Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa.
Masa remaja juga seringkali dirasa sebagai salah satu masa yang paling indah dibanding
masa lainnya. Oleh karena itu saat seseorang berada di masa peralihan ini, remaja sering
kali merasa bingung dalam menentukan jati diri mereka. Remaja selalu mencoba segala hal
demi menentukan siapakah diri mereka sebenarnya. Pada masa remaja, hubungan dengan
teman sebaya berperan penting dalam perkembangan sosio-emosi individu. Pertemanan
pada masa remaja dapat membantu remaja untuk mengeksplorasi diri sendiri dan
memahami orang lain, menjadi pondasi untuk relasi intim di masa depan, menghadapi stres,
dan memperbaiki sikap serta meningkatkan keterlibatan dalam bersekolah.1

Remaja juga membangun hubungan antar pribadi dengan lawan jenis, yang sering
kali menjadi hubungan yang romantis dan dapat berlanjut pada aktivitas pacaran. Knight
(2004) mendefinisikan pacaran sebagai proses persatuan atau perencanaan khusus antara
dua orang yang berlawanan jenis, yang saling tertarik satu sama lain dalam berbagai tingkat
tertentu. Proses ini dapat berupa hubungan yang sederhana, namun dapat juga berupa
hubungan yang lebih kompleks. Berpacaran umumnya dimulai dengan tingkat permulaan
dan dapat berkembang menjadi hubungan pribadi yang lebih dewasa. Hal ini dipengaruhi
oleh apa yang terjadi dan bagaimana persahabatan itu tumbuh menjadi dewasa.2

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012
oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), & ICF International (2013), usia rata-rata
seseorang mencapai tahap pacaran pertama kali paling banyak adalah 15-17 tahun (tahap
remaja madya), yaitu 47% untuk wanita dan 42,7% untuk pria. Posisi terbanyak kedua

1
Berk, L. E, Development Through The Lifespan (6th ed.), ( USA: Pearson Education, Inc, 2014).
2
Knight, J.F, Jadi Kamu sudah Remaja. (Bandung: Publishing House, 2004).

1
2

untuk usia pertama kali berpacaran adalah 12-14 tahun (remaja awal), yaitu 30,9% untuk
wanita dan 32,1% untuk pria.

Pacaran memiliki berbagai risiko bagi remaja dan terlebih bagi usia sebelum remaja.
Risiko yang paling terlihat adalah remaja dapat mengalami penurunan prestasi akademik
dan terlibat dalam perilaku nakal (Berk, 2014). Lebih lanjut lagi, pacaran dapat menjadi
pintu masuk pada hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan seksual pra nikah
sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta. Apabila seseorang
berpacaran pada usia remaja awal dengan keadaan emosi serta pola pikir yang belum stabil,
besar kemungkinan risiko yang dihadapi akan lebih besar.

Risiko pacaran pada remaja Indonesia nampak dalam SDKI 2012 yang
mengungkapkan pengalaman-pengalaman seksual pra nikah yang dilakukan remaja.
Sebanyak 29,5% dari 10.980 remaja pria dan 6,2% dari 8.419 remaja wanita pernah meraba
atau merangsang pasangannya. Tidak hanya itu, 8,3% remaja pria dan 0,9% remaja wanita
juga mengaku sudah pernah berhubungan seksual. Alasan para remaja tersebut melakukan
hubungan seksual antara lain rasa penasaran atau ingin tahu (53,8%), terjadi begitu saja
(23,6%), dipaksa oleh pasangan (2,6%), pengaruh teman (1,2%), dan bahkan ada pula yang
tidak mengingat alasan melakukannya (0,7%). Survei tersebut juga menyebutkan bahwa
enam dari sepuluh pria menyatakan mempunyai pasangan yang pernah menggugurkan
kandungannya, dan tiga dari sepuluh melanjutkan kehamilan mereka.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul:

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Pergaulan Remaja Putra
dan Putri Yang Pacaran

1.2 Identifikasi Masalah

Pada era globalisasi budaya atau trend yang menganggap pacaran sssebagai sesuatu
yang biasa sebelum memasuki jenjang pernikahan. Mulai terjadi hal-hal yang negatif di
kalangan remaja akibat menganut budaya pacaran. Perubahan zaman kemudian dijadikan
3

kambing hitam dan zina itu dianggap modern dan pacaran itu trend. Banyak orang tua masa
kini membukakan hati selebar-lebarnya bagi anak-anak mereka untuk berbuat maksiat.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dampak negatif pacaran


b. Faktor-faktor yang membuat remaja putra dan putri di Kampung Cibeunying
berpacaran
c. Pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pergaulan remaja putra dan putri yang
pacaran di Kampung Cibeunying.
1.4 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apa saja dampak negatif pacaran?


b. Apa saja faktor-faktor yang membuat remaja putra dan putri di Kampung Cibeunying
berpacaran?
c. Bagaimana pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pergaulan remaja putra dan putri
yang pacaran di Kampung Cibeunying?
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui dampak negatif pacaran.


b. Mengetahui faktor-faktor yang membuat remaja putra dan putri di Kampung
Cibeunying berpacaran.
c. Mengetahui bagaimana pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pergaulan remaja
putra dan putri yang pacaran di Kampung Cibeunying.
4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku
a. Definisi

Perilaku adalah reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar. Perilaku manusia
merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan
reaksi seseorang yang langsung terlihat atau tidak terlihat. Timbulnya reaksi perilaku akibat
interelasi stimulus internal dan eksternal yang diproses melalui kognitif, afektif dan
motorik.3 Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang
dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan.

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi


manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Sedangkan menurut Wawan (2011) Perilaku
merupakan suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi
dan tujuan baik disadari maupun tidak.Perilaku adalah kumpulan berbagai faktor yang
saling berinteraksi.4

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa perilaku merupakan


respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian ini

3
Ardiani, Rizki, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual pada Siswa Kelas X di SMA
Muhammadiyah 2 Gemolong Sragen, (Skripsi, 2014).
4
Wawan, Dewi, Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia, (Yogyakarta: Nuha
Medika, 2011)

4
5

dikenal dengan teori „S-O‟R” atau “Stimulus-Organisme-Respon”. Respon dibedakan


menjadi dua yaitu:5

1. Respon respondent atau reflektif

Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Biasanya respon


yang dihasilkan bersifat relatif tetap disebut juga eliciting stimuli. Perilaku emosional yang
menetap misalnya orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih
jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal serta minum jika terasa haus.

2. Operan Respon

Respon operant atau instrumental respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh
stimulus atau rangsangan lain berupa penguatan. Perangsang perilakunya disebut
reinforcing stimuli yang berfungsi memperkuat respon. Misalnya, petugas kesehatan
melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan gaji yang diterima cukup, kerjanya yang baik
menjadi stimulus untuk memperoleh promosi jabatan.

b. Macam-Macam Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:6

1. Perilaku Tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup. Respon terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.

2. Perilaku Terbuka

5
Notoatmodjo, S, Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011).
6
Notoatmodjo,S, Promosi Kesehatan dan I lmu Perilaku, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007).
6

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan
mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain.Proses pembentukan perilaku dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, aspek dalam diri individu yang sangat berpengaruh
dalam perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan kombinasi
dari penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah
dorongan untuk melakukan suatu tindakan yang memuaskan. Dorongan dalam motivasi
diwujudkan dalam bentuk tindakan

c. Faktor-Faktor yang Menentukan Perilaku

Menurut Green dalam penelitian Pratiwi (2012), perilaku ditemukan dalam tiga
faktor, yaitu:7

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah


terjadinya perilaku. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
a. Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan.
b. Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang,
ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective dan behavior.
Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja,
sebagai berikut:

7
Pratiwi, Ratih, Upaya Pencegahan Perilaku Pergaulan Bebas Dengan Layanan Bimbingan Kelompok
Tentang Bahaya Narkoba Melalui Tayangan Film Edukatif, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan
Konseling: IKIP Veteran Semarang, 2012.
7

 Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.


 Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif,
dimanifestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki
seseorang terhadap objek atau orang tertentu.
 Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang
untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu.
2. Faktor pendukung (enabling factor) meliputi semua karakter lingkungan dan semua
sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu
perilaku.
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya
perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman sebaya, peraturan, undang-undang, surat
keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat.

Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurut Sunaryo (2004) adalah
sebagai berikut:8

1. Faktor Genetik dan Faktor Endogen

Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam
individu (endogen), antara lain:

a) Jenis Ras

Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda dengan yang
lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih (Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid)
dan ras kulit kuning (Mongoloid).

b) Jenis Kelamin

8
Sunaryo, Psikologi Untuk Pendidikan, (Jakarta: EGC, 2004).
8

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan
pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku berdasarkan pertimbangan rasional. Sedangkan
wanita berperilaku berdasarkan emosional.

c) Sifat Fisik

Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.

d) Sifat Kepribadian

Perilaku individu merupakan manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai


pengaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku manusia tidak ada yang sama
karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu.

e) Bakat Pembawaan

Bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan sesuatu lebih sedikit sekali
bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.

f) Intelegensi

Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh karena itu kita kenal
ada individu yang intelegensi tinggi yaitu individu yang dalam pengambilan keputusan
dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sedangkan individu yang memiliki intelegensi
rendah dalam pengambilan keputusan akan bertindak lambat.

2. Faktor Eksogen
a) Faktor Lingkungan

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu.


Lingkungan sangat berpengaruh terhadap individu karena lingkungan merupakan lahan
untuk perkembangan perilaku. perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dalam interkasi
manusia dengan lingkungan.
9

 Usia

Usia adalah faktor terpenting juga dalam menentukan sikap individu, sehingga dalam
keadaan diatas responden akan cenderung mempunyai perilaku yang positif dibandingkan
umur yang dibawahnya.

 Pendidikan

Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar dengan
tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti dan tidak dapat menjadi dapat. Pendidikan mempengaruhi
perilaku manusia, beliau juga mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru didasari
oleh pengetahuan, kesadaran, sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.
Dengan demikian semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tepat dalam
menentukan perilaku serta semakin cepat pula untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat
kesehatan.

 Pekerjaan

Bekerja adalah salah satu jalan yang dapat digunakan manusia dalam menemukan
makna hidupnya. Dalam berkarya manusia menemukan sesuatu serta mendapatkan
penghargaan dan pencapaian pemenuhan diri. Pekerjaan umumnya merupakan kegiatan
yang menyita waktu dan kadang cenderung menyebabkan seseorang lupa akan kepentingan
kesehatan diri.

 Agama

Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk dalam konstruksi kepribadian
seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi dan berperilaku
individu.
10

 Sosial Ekonomi

Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial,


lingkungan sosial dapat menyangkut sosial. Status sosial ekonomi adalah posisi dan
kedudukan seseorang di masyarakat berhubungan dengan pendidikan, jumlah pendapatan
dan kekayaan serta fasilitas yang dimiliki. Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh
penduduk atas kerjanya dalam satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau
tahunan. Pendapatan merupakan dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap individu
diperoleh dari hasil kerjanya. Sehingga rendah tingginya pendapatan digunakan sebagai
pedoman kerja. Mereka yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang rendah cenderung tidak
maksimal dalam berproduksi. Sedangkan masyarakat yang memiliki gaji tinggi memiliki
motivasi khusus untuk bekerja dan produktivitas kerja mereka lebih baik dan maksimal.

 Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia,


dimana hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

2.2 Remaja
a. Definisi

Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual. Masa remaja disebut juga sebagai masa perubahan, meliputi perubahan dalam
sikap, dan perubahan fisik. Remaja pada tahap tersebut mengalami perubahan banyak
perubahan baik secara emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-
masalah pada masa remaja.9

9
Hurlock, Elizabeth , Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta :
Erlangga, 2011).
11

Secara etimiologi, Remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Remaja merupakan


suatu masa kehidupan individu dimana terjadi perubahan psikologis untuk menemukan
identitas diri. Pada masa transisi dari masa anak-anak kemasa remaja, individu mulai
mengembangkan ciri-ciri yang abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja
mempunyai sifat yang unik, salah satunya dalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang dilihat,
kepada keadaan serta lingkungan disekitarnya. Selain itu, remaja mempunyai kebutuhan
akan kesehatan seksual, dimana pemenuhan kebutuhan seksual tersebut sangat bervariasi.
Masa remaja adalah masa yang penting dalam kehidupan manusia. Golongan umur juga
penting karena menjadi penghubung anatara masa kanak-kanak yang bebas menuju masa
dewasa yang menuntut tanggup jawab.10

Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya daerah setempat.
WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir
15-20 tahun. Batasan usia remaja Indonesia usia 11-24 tahun dan belum menikah. Masa
remaja dimulai dengan masa remaja awal (12-24 tahun), kemudian dilanjutkan dengan
masa remaja tengah (15-17 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

b. Tahapan Remaja

Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap perkembangan remaja,
yaitu sebagai berikut:11

1. Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun


Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan
jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti
dan dimengerti oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.

2. Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun

10
Kusmiran, Eny, Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta:Salemba Medika, 2011).
11
Ibid
12

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja merasa senang jika
banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri
sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama pada dirinya.
Remaja cendrung berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih
yang mana. Pada fase remaja madya ini mulai timbul keinginan untuk berkencan dengan
lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual sehingga remaja mulai mencoba
aktivitas-aktivitas seksual yang mereka inginkan.

3. Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun


Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan
pencapaian 5 hal, yaitu:

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.


b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan dalam
pengalaman-pengalaman yang baru.
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri.
e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan publik.

c. Karakteristik Perkembangan Sifat Remaja

Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat remaja yaitu sebagai berikut:12

1. Kegelisahan

Sesuai dengan masa perkembangannya, remaja mempunyai banyak angan-angan, dan


keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan. Hal ini menyebabkan remaja mempunyai
angan-angan yang sangat tinggi, namun kemampuan yang dimiliki remaja belum memadai
sehingga remaja diliputi oleh perasaan gelisah.

12
Ali, M. dan Asrori, Psikologi Remaja -Perkembangan Peserta Didik. Cetakan ketujuh, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2001)
13

2. Pertentangan

Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering mengalami


pertentangan antara diri sendiri dan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi ini akan
menimbulkan kebingungan dalam diri remaja tersebut.

3. Mengkhayal

Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan, akibatnya remaja akan


mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalan mereka melalui dunia
fantasi. Tidak semua khayalan remaja bersifat negatif. Terkadang khayalan remaja bisa
bersifat positif, misalnya menimbulkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.

4. Aktivitas Kelompok

Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua akan mengakibatkan kekecewaan


pada remaja bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja mencari jalan
keluar dari kesulitan yang dihadapi dengan berkumpul bersama teman sebaya. Mereka
akan melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat
mereka atasi bersama.

5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Karena
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang, menjelajahi
segala sesuatu, dan ingin mencoba semua hal yang belum pernah dialami sebelumnya.

d. Perkembangan Remaja
1. Perkembangan Fisik

Perubahan fisik terjadi dengan cepat pada remaja. Kematangan seksual sering terjadi
seiring dengan perkembangan seksual secara primer dan sekunder. Perubahan secara
14

primer berupa perubahan fisik dan hormon penting untuk reproduksi, perubahan sekunder
antara laki-laki dan perempuan berbeda.13

Pada anak laki-laki tumbuhnya kumis dan jenggot, jakun dan suara membesar.
Puncak kematangan seksual anak laki-laki adalah dalam kemampuan ejakulasi, pada masa
ini remaja sudah dapat menghasilkan sperma. Ejakulasi ini biasanya terjadi pada saat tidur
dan diawali dengan mimpi basah.14

Pada anak perempuan tampak perubahan pada bentuk tubuh seperti tumbuhnya
payudara dan panggul yang membesar. Puncak kematangan pada remaja wanita adalah
ketika mendapatkan menstruasi pertama (menarche). Menstruasi pertama menunjukkan
bahwa remaja perempuan telah memproduksi sel telur yang tidak dibuahi, sehingga akan
keluar bersama darah menstruasi melalui vagina atau alat kelamin wanita.15

2. Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi sangat berhubungan dengan perkembangan hormon, dapat


ditandai dengan emosi yang sangat labil. Remaja belum bisa mengendalikan emosi yang
dirasakannya dengan sepenuhnya.16

3. Perkembangan Kognitif

Remaja mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dengan


tindakan yang logis. Remaja dapat berfikir abstrak dan menghadapi masalah yang sulit
secara efektif. Jika terlibat dalam masalah, remaja dapat mempertimbangkan beragam
penyebab dan solusi yang sangat banyak.17

4. Perkembangan Psikososial

13
Potter & Perry, Fundamental Keperawatan. Edisi 7, (Jakarta : Salemba Medika, 2009).
14
Sarwono, Psikologi Remaja.Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
15

Perkembangan psikososial ditandai dengan terikatnya remaja pada kelompok sebaya.


Pada masa ini, remaja mulai tertarik dengan lawan jenis. Minat sosialnya bertambah dan
penampilannya menjadi lebih penting dibandingkan sebelumnya. Perubahan fisik yang
terjadi seperti berat badan dan proporsi tubuh dapat menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan seperti, malu dan tidak percaya diri.18

Perkembangan adalah perubahan yang menyangkut aspek kualitatif dan kuantitatif.


Rangkaian perubahan dapat bersifat progesif, teratur berkesinambungan, serta akumulatif.
Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan yang menyangkut segi kuantitatif yang ditandai
dengan Peningkatan dalam ukuran fisik dan dapat diukur.19

Kusmiran (2011) berpendapat, bahwa perkembangan remaja terlihat pada:20

1. Perkembangan biologis
Perubahan fisik pada pubertas merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah pengaruh
sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan
peningkatan fisik dan pada perkembangan karakteristik seks sekunder.

2. Perkembangan psikologis
Teori psikososial tradisional menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa
remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa remaja mereka mulai terlihat
dirinya sebagai individu yang lain.

3. Perkembangan moral
Anak yang lebih muda hanya dapat menerima keputusan atau sudut pandang orang
dewasa, sedangkan remaja untuk memperoleh autonomi dari orang dewasa mereka harus
menggantikan seperangkat moral dan nilai mereka sendiri.

18
Potter & Perry, Op.Cit
19
Kusmiran, Op.Cit
20
Ibid
16

4. Perkembangan spiritual
Remaja mampu memahami konsep abstrak dan menginterpretasikan analogi serta
simbol-simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi dan berfikir secara logis.

5. Perkembangan sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri mereka dari
dominasi keluarga. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat
terhadap teman dekat dan teman sebaya.

e. Masa Pubertas Remaja

Masa remaja diawali oleh masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan
fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi
fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan tubuh ini disertai dengan
perkembangan bertahap dan karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual
sekunder.21

Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi,


sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai
dengan jenis kelamin, seperti pada remaja putri yang ditandai dengan membesarnya buah
dada dan pinggul sedangkan pada remaja putra mengalami pembesaran suara, tumbuh bulu
dada, kaki, serta kumis. Karakteristik seksual sekunder ini tidak berhubungan langsung
dengan fungsi reproduksi, tetapi perannya dalam kehidupan sosial tidak kalah pentingnya
karena berhubungan dengan sex appeal atau daya tarik seksual.22

Al-Migwar (2010) menjelaskan masa puber secara bertahap yaitu:23

1. Tahap Prapubertas

21
Kusmiran, Op.Cit
22
Ibid
23
Al-Mighwar (2010). Psikologi Remaja. Bandung: CV. Pustaka Setia
17

Tahap ini disebut juga tahap pemtangan yaitu pada satu atau dua terakhir masa kanak-
kanak. Pada masa ini anak dianggap sebagai “prapuber”, sehingga ia tidak disebut seorang
anak dan tidak pula seorang remaja. Pada tahap ini, ciri-ciri seks sekunder mulai tampak,
namun organ-organ reproduksinya berkembang secara sempurna.

2. Tahap Puber

Tahap ini disebut juga tahap matang, yaitu terjadi pada garis antara masa kanak-
kanak dan masa remaja. Pada tahap ini, kriteria kematangan seksual mulai muncul. Pada
anak perempuan terjadi haid pertama dan pada anak laki-laki terjadi mimpi basah pertama
kali dan mulai berkembang ciri-ciri seks sekunder dan sel-sel diproduksi dalam organ-
organ seks.

3. Tahap Pascpuber

Pada tahap ini menyatu dengan pertama dan kedua masa remaja. Pada tahap ini ciri-
ciri seks sekunder sudah berkembang dengan baik dan organ-organ seks juga berfungsi
secara matang.

f. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Remaja mengalami growth spurt yaitu pertumbuhan fisik yang sangat pesat, yang
ditandai oleh ciri-ciri perkembangan pada masa pubertas. Otot-otot tubuh mengeras, tinggi
dan berat badan meningkat cepat, begitu pula dengan proporsi tubuh yang semakin mirip
dengan tubuh orang dewasa, termasuk juga dengan kemasakan fungsi seksual, hal ini
terjadi disebabkan adanya proses biologis yang berkaitan dengan perubahan hormonal
didalam tubuh remaja. Dengan demikian, pada saat ini remaja menjadi manusia seksual
yang memiliki kemampuan untuk bereproduksi.

Keadaan emosi selama masa remaja, secara tradisional remaja dianggap sebagai
periode "badai dan tekanan", suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai
akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ketegangan emosi ini diperoleh dari kondisi
18

sosial yang mengelilingi remaja masakini. Adapun meningginya emosi terutama karena
anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi
baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk
menghadapi keadaan-keadaan itu.

Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga sebagian
besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari
usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Meskipun
emosi remaja sering kali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada
umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional.

Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak,
perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan
khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka, misalnya
perlakuan sebagai "anak kecil" atau secara tidak adil membuat remaja sangat marah
dibandingkan dengan hal-hal lain.

Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila
pada akhir masa remaja tidak "meledakkan" emosinya dihadapan orang lain melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-
cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa
individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional.

Minat pendidikan pada umunya remaja muda suka mengeluh tentang sekolah dan
larangan-larangan, pekerjaan rumah, kursus wajib, makanan di kantin, dan cara
pengelolaan sekolah. Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh
minat mereka pada pekerjaan, kalau remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut
pendidikan tinggi maka pendidikan akan dianggap batu loncatan.

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan
perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan
19

berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah


berusaha:

1. Mampu menerima keadaan fisiknya.


2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
4. Mencapai kemandirian emosional.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk
melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
7. Memahami dan menginternalisasikan orang-orang dewasa dan orang tua.
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki
dunia dewasa.
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab keluarga.

Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan


kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan percapaian fase kognitif akan
sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu
dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan,
diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh
perkembangan kognitifnya.

2.3 Pacaran
a. Definisi

Pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan
melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain.
Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan
wanita yang belum menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat
20

memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di


Amerika.24

Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang


bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki
kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.25
Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah
direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya
dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).26

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah


serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan
dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum
menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain
sebagai pertimbangan sebelum menikah.
b. Karakteristik Pacaran

Pacaran merupakan fenomena yang relatif baru, sistem ini baru muncul setelah
perang dunia pertama terjadi. Hubungan pria dan wanita sebelum munculnya pacaran
dilakukan secara formal, dimana pria datang mengunjungi pihak wanita dan keluarganya.
Menurut DeGenova & Rice (2005), proses pacaran mulai muncul sejak pernikahan mulai
menjadi keputusan secara individual dibandingkan keluarga dan sejak adanya rasa cinta dan
saling ketertarikan satu sama lain antara pria dan wanita mulai menjadi dasar utama
seseorang untuk menikah.27

24
Bowman, Henry & Spanier Graham B, Modern Marriage, (New York :Mc Graw Hill Companies, 1978)
25
Benokraitis, N. V, Marriages and families(2nd edition) Change, Choices and Constraint, (New Jersey:
Prentice-Hall Inc, 1996).
26
Bowman & Spanier, Op.Cit
27
DeGenova, M.K & Rice, P.P, Intimate Relationship, Marriages, and Families, (New York: MC Grow-Hill,
2005)
21

Pacaran saat ini telah banyak berubah dibandingkan dengan pacaran pada masa lalu.
Hal ini disebabkan telah berkurangnya tekanan dan orientasi untuk menikah pada pasangan
yang berpacaran saat ini dibandingkan sebagaimana budaya pacaran pada masa lalu. Tahun
1700 dan 1800, pertemuan pria dan wanita yang dilakukan secara kebetulan tanpa
mendapat pengawasan akan mendapat hukuman. Wanita tidak akan pergi sendiri untuk
menjumpai pria begitu saja dan tanpa memilih-milih. Pria yang memiliki keinginan untuk
menjalin hubungan dengan seorang wanita maka ia harus menjumpai keluarga wanita
tersebut, secara formal memperkenalkan diri dan meminta izin untuk berhubungan dengan
wanita tersebut sebelum mereka dapat melangkah ke hubungan yang lebih jauh lagi.
Orangtua memiliki pengaruh yang sangat kuat, lebih dari yang dapat dilihat oleh seorang
anak dalam mempertimbangkan keputusan untuk sebuah pernikahan.
Tidak ada jaminan apakan hubungan pacaran yang dibina akan berakhir dalam
pernikahan, karena dalam berpacaran tidak ada komitmen untuk melanjutkan hubungan
tersebut ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor utama yang menentukan apakah suatu
hubungan pacaran dapat berakhir dalam ikatan pernikahan ialah tergantung pada ada atau
tidaknya keinginan yang mendasar dari diri individu tersebut untuk menikah.
Menurut Bowman & Spanier (1978), pacaran terkadang memunculkan banyak
harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini
disebabkan karena dalam pacaran baik pria maupun wanita berusaha untuk selalu
menampilkan perilaku yang terbaik di hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan
mempengaruhi standar penilaian seseorang terhadap pasangannya setelah menikah.28
c. Komponen Pacaran

Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan
pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi
kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun komponen-komponen
pacaran tersebut, antara lain:

28
Bowman & Spanier, Op.Cit
22

1. Saling Percaya (Trust each other)


Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan
berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif
individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.
2. Komunikasi (Communicate your self)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik. Komunikasi
merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
3. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan. Keintiman tidak hanya
terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa
kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu,
pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan
emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau
email.
4. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan
sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang
sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain
selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
d. Alasan Berpacaran

Menurut DeGenova & Rice (2005) ada beberapa hal yang menyebabkan individu-
individu berpacaran, antara lain:29
1. Pacaran sebagai bentuk rekreasi.
Satu alasan bagi pasangan untuk keluar secara sederhana adalah untuk bersantai-santai,
menikmati diri mereka sendiri dan memperoleh kesenangan. Pacaran merupakan suatu
bentuk hiburan an ini jugalah yang menjadi tujuan akhir dari pacaran itu sendiri.
2. Pacaran memberikan pertemanan, persahabatan dan keintiman pribadi.

29
DeGenova, M.K & Rice, Op.Cit
23

Banyak kaum muda yang memiliki dorongan yang kuat untuk mengembangkan
kedekatan dan hubungan yang intim melalui pacaran.
3. Pacaran adalah bentuk sosialisasi.
Pacaran membantu seseorang untuk mempelajari kealian-keahlian sosial, menambah
kepercayaan diri dan ketenangan, dan mulai menjadi ahli dalam seni berbicara,
bekerjasama, dan perhatian terhadap orang lain.
4. Pacaran berkontribusi untuk pengembangan kepribadian.
Salah satu cara bagi individu untuk mengembangkan identitas diri mereka adalah
melalui berhubungan dengan orang lain. Kesuksesan seseorang dalam pengalaman
berpacaran merupakan bagian dari perkembangan kepribadian. Satu dari alasan-alasan
kaum muda berpacaran adalah karena hubungan tersebut memberi mereka keamanan
dan perasaan dihargai secara pribadi.
5. Pacaran memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender.
Peran gender harus dipraktekkan dalam situasi kehidupan nyata dengan pasangan.
Banyak wanita saat ini menyadari bahwa mereka tidak dapat menerima peran
tradisionalnya yang pasif; pacaran membantu mereka mengetahui hal ini dan belajar
jenis peran apa saja yang mereka temukan dalam hubungan yang dekat.
6. Pacaran adalah cara untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.
Kebutuhan akan kasih sayang ini merupakan satu dari motif utama orang berpacaran.
7. Pacaran memberikan kesempatan bagi pencobaan dan kepuasan seksual.
Pacaran menjadi lebih berorientasi seksual, dengan adanya peningkatan jumlah kaum
muda yang semakin tertarik untuk melakukan hubungan intim.
8. Pacaran adalah cara untuk menyeleksi pasangan hidup.
Kesesuaian dari seleksi pasangan menganjurkan agar individu-individu yang memiliki
kecocokan yang baik dalam karakteristik-karakteristik pokok untuk dapat menikah satu
sama lain karena kecocokan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan
mampu membentuk hubungan yang saling memuaskan.
9. Pacaran mempersiapkan individu menuju pernikahan.
24

Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan perilaku
pasangan satu sama lain; pasangan dapat belajar bagaimana cara mempertahankan
hubungan dan bagaimana mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang terjadi.
e. Model-Model Pacaran

Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran:30
1. Casual Dating
Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda. Orang dalam
tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu waktu.
2. Regular Dating
Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai pasangan
yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap. Pasangan pada tahap
ini seringkali pergi bersama dengan pasangannya dan mengurangi atau menghentikan
hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika
seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain
lebih sering dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan
pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari yang lain).
3. Steady Dating
Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly. Pasangan
dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata sebagai bentuk komitmen mereka
terhadap pasangannya. Mahasiswa pria bisa memberikan pasangannya berupa pin
persaudaraan, kalung, dll sebagai wujud keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.
4. Engagement (Tunangan)
Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk menikah.

30
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C, Marriage and Family Development(Sixth Edition), (New York:
Harper & Row, 1985).
25

f. Gaya Pacaran

Banyak sebagian dari orang tua yang mengatakan bahwa gaya pacaran remaja zaman
sekarang sudah tidak sehat dan terlalu berani. Pacaran yang sehat adalah pacaran yang baik
serta dapat dipengaruhi oleh 4 faktor antara lain sehat secara fisik, sehat secara psikis, sehat
secara sosial, dan sehat secara seksual.
1. Gaya Pacaran Sehat
a) Sehat Secara Fisik
Pasangan yang memiliki rasa sayang terlalu berlebihan terhadap kekasihnya justru
dapat memicu hubungan tesebut menjadi tidak sehat. Karena terlalu sayang, terkadang
seseorang bisa bersikap terlalu mudah cemburu terhadap pasangannya. Misalnya, apabila
pasangannya memiliki hubungan pertemanan dengan lawan jenis lain, hal ini dapat
membuatnya cemburu dan bisa saja terjadi suatu kekerasan terhadap pasangannya. Bisa
hanya dicubit, tetapi bisa juga ditampar maupun dipukuli. Gaya pacaran seperti ini sudah
bisa dikatakan tidak sehat karena telah menyakiti fisik pasangan.
b) Sehat Secara Psikis
Setiap hubungan tentu harus disepakati oleh kedua pihak tanpa adanya pemaksaan
kehendak satu sama lain sehingga dalam hubungan tersebut seseorang benar-benar bisa
mendapatkan kenyamanan dan dapat membangun komitmen dengan baik, jangan sampai
ada rasa keterpaksaan dalam membangun hubungan, misalnya karena rasa kasihan, rasa
tidak tega, dan lain-lain. Rasa keterpaksaan tersebut tentu telah masuk ke dalam kategori
pacaran yang tidak sehat secara psikis.
c) Pacaran sehat secara sosial
Sikap-sikap yang dilakukan dalam proses pacaran yang dapat dilihat masyarakat
dengan baik disebut dengan pacaran sehat secara sosial. Sekarang ini banyak remaja yang
tidak mengenal waktu dalam berpacaran, misalnya berkunjung kerumah pacar sampai larut
malam. Hal tersebut tentu akan membuat pandangan masyarakat terhadap pasangan yang
terpaut terlalu jauh juga sudah dapat dikategorikan sebagai gaya pacaran tidak sehat secara
sosial.
26

d) Pacaran sehat secara seksual.


Dengan aktifitas seksual banyak remaja yang beranggapan bahwa untuk
mengungkapkan rasa cinta dan rasa sayang harus dilakukan dengan aktifitas tersebut.
Biasanya aktifitas seksual ini dimulai dari hal-hal kecil, tetapi lama-lama bisa merembet ke
hal-hal yang lebih berbahaya secara seksual. Kalangan remaja biasa menyebut gaya pacaran
yang tidak sehat secara seksual ini dengan kissing, necking, petting dan intercourse atau
disingkat dengan istilah KNPI.
2. Gaya Pacaran Tidak Sehat
Gaya pacaran tidak sehat (KNPI) merupakan singkatan dari kissing, necking, petting,
intercourse. Tujuan para remaja melakukan KNPI yaitu untuk menunjukan rasa cinta, yang
sebenarnya dapat ditunjukan dengan beragam cara dan tidak harus dengan aktifitas seksual.
Biasanya perilaku mencemaskan ini dimulai dengan berciuman (kissing) dengan pasangan,
kemudian lama-lama berlanjut ke necking (mencium leher sampai meraba-raba tubuh). Jika
sudah sampai ke tahap necking maka sangat mungkin untuk berlanjut ke petting (saling
menggosok-gosokkan alat kelamin). Apabila telah melakukan petting maka biasanya
aktivitas ini berlanjut pada tahap intercourse. Rangsangan yang dihasilkan oleh petting
dapat menyebabkan motivasi yang sangat besar bagi pasangan untuk melakukan intercourse
atau hubungan seksual. Dengan terjadinya intercourse, maka resiko terjadinya kehamilan
akan sangat besar.31

31
Iwan, Masturbasi, (Yogyakarta: C.V Andi Ofset, 2010)
27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dampak negatif pacaran.


b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat remaja putra dan putri di Kampung
Cibeunying berpacaran.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pergaulan
remaja putra dan putri yang pacaran di Kampung Cibeunying.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian:
a. Tempat Penelitian : Kampung Cibeunying
b. Waktu Penelitian : Oktober 2019
3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah salah satu dari jenis penelitian yang
termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang mengungkapkan kejadian atau fakta,
keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan
menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi.

3.4. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah hal-hal yang dibahas uraikan dalam penelitian. Objek dalam
penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap orang tua terhadap pergaulan remaja putra dan
putri yang pacaran.

3.5. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


28

a. Daftar pertanyaan wawancara


Adapun pertanyaan wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kira kira berapa persen remaja putra & putri berpacaran di Kampung Cibeunying?
2) Sejak umur berapa remaja mulai berpacaran di Kampung Cibeunying?
3) Menurut ibu kasus pergaulan bebas itu termasuk salah satu permasalahan yang di
remaja berpacaran atau tidak?
4) Dampak negatif terhadap remaja yang berpacaran di Kampung Cibeunying?
5) Dampak positif terhadap remaja yang berpacaran di Kampung Cibeunying?
6) Apa saja penyebab pergaulan bebas terhadap remaja yang berpacaran?
7) Bagaimana cara penanggulangan pergaulan bebas di kalangan remaja?
8) Apa faktor yang mempengaruhi terhadap remaja yang berpacaran?
9) Rata rata orang tua di Kampung Cibeunying mendukung atau tidak anaknya untuk
berpacaran?
10) Apa yang dibutuhkan remaja supaya terhindar dari pergaulan bebas?
11) Apa yang seharusnya dilakukan oleh orang tua saat mengetahui putra & putri
mereka berpacaran?
12) Apakah berpacaran menjadi hal yang lazim di Kampung Cibeunying atau tidak?
13) Bagaimana cara orang tua untuk membimbing anaknya agar tidak terjerumus ke
dalam pergaulan bebas?
14) Bagaimana pandangan warga kampung cibeunying terhadap remaja yang
berpacaran?
15) Bagaimana cara orang tua mengawasi anaknya yang berpacaran di Kampung
Cibeunying?
16) Bagaimana caranya agar remaja terhindar dari pergaulan bebas?
17) Apa bentuk bentuk dari pergaulan bebas?
b. Alat tulis dan buku catatan.
c. Handphone untuk merekam suara narasumber dan dokumentasi.
29

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diinginkan, peneliti menggunakan teknik


wawancara. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan
si penjawab atau narasumber.

3.7. Teknik Analisis Data

Untuk mengolah data hasil penelitian, diperlukan adanya analisa. Adapun analisa
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini merupakan alat
analisis untuk menjelaskan, meringkas, mereduksi, menyederhanakan, mengorganisasi dan
menyajikan data ke dalam bentuk yang teratur, sehingga mudah dibaca, dipahami dan
disimpulkan. Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk
menggambarkan keadaan data secara umum.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data

Pacaran saat ini telah menjadi hal yang lumrah bagi para remaja baik putra maupun
putri. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga Kampung Cibeunying, remaja putra dan
putri di Kampung tersebut sekitar 10% yang berpacaran. Remaja di kampung ini mulai
berpacaran pada rentang usia 15 tahun ke atas. Salah satu permasalahan remaja yang
berpacaran adalah terseret ke dalam pergaulan bebas. Jika dipersentasekan, remaja
Kampung Cibeunying yang terjerat pergaulan bebas hanya sekitar 5%. Ini menandakan
bahwa kondisi lingkungan kampung ini terbilang baik.

Meskipun hanya 5%, terdapat remaja yang hamil di luar nikah dan pulang larut
malam sehingga menganggu warga sekitar. Remaja yang terseret pergaulan bebas
disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah kurangnya kasih sayang dan kepedulian
dari orang tua. Untuk menghindari pergaulan bebas, para remaja hendaknya mengisi waktu
luang untuk hal yang positif.

Rasa ingin tahu yang tinggi menjadi alasan utama remaja Kampung Cibeunying
melakukan aktivitas pacaran. Jika dalam hal positif, orang tua remaja tersebut mendukung,
namun jika hal negatif, maka tidak akan didukung. Jika remaja berpacaran, maka orang tua
mereka akan mendiskusikan dengan baik kepada anak tentang dampak positif dan negative
dari pacaran. Salah satu dampak negatif dari pacaran yang menjurus pada pergaulan bebas
adalah hamil di luar nikah.

4.2 Hasil Analisis Data

Pacaran dapat dikatakan sebagai salah satu kegiatan remaja dalam mencari jati
dirinya. Dalam hal interaksi sosial, tentunya hal ini dapat dikatakan baik. Namun, cara
berpacaran remaja saat ini sangat memprihatinkan. Istilah “pacaran secara sehat” hanya

30
31

menjadi dongeng belaka. Hal ini karena pacaran saat ini cenderung menjurus pada hal-hal
seksual dan pergaulan bebas. Para orang tua pun menanggapi hal ini bermacam-macam. Di
Kampung Cibeunying, jika menyangkut hal yang positif maka mereka akan mengizinkan
anaknya berpacaran.

4.3 Pembahasan
Pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Dampak Negatif Pacaran
Ada beberapa dampak negatif dari pacaran yaitu sebagai berikut:
 Prestasi akan menurun

Mungkin ini akan terjadi sama kaum muda yang lupa akan tugas utamanya belajar
karena pacaran. Ini terjadi jika dia lebih memayoritaskan pacaran daripada belajar. Yang
dulunya juara kelas bisa jadi murid biasa saja di kelas dan bahkan ada yang bisa jadi
mahasiswa abadi akibat pacaran.

 Sex bebas

Pacaran adalah salah satu cara seseorang akan melakukan sex bebas. Beawal dari
mulai terlalu dekat hingga akhirnya terbuka akan hal yang negatif.

 Penuh masalah hingga stress

Pacaran tidak akan selalu penuh dengan kesenangan seperti di sinetron. Akan ada
saatnya pacaran akan melalui masalah misalnya cemburu yang berlebihan. Jika bisa di
lewati dengan kepala dingin ini akan baik hanya saja jika sebaliknya seseorang bisa
menjadi stres karena terlalu memikirkan hal tersebut.

 Kebebasan pribadi berkurang

Ini akan terjadi jika pacar adalah orang yang suka mengekang secara berlebihan.
32

b. Faktor-Faktor yang Membuat Remaja Putra Dan Putri di Kampung Cibeunying


Berpacaran

Masa remaja tidak terlepas dari percobaan-percobaan dengan hal yang baru yang
sebelumnya belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu terkadang banyak remaja yang gagal
dalam menjalani masa remajanya dikarenakan mencoba hal-hal yang sebenarnya belum
wajar dilakukan oleh seusianya. Ada juga remaja yang terlanjur terjerumus dalam jurang
kemaksiatan sehingga susah terlepas dari kenikmatan yang sesungguhnya tidak baik untuk
dirinya. Dikarenakan sudah merasa nyaman dengan apa yang dilakukannya maka susah
untuk meninggalkannya. Remaja seperti itulah yang sebenarnya kurang baik. Ada 2 faktor
utama yang membuat remaja putra dan putri Kampung Cibeunying berpacaran yaitu: (1)
pubertas dan (2) rasa ingin tahu yang tinggi tentang bagaimana rasanya pacaran

c. Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Pergaulan Remaja Putra Dan
Putri Yang Pacaran Di Kampung Cibeunying

Dari segi pengetahuan, orang tua remaja di Kampung Cibeunying memahami bahwa
pacaran merupakan hal yang sulit untuk terhindarkan dari kehidupan remaja masa kini.
Oleh karena itu, orang tua bersikap mendukung dengan catatan bahwa pacaran tersebut
membawa dampak positif bagi anaknya. Namun, jika mengarah pada hal-hal negatif atau
pergaulan bebas, maka orang tua remaja tersebut bersikap tidak mendukung.

4.4 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan peneliti adalah kurangnya jumlah narasumber serta minimnya


pengetahuan peneliti tentang cara penelitian serta penyajian hasil penelitian yang baik.
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Kesimpulan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:

a. Ada beberapa dampak negatif dari pacaran diantaranya adalah prestasi akan menurun,
seks bebas, dan penuh masalah hingga stress.
b. Ada 2 faktor utama yang membuat remaja putra dan putri Kampung Cibeunying
berpacaran yaitu: (1) pubertas dan (2) rasa ingin tahu yang tinggi tentang bagaimana
rasanya pacaran.
c. Orang tua remaja di Kampung Cibeunying memahami bahwa pacaran merupakan hal
yang sulit untuk terhindarkan dari kehidupan masa kini. Oleh karena itu, orang tua
bersikap mendukung dengan catatan bahwa pacaran tersebut membawa dampak positif
bagi anaknya. Namun, jika mengarah pada hal-hal negatif atau pergaulan bebas, maka
orang tua remaja tersebut bersikap tidak mendukung.
5.2 Saran

Orang tua remaja di Kampung Cibeunying sebaiknya selalu memberikan kasih


sayang serta kepedulian kepada anaknya agar tidak terjerumus ke dalam dampak negatif
pacaran dan pergaulan bebas.

33
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. dan Asrori. (2001). Psikologi Remaja -Perkembangan Peserta Didik. Cetakan
ketujuh. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Al-Mighwar. (2010). Psikologi Remaja. Bandung: CV. Pustaka Setia
Ardiani, Rizki. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual pada Siswa
Kelas X di SMA Muhammadiyah 2 Gemolong Sragen. Skripsi.
Bowman, Henry & Spanier Graham B. (1978). Modern Marriage. New York :Mc Graw
Hill Companies.
Benokraitis, N. V. (1996). Marriages and families(2nd edition) Change, Choices and
Constraint. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Berk, L. E. (2014). Development Through The Lifespan (6th ed.) USA: Pearson Education,
Inc.
DeGenova, M.K & Rice, P.P. (2005). Intimate Relationship, Marriages, and Families: New
York: MC Grow-Hill.
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. (1985). Marriage and Family Development(Sixth
Edition). New York: Harper & Row.
Hurlock, Elizabeth. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Iwan. (2010). Masturbasi. Yogyakarta: C.V Andi Ofset.
Knight, J.F. (2004). Jadi Kamu sudah Remaja. Bandung: Publishing House.

Kusmiran, Eny. (2011). Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta:Salemba Medika.


Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,S. (2007). Promosi Kesehatan dan I lmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Pratiwi, Ratih. (2012). Upaya Pencegahan Perilaku Pergaulan Bebas Dengan Layanan
Bimbingan Kelompok Tentang Bahaya Narkoba Melalui Tayangan Film Edukatif,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan dan Konseling: IKIP Veteran Semarang.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Pendidikan. Jakarta: EGC.

34
Wawan, Dewi. (2011). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Sarwono. (2011). Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

35

Anda mungkin juga menyukai