Konsep Dasar Imunologi
Konsep Dasar Imunologi
A. Sejarah Imunologi
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem
pertahanan tubuh. Terminologi kata “imunologi” berasal dari kata immunitas
dari bahasa latin yang berarti pengecualian atau pembebasan. Istilah itu
awalnya dipakai oleh senator Roma yang mempunyai hak-hak istimewa untuk
bebas dari tuntutan hukum pada masa jabatannya. Immunitas (imunitas)
selanjutnya dipakai untuk suatu pengertian yang mengarah pada perlindungan
dan kekebalan terhadap suatu penyakit, dan lebih spesifik penyakit infeksi.
Konsep imunitas yang berarti perlindungan dan kekebalan sesungguhnya telah
dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu.
Pada saat ilmu imunologi belum berkembang, nenek moyang bangsa Cina
membuat puder dari serpihan kulit penderita cacar untuk melindungi anakanak
mereka dari penyakit tersebut. Puder tersebut selanjutnya dipaparkan pada
anak-anak dengan cara dihirup. Cara yang mereka lakukan berhasil mencegah
penularan infeksi cacar dan mereka kebal walaupun hidup pada lingkungan
yang menjadi wabah. Saat itu belum ada ilmuwan yang dapat memberikan
penjelasan, mengapa anak-anak yang menghirup puder dari serpihan kulit
penderita cacar menjadi imun (kebal) terhadap penyakit itu. Imunologi
tergolong ilmu yang baru berkembang.
Ilmu ini sebenarnya berawal dari penemuan vaksin oleh Edward Jenner
pada tahun 1796. Edward Jenner dengan ketekunannya telah menemukan
vaksin penyakit cacar menular, smallpox. Pemberian vaksin terhadap individu
sehat selanjutnya dikenal dengan istilah vaksinasi. Vaksin ini berupa strain
yang telah dilemahkan dan tidak punya potensi menimbulkan penyakit bagi
individu yang sehat. Walaupun penemuan Jenner ini tergolong penemuan yang
besar dan sangat sukses, namun memerlukan waktu sekitar dua abat untuk
memusnahkan penyakit cacar di seluruh dunia setelah penemuan besar itu.
(Penemu vaksin Edward Jenner pada tahun 1796.)
World Health Organization (WHO) menyatakan Smallpox musnah pada tahun
1979. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Jenner belum bisa
menjelaskan perihal smallpox dengan baik. Ketika Jenner menemukan vaksin
untuk smallpox, Jenner sendiri tidak tahu apa penyebab penyakit yang
mematikan itu. Baru abad 19 Robert Koch bisa menjelaskan adanya
beberapa agen penginfeksi berupa mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit. Mikroorganisme tersebut meliputi, virus, bakteri, fungi, dan
beberapa eukaryotik yang selanjutnya disebut parasit. Organisme parasit
sampai saat ini masih menjadi pekerjaan yang sulit bagi para ilmuan. Penyakit
malaria yang ditimbulkan oleh plasmodium, kaki gajah oleh Wuchereria
bancrofti, masih merambah di belahan bumi ini terutama di daerah tropis.
Penemuan oleh Robert Koch dan penemuan besar lain pada abat 19 telah
mengilhami penemuan-penemuan vaksin beberapa penyakit. Pada tahun 1880,
Lois Pasteur menemukan vaksin kolera yang biasa menyerang ayam. Pada
perkembangannya Lois Pasteur berhasil menemukan vaksin rabies. Penemuan-
penemuan tersebut di atas mendasari perkembangan ilmu Imunologi yang
mendasarkan kekebalan sebagai alat untuk menghindari serangan penyakit.
Pada tahun 1890, Emil von Behring dan Shibasaburo Kitasato menemukan
bahwa individu yang telah diberi vaksin akan menghasilkan antibodi yang bisa
diamati pada serum. Antibodi ini selanjutnya diketahui bersifat sangat spesifik
terhadap antigen. (rifai, 2011)
B. Pengertian Imunologi
Imunologi berasal dari bahsa latin yaitu Imunis dan Logos, Imun yang
berarti kebal dan logos yang berarti ilmu. Imunologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunitas adalah perlindungan dari
penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekul-molekul yang
terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan respon
untuk menyambut agen asing disebut respon imun. Imunologi adalah suatu
cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua
aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat
asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia
maupun hewan, merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya
berakar dari pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk
menerangkan patogenesis serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang
sebelumnya masih kabur. Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai
vaksin dan obat-obat yang digunakan dalam memperbaiki fungsi sistem imun
dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau sebaliknya digunakan untuk
menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan pada penyakit
hipersensitivitas.
D. Respon Imunologi
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen. Respons ini dapat
melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel
limfosit, komplemen dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks.
Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahan non spesifik
dan mekanisme pertahanan spesifik (Akib, dkk., 2010). Tahapan Respon
Sistem Imun
1. Deteksi dan mengenali benda asing
2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon
4. Destruksi atau supresi penginvasi Funsi respons imun
1. Pertahanan (Defense): terhadap benda asing/mikroba
2. Homeostasis: eliminasi sel tak berguna/debris
3. Pengawasan (Surveillance): bertugas untuk waspada dan mengenal
adanya perubahan-perubahan dan secara cepat membuang sel-sel yang
abnormal tersebut.
G. Sistem Komplemen
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi
berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan
sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein
komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera
teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem
komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan.
Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari
sistem kekebalan humoral.
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat
kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan
normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang
setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu
dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem
komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai
substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan
tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan
kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi
komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan
berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat
menimbulkan penyakit.
H. Sel-sel Sistem Imunologi
Sel – sel imun terdiri dari sel APC (Antigen Presenting Cell) yang bertugas
mengenali antigen yang masuk lalu informasi yang didapat oleh sel APC
dikomunikasikan pada sel T (limfosit T) untuk memusnahkan antigen yang
masuk, dalam hal ini sel T dapat memusnahkan antigen dengan cara
mengerahkan banyak sel T atau dengan bantuan sel B (limfosit B) untuk
membentuk antibody yang digunakan sebagai senjata dalam memusnahkan
agen (Admin 2013).
Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi
dalam darah dan pada cairan lymph. Sel – sel tersebut dapat dijumpai dalam
jumlah yang besar pada organ limfoid dan dan dapat ditemukan pula dalam
keadaan tersebar pada seluruh jaringan tubuh kecuali pada CNS (Central
Nervous System). Sel – sel yang terlibat dalam sistem imun itu berasal dari
sumsum tulang. Kemampuan sel – sel tersebut untuk bersirkulasi dan
mengadakan perpindahan antara darah, lymph dan jaringan adalah hal yang
sangat penting untuk terjadinya respon imun (Muhaimin Rifai 2011).
I. Reaksi Hipersensitivas
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun
selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh
antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan
imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4
tipe, yaitu
1. Tipe I hipersensitif anafilaktik 2. Tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung
antibodi 3. Tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun
4. Tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat).
Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan
sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi
suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang timbul
segera sesudah badan terpajan dengan alergen. Semula diduga bahwa
tipe I ini berfungsi untuk melindungi badan terhadap parasit tertentu
terutama cacing. Istilah alergi pertama kali diperkenalkan oleh Von
Pirquet pada tahun 1906, yang diartikan sebagai reaksi pejamu yang
berubah. Pada reaksi ini allergen yang masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
a) Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit
dan basofil.
b) Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik, mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
c) Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
bahan- bahan yang dilepas mastosit dengan aktivasi
farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit,
segera diikat oleh mastosit/basofil. IgE yang sudah ada
permukaan mastosit akan menetap untuk beberapa minggu.
Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif apabila serum (darah)
orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau sirkulasi
orang normal.
2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena
dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang
merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi
yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan
atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi
komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau
stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini
adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit
anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit
autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
a) Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune
adherence
b) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang
mempunyai reseptor untuk Fc
c) Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Arwin AP, dkk., 2007. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi 2. Jakarta:
IDAI
Bratawidjaja KG. 2004. Immunologi Dasar 6th. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 317,
32-90, 92-105, 128-150, 171-190
Brown EJ, Joiner KA, Frank MM. Complement. In fundamental immunology. 3rd
edition. New York: Raven Press, l985; 645-68.
Frank MM. Complement and kinin. In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical
immunology; 7th edition . NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.
http://pendidikankarakter.org/biosciencelearning/Materi/SISTEM%20IMUNITAS
%20MANUSIA_SMA_2013.pdf diakses pada tanggal 14 November 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39480/5/Chapter%20I.pdf diakses
pada tanggal 14 November 2015
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/dasardasarimunobiologi.pdf
diakses pada tanggal 14 November 2015
https://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2011/03/dasar-imunologi-fkm-2009.pdf
diakses pada tanggal 14 November 2015
Mader, SS. 2010. Human Biology, sixth edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc
Rifai, Muhaimin. 2011. Konsep Imunologi. Universitas Brawijaya. [Online],
http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BABI.-
KonsepImunologi.pdf. Diakes pada 14 November 2015