Revelansinya Kini”
Disusun Oleh:
Gede Angga Wiguna ( 1720003 )
Kadek Reza Yudha Lesmana ( 1720009 )
Managemen Informatika
Agama Hindu
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kami
anugrah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa anugrah-Nya tentunya kami tidak akan mampu untuk
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kepemimpinan Berbasis
Hindu Serta Relevansinya Kini” sebagai tugas akhir dari mata kuliah
Agama Hindu.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepemimpinan ............................................................ 4
2.2 Konsep-Konsep Kepemimpinan Berbasis Hindu ...................... 5
2.3 Pola Kepemimpinan Yang Terjadi Saat Ini ............................... 15
2.4 Solusi Yang Diterapkan Guna Mengatasi Ketidaksesuaian Pola
Kepemimpinan Saat Ini ............................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari kepemimpinan.
1.3.2 Untuk mengetahui konsep-konsep kepemimpinan yang
berbasis hindu.
1.3.3 Untuk mengetahui pola kepemimpinan pada saat ini.
1.3.4 Untuk mengetahui solusi yang diterapkan guna mengatasi
ketidaksesuian antara konsep kepemimpinan berbasis hindu
dengan pola kepemimpinan yang terjadi saat ini.
1.4 Manfaat
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk dapat memahami definisi dari kepemimpinan.
1.4.2 Untuk dapat memahami konsep-konsep kepemimpinan yang
berbasis hindu.
2
1.4.3 Untuk dapat memahami pola kepemimpinan pada saat ini.
1.4.4 Untuk dapat memahami solusi yang diterapkan guna mengatasi
ketidaksesuian antara konsep kepemimpinan berbasis hindu
dengan pola kepemimpinan yang terjadi saat ini?
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
a) Abhigamika, artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu
menarik perhatian positif dari rakyatnya.
b) Prajna, artinya seorang raja atau pemimpin harus bijaksana.
c) Utsaha, artinya seorang raja atau pemimpin harus memiliki
daya kreatif yang tinggi.
d) Atma Sampad, artinya seorang raja atau pemimpin harus
bermoral yang luhur.
e) Sakya samanta, artinya seorang raja atau pemimpin harus
mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus memperbaiki
hal-hal yang dianggap kurang baik.
f) Aksudra Parisatka, artinya seorang raja atau pemimpin harus
mampu memimpin sidang para menterinya dan dapat menarik
kesimpulan yang bijaksana sehingga diterima oleh semua
pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
6
a. Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus
berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang
berwibawa akan disegani oleh rakyat dan bawahannya.
7
c) Indra Jala, artinya seorang pemimpin harus bisa mencarikan
jalan keluar dalam memecahkan persoalan yang dihadapi
sesuai dengan hasil analisisnya tadi.
d) Wikrama, artinya seorang pemimpin harus melaksanakan
semua upaya penyelesaian dengan baik sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan.
e) Logika, artinya seorang pemimpin harus mengedepankan
pertimbangan-pertimbangan logis dalam menindak lanjuti
penyelesaian permasalahan yang telah ditetapkan.
5. Nawa Natya
Dalam Lontar Jawa Kuno yang berjudul “Nawa Natya”
dijelaskan bahwa seorang raja dalam memilih pembantu-
pembantunya (menterinya). Ada sembilan kriteria yang harus
diperhatikan oleh seorang raja dalam memilih para pembantunya.
Sembilan kriteria inilah yang dikenal sebagai Nawa Natya. Adapun
kesembilan kriteria itu adalah:
a) Prajna Nidagda (bijaksana dan teguh pendiriannya).
b) Wira Sarwa Yudha (pemberani dan pantang menyerah dalam
setiap medan perang).
c) Paramartha (bersifat mulia dan luhur)
d) Dhirotsaha (tekun dan ulet dalam setiap pekerjaan)
e) Wragi Wakya (pandai berbicara atau berdiplomasi)
f) Samaupaya (selalu setia pada janji)
g) Lagawangartha (tidak pamrih pada harta benda)
h) Wruh Ring Sarwa Bastra (bisa mengatasi segala kerusuhan)
i) Wiweka (dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk)
8
Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Sifat-sifat utama tersebut
ada 15 yang disebut sebagai Panca Dasa Pramiteng Prabhu.
Adapun kelima belas bagian dari Panca Dasa Pramiteng Prabhu
tersebut adalah :
a) Wijayana (bijaksana dalam setiap masalah)
b) Mantri Wira (pemberani dalam membela negara)
c) Wicaksananengnaya (sangat bijaksana dalam memimpin)
d) Natanggwan (dipercaya oleh rakyat dan negaranya)
e) Satya Bhakti Prabhu (selalu setia dan taat pada atasan)
f) Wagmiwak (Pandai bicara dan berdiplomasi)
g) Sarjawa Upasama (sabar dan rendah hati)
h) Dhirotsaha (teguh hati dalam setiap usaha)
i) Teulelana (teguh iman dan optimistis)
j) Tan Satrsna (tidak terlihat pada kepentingan golongan atau
pribadi)
k) Dibyacita (lapang dada dan toleransi)
l) Nayakken Musuh (mampu membersihkan musuh-musuh
negara)
m) Masihi Samasta Bawana (menyayangi isi alam)
n) Sumantri (menjadi abdi negara yang baik)
o) Gineng Pratigina (senantiasa berbuat baik dan menghindari
perbuatan buruk)
9
e) Gascarya (mampu menghadapi lawan yang kuat)
f) Stanha (menjaga hubungan baik).
8. Panca Satya
Selain upaya, sifat dan kriteria sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, masih ada satu lagi landasan bagi pemimpin
Hindu dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Landasan ini ada
lima yang dikenal sebagai Panca Satya. Lima Satya ini harus
dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu di
manapun dia berada. Kelima landasan itu adalah :
a) Satya Hrdaya (jujur terhadap diri sendiri / setia dalam hati)
b) Satya Wacana (jujur dalam perkataan / setia dalam ucapan)
c) Satya Samaya (setia pada janji)
d) Satya Mitra (setia pada sahabat)
e) Satya Laksana (jujur dalam perbuatan)
Kelima ini juga harus dijadikan pedoman dalam hidupnya.
Sehingga ia akan menjadi seorang pemimpin yang hebat,
berwibawa, disegani dan sebagainya.
Tingkat keberhasilan dari seorang pemimpin dalam
memimpin itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu : faktor usaha
manusia (Manusa atau jangkunging manungsa) dan faktor
kehendak Tuhan (Daiwa atau jangkaning Dewa). Sementara tingkat
keberhasilannya bisa berupa penurunan (Ksaya), tetap atau stabil
(Sthana) dan peningkatan atau kemajuan (Vrddhi).
9. Asta Brata
Asta Brata adalah Contoh Kepemimpinan Hindu yang
terdapat dalam Itihasa Ramayana. Asta Brata ini merupakan,
Delapan Tipe kepemimpinan yang merupakan Delapan Sifat
Kemahakuasaan Tuhan. Ajaran ini diberikan Sri Rama kepada
Wibhisana sebagai Raja Alengka Pura menggantikan kakaknya
Rahwana. Bagian- bagian ajaran Asta Brata sebagai berikut:
10
a) Indra Brata
Dewa Indra adalah Raja dari para dewa, yang tinggal di
Kahyangan Kaendran dimana di sana adalah simbol kekayaan
(harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan
seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita).
Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan
rupanya hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di
India, Jawa, dan Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah
seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun kawan.
Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra dipuja dalam dua
aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan
adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai
bercocok tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh
makanan, tercukupinya sandang dan perumahan, inilah
kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol
kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata,
dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya.
Ketiga aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus
diterapkan oleh pemimpin dalam mengusahakan kesejahtera-
an rakyatnya.
Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa perang, penakluk
musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah
menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja
pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan musuh
dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang Raja haruslah mampu
mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri
(sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya
dalam hal pengendalian diri.
b) Yama Brata
Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah
pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang
11
tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah
sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu
memberikan keadilan kepada rakyatnya. Dalam manajemen
modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan dengan
memberikan reward and punishment secara tepat kepada
anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman
kepada yang bersalah.
c) Surya Brata
Surya atau Matahari adalah sinar Maha agung,
daripadaNya segala kehidupan mungkin bertahan dan
berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri
Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak
beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang
menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala
perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk
baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang
paling utama di dunia, menyinari seluruh jagadraya tanpa
kecuali.
Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa Surya yang harus
diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi seluruh
rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat
adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain
adalah menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa
tersakiti. Demikian dicontohkan oleh Sinar Matahari yang
menyinari atau memanasi air laut, menyerap uap air ke udara,
menjadi awan, awan menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh
dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa matahari
memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis
mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara
seorang pemimpin dengan yang dipimpin.
12
d) Candra Brata
Candra atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala
malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap kehidupan
manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan
rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari.
Keduanya, antara sisi gelap dan bulan selalu berdampingan
karena Bulan tidak pernah hadir saat siang, dia selalu hadir
saat malam.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat
bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama,
seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat
kesusahan menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil
misalnya dalam organisasi kelurahan, seorang lurah wajib
mengerti kesusahan yang menimpa staff atau warga kelurahan
dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau
setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental
kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Disamping itu, Bulan
juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus
memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan
perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi
rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan Candra
Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya,
menghilangkan kesesuhan yang menimpa rakyat.
e) Bayu Brata
Bayu atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun
ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan kehidupan
dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan
satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya
dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin,
yaitu mampu membaca seluruh pikiran dan kehendak rakyat
tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah memiliki kepekaan
terhadap keinginan dan kehendak rakyat.
13
f) Kuwera Brata
Kuwera adalah Dewa kekayaaan. Dalam hal kepemimpinan,
Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu tampil
elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari
penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus
berpenampilan serba mewah yang justru menimbulkan gap
antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan, tata cara
berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu
yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
dimana penampilan seperti itu harus hadir.
g) Baruna Brata
Baruna adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan
tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang
dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori
malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah
pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas,
mampu menampung semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-
kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan kepada dirinya dan
selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua
menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa
rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik,
melainkan memberikan bimbingan terus menerus kepada
mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah
sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.
h) Agni Brata
Agni atau api bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan
sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat untuk
maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang lebih
baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa
memberikan teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu
bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan organisasi yang
dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan
14
dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan,
misalnya mengadakan role play, refreshing, dan sebagainya
yang pada dasarnya melepaskan semua kejenuhan dan
membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih
baik.
15
Demikian Hindu memandang kepemimpinan wanita, dalam
Veda telah dipaparkan bagaimana keutamaan wanita dalam
kepemimpinan. Wanita dan pria adalah mitra yang sejajar dalam
membangun bangsa ini, yang dapat saling mendukung untuk menuju
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Namun selain itu, pola kepemimpinan yang terjadi saat ini
masih ada beberapa ketidaksesuaian dengan ajaran kepemimpinan
berbasis hindu, karena sebagian besar pemimpin hanya
mengutamakan kepentingan pribadi. Tidak heran ada suatu ungkapan
yang menyatakan “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin
miskin”. Hal ini sudah terbukti, setiap ada anggaran untuk rakyat ada
yang diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab.
Adapula terdapat beberapa oknum calon pejabat dimasa
kampanye nya gembar-gembor melakukan aksi umbar janji politik
yang sangat menarik minat dan perhatian kalangan banyak tetapi
ketika oknum tersebut terpilih dan menduduki jabatan tersebut malah
tidak memenuhi janji-janji politik yang sudah digembar-gemborkan
melainkan melakukan hal-hal yang sangat bertentangan dengan
konsep kepemimpinan berbasis hindu yang diharapkan seperti kolusi,
korupsi dan nepotisme. KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) tidak
dapat dipungkiri banyak menggerogoti pola kepemimpinan yang
terjadi saat ini. Hal inilah yang membawa rasa tidak nyaman bagi
kalangan banyak, dimana yang dirugikan adalah masyarakat itu
sendiri.
16
1. Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang diharapkan
mampu untuk memperbaiki pola kepemimpinan yang berkaitan
dengan kejujuran dan kesetiaan terhadap janji.
2. Pembentukan Undang-Undang Dasar yang mampu mengikat dan
menjadi pedoman pemimpin didalam melakukan managemen atau
pengelolaan terhadap instansi yang dipimpinnya guna mewujudkan
kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh elemen didalamnya.
3. Pembentukan LSM-LSM yang dalam hal ini mampu membantu
dalam pengawasan kebijakan-kebijakan pemerintah guna
kepentingan masyarakat.
4. Ditambahkannya pendidikan karakter yang baik didalam
pembelajaran dari jenjang SD hingga perguruan tinggi, dimana
diharapkan nantinya bisa menciptakan calon pemimpin-pemimpin
yang mampu melaksanakan tugas serta kewajiban yang sesuai
dengan pola kepemimpinan yang sejati.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan adalah kepemimpinan
merupakan proses memimpin, memanage, mengatur, menggerakkan
dan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi, dan
sebagainya. Terdapat banyak konsep-konsep kepemimpinan berbasis
hindu yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan didalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawab menjadi seorang pemimpin.
Dimana dari konsep-konsep tersebut diharapkan mampu mewujudkan
dan menciptakan kondisi yang dapat menguntungkan serta
memberikan rasa aman dan nyaman bagi kalangan banyak. Meskipun
pola kepemimpinan yang terjadi pada saat ini sudah berjalan sesuai
dengan konsep-konsep kepemimpinan berbasis hindu namun masih
ada beberapa ketidaksesuaian didalam pelaksanaannya.
Untuk mengatasi ketidaksesuaian antara kepemimpinan
berbasis hindu dengan pola kepemimpinan yang terjadi saat ini yaitu
dengan menerapkan solusi sebagai berikut :
1. Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
2. Pembentukan Undang-Undang Dasar yang mampu mengikat dan
menjadi pedoman.
3. Pembentukan LSM-LSM.
4. Ditambahkannya pendidikan karakter yang baik didalam
pembelajaran dari jenjang SD hingga perguruan tinggi.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah untuk
meningkatkan kualitas calon-calon pemimpin perlu diciptakannya
syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi oleh calon-calon pemimpin
sebelum mereka menjadi pemimpin yaitu seperti minimal pernah
mengenyam pendidikan di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri)
18
atau sederajat, dimana lulusannya sudah dapat dijamin kualitasnya.
Bisa juga dibuatkan undang-undang yang menyatakan bahwa apabila
pejabat Negara terbukti melakukan tindakan pelanggaran hukum
dalam hal ini KKN, maka seluruh asset yang dimilikinya akan menjadi
milik Negara.
19
DAFTAR PUSTAKA
20