Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk memajukan suatu


bangsa, di lain sisi pendidikan mampu menjadi peran penting dalam membentuk baik
buruknya suatu karakter manusia. Masalah pendidikan merupakan masalah hidup
dalam kehidupan manusia, proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses
perkembangan hidup dan proses hidup manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya
ialah proses yang menyatu.

Proses pendidikan manusia dilakukan selama kehidupan manusia itu sendiri,


mulai dari alam kandungan sampai lahir di dunia manusia telah melalui proses
pendidikan, hal ini menunjukkan pentingnya pendidikan untuk meningkat kemuliaan
diri manusia itu sendiri. Sebagaimana Allah SWT telah jelaskan dalam firman-Nya
yang berbunyi :

Artinya : “Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati,
agar kamu bersyukur”. (QS. An – Nahl : 78)

Berdasarkan pengertian QS. An – Nahl ayat 78 bahwa manusia dilahirkan ke


dunia dalam keadaan tidak mengerti apa–apa, lemah dan tidak bisa melakukan apa-
apa bahkan membutuhkan bantuan orang lain. Dengan menyadari hal itu maka
manusia akan terjauh dari sifat sombong dan takabur. Allah membekali manusia
dengan 3 hal : pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar manusia bersyukur dan
memanfaatkannya dengan baik untuk meraih ilmu pengetahuan. Allah lebih dahulu
menyebutkan pendengaran daripada penglihatan. Dalam ilmu embrio dijelaskan
bahwa pendengaran sudah berkembang saat manusia dalam bentuk janin,
perkembangan telinga akan sempurna apabila janin telah berusia 5 bulan, sedangkan
mata akan mencapai kesempurnaan setelah kelahiran.

Pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam tumbuhnya anak – anak.


Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan hidup setinggi – tingginya. (Ki Hajar Dewantara)

Undang – undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, mempunyai fungsi dan


tujuan bahwasannya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada lain sisi, pendidikan nasional juga bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada dunia pendidikan, matematika merupakan bidang studi yang amat


berguna dan banyak memberi bantuan dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu yang
lain. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan sehari – hari matematika sering kali
disalah artikan oleh sebagian kaum pelajar. Banyak dari mereka yang menganggap
bahwa matematika adalah sesuatu yang kurang bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat dan terkadang sering timbul pertanyaan bahwa apa fungsi dari
matematika dalam kehidupan sehari hari. Faktor ini timbul bukan sepenuhnya dari
kesalahan pelajar yang kurang memahami matematika, terkadang guru pun tidak
menjelaskan sepenuhnya mengenai penerapan matematika dalam kehidupan sehari
hari.

Kemampuan berpikir kritis yang baik dapat membentuk sikap–perilaku yang


rasional. Jadi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis sangat perlu dan urgen untuk
dikembangkan terlebih pada masa sekarang yang penuh dengan permasalahan–
permasalahan hidup. Menurut Cece Wijaya (2010:72) mengungkapkan gagasannya
mengenai kemampuan berpikir kritis, yaitu kegiatan menganalisis ide atau gagasan
kea rah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi,
mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.

Sisi kehidupan sehari–hari banyak model–model pembelajaran yang telah


ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli dan peneliti yang dapat melibatkan
aktivitas siswa secara fisik maupun mental, seperti model pembelajaran problem
solving, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual dan lain – lain.
Walaupun belum ditemukan model pembelajaran matematika yang secara khusus
memperhatikan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional disamping
peningkatan hasil belajar matematika siswa. Sehingga, tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa salah satu faktor yang mengakibatkna kurangnya kemampuan siswa
dalam matematika di antara lain disebabkan cara mendidik yang dilakukan guru
masih menggunakan pembelajaran biasa. Konsekuensi dari pembelajaran
konvensional mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang memahami konsep dan
nilai–nilai matematis. Banyak gagasan–gagasan para pakar yang mengusulkan bentuk
pendidikan dan pengajaran yang harus dialkukan pada abad – 21 untuk meningkatkan
kualitas berpikir dan bersikap sosial interkatif siswa, yaitu pembelajaran yang
memperhatikan perpaduan intelektual kognitif dan kecerdasan emosional siswa.

Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian


siswa tentang konsep sangat lemah. Satu sisi, ssiwapun sangat kesulitan dalam
bealajar, Menurut Subini (2013) kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana
kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah
ditetapkan, baik berbentuk sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Hal ini yang
menyebabkan matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang
bermakna.

Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang


telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali dan mengkonstruksi sendiri ide – ide matematika. Kondisi ini menyebabkan
pendidikan sekolah kita hanya mampu menghasilkan insan – insan yang kurang
memiliki kesadaran diri, kurang berpikir kritis, kurang kreatif, kurang mandiri, dan
kurang mampu berkomunikasi secara luwes dengan lingkungan pembelajaran atau
kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian, jika permasalahan – permasalahan
atau konflik konflik yang dibiasakan diselesaikan dengan pikiran secara kritis yang
baik, maka sudah tentu permasalahan atau konflik dalam kehidupan, baik individu
maupun dalam msyarakat tidak akan berakhir brutal atau secara anarkis.

Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman anak


dengan konsep – konsep matematika adalah Pendidikan Matematika Realistik. Dalam
pengalaman sering dijumpai bahwa soal – soal kontekstual yang umumnya dibatasi
pada aplikasi, dijumpai pada bagian akhir dsri kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bahkan sering kali hanya untuk di pandang sebagai pengayaan dari materi yang telah
dipelajari, dalam kegiatan pembelajaran matematika realistik soal kontekstual
ditempatkan di awal pembelajaran serta berperan sebagai pemicu terjadinya
penemuan kembali oleh murid.

Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran realistik adalah model


pembelajaran dengan cara pendekatan yang menggunakan masalah sehari – hari
sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep –
konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu pembelajaran matematika yang berdasarkan
hal – hal nyata bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial. Pengembangan
pembelajaran matematika dengan model pembeajaran realistik merupakan salah satu
usaha meningkatkan kemampuan siswa memahami matematika dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep –
konsep matematika. Menurut Nuraeni (2010), model pembelajaran dikatakan efektif
meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman
setelah pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan).

Model pembelajaran realistik atau Realistic Mathematic Education (RME)


adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada hal-hal yang real bagi siswa,
Zulkardi dan Ratu (2011:4). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri (Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru memberi
(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan matematika itu untuk
menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok.

RME tidak terlepas dari fakta bahwa kajian matematika sendiri sebenarnya
merupakan bentuk abstak dari kehidupan manusia yang sangat akrab dengan siswa.
Walaupun demikian, Matematika masih menjadi pelajaran yang paling dihindari oleh
siswa. Hal ini disebabkan karena kajian permasalahan matematika di sekolah
terkadang dikaji berbeda dengan permasalahan matematika yang akrab dalam
kehidupan, padahal segala aktifitas kehidupan manusia tidaklah lepas dari
matematika.

Ide utama dari model pembelajaran matematika realistik / RME adalah


manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer). Upaya untuk
menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan
realita dan lingkungan yang dekat dengan anak.

Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah
pembelajaran yang mengacu pada konstruktifis sosial dan dikhususkan pada
pendidikan matematika. Model pembelajaran matematika realistik atau Realistik
Mathematics Education (RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di
Belanda sejak tahun 1970 oleh institut Freudenthal dan menunjukan hasil yang baik,
berdasarkan hasil The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS)
tahun 2011.

Pembelajaran matematika realistik memiliki kelebihan dan kelemahan.


Adapun kelebihannya antara lain : (1) Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi
siswa dan suasana tegang tidak Nampak, (2) Materi dapat dipahami oleh sebagian
besar siswa, (3) Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah
didapatkan, (4) Guru ditantang untuk mempelajari bahan, (5) guru menjadinlebih
kreatif dalam membuat alat peraga, (6) Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi
tampak semakin pandai. Sedangkan kelemahannya adalah : (1) Sulit diterapkan dalam
suatu kelas yang besar (40 – 45 orang ), (2) Dibutuhkan waktu yang lama untuk
memahami materi pelajaran, (3) Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran


matematika dapat dilakukan dalam model pembelajaran relaistik. Karena hali ini
dapat memanfaatkan realita kehidupan yang ada di lingkungan, dengan demikian anak
dapat mengaitkan cara berpikir kritis matematika melalui ide – ide dan konsep mereka
dalam kehidupan sehari – hari. Untuk mengetahui seberapa besar upaya mereka dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, diperlukan penelitian lebih lanjut. Maka
dari itu penulis memilih judul skripsi “ Upaya Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa melalui Model Pembelajaran Matematika Realistik”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, beberapa
masalah dalam penilitian ini dapat diidentifikasi oleh peneliti sebagai berikut :
1. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam mempelajari matematika masih rendah.
2. Cara mendidik siswa berpikir kritis dan memberikan rasa ingin tahu siswa dalam
mempelajari matematika dengan model pembelajaran realistik.

C. Batasan Masalah
Penulis dalam penelitian ini membatasi diri hanya fokus yang berkaitan
dengan:
1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kemampuan berpikir kritis siswa harus dimiliki oleh siswa agar mampu
menghadapi berbagai permasalahan personal maupun sosial dalam kehidupannya.
Ennis (2011) menambahkan bahwa berpikir kritis merupakan kemapuan berpikir
reflektif dan beralasan yang difokuskan pada apa yang dipercayai atau dilakukan.
Seorang pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi setiap informasi
yang diterimanya. Sejalan dengan itu Fachrurazi (2011:81) mengemukakan bahwa
berpikir kritis adalah proses sistematis yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.
Sementara itu Kusumaningsih (2011:19) mengemukakan bahwa berpikir kritis
merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam
pengambilan keputusan yang dapat dipercaya.

2. Model Pembelajaran Realistik


Model pembelajaran realistik dalam penelitian ini sejalan dengan Shoimin Aris
(2014) bahwasannya matematika harus dikatikan dengan realitas dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Freudenthal menyatakan bahwa model pembelajaran
matematika harus berangkat dari aktivitas manusia, “Mathematics is Human
Activity”. Terlebih, pendidikan khususnya dalam pendidikan matematika pada satu
sisi individu atau kelompok dapat membentuk suatu kegiatan atau aktivitas yang
dapat memunculkan inovasi dalam mengoptimalkan hasil proses belajar mengajar
yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menyerap konsep –
konsep dan prosedur dalam matematika.

D. Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah terdapat beberapa pertanyaan yang dapat diajukan


dalam penelitian, antara lain :

1. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diberi
pembelajaran matematika realistik dibandingkan pembelajaran yang biasa
dilakukan di sekolah.
2. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
berdasarkan gender melalui pendekatan matematika realistik.
3. Apakah ada interaksi yang signifikan antara pendekatan pembelajaran realistik
dengan pembelajaran biasa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan maslaah yang telah penulis buat, maka tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui adanya perbedaan penigkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang


diberi pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.

2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan penigkatan kemampuan berpikir kritis


siswa berdasarkan gender melalui pendekatan matematika realistic pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.

3. Penelitian ini diharapkan mampu memberi interaksi yang signifikan antara


pendekatan pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kritis.
D. Manfaat Penilitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memebrikan manfaat bagi berbagai
pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam suatu pembelajaran
terkait bagi para pembacanya dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis mengenai model pembelajaran realistik.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan dalam model
pembelajaran realistik ataupun pengembangan matematika dalam segi apapun
yang masih terkait.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat sebagai
pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa bagi tenaga pengajar dalam
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengubah asumsi siswa terhadap matematika
dan meningkatkan semangat belajar siswa serta motivasi belajar matematika
siswa.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu rujukan pembelajaran
matematika yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui
model pembelajaran realistik.

Anda mungkin juga menyukai