dalam sediaan sirup obat.
Manis, tetapi tidak berasa dan tidak bewarna, biasanya dicampur dengan pemberi
rasa pewarna, seperti seperti bahan-bahan pembantu farmasi lain bila digunakan
sebagai pembawa Bahan-bahan pembantu farmasi lain bila digunakan sebagai
pembawa (Ansel,1989).

9
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Formula
R/ Diphenhydramin HCL 0,150
Ammonium Chlorida 1,2
Etanol 96% 1 ml
Larutan Sorbitol 70% 10 ml
Nipagin 0,150
Pewarna q.s
Aqua 10 ml
Ol. Rosa gtt II
Sirup Simplex ad 60 ml
m.f.sirup

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat-alat
Adapun alat yang digunakan ialah anak timbangan gram, anak timbangan
miligram, batang pengaduk, beaker glass 250 ml ( pyrex), botol kaca 60 ml,
cawan penguap 50 ml, gelas ukur ( pyrex) , kaca arloji, kertas label, kertas
perkamen, lumpang dan alu, penara perkamen, pipet tetes, serbet, spatula, sudip,
timbangan gram ( dynamica), timbanga miligram (yuma), tissue ( passo), water
bath
3.2.2 Bahan-bahan
Adapun bahan yang digunakan ialah diphenydramin HCL, amonium
klorida, etanol 96 %, larutan sorbitol 70%, nipagin, pewarna, aquades, ol.
citri, sirup simplex.
3.3 Perhitungan Bahan
 Diphenhydramin HCL = 0,15 gr
 Ammonium Chlorida = 1,2 gr
 Etanol 96% = 1ml
 Larutan Sorbitol 70% = 10ml
 Nipagin = 0,15gr
 Aqua = 10ml

10
 Ol. Citri = 2 tetes
 Sirup Simplex = 60 – (1 + 10 + 10 ) = 29ml
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Prosedur Pembuatan
 Ditimbang masing- masing bahan.
 Dimasukkan Diphenhydramin HCL dan Ammonium Chlorida ke dalam
beaker glass
 Dilarutkan dengan 10 ml aquades sebagai larutan I
 Dilarutkan Nipagin dan etanol ke dalam erlenmeyer sebagai larutan II
 Dicampur larutan II ke dalam larutan I
 Ditambahkan larutan sorbitol dan Ol. Rosa
 Ditambahkan sebagian sirup simplex
 Dimasukkan ke dalam botol
 Dicukupkan dengan sirup simplex sampai 60 ml
3.4.2 Prosedur Evaluasi
3.4.2.1 Evaluasi organoleptis
- diletakkan sediaan sirup ditempat dengan penerangan yang baik
- diamati sediaan secara visual
3.4.2.2 Uji kecukupan volume
- dituang sediaan sirup ke dalam gelas ukur
- diamati secara visual apakah volume tepat 60 ml
3.4.2.3 Uji kejernihan
- disediakan beaker glass bersih
- dituang sediaan sirup ke dalam beaker glass yang telah disediakan
- diamati sediaan secara visual apakah sediaan jernih bebas dari pengotor

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1 Hasil
4.1.1 Uji Organoleptik
Bau : Menthae
Bentuk : Cairan
Warna : Putih

4.1.2. Uji Homogenitas


Homogenitas : Homogen

4.2 Pembahasan
Pada percobaan yang telah kami lakukan, kami membuat sirup dengan
bahan aktif diphenhydramine HCL dan Ammonium Klorida. Proses mebuatan
dilakukan dengan melarutkan bahan aktif pada pelarutnya masing-masing,
kemudian dilakukan pencampuran kesmua bahan. Setelah itu dicukupkan dengan
sirup simplex sampai diperoleh volume yang diinginkan.
Setelah proses pembuatan selesai, kami menguji homogenita dari sediaan,
dimana sediaan yang kami but telah memenuhi syarat homogenitas karena pada
sediaan kami, tidak diperoleh molekul atau partikel-partikel kecil yang tidak larut.
Semua molekul larut dengan baik dan merata pada seluruh sirup sehingga untuk
uji homogenitas, sirup kami telah memenuhinya.
Evaluasi stabilitas fisik sediaan sirup dilakukan untuk mengetahui apakah
sediaan sirup yang dibuat dapat layak dikonsumsi nantinya. Evaluasi sifat fisik
yang dilakukan untuk sediaan sirup ekstrak daun Sidaguri yaitu uji organoleptik
(rasa, warna, dan bau), uji homogenitas, uji pH serta uji waktu tuang. Pada uji
organoleptik, sirup ekstrak daun sidaguri memiliki rasa manis, bau khas buah
melon dan juga warna hijau pekat yang merupakan warna dasar ekstrak daun
sidaguri. Pada uji homogenitas semua sirup yang diuji tidak memiliki gumpalan
dan endapan dalam larutan, hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara
bahan dan zat aktif yang digunakan. Pengujian pH merupakan salah satu
parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan

12
bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang
dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4 – 7. Pada pengujian pH semua
sirup yang dihasilkan masih memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan.
Pengujian terakhir untuk kelayakan sediaan sirup yaitu uji waktu tuang. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui kemudahan tuang sediaan saat nanti akan
dikonsumsi. Uji ini berhubungan erat dengan kekentalan suatu sediaan. Jika
kekentalan yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan
sebaliknya, jika viskositas/kekentalan semakin besar, maka cairan akan semakin
sukar dituang. Pada pengujian ini sirup ekstrak daun Sidaguri dikatakan layak
karena memiliki waktu tuang yang memenuhi persyaratan uji sirup (Husen,2015).

13
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Bahan-bahan penyusun sirup adalah zat aktif, pelarut atau zat pembawa
(contoh: air, gliserol, propilenglikol,etanol, eter dan lain-lain), pemanis,
zat penstabil dan pengawet.
 Hasil dari percobaan sediaan sirup yang kami peroleh berhasil, karena
sediaan sirup didiamkan selama 1 hari tidak terdapat kristal yang terbentuk
pada sediaan sirup .
5.2 Saran
 Sebaiknya pada percobaan berikutnya digunakkan bahan aktif ibat yang
lain seperti dextrometrophan HBr.
 Sebaiknya pada percobaan berikutnya mengunakan uji evaluasi yang lain,
misalnya uji pH, uji stabilitas suhu, dan uji daya serap.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghala Indonesia. Halaman 78-89.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Georgia :


penerbit
Universitas Insonesia. Halaman 326-341.

Banker, G.S.D. 1982. Pharmaceutics and Pharmacy Practice. Philadelphia: J.B.


Lippincott Company. Halaman 201-202.

Gunawan, E. 2016. Formulasi Sirup Antimalaria Ekstrak Kulit Batang Kayu Susu
(Alstonia Scholaris (L.) R. Br.). Pharmacy. Vol. 13(01). Halaman 1-9.

Husen, R.W.M. 2015. Formulasi dan Evaluasi Sirup Ekstrak Daun Sindaguri (
Sida rhombifolia L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 4(3). Halaman 134-138.

Joenoes, N.Z. 1990. Ars Prescibendi Resep Yang Rasional. Surabaya: Airlangga
University Press. Halaman 102-105.

Medan, 29 November 2019


Asisten, Praktikan,

(Haura Adilla) (Daniel Giantino)

15

Anda mungkin juga menyukai