Di Susun Oleh:
Masnu’ah
1414151032
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
2018 M /1439 H
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan dan peradaban yang semakin maju, dunia terasa tidak
memiliki jarak pandang dan jarak tempuh yang berarti lagi, tidak seperti dahulu.
Dahulu insan merasakan sulit untuk memandang dan menempuh kehidupan di luar
dunianya karena terhalang oleh berbagai keterbatasan. Namun, keterbatasan tersebut
seiring dengan berjalannya waktu dan seiring berjalannya pemikiriran insan yang
semakin tinggi, maka semakin hilang sekat-sekat yang menjadi keterbatasan dalam
memandang dunia. Hal tersebut menjadi kemajuan bagi peradaban insan sekaligus
menjadi kemunduran insan. Mengapa demikian?
1
2
now sudah sangat jarang yang benar-benar menanamkan nilai-nilai budaya lokal yang
ada. Sedangkan, dalam lingkungan sekolah pun sepertinya sudah semakin memudar
2
Mata pelajaran Seni Budaya dan matematika adalah salah satu disiplin ilmu
yang terlihat dan terasa amat berbeda karena seringkali kita memandang kedua bidang
tersebut hanya dari sedikit sisi yang kita ketahui menurut ajaran yang kita peroleh dari
bangku sekolah atau pendidik. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya pengajaran
yang menggabungkan keduanya, padahal hal ini sangat penting guna mengencangkan
pelestaraian dan kecerdasan bangsa akan kebudayaannya lewat matematika.
Cirebon adalah salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki keunikan dua
bahasa daerahnya, yaitu Jawa-nya Cirebon dan Sunda-nya Cirebon. Selain itu kota
Cirebon juga memiliki banyak keunikan lain dalam budaya lokalnya yang patut dijaga
dan dilestarikan, seperti: Tari Topeng Cirebon. Tari topeng merupakan tari tradisional
yang menjadi salah satu kebudayaan Indonesia yang sudah mendunia. Namun,
kenyataanya generasi penerus bangsa sudah semakin berkurang yang memiliki minat
terhadap tarian tradisional. Salah satu penyebabnya adalah mereka lebih menggemari
kebudayaan asing, seperti: kebudayaan Korea. Dan kenyataanya kegemaran mereka
terhadap kebuayaan asing sudah semakin didukung oleh lingkung itu sendiri, contoh:
di awal bulan tahun baru 2018 kemain baru dilaksanakannya perlombaan tarian atau
dance boy dan girl band asal korea. Selain mereka menggemari kebudayaan negara
tersebut mereka juga menggemari kecantikan dan kegantengan paras para artisnya.
4
Artinya:
Artinya:
Berbagai fenomena dari pernyataan di atas menjadi salah satu faktor yang
melatar belakangi penulis untuk meneliti tentang etnomatematika di daerahnya, yaitu
Cirebon dengan budaya lokalnya Tari Topeng. Akan tetapi peneliti hanya akan
memfokuskan penelitian dari kesenian topengnya karena hal itu relevan dengan
pembahasan Golden Ratio, sedangkan tariannya akan menjadi pemanis dalam
penelitian karena topeng Cirebon sejatinya tidak akan lepas dari tariannya.
5
B. Fokus Kajian
1. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Etnomatematika.
2. Materi yang akan dibahas berhubungan dengan Golden Ratio.
3. Subjek dari penelitian ini adalah topeng Cirebon.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur Golden Ratio dalam topeng Cirebon?
2. Bagaimanakah mengetahui perhitungan Golden Ratio dari topeng Cirebon?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah di atas, maka dapat diperoleh tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui struktur Golden Ratio dalam topeng Cirebon;
2. Untuk mengetahui perhitungan Golden Ratio dari topeng Cirebon.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini, yaitu:
1. Secara teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan dan
mengembangkan pengetahuan, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam
bidang budaya dan pariwisata Indonesia khususnya Cirebon yaitu topengnya yang
terkait dengan matematika “Golden Ratio”.
2. Secara prakris
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik
secara global bagi masyarakat maupun secara khusus bagi peneliti. Pertama,
kegunaan penelitian bagi masyarakat yaitu menjadi pengetahuan baru bahwa
topeng Cirebon memiliki keterkaitan dengan matematika dan diharapkan dengan
ini masyarakat akan lebih mencintai budayanya. Kedua, kegunaan penelitian bagi
peneliti tentunya menjadi pengalaman nyata dan ilmu baru dalam karirnya sebagai
terdidik (mahasiswa).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Topeng Cirebon
1. Filosofi Tari Topeng Cirebon
Tari topeng yaitu tarian rakyat dimana penarinya menggunakan penutup
muka yang disebut topeng. Menurut kertabasa, topeng berasal dari kata “tup” atau
tutup, dan melalui gejala pembentukan kata, kata ini ditambah suku kata “eng”
sehingga menjadi “topeng” (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1997). Tari topeng
di Indonesia bukan hanya ada di Cirebon, namun tarian ini memiliki banyak
penyebarannya di daerah Jawa dan Bali. Selain itu, tari topeng cirebon juga
mengalami perkembangan di daerah sekitar Cirebon, seperti: Losari, Palimanan,
Gegesik, serta Selangit.
Konon katanya tari topeng Cirebon diciptakan oleh Ki Danalaya, salah
seorang murid Sunan Kalijaga, yang kemudian mewariskan tari topeng tersebut
kepada tokoh-tokoh seniman Cirebon (Prawiraredja, 2005). Topeng Cirebon awal
mulanya adalah sarana untuk menyebarkan ajaran agama Islam, dimana kesenian
ini bersifat sakral yang dengan seiring berkembangnya zaman kesenian ini
menjadi kesenian rakyat bias, bahkan ada saja yang menggunakan kesenian ini
sebagai sarana untuk mengamen. Cikal bakal dari kesenian topeng Cirebon yaitu
desa Silangit. (Bochari dan Kuswiah, 2001). Ada tari Topeng, dan ada juga
wayang topeng.
Di dalam buku “Wayang Wong Priangan” menurut Pangeran Jaya Kelana,
paman dari Sultan Kasepuhan Cirebon, yang sehari-hari bertugas sebagai
pengurus tanah milik keraton yang ada di luar kompleks keraton Kasepuhan,
disebutkan bahwa:
Berdasarkan keterangan dari kakeknya sultan ke-12 yaitu sultan Jayaningrat
(1942-1969), mengenai pertunjukkan wayang wong atau wayang topeng
sudah ada di keraton Kasepuhan sekitar tahun 1720-an, yaitu yaitu sejak
derajat kesultanan diturunkan oleh penjajah Belanda atau tidak lagi menjadi
pemimimpin pemerintahan. Kemudian pertumbuhannya mulai baik, iala;ah
ketika keraton Kasepuhan dipimpin oleh sultan ke-10, yaitu Sultan Raja
Atmaja (1899-1942). Adapun ketika berlanjut kepada sultan ke-12 yaitu
sultan Jayaningrat (1942-1969), pertunjukkan wayang wong ini semakin
menurun akibat penyediaan semakin menipis.
7
Kostum (pakaian) dalam tari topeng Cirebon tersusun atas tiga warna,
merah, kuning, dan hitam, serta dilengkapi dengan berbagai perhiasan, seperti:
gelang, anting, kalung, dan rumbai-rumbai (Ensiklopedia Nasional Indonesia,
1997). Sesuai dengan perkembangan zamannya kostum tersebut juga mengalami
perkembangan, namun tanpa merubah kostum aslinya.
B. Golden Ratio
Golden ratio yang artinya rasio emas biasa dilambangkan dengan huruf Yunani
(φ , dibaca phi ). Sebutan phi ini pertama kali diusulkan oleh ahli matematikawan Mark
Barr dari huruf pertama nama seorang pematung Yunani Phidias, selain dilambangkan
dengan huruf kecil (φ) bisa juga dilambangkan dengan huruf kapital (Ф) yang
digunakan dalam resiprokal rasio emas (1/φ).
1+ √ 5
φ= =1,6180339887 …
2
memiliki konjugat:
1− 5
=1−φ= √ =−0,6180339887 …
−1
φ 2
Nilai mutlak dari bilangan ini (≈0,618) sesuai dengan rasio panjang yang
diambil terbalik (panjang segmen yang lebih pendek atas panjang segmen lebih
panjang, b/a), dan sering disebut sebagai konjugat rasio emas, yang dilambangkan
dengan phi kapital (Ф), yaitu sebagai berikut:
1
Ф= =φ−1=0,6180339887 …
φ
Ф=φ−1=1,6180339887 …
−1=0,6180339887 …
ini menggambarkan sifat unik rasio emas antara bilangan positif, dimana:
1
=φ−1
φ
9
1
=Ф+1
Ф
C. Etnomatematika
B. Langkah-langkah Penelitian
1. Menentukan sasaran penelitian
Sasaran dari penelitin ini adalah Topeng Cirebon yang berfokus pada
struktur Golden Ratio pada permukaan topeng. Penulis juga tentunya memberi
informasi tentang tariannya yang bisa dibilang tidak bisa lepas dari Topeng itu
sendiri yaitu tari topeng serta sekelumit filosofi atau sejarahnya.
11