Anda di halaman 1dari 4

Indonesia merupakan negara hukum.

Hal itu sudah jelas tertulis dalam pasal 1 ayat


(3) UUD 1945. Negara hukum adalah negara yang menjunjung tinggi realisasi
kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Negara hukum lahir dari hasil
perjuangan komunitas untuk membebaskan atau melepaskan diri dari tindakan
sewenang-wenang oleh penguasa. Karena itu, tidak dibenarkan jika penguasa
melakukan kesewenang-wenangan kepada masyarakat dengan menggunakan
wewenangnya (Suhariyanto, 2019).

Negara hukum memiliki prinsip memberikan jaminan, kepastian, dan perlindungan hukum
yang menekankan pada kebenaran dan keadilan. Perlindungan hukum mensyaratkan bahwa
hukum dalam kehidupan masyarakat membutuhkan keberadaan alat bukti yang dapat
dengan jelas menggambarkan hak dan kewajiban individu sebagai subjek hukum. Oleh
karena itu, adapun langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam memberikan jaminan
perlindungan keadilan hukum bagi masyarakat adalah dengan membentuk PTUN (Habibi,
2019).

Dengan keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), telah memenuhi konsep
negara hukum seperti yang telah diperkenalkan oleh Stahl. Dalam konsepnya, Stahl
mengungkapkan unsur-unsur negara hukum sebagai berikut:

Memberikan perlindungan HAM.

Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, penyelenggara negara
harus berdasar pada trias politica.

Dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah harus berdasarkan pada undang-undang.

Jika Pemerintah masih melakukan pelanggaran HAM, maka ada pengadilan administratif
yang akan menyelesaikan.

Menurut pasal 47 UU No. 5/1986 tentang PTUN, kompetensi absolut PTUN adalah
berwewenang melakukan pemeriksaan, mengakhiri, dan menyelesaikan perselisihan
administratif Negara. Pasal 1 ayat (4) menjelaskan bahwa sengketa tata usaha negara
adalah sengketa yang timbul di bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan
hukum sipil dengan lembaga atau pejabat administrasi Negara, baik di pusat maupun
di Daeah, sebagai hasil dari penerbitan KTUN, termasuk perselisihan hubungan kerja
berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku (Heryansyah, 2017).

Melihat bunyi pasal 47 di atas, jelas bahwa PTUN memiliki kompetensi yang sempit karena
hanya berkaitan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang dinilai bersifat merugikan
masyarakat. Selain itu, PTUN tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili. Keadaan ini
berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, kompetensi absolut PTUN yang

1
tercantum dalam pasal 47 UU No. 5/1986 dinilai tidak relevan lagi. Oleh karena itu,
disahkanlah UU No. 34/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Lahirnya peraturan ini merupakan bentuk reformasi atau upaya pembaharuan sistem
hukum nasional terhadap kewenangan PTUN. Mahfud Effendi mengungkapkan bahwa hal
memang sudah seharusnya dilakukan karena alasan sebagai berikut:

Kompetensi absolut PTUN yang sangat sempit menjadi salah satu penyebab kegagalan
penyelesaian sengeketa Tata Usaha Negara (TUN). Hal ini karena banyak sengketa TUN yang
tidak bisa dijangkau oleh PTUN.

Sinkronisasi UU PTUN dalam rangka menyongsong disahkannya Rancangan Undang-Undang


(RUU) Administasi Pemerintahan (AP) membuka peluang diperluasnya kompetensi absolut
dari PTUN.

Berangkat dari penjelasan di atas, essai ini akan menguraikan tentang “Pembaharuan Sistem
Hukum Nasional Terhadap Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)”.

Pembahasan

Sebagai sebuah negara hukum, Indonesia tentunya memiliki cita-cita. Adapun cita-cita ini
tertuang jelas dalam preambule UUD 1945, yaitu sebagai berikut (Tutik, 2018):

Memberikan perlindungan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
yang berlandaskan pada persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
masyarakat Indonesia.

Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia

Berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan


perwakilan

Berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

Seperti kita ketahui bahwa hukum adalah cerminan dari masyarakat tempat hukum itu
diberlakukan. Oleh karena itu, jelas bahwa hukum yang berlaku di Indonesia akan
lebih efektif jika hukum itu berasal dari semangat masyarakat yang menciptakan
hukum itu sendiri, yaitu rakyat Indonesia. Kondisi saat ini menyiratkan bahwa
undang-undang yang berlaku di Indonesia tidak lagi mampu menjawab tantangan
zaman. Buktinya adalah hukum tidak mampu mengatasi masalah yang muncul dan
menghantui bangsa ini. Oleh karena itu, perlu memperbarui sistem hukum dalam arti
diperlukan perubahan mendasar dari hukum dan sistem hukum yang ada (Maryanto,
2011).

2
Secara terminologi, pembaharuan dapat diartikan sebagai proses memperbarui
kembali. Jika pembaharuan tersebut dimasukkan dalam konteks sistem hukum, maka
pembaharuan sistem hukum dapat didefinisikan sebagai penataan kembali hukum
sehingga hukum dapat berlaku sesuai dengan arus perkembangan zaman dan dapat
mewujudkan kebutuhan masyarakat sesuai dengan rasa keadilan dan norma serta
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tujuan pembaharuan adalah bahwa hukum
mampu mengawal semangat kebaruan, termasuk pembaharuan moral dan integritas
para petugas penegak hukum dalam rangka penegakan hukum untuk mengatasi
masalah dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga teori hukum dapat diterapkan
dalam keadaan yuridis dan sosiologis.

Berbicara soal pembaharuan sistem hukum nasional, salah satu bahasan yang menarik
perhatian adalah kompetensi atau kewenangan dari PTUN. Eksistensi PTUN tidak dapat
dipisahkan dari Indonesia yang berstatus negara hukum, karena keberadaannya merupakan
salah satu tanda negara hukum. PTUN diharapkan dapat berperan dalam penegakan hukum
administrasi yang berperan sebagai kontrol yuridis eksternal penyelenggaraan
pemerintahan. PTUN yang notabenenya berkedudukan sebagai lembaga kontrol yuridis
eksternal belum dapat memperlihatkan hasil yang sesuai harapan.

Sempitnya kompetensi absolut PTUN dalam UU No. 5/1986 membuat lahirnya UU No.
30/2014. Pada undang-undang sebelumnya, PTUN hanya berwenang mengadili keputusan
yang dikeluarkan oleh pemerintah ( lembaga eksekutif) dan sengketa kepegawaian. Namun
dengan lahirnya UU yang baru ini, PTUN memiliki cakupan kompetensi yang bertambah
luas. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

Kompetensi Terkait Lingkup Administrasi

Pada UU No. 5/1986, lingkup administrasi hanya sebatas pada bidang eksekutif yakni
pelaksana undang-undang dan dalam tataran praktek ditambah dengan kewenangan
pejabat pemerintah untuk mengeluarkan diskresi. Tetapi, dalam UU No. 30/2014 ini
terdapat perluasan lingkup atau cakupan administrasi, selain dari tetap mempertahankan
administrasi pada bidang eksekutif juga terdapat penambahan lingkup administrasi pada
bidang-bidang kekuasaan yang lain.

Mengantisipasi dan Mengadili Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Tata Usaha Negara

Seperti kita ketahui bahwa pemerintah memiliki otoritas luas dalam melakukan
intervensi kehidupan warga. Jelas ini membuka kemungkinan penyalahgunaan
wewenang yang dapat dilakukan oleh pejabat TUN kapan saja. Memang, di satu sisi
negara bisa melindungi masyarakat, tetapi di sisi lain juga membuka celah dalam
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat TUN. Karena itu, tentu saja warga negara
membutuhkan perlindungan agar terhindar dari penyalahgunaan wewenang yang bisa

3
dilakukan oleh pejabat TUN. UU No. 30/2014 mengatur kewenangan PTUN dalam
memeriksa keputusan atau tindakan pejabat TUN yang mengandung penyalahgunaan
wewenang atau tidak. Dalam undang-undang sebelumnya, ini belum ditetapkan

Mengadili Diskesi Pejabat TUN (Tata Usaha Negara)

Diskresi dapat diartikan sebagai kebebasan pemerintah untuk bertindak atas inisiatif sendiri
dalam hal menyelesaikan problem-problem sosial. Dalam praktik diskresi ini membuka
peluang terjadinya kontra kepentingan antara pemerintah dengan masyarakat (Heryansyah,
2011). Mengingat bahwa tindakan ini membuka peluang adanya penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat PTUN, maka UU No. 30/ 2014 telah memuat ketentuan mengenai
pengujian terhadap diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat TUN. Jika di dalam diskresi itu
ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang maka dapat dilakukan pembatalan dengan
keputusan pengadilan. Pada undang-undang sebelumnya, hal ini belum diatur.

Penutup

Negara hukum (Law State) pada hakikatnya memiliki untuk memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat agar tercipta keadilan dan ketertiban. Zaman yang terus
berkembang menuntut hukum agar dapat melakukan penyesuaian. Oleh karena itu,
pembaharuan sistem hukum nasional adalah langkah konkrit untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman. Perluasan kompetensi/ kewenangan absolut PTUN dari UU No.
5/1986 ke UU No. 30/2014 adalah salah satu contoh nyatanya. Dalam Undang-Undang No.
30 Tahun 2014, kewenangan PTUN bertambah luas yaitu dapat memutus ada tidaknya
tindakan penyalahgunaan wewenang dalam suatu KTUN oleh PTUN serta pengujian atas
diskresi yang dikeluatkan oleh Pejabat TUN.

Anda mungkin juga menyukai