Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air limbah ialah air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri
maupun tempat-tempat umum yang di dalamnya terkandung zat-zat berbahaya
bagi kesehatan dan dapat menurunkan kualitas tatanan lingkungan. Air limbah
adalah gabungan dari cairan sampah yang berasal dari daerah pemukiman,
perkantoran, perdagangan dan industri dengan air baku baik itu air tanah, air
hujan dan air permukaan. Air limbah yang dibuang langsung ke badan air akan
membahayakan biota air dan menyebabkan penurunan kualitas air (Hadi et al.,
2016).
Lebih dari 80% air limbah dunia dibuang ke lingkungan tanpa diolah
terlebih dahulu. Kemampuan pengolahan air limbah biasanya tergantung pada
tingkat pendapatan suatu negara. Negara dengan pendapatan tinggi mampu
mengolah 70% dari limbah yang dihasilkan, sedangkan negara-negara yang
belum berkembang hanya mampu mengolah 8% limbahnya. Akibatnya
negara-negara berpendapatan rendah akan menanggung beban penyakit yang
disebabkan oleh pasokan air tercemar. 1,45 miliar penduduk dunia meninggal
karena diare setiap tahunnya, 58% diantaranya disebabkan karena
mengonsumsi air tercemar. Masalah ini akan terus menjadi momok
menakutkan bagi kesehatan manusia dan akan mengganggu aktivitas ekonomi
apabila tidak ditangani dengan serius (United Nations Environment
Programme, 2017).
Limbah cair domestik diyakini sebagai salah satu penyumbang terbesar
pencemaran air di sungai. Pencemaran air sungai merupakan akibat dari
pertambahan jumlah penduduk yang menggunaan lahan serapan air sebagai
tempat bermukim dan kebiasaan penduduk yang membuang sisa aktvitas
domestik ke sungai. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan limbah
dapat menyebabkan penurunan kualitas air (Saputri, 2018).
Berbeda dengan negara-negara maju yang memfasilitasi tempat
pengolahan limbah domestik pada setiap daerah pemukiman penduduknya,
pemerintah Indonesia justru tidak banyak berbuat apapun. Ironisnya,
Indonesia yang disebut sebagai negara dengan cadangan air terbesar kelima di
dunia, memiliki 5.950 sungai yang 70% diantaranya telah tercemar (Prabowo
dan Setyowati, 2019). Lebih dari 90% air limbah domestik di Jakarta dibuang
ke sungai dan laut tanpa diolah terlebih dahulu. Akibatnya sekitar 96% air
perkotaan di Jakarta mengalami pencemaran berat (J Dinas Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta, 2018)
Limbah domestik sendiri dapat berasal dari aktivitas rumah tangga,
bandara, lembaga pendidikan, rumah makan dan lain-lain. Limbah cair rumah
makan merupakan limbah yang berasal dari kegiatan-kegiatan operasional
rumah makan, dimulai dari kegiatan mempersiapkan bahan makanan,
mengolah makanan, serta kegiatan akhir yaitu membersihkan peralatan bekas
memasak dan peralatan makan setelah selesai makan. Limbah cair yang
berasal dari dapur umumnya memiliki kandungan lemak tinggi, dan apabila
kandungan lemak ini terakumulasi akan menyebabkan sumbatan pada saluran
pembuangan. Senyawa yang terkandung di dalam limbah rumah makan bukan
hanya berupa senyawa organik seperti minyak, karbohidrat dan protein, tetapi
juga terdapat deterjen dari proses pencucian. Jumlah limbah akan terus
bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah rumah makan, di lain sisi
kemampuan penjernihan air limbah rumah makan makin terbatas karena
rendahnya pengetahuan pengelola rumah makan akan cara pengolahan limbah
itu sendiri (Ikbal, 2005).
Yau et al. (2018) mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 10.000
restoran di Hong Kong dimana restoran-restoran tersebut menghasilkan sekitar
setengah juta ton air limbah setiap harinya. Mayoritas limbah yang dihasilkan
oleh rumah makan ini akan dibiarkan atau dibuang langsung ke lingkungan
tanpa diolah terlebih dahulu, yang kemudian akan menyebabkan pencemaran
air tanah dan sungai. Limbah organik yang banyak terkandung dalam limbah
rumah makan juga akan menimbulkan bau yang tidak sedap karena proses
pembusukan yang terjadi (Risa dan Pradana, 2016)
Salah satu sungai yang tercemar berat yaitu Sungai Ciliwung di Jakarta
(Badan Pusat Statistik, 2017). Putri, Hadisoebroto, dan Hendrawan (2018)
meneliti air sampel dari Sungai Ciliwung, didapatkan hasil bahwa parameter
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan total Coliform air sungai tersebut
semuanya melebihi nilai baku mutu air bersih. Pencemaran pada air tersebut
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat membuang limbah ke sungai.
Keberadaan bakteri coliform merupakan akibat dari kebiasaan masyarakat
meninggalkan bekas makanan dan peralatan dapur yang kotor semalaman
sehingga ketika dicuci keesokan harinya bakteri akan mengalir bersama air
cucian menuju saluran buangan yang langsung mengarah ke sungai.
Pencemaran sungai oleh air limbah rumah makan tidak hanya terjadi di
Pulau Jawa saja. Sungai Bunian yang terletak di Kota Padang Panjang juga
mengalami hal serupa. Ramayana dan Primasari (2019) menjelaskan bahwa
Sungai Bunian mengalami pencemaran yang disebabkan oleh cemaran air
limbah usaha rumah makan dan air limbah rumah tangga yang langsung
dibuang ke sungai tersebut tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Di bagian timur Indonesia, tepatnya di Sulawesi Selatan, terdapat empat
sungai yang berstatus cemar sedang hingga cemar berat yaitu Sungai
Jeneberang, Sungai Larona, Sungai Sa’adan dan Sungai Walanae (Badan
Pusat Statistik, 2017). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusal (2018)
Sungai Jeneberang membawa banyak bahan-bahan pencemar organik dari hilir
ke muara sungai, lalu berakhir di Laut Losari. Bahan-bahan pencemar organik
ini umumnya ditemukan pada limbah rumah makan.
Idealnya sebuah limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
badan air agar sesuai dengan baku mutu air limbah dan agar tidak mencemari
perairan tersebut. Baku mutu air limbah diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 68 Tahun 2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Air limbah rumah makan termasuk
dalam air limbah domestik dimana kadar Biochemical Oxygen Demang (BOD)
tidak boleh lebih dari 30 mg/l. BOD merupakan ukuran kadar oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme laut sebagai responnya terhadap bahan-bahan
organik yang masuk ke dalam perairan.
Tingginya kadar BOD di suatu perairan berbanding lurus dengan jumlah
zat organik yang terkandung di dalamnya (Duhupo, Akili, dan Pinontoan,
2019). Limbah organik yang banyak terkandung dalam limbah rumah makan
akan menimbulkan bau busuk karena proses dokomposisi oleh bakteri. Tentu
hal tersebut dapat mengganggu kenyamanan dan merugikan masyarakat di
sekitarnya (Risa dan Pradana, 2016)
Tingginya kadar BOD mengakibatkan turunnya kadar oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen) di dalam air sehingga berdampak pada kelangsungan
hidup biota air seperti ikan, udang dan lain-lain. Manusia juga akan turut
merasakan dampak dari peningkatan kadar BOD di dalam air, apabila air
tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari akan menimbulkan iritasi
pada kulit dan iritasi pada mata, sedangkan apabila dikonsumsi akan
menyebabkan diare dan gangguan pencernaan lainnya (Erwindo, 2019)
Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarmo (2016) mengungkapkan masyarakat
yang memiliki sumur dengan kadar BOD melebihi standar berisiko 3,14 kali
menderita diare. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen Demand
(BOD) pada air limbah rumah makan di Kantin-Kantin Universitas
Hasanuddin.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2017) Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2017. Tersedia
pada: unstats.un.org
Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta (2018) Investasi Sektor
Air Limbah. Tersedia pada: ptsp.jakarta.go.id
Duhupo, D., Akili, R. H. dan Pinontoan, O. (2019) “Perbandingan Analisis
Pencemaran Air Sungai dengan Menggunakan Parameter Kimia BOD dan
COD di Kelurahan Ketang Baru Kecamatan Singkil Kota Manado Tahun
2018 dan 2019,” Kesmas, 8(7), hal. 1–5. doi: .1037//0033-2909.I26.1.78
Erwindo, S. J. (2019) Karakteristik Air Limbah Batik di Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul dengan Parameter BOD, COD, dan TSS. Universitas Islam
Indonesia. Tersedia pada: dspace.uii.ac.id
Hadi, A. et al. (2016) “Analisa Keuangan Rumah Toko dengan Penerapan
Pengolahan Air imbah dan Penampungan Air Hujan,” Jurnal Dimensi
Pratama Teknik Sipil, 5(1), hal. 1–7. Tersedia pada: publication.petra.ac.id
Ikbal (2005) “Pengolahan Air Limbah Rumah Makan / Restoran,” in Buku
Panduan Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah air Kota Tegal. Tegal:
Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (KAPEDAL) Kota Tegal
dengan Unit Pelayanan Jasa Teknologi Lingkungan (UPJTL), hal. 85–98.
Tersedia pada: kelair.bppt.go.id
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (2016)
Baku Mutu Air Limbah Domestik. Tersedia pada:
swapantau.pontianakkota.go.id
Prabowo, K. Z. dan Setyowati, D. L. (2019) “Geo Image ( Spatial-Ecological-
Regional ) LIVELIHOODS,” Geo Image (Spatial-Ecological-Regional), 8(2),
hal. 23–29. Tersedia pada: journal.unnes.ac.id
Putri, R. S., Hadisoebroto, R. dan Hendrawan, D. I. (2018) “Analisis Pencemaran
Pada Saluran Drainase Di Bantaran Sungai Ciliwung Segmen 2 Akibat Air
Limbah Domestik,” Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan, 0(0), hal.
671–677. doi: 10.25105/SEMNAS.V0I0.3510
Ramayana, K. dan Primasari, B. (2019) Detail Enginering Desgn (DED) Intalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Makan di Kota Padang Panjang.
Universitas Andalas Padang. Tersedia pada: scholar.unand.ac.id
Risa, T. T. dan Pradana, T. D. (2016) “KAJIAN METODE BIOFILTRASI
MENGGUNAKAN MEDIA SPUIT BEKAS PAKAI ( Alat Suntik Tanpa
Jarum ) UNTUK MENURUNKAN KADAR BOD DAN COD PADA AIR
LIMBAH LAUNDRY RUMAH SAKIT DR . SOEDARSO PONTIANAK
TAHUN 2015,” Jumantik, 3(1), hal. 1–8. Tersedia pada:
openjurnal.unmuhpnk.ac.id
Saputri, G. (2018) Pemanfaatan Sungai Langkap sebagai Tempat Pembuangan
Limbah Rumah Tangga. Universitas Negeri Semarang. Tersedia pada:
lib.unnes.ac.id
United Nations Environment Programme (2017) Wastewater Management.,
Analytical Brief. doi: 10.4324/9781351179430-5
Yau, Y. H. et al. (2018) “Restaurant oil and grease management in Hong Kong,”
Environmental Science and Pollution Research. Environmental Science and
Pollution Research, hal. 1–11. doi: 10.1007/s11356-018-2474-4
Yuniarmo, s (2016) Hubungan Kualitas Air Sumur dengan Kejadian Diare di
DAS Solo. Universitas Diponegoro Semarang. Tersedia pada:
ejournal.undip.ac.id
Yusal, M. S. (2018) “Analisis Ekologis Meiofauna sebagai Bioindikator diPesisir
Pantai Losari Makassar,” Jurnal Bionature, 19(1), hal. 15–22. Tersedia pada:
ojs.unm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai