Anda di halaman 1dari 35

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Berat Badan

a. Pengertian Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada

masa bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai

sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi

dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,

pengukuran objektif dan dapat diulangi (Soetjiningsih, 1995, p.38).

b. Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan

atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang,

otot, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status

gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan

sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam

tindakan pengobatan (Hidayat, 2008, p.26).

Rumus Berat badan menurut umur (Soetjiningsih 1995, p.20) :

Lahir : 3,25 kg

Umur ( Bulan ) + 9
3–12 bulan :
2

1–6 tahun : umur (tahun) x 2 + 8

8
9

Umur (Tahun ) x 7 − 5
6–12tahun :
2

c. Penilaian Berat Badan

Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO

dengan standar NCHS (National Center for Health Statistics) yaitu

menggunakan persentil sebagai berikut: persentil kurang atau sama

dengan tiga termasuk kategori malnutrisi. Penilaian berat badan

berdasarkan tinggi badan menurut WHO yaitu menggunakan

persentase dari median sebagai berikut: antara 89–100% dikatakan

malnutrisi sedang dan kurang dari 80% dikatakan malnutrisi akut

(wasting). Penilaian berat badan berdasarkan tinggi menurut standar

baku NCHS yaitu menggunakan persentil sebagai berikut persentil

75–25% dikatakan normal, pesentil 10% dikatakan malnutrisi sedang,

dan kurang dari persentil dikatakan malnutrisi berat (Hidayat, 2008,

p.26).

d. Pertumbuhan Berat Badan

Salah satu untuk mengetahui pertumbuhan balita terutama pada

ukuran berat badan dapat menggunakan ukuran atau standar yang

telah ditetapkan oleh WHO, sebagai berikut:

Tabel 2.1Rata-Rata Pertumbuhan Berat Badan


Menurut Tinggi Badan dan Umur

Usia bayi Tinggi Badan Berat Badan


(Tahun) (Cm) (Kg)
Baru lahir 50 3
1 76 10
2 85 12
3 95 14
10

Lanjutan Tabel 2.1 Rata-Rata Pertumbuhan Berat Badan


Menurut Tinggi badan dan Umur

Usia bayi Tinggi Badan Berat Badan


(Tahun) (Cm) (Kg)
4 102 16
5 110 18
6 116 20
Sumber : (Nabil, 2009, p.54)

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua,

yaitu 0–6 bulan dan usia 6–12 bulan. Dan usia 0–6 bulan pertumbuhan

berat badan akan mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140–

200 gram dan berat badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir

pada akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6–12 bulan terjadi

penambahan setiap minggu sekitar 25–40 gram dan pada akhir bulan

ke-12 akan terjadi penambahan tiga kali lipat berat badan lahir. Pada

masa bermain terjadi penambahan berat badan sekitar empat kali lipat

dari berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta

penambahan berat badan setiap tahunnya adalah 2–3 kg. pada masa

pra sekolah dan sekolah akan terjadi penambahan berat badan setiap

tahunnya kurang lebih 2–3 tahun (Hidayat, 2008, p.16).

e. Pemantauan Berat Badan

Pada dasarnya semua informasi atau data bersumber dari data berat

badan hasil penimbangan balita bulanan yang diisikan dalam Kartu

Menuju Sehat (KMS) untuk di nilai naik atau tidaknya berat badan

tersebut. Ada tiga kegiatan penting dalam pemantauan berat badan

yaitu (Siswanto, 2010, p.189):


11

1) Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara

teratur.

2) Ada kegiatan pengisian data berat badan ke dalam KMS.

3) Ada penilaian naik atau turunnya berat badan sesuai arah garis

pertumbuhannya.

f. Cara Penimbangan Berat Badan

Berat badan bayi ditimbang dengan timbangan bayi,

sedangkan pada anak dengan timbangan berdiri. Sebelum menimbang,

periksa lebih dahulu apakah alat sudah dalam keadaan seimbang

(Jarum menunjukkan angka nol). Bayi ditimbang dalam posisi

berbaring terlentang atau duduk tanpa baju, sedang anak ditimbang

dalam posisi berdiri tanpa sepatu dengan pakaian minimal (Latief,

2003, p.177).

Balita yang akan ditimbang sebaiknya memakai pakaian

seringan mungkin. Baju, sepatu dan topi sebaiknya dilepaskan.

Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka hasil penimbangan harus

dikoreksi dengan berat kain balita yang ikut tertimbang. Bila keadaan

ini memaksa dimana anak balita tidak mau ditimbang tanpa ibunya

atau orang tua yang menyertainya, maka timbangan dapat dilakukan

dengan menggunakan timbangan injak dengan cara pertama, timbang

balita beserta ibunya. Kedua, timbang ibunya saja. Ketiga, hasil

timbangan dihitung dengan mengurangi berat badan ibu dan anak

(Supriasa, 2002, p.42).


12

g. Penilaian Naik atau Tidak Naik pada Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat merupakan gambar kurva berat badan anak

berusia 0–5 tahun terhadap umurnya. Dalam aplikasi dengan

menggunakan KMS menjadikan tumbuh normal jika grafik

pertumbuhan berat badan anak sejajar dengan kurva baku

(Soetjiningsih, 1995, p.48). Ada lima garis pertumbuhan yaitu:

1) Tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 artinya arah garis

pertumbuhan melebihi arah garis baku.

2) Tumbuh normal atau Normal Growth (NG) artinya arah garis

pertumbuhan sejajar atau berimpit dengan arah garis baku.

3) Growth Faltering (GF) artinya arah garis pertumbuhan kurang

dari arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang

diharapkan.

4) Flat Growth (FG) artinya arah garis pertumbuhan datar atau berat

badan tetap.

5) Loss of Growth (LG) artinya arah garis pertumbuhan menurun dari

arah garis baku.

Naik apabila, Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah

satu pita warna. Bila berat badan anak hasil penimbangan berturut-

turut berada pada jalur pertumbuhan normalnya dikatakan tetap baik.

Garis pertumbuhannya naik ke pita diatasnya. Bila berat badan anak

hasil penimbangan berturut-turut menunjukkan adanya pengejaran

(catch up) terhadap jalur pertumbuhan normalnya, garis


13

partumbuhannya pindah ke pita diatasnya, atau dari garis pitanya

dibawah ke pita diatasnya. Lihat gambar 2.1 (Siswanto, 2010, pp.190-

191).

Gambar 2.1 Berat Badan Naik


Tidak naik apabila, Garis pertumbuhannya menurun dan

Garis pertumbuhannya mendatar. Apabila berat badan tidak naik atau

berat badan di Bawah Garis Merah (BGM) 3 kali berturut-turut maka

di rujuk ke Puskesmas atau dokter karena ditakutkan adanya gizi

buruk. Lihat gambar 2.2 (Siswanto, 2010, p.191).

Gambar 2.2 Berat Badan Tidak Naik


14

2. Balita

a. Pengertian Balita

Balita (Bawah Lima Tahun) atau under five years yaitu anak yang

berusia 0–59 bulan (Ronald, 2011, p.239). Balita merupakan masa

pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian

keoptimalan fungsinya (Supartini, 2004, p.50).

b. Klasifikasi Perkembangan Balita

Lewer GH (1996), membagi tahap perkembangan untuk anak balita

meliputi usia bayi (0–1 tahun), usia bermain atau toddler (1–3 tahun),

dan usia pra sekolah (3–5 Tahun).

1) Usia Bayi (0–1 Tahun)

Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan

kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam

kandungan. Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda

ia akan memperoleh antibodinya sendiri. Imunisasi diberikan

untuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat membahayakan

bayi bila berhubungan secara ilmiah (Lewer, 1996 dalam

Supartini, 2004, p.64). Bila dikaitkan dengan status gizi bayi

memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan

padat. Kebutuhan kalori bayi antara 100–200 kkal/kg BB. Pada

empat bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapatkan

ASI saja tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam
15

bulan baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (Supartini,

2004, p.64).

2) Usia Toddler (1–3 tahun)

Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2–

3 tahun adalah rawan. Masa itu tantangan karena konsumsi zat

makanan yang kurang, disertai minuman buatan yang encer dan

terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain

itu dapat juga terjadi sindrom kwashiorkor karena penghentian

ASI mendadak dan pemberian makanan padat yang kurang

memadai (Jellife, 1989 dalam Supartini, 2004, p.64).

Imunisasi pasif yang diperoleh melalui ASI akan

menurun dan kontak dengan lingkungan kan makin bertambah

secara cepat dan menetap tinggi selama tahun kedua dan ketiga

kehidupan. Infeksi dan diet tidak adekuat akan tidak banyak

berpengaruh pada status gizi yang cukup baik (Akre, 1994 dalam

Supartini, 2004, p.65).

Bagi anak dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi

akan berlangsung lama dan mempunyai pengaruh yang cukup

besar pada kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Anak 1–3

tahun membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg BB dan

bahan makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi

(Supartini, 2004, p.65).


16

3) Usia Pra Sekolah (3–5 tahun)

Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya

adalah 85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi

pada usia pra sekolah yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih

tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya

daripada makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan yang

baru (Supartini, 2004, p.63).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu

(Supriasa, 2002, pp.28–30):

1) Faktor Internal (Genetik)

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses

pertumbuhan. Melalui genetik yang berada didalam sel telur yang

telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor

bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras

atau suku bangsa (Jellife, 1989 dalam Supriasa, 2002, p.28).

2) Faktor Eksternal (Lingkungan)

Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik

yang optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung,

maka potensi genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan

ini meliputi lingkungan “bio-fisiko-psikososial” yang akan

mempengaruhi setiap individu mulai dari masa konsepsi sampai


17

akhir hayatnya. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir,

meliputi:

a) Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,

kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi

metabolisme yang saling terkait satu dengan yang lain.

b) Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan

rumah dan radiasi.

c) Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang

anak adalah stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau

hukuman, kelompok sebaya, stres, cinta dan kasih sayang serta

kualitas interaksi antara anak dan orang tua.

d) Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada

tumbuh kembang anak antara lain: pekerjaan atau pendapatan

keluarga, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, norma dan

urbanisasi.

d. Tahapan Perkembangan Balita

Berdasarkan psikoanalisa Sigmund Freud (1956–1939), membagi

tahapan perkembangan balita, yaitu (Siswanto, 2010, pp.54–55):


18

1) Masa Oral (0–1 tahun)

Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik maupun emosional

berada pada sekitar mulut (oral). Kebutuhan untuk makan, minum

sifatnya harus dipenuhi.

2) Masa Anal (1–3 tahun)

Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat di sekitar anus

dan segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Anak pada

fase ini diperkenalkan dengan toilet training, yaitu anak mulai

diperkenalkan tentang rasa ingin buang air besar dan buang air

kecil.

3) Fase Phalic (3–6 tahun)

Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling penting, anak

sangat senang dan hatinya merasa puas memainkan alat

kelaminnya. Pada fase ini anak laki-laki menunjukkan sangat dekat

dan merasa mencintai ibunya (Oedipus complex), sebaliknya anak

perempuan sangat mencintai ayahnya (electra complex).

e. Kebutuhan Dasar Balita

Kebutuhan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan balita secara

umum dibagi menjadi tiga kebutuhan dasar, yaitu sebagai berikut

(Ronald, 2010, p.188):

1) Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh), meliputi: pangan atau gizi,

perawatan kesehatan dasar, imunisasi, pemberian ASI,

penimbangan yang teratur, dan pengobatan, pemukiman yang


19

layak, kebersihan perseorangan dan sanitasi lingkungan,

pakaian, rekreasi dan kesegaran jasmani.

2) Kebutuhan emosi atau kasih sayang (Asih)

Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat

dan kepercayaan dasar untuk menjamin tumbuh kembang yang

selaras, baik fisik, mental, dan psikososial.

3) Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)

Stimulasi mental mengembangkan perkembangan kecerdasan,

kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral etika,

produktivitas dan sebagainya.

f. Karakter Sifat Balita

Sifat-sifat yang khas tetap perlu di intervensi agar dapat menempati

porsinya yang pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang

lebih baik untuk berkembang sebagai karakter, ada lima karakter sifat

pada balita yaitu (Indriyani, 2008, pp. 41–46):

1) Ergosentris

Sifat yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan atau saat anak

sudah sadar akan dirinya (self awareness) ini disebabkan oleh

ketidakmampuan balita dalam melihat suatu hal dari sudut

pandang orang lain.

2) Suka perintah atau bossy

Bossy sebenarnya masih berhubungan dengan sifat ergosentris.

Sifat ini merupakan kelanjutan dari usia bayi dimana anak


20

sebelumnya selalu ingin diperhatikan demi mendapatkan apa yang

diinginkan.

3) Agresif

Sifat ini tampak sejak usia bayi namun sering dijumpai pada usia

batita terutama saat keinginannya tidak dipahami oleh orang

dewasa.

4) Pemalu

Umumnya, sifat pemalu anak yang karena pembawaan pribadi

diturunkan dari orang tua yang tidak suka bersosialisasi akan

terbawa sampai dewasa. Meskipun tidak ada dampak buruk

namun akan berakibat dalam mengembangkan diri dan

beradaptasi dengan lingkungan.

5) Penyendiri

Sifat penyendiri pada anak balita selain dikarenakan

perkembangan kognitif dalam melihat sesuatu masih dari sudut

pandangnya sendiri.

3. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam


21

membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007,

pp.139–140).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui

atau disadari oleh seseorang. Merupakan berbagai gejala yang ditemui

dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk

mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau

sebelumnya (Moeliono, 2007, p.13),

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2007, pp 140–142):

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


22

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Aplikasi juga dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Selain itu, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


23

c. Sumber-Sumber Pengetahuan

Sumber-sumber pengetahuan ada dua macam, yaitu (Moeliono, 2007,

p.15):

1) Pengetahuan Empiris atau Posteriori

Pengetahuan empiris atau posteriori lebih menekankan pengamatan

dan pengalaman indrawi. Bisa didapatkan dengan melakukan

pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan

rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang

menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan

menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek

empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui

pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali.

2) Pengetahuan Rasionalisme

Pengetahuan rasionalisme didapatkan melalui akal budi, lebih

menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan

pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Untuk itu dalam memperoleh pengetahuan

dapat digunakan dengan 2 cara yaitu (Notoatmodjo, 2005, p.11–14):


24

1) Cara Tradisional

a) Cara Coba Salah

Cara yang paling tradisional untuk melalui coba-coba atau

dengan kata yang mudah dikenal. Cara coba-coba ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan tersebut, bila tidak berhasil

dicoba kemungkinan yang lain.

b) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Prinsip dalam prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat

yang dikomunikasikan orang yang mempunyai kekuatan tanpa

menguji atau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu baik

berdasarkan faktor empiris atau berdasarkan pengalaman

sendiri.

c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu.

Pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik

kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berfikir

kritis dan logis.

d) Melalui Jalan Pikir

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirnya.


25

2) Cara Modern

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan

membuat pencacatan-pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya

dengan objek penelitian.

e. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengna wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2005, p.146).

Wawancara dapat dilakukan jika peneliti ingin mengetahui hal-

hal dari responden secra mendalam dan jumlah responden sedikit.

Angket atau questionaire digunakan jika jumlah responden banyak,

dapat membaca dengan baik, dan akan mengungkap hal-hal yang

bersifat rahasia. Instrument penelitian yang digunakan dalam

wawancara adalah pedoman wawancara dan daftar periksa atau

Checklist. Angket pun dapat berupa checklist atau daftar cek.

Responden akan memberikan jawaban atas pertanyaan pada angket

dengan memberi tanda cek (√) sesuai hasil yang diinginkan (Hidayat,

2007, p.88).
26

4. Sikap (Attitude)

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon

secara konsisten, baik positif maupun negatif terhadap suatu objek

(Mitchell, 1990 dalam Wawan, 2010, p. 21).

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis

sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak (Notoatmojo, 2007, pp.142–143).

Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi

internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner

state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya

individual (Thomas, 1920 dalam Wawan, 2010 pp. 27–28)

b. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang (Azwar,

2000 dalam Wawan, 2010, pp. 31–32) yaitu :


27

1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan

stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan

penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah atau

problem yang kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek berperilaku tertentu sesuai

dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu

dengan cara-cara tertentu.

Sedangkan (Allport, 1954 dalam Notoadmodjo, 2007, p. 143)

menjelaskan bahwa sikap itu memiliki 3 komponen pokok yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.


28

c. Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan yaitu (Notoadmodjo, 2007, p. 144):

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, telepas dari pekerjaan itu benar

atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

d. Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Sikap

positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan


29

untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu

(Heri, 1998 dalam Wawan, 2010, p. 34)

e. Ciri-Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap ada lima yaitu (Heri, 1998 dalam Wawan, 2010, p. 34):

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya.

Sikap ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti

lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-

keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada

orang itu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.


30

f. Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor yang dapat mempengaruhi sikap sesorang ada enam terdiri dari

(Azwar, 2005 dalam Wawan, 2010, pp.35–36):

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terbentuk terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.

3) Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap

kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap

anggota masyarakat, karena kebudayaan telah memberi corak

pengalaman individu di masyarakat.

4) Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya. Berita yang seharusnya faktual disampaikan


31

secara objektif, cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,

akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5) Lembaga pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah

mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut

mempengaruhi sikap.

6) Faktor Emosional

Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

g. Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan

sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang

menyatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap.

Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif

mengenai objek sikap, yaitu kalimat yang bersifat mendukung atau

memihak pada objek sikap (favourable). Sebaliknya pernyataan sikap

mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersikap

tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap (unfavourable)

(Azwar, 2005 dalam Wawan, 2010, p.37).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau


32

pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung

dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian

ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003

dalam, 2010, p.37).

Pengukuran motivasi dilihat dari beberapa bentuk jawaban

pernyataan yang masuk dalam kategori Skala Likert sebagai berikut

(Hidayat, 2007, p.90):

Tabel 2.1 Kategori Skala Likert


Pernyataan positif Nilai Pernyataan Negatif Nilai
Sangat Setuju SS 4 Sangat setuju SS 1
Setuju S 3 Setuju S 2
Tidak setuju TS 2 Tidak setuju TS 3
Sangat Tidak STS 1 Sangat Tidak setuju STS 4
Setuju

Cara Interpretasi berdasarkan persentase sebagai berikut ini:


0% 25 % 50 % 75 % 100 %
STS TS S SS
Keterangan:

Angka 0–25 % : Sangat tidak setuju (Sangat tidak baik)

Angka 26–50 % : Tidak setuju (tidak baik)

Angka 51–75 % : Setuju (baik)

Angka 76–100 % : Sangat setuju (sangat baik)

Faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap yaitu (Hadi, 1971

dalam Wawan, 2010, pp.37–38):

1) Keadaan objek yang diukur

2) Situasi pengukuran

3) Alat ukur yang digunakan


33

4) Penyelenggaraan pengukuran

5) Pembaca atau penilaian hasil pengukuran

5. Posyandu

a. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari,

oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan disuatu

wilayah kerja puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di

balai dusun, di balai kelurahan, maupun tempat-tempat lain yang mudah

didatangi oleh masyarakat (Ismawati, 2010, p.3). Posyandu adalah

kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya

pelayanan kesehatan dari, oleh, untuk masyarakat yang dilaksanakan

oleh kader (Meilani, 2009, p.142).

b. Tujuan Penyelenggaraan Posyandu

Tujuan diselenggarakannya posyandu ada 5, diantaranya yaitu

(Ismawati, 2010, p.4):

1) Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu

(AKI) meliputi: ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas.

2) Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia

Sejahtera).

3) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk

mengembangkan kegiatan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)

serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya

masyarakat sehat sejahtera.


34

4) Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga

Sejahtera, Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi

Keluarga Sejahtera.

5) Menghimpun potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, balita dan

keluarga serta mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi

dan balita.

c. Manfaat Posyandu

Banyak cara yang dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk

mengikuti posyandu, adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu

(Ismawati, 2010, 4–5):

1) Bagi Masyarakat

Adapun manfaat posyandu bagi masyarakat adalah memperoleh

kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan

bagi anak balita dan ibu, pertumbuhan anak balita terpantau sehingga

tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bayi dan balita

mendapatkan kapsul vitamin A, bayi memperoleh imunisasi lengkap,

ibu hamil juga akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet

tambah darah serta imunisasi TT, ibu nifas memperoleh kapsul

vitamin A dan tablet tambah darah serta memperoleh penyuluhan

kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak.


35

2) Bagi Kader

Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih

lengkap. Ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak

balita dan kesehatan ibu. Citra diri meningkat di mata masyarakat

sebagai orang yang terpercaya dalam bidang kesehatan menjadi

panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan

kesehatan ibu (WHO, 2003).

d. Pelayanan Posyandu

Pelaksanaan kegiatan di posyandu dikenal dengan nama sistem 5 meja,

Tugas lima meja pada posyandu sebagai berikut (Yulifah, 2009,

pp.144–145):

1) Meja 1 (Meja Pendaftaran)

Mendaftar bayi dan balita dengan menuliskan nama balita pada KMS

dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS, dan mendaftar ibu

hamil dengan menuliskan nama ibu hamil pada formulir atau register

ibu hamil.

2) Meja 2 (Penimbangan)

Menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil penimbangan pada

kertas.

3) Meja 3 (Pengisian KMS)

Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita

dan kertas ke dalam KMS.


36

4) Meja 4 (Penyuluhan)

a) Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data

kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS

kepada ibu.

b) Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada

data KMS atau dari hasil pengamatan masalah yang dialami

sasaran.

c) Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan.

d) Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader

posyandu, misalnya pemberian tablet tambah darah, vitamin A,

dan oralit.

5) Meja 5 (Pelayanan)

Meja 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan

imunisasi, keluarga berencana, pengobatan, pemberian tablet tambah

darah, dan kapsul yodium.

e. Jenjang Posyandu

Berdasarkan untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu

diperlukan intervensi sebagai berikut (Ismawati, 2009, pp.5–6):

1) Posyandu Pratama (Warna Merah)

Posyandu pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara

rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima)
37

orang. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat

adalah memotivasi masyarakat serta menambahi jumlah kader.

2) Posyandu Madya (Warna Kuning)

Posyandu madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima

kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi

yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah

meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat

sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola

kegiatan posyandu.

3) Posyandu Purnama (Warna Hijau)

Posyandu purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 orang atau lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan

program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari

dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya

masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja

posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan

peringkat antara lain:

a) Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk

memantapkan pemahaman masyarakat tentang dana sehat.

b) Pelatihan dana sehat agar didesa tersebut dapat tumbuh dana

sehat yang kuat, dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK.
38

c) Peserta pelatihan adalah para tokoh masyarakat, terutama dana

sehat atau kelurahan, serta untuk kepentingan posyandu

mengikutsertakan pula pengurus posyandu.

4) Posyandu Mandiri (Warna Biru)

Posyandu mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya

lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta

telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola

oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat

tinggal diwilayah kerja Posyandu.

f. Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu diantaranya terdiri dari 5 kegiatan posyandu (Panca

Krida Posyandu) antara lain (Ismawati, 2010, p.12):

1) Kesehatan ibu dan anak

2) Keluarga Berencana

3) Imunisasi

4) Peningkatan Gizi

5) Penanggulangan diare

g. Determinan perilaku kesehatan

Perilaku dibagi dalam 3 faktor yaitu (Green, 1880 dalam Notoatmodjo,

2005, pp. 59–60):


39

1) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,

nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Misalnya seorang ibu mau

membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu

akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui

pertumbuhannya, memperoleh imunisasi untuk pencegahan penyakit

dan sebagainya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan itu ibu

mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.

2) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

perilaku, seperti sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan misalnya, Puskesmas, Posyandu, rumah sakit,

tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi dan

sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan,

mengupayakan keluarganya menggunakan air bersih, membuang air

besar di WC, tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk

mengadakan fasilitas itu semua maka dengan terpaksa buang air

besar di kali/sungai, menggunakan air dari kali untuk keperluan

sehari-hari.

3) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu


40

untuk berperilaku sehat, tapi tidak melakukannya. Seorang ibu hamil

tahu manfaat periksa hamil dan d hidekat rumahnya ada Polindes,

dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil

karena ibu lurah tidak pernah periksa hamil, namun anaknya tetap

sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan

contoh dari para tokoh masyarakat.


41

B. Kerangka Teori

Berdasarkan teori diatas disusun kerangka teori sebagai berikut:

Predisposing factors:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. kepercayaan
Tumbuh
4. Tradisi Berat sesuai
5. nilai Badan dengan
6. Dan sebagainya Naik tahapan

Berat
Badan
Enabling Factor: Perilaku Tidak
ketesediaan sarana Hasil Naik
mengikuti Berat
penimbangan
prasarana dan fasilitas posyandu Badan
berat badan
BGM
Berat
Badan
Reinforcing Factor: BGM
sikap dan perilaku
petugas kesehatan,
peraturan, UU, dan
lain-lain

Gambar 2.3 Kerangka Teori


Sumber: Modifikasi Lawrence Green (1980) dikutip dari
Notoatmodjo (2007, p.18) dan Hadi Siswanto (2010, p.48).

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


42

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan kerangka konsep dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas

Tingkat Pengetahuan
Ibu Mengenai Posyandu Variabel Terikat

Kenaikan Berat
Badan balita Usia
2 –3 Tahun
Sikap Ibu Mengikuti
Posyandu

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu mengenai posyandu dengan

kenaikan berat badan balita usia 2–3 tahun.

2. Ada hubungan antara sikap ibu mengikuti posyandu dengan kenaikan berat

badan balita usia 2–3 tahun.

Anda mungkin juga menyukai