Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL PENELITIAN

ETNOMATEMATIKA TOPENG CIREBON


DENGAN PENDEKATAN GOLDEN RATIO

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Matematika

Di Susun Oleh:
Masnu’ah
1414151032

KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
2018 M /1439 H

0
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan dan peradaban yang semakin maju, dunia terasa tidak
memiliki jarak pandang dan jarak tempuh yang berarti lagi, tidak seperti dahulu.
Dahulu insan merasakan sulit untuk memandang dan menempuh kehidupan di luar
dunianya karena terhalang oleh berbagai keterbatasan. Namun, keterbatasan tersebut
seiring dengan berjalannya waktu dan seiring berjalannya pemikiriran insan yang
semakin tinggi, maka semakin hilang sekat-sekat yang menjadi keterbatasan dalam
memandang dunia. Hal tersebut menjadi kemajuan bagi peradaban insan sekaligus
menjadi kemunduran insan. Mengapa demikian?

Pertama, menjadi kemajuan karena yang tadinya kita memiliki keterbatasan


dan sekat dalam memandang dan memperoleh informasi, namun saat ini dengan
semakin majunya peradaban di era globalisasi seakan kita dimanjakan dengan sangat
mudahnya memperoleh informasi apapun khususnya dalam dunia pendidikan. Oleh
karena itu, bisa dikatakan tidak ada alasan bagi insan untuk tidak bisa memperoleh
informasi atau ilmu pengetahuan di era globalisasi. Di daerah terpelosok negeri
tercinta kita Indonesia ini pun bahkan sudah semakin mudah dalam memperoleh dan
mengakses informasi dengan adanya koneksi internet. Apalagi insan yang hidupnya di
daerah perkotaan yang sudah semakin lebih canggih. Akan tetapi, tentunya hal
tersebut juga memiliki dampak yang buruk ketika semua informasi yang diperoleh
tanpa adanya saringan dan kontrol dari insan yang memperolehnya, terkhusus bagi
anak-anak yang sangat membutuhkan pendampingan dari orang tua, guru, dan pihak-
pihak lainnya.

Kedua, menjadi kemunduran karena adanya dampak buruk yang akan


mengakibatkan tergerusnya jatidiri bangsa. Seperti halnya budaya lokal yang semakin
tersingkirkan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda saat ini, hal tersebut terjadi
karena lemahnya penguatan budaya dan karakter bangsa dari segi lingkungan yang
mumpuni seperti: keluarga dan sekolah. Di dalam lingkungan keluarga, anak lazimnya
mengikuti kebudayaan keluarganya. Namun, disayangkannya para orang tua zaman

1
2

now sudah sangat jarang yang benar-benar menanamkan nilai-nilai budaya lokal yang
ada. Sedangkan, dalam lingkungan sekolah pun sepertinya sudah semakin memudar
2

penguatan nilai-nilai budaya tersebut. Sehingga yang terjadi pada generasi


sekarang, mereka lebih mengenal budaya asing daripada budaya lokal.

Untuk menghadapi gencarnya budaya asing yang masuk dan mulai


menggantikan budaya lokal yang ada, sudah sepatutnya yang merasa menjadi orang
tua, pedidik, bahkan pemerintah untuk lebih mengedepankan pendidikan karakter
bangsa atau pendidikan budaya lokal sebagai acuan pendidikan agar semakin kuatnya
rasa nasionalisme generasi penerus yang akan menjadi pemimpin nantinya.

Membangun rasa nasionalisme seseorang tidak semudah kita membangun rasa


manis, asin, dan rasa asam pada masakan atau makanan yang bisa dibuat dengan
hitungan menit. Namun, rasa nasionalisme harus dibangun dan dipupuk sejak dini
secara kukuh untuk menjaga kedaulatan dari negeri tercinta Indonesia. Terkhusus kita
sebagai pendidik yang akan menanamkan nilai-nilai yang luhur tentang keberagaman
kebudayaan Indonesia terkhusus kebudayaan lokal. Dengan itu, kita sebagai pendidik
harus bergotong royong untuk membangun rasa tersebut. Artinya bukan hanya dari
kalangan guru seni dan budaya saja yang mempunyai tugas tersebut, melainkan dari
bidang yang lain-pun harus ikut andil dalam upaya ini termasuk guru matematika.

Matematika termasuk salah satu bidang ilmu pengetahuan yang sangat


diperhitungkan dalam hubungnnya dengan bidang ilmu lain, seperti: Fisika, Kimia,
Ekonomi, Akuntansi, Astronomi, dan lain sebagainya. Selain itu, matematika juga
sebagai mata pelajaran yang selalu ada dan dipelajari dalam dunia pendidikan kita,
yaitu: mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal tersebut juga selaras dengan UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 37 ayat (1), yaitu:

Kurikulum pendididkan dasar dan menengah wajib memuat: a) Pendidikan


Agama; b) Pendidikan Kewarganegaraan; c) Bahasa; d) Matematika; e) Ilmu
Penegetahuan Alam; f) Ilmu Pengetahuan Sosial; g) Seni dan Budaya; h)
Pendidikan Jasmani dan Olahraga; i) Keterampilan/Kejujuran; dan j) Muatan
Lokal.
Pendidikan di Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang menjadikan
matematika sebagai mata pelajaran yang diujikan dalam ujian Nasional (UN). Hal
tersebut menunjukkan bahwa sangat pentingnya mempelajari dan memahami
matematika sebagai batu loncatan untuk menggapai dunia. Dengan matematika kita
bisa
3

belajar sabar, teliti, logis, dan sistematis untuk menghadapi permasalahan


dunia yang akan menghantarkan kita ke dalam permasalahan akherat (Amin).

Mata pelajaran Seni Budaya dan matematika adalah salah satu disiplin ilmu
yang terlihat dan terasa amat berbeda karena seringkali kita memandang kedua bidang
tersebut hanya dari sedikit sisi yang kita ketahui menurut ajaran yang kita peroleh dari
bangku sekolah atau pendidik. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya pengajaran
yang menggabungkan keduanya, padahal hal ini sangat penting guna mengencangkan
pelestaraian dan kecerdasan bangsa akan kebudayaannya lewat matematika.

Etnomatematika merupakan tema wilayah kajian yang ada di jurusan


Pendidikan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang akan membahas serta
menghubungkan antara matematika dan Budaya. Dimana hal tersebut sesuai dengan
pernyataan “In mathematics education, ethnomathematics  is the study of the
relationship between  mathematics  and culture”, yang artinya: dalam pendidikan
matematika, etnomathematika adalah studi tentang hubungan antara matematika dan
budaya. Oleh karena itu etnomatematika menjadi jalur studi dan penelitian pendidikan
matematika yang menjadi akar dan gagasan dan praktik matematis, mulai dari cara
individu berperilaku sampai masuk kelompok budaya yang berbeda.

Cirebon adalah salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki keunikan dua
bahasa daerahnya, yaitu Jawa-nya Cirebon dan Sunda-nya Cirebon. Selain itu kota
Cirebon juga memiliki banyak keunikan lain dalam budaya lokalnya yang patut dijaga
dan dilestarikan, seperti: Tari Topeng Cirebon. Tari topeng merupakan tari tradisional
yang menjadi salah satu kebudayaan Indonesia yang sudah mendunia. Namun,
kenyataanya generasi penerus bangsa sudah semakin berkurang yang memiliki minat
terhadap tarian tradisional. Salah satu penyebabnya adalah mereka lebih menggemari
kebudayaan asing, seperti: kebudayaan Korea. Dan kenyataanya kegemaran mereka
terhadap kebuayaan asing sudah semakin didukung oleh lingkung itu sendiri, contoh:
di awal bulan tahun baru 2018 kemain baru dilaksanakannya perlombaan tarian atau
dance boy dan girl band asal korea. Selain mereka menggemari kebudayaan negara
tersebut mereka juga menggemari kecantikan dan kegantengan paras para artisnya.
4

Keindahan paras manusia sebetulnya ada di dalam pembahasan bidang


matematika yaitu Golden Ratio. Mungkin akan merasa heran, benarkah matematika
bisa
4

digunakan untuk mengukur kecantikan wajah seseorang? Dan jawabannya adalah


Insya Allah bisa. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna
dengan akal dan anggota tubuhnya. Makhluk hidup diciptakan oleh Allah dengan
aturan dan ukuran-Nya masing-masing yang kemudian ditiru oleh seniman dengan
akal nalarnya dengan menghasilkan karya seni unggul Allah (Karya Allah tetap yang
paling unggul). Hal tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dalam surat Ath-Thalaqq ayat 3
dan Surat Ar-Ra’d ayat 8 (Departemen Agama RI, 1971), yaitu:

Artinya:

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan


barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan-keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikendaki)Nya. “Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu”. (QS Ath-Thalaaq Ayat 3)

Artinya:

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan


kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. “Dan segala
sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”. (QS Ar-Ra’d Ayat 8)

Berbagai fenomena dari pernyataan di atas menjadi salah satu faktor yang
melatar belakangi penulis untuk meneliti tentang etnomatematika di daerahnya, yaitu
Cirebon dengan budaya lokalnya Tari Topeng. Akan tetapi peneliti hanya akan
memfokuskan penelitian dari kesenian topengnya karena hal itu relevan dengan
pembahasan Golden Ratio, sedangkan tariannya akan menjadi pemanis dalam
penelitian karena topeng Cirebon sejatinya tidak akan lepas dari tariannya.
5

B. Fokus Kajian
1. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Etnomatematika.
2. Materi yang akan dibahas berhubungan dengan Golden Ratio.
3. Subjek dari penelitian ini adalah topeng Cirebon.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur Golden Ratio dalam topeng Cirebon?
2. Bagaimanakah mengetahui perhitungan Golden Ratio dari topeng Cirebon?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah di atas, maka dapat diperoleh tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui struktur Golden Ratio dalam topeng Cirebon;
2. Untuk mengetahui perhitungan Golden Ratio dari topeng Cirebon.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini, yaitu:
1. Secara teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan dan
mengembangkan pengetahuan, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam
bidang budaya dan pariwisata Indonesia khususnya Cirebon yaitu topengnya yang
terkait dengan matematika “Golden Ratio”.
2. Secara prakris
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik
secara global bagi masyarakat maupun secara khusus bagi peneliti. Pertama,
kegunaan penelitian bagi masyarakat yaitu menjadi pengetahuan baru bahwa
topeng Cirebon memiliki keterkaitan dengan matematika dan diharapkan dengan
ini masyarakat akan lebih mencintai budayanya. Kedua, kegunaan penelitian bagi
peneliti tentunya menjadi pengalaman nyata dan ilmu baru dalam karirnya sebagai
terdidik (mahasiswa).
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Topeng Cirebon
1. Filosofi Tari Topeng Cirebon
Tari topeng yaitu tarian rakyat dimana penarinya menggunakan penutup
muka yang disebut topeng. Menurut kertabasa, topeng berasal dari kata “tup” atau
tutup, dan melalui gejala pembentukan kata, kata ini ditambah suku kata “eng”
sehingga menjadi “topeng” (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1997). Tari topeng
di Indonesia bukan hanya ada di Cirebon, namun tarian ini memiliki banyak
penyebarannya di daerah Jawa dan Bali. Selain itu, tari topeng cirebon juga
mengalami perkembangan di daerah sekitar Cirebon, seperti: Losari, Palimanan,
Gegesik, serta Selangit.
Konon katanya tari topeng Cirebon diciptakan oleh Ki Danalaya, salah
seorang murid Sunan Kalijaga, yang kemudian mewariskan tari topeng tersebut
kepada tokoh-tokoh seniman Cirebon (Prawiraredja, 2005). Topeng Cirebon awal
mulanya adalah sarana untuk menyebarkan ajaran agama Islam, dimana kesenian
ini bersifat sakral yang dengan seiring berkembangnya zaman kesenian ini
menjadi kesenian rakyat bias, bahkan ada saja yang menggunakan kesenian ini
sebagai sarana untuk mengamen. Cikal bakal dari kesenian topeng Cirebon yaitu
desa Silangit. (Bochari dan Kuswiah, 2001). Ada tari Topeng, dan ada juga
wayang topeng.
Di dalam buku “Wayang Wong Priangan” menurut Pangeran Jaya Kelana,
paman dari Sultan Kasepuhan Cirebon, yang sehari-hari bertugas sebagai
pengurus tanah milik keraton yang ada di luar kompleks keraton Kasepuhan,
disebutkan bahwa:
Berdasarkan keterangan dari kakeknya sultan ke-12 yaitu sultan Jayaningrat
(1942-1969), mengenai pertunjukkan wayang wong atau wayang topeng
sudah ada di keraton Kasepuhan sekitar tahun 1720-an, yaitu yaitu sejak
derajat kesultanan diturunkan oleh penjajah Belanda atau tidak lagi menjadi
pemimimpin pemerintahan. Kemudian pertumbuhannya mulai baik, iala;ah
ketika keraton Kasepuhan dipimpin oleh sultan ke-10, yaitu Sultan Raja
Atmaja (1899-1942). Adapun ketika berlanjut kepada sultan ke-12 yaitu
sultan Jayaningrat (1942-1969), pertunjukkan wayang wong ini semakin
menurun akibat penyediaan semakin menipis.
7

Kejayaan dari topeng Cirebon terjadi sebelum tahun 1980. Gerakannya


yang dinamis dan harmonis menyebabkan tarian ini dikenal luas, bahkan hingga
ke luar negeri. Pertama kali pentas di kanca Internasional adalah pada tahun 1977
karena tari topeng gaya Losari diundang pemerintah Amerika Serikat. Mei 1989
Tokyo dan Osaka, Jepang. 17 Agustus 1989 Hongkong. Juga tampil di KIAS
(Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat tahun 1990-1991) (Ensiklopedia
Nasional Indonesia, 1997).
Menurut Prof. Drs. Jakob Sumardjo dahulu dan sekarang, untuk
melakukan tarian topeng Cirebon perlu dikalukan beberapa persiapan atau ritual,
yaitu: puasa, pantang, semedi, dan beberapa sesaji. Jadi, dari pernyataan tersebut
menjadi salah satu bukti bahwa terjaganya budaya topeng Cirebon karena dalang
topeng Cirebon masih menjaga dan mempertahankan beberapa aspek yang ada
dalam topeng Cirebon itu sendiri, walaupun sejatinya dalam bidang seni di era ini
tidak bisa dipungkiri pasti mengalami perkembangan.

2. Topeng dan Aksesorisnya


Topeng merupakan salah satu kesenian yang dihasilkan dari tangan kreatif
seorang seniman ukir yang dijadikan alat bagi seniman pertunjukkan khususnya
tari. Topeng sebagai perwujudan dan ilustrasi wajah manusia. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan cak Mamat salah satu seniman hebat dari Cirebon, kita itu
hidup dengan topengnya masing-masing dan topeng itu gambaran ekspresi
manusia.
Ketika kita berbicara terkait topeng Cirebon, sejatinya kita juga akan
berbicara terkait tariannya serta pengiringnya. Karena kedua hal tersebut memiliki
hubungna yang sangat erat sehingga tidak bisa terpisahkan antara satu dengan
yang lainnya. Gerakan dalam tari topeng Cirebon merupakan paduan antara tari
Jawa dan Sunda dengan diiringi gamelan yang tanpa rebab dan gendang
menampakkan kesenian ini (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1997). Salah satu
penyebab dari terjadinya percampuran gerakan tari Jawa dan Sunda adalah adanya
suku Jawa Sunda yang saling berdampingan, dalam artian sebagian wilayah di
Cirebon ada yang menggunakan bahasa Jawanya Cirebon dan ada yang
menggunakan bahasa Sundanya Cirebon, itulah uniknya Cirebon.
8

Kostum (pakaian) dalam tari topeng Cirebon tersusun atas tiga warna,
merah, kuning, dan hitam, serta dilengkapi dengan berbagai perhiasan, seperti:
gelang, anting, kalung, dan rumbai-rumbai (Ensiklopedia Nasional Indonesia,
1997). Sesuai dengan perkembangan zamannya kostum tersebut juga mengalami
perkembangan, namun tanpa merubah kostum aslinya.

B. Golden Ratio

Golden ratio yang artinya rasio emas biasa dilambangkan dengan huruf Yunani
(φ , dibaca phi ). Sebutan phi ini pertama kali diusulkan oleh ahli matematikawan Mark
Barr dari huruf pertama nama seorang pematung Yunani Phidias, selain dilambangkan
dengan huruf kecil (φ) bisa juga dilambangkan dengan huruf kapital (Ф) yang
digunakan dalam resiprokal rasio emas (1/φ).

Rasio emas dinyatakan dalam bentuk

1+ √ 5
φ= =1,6180339887 …
2

memiliki konjugat:

1− 5
=1−φ= √ =−0,6180339887 …
−1
φ 2
Nilai mutlak dari bilangan ini (≈0,618) sesuai dengan rasio panjang yang
diambil terbalik (panjang segmen yang lebih pendek atas panjang segmen lebih
panjang, b/a), dan sering disebut sebagai konjugat rasio emas, yang dilambangkan
dengan phi kapital (Ф), yaitu sebagai berikut:
1
Ф= =φ−1=0,6180339887 …
φ

atau, Ф dapat dinyatakan sebagai:

Ф=φ−1=1,6180339887 …
−1=0,6180339887 …

ini menggambarkan sifat unik rasio emas antara bilangan positif, dimana:

1
=φ−1
φ
9

atau inversnya, yaitu:

1
=Ф+1
Ф

yang ini berarti 0,61803... : 1 = 1 : 1,161803...

C. Etnomatematika

Etnomatematika diperkenalkan oleh pendidik dan matematikawan Brazil


Ubiratan D'Ambrosio pada tahun 1977 saat presentasi untuk American Association for
the Advancement of Science. Setelah itu, pada tahun 1985 D’Ambrosio
mengungkapkan dalam kongres Internasional tentang etnomatemaika bahwa akar
etimologis dari etnomathematics yaitu etno, mathema, dan tics yang merupakan
bahasa Yunani. Ia mendefinisikan bahwa etnomatematics sebagai matematika yang
dipraktekkan oleh anggota budaya yang berbeda kelompok, yaitu: masyarakat adat,
kelompok pekerja, kelas profesional, dan kelompok anak-anak dari usia tertentu, dan
lain sebagainya (2014).

Dalam dunia pendidikan matematika, etnomathematika merupakan studi


tentang hubungan antara matematika dan budaya yang sering dikaitkan dengan
"budaya tanpa ekspresi tertulis", hal ini juga dapat didefinisikan sebagai "matematika
yang dipraktekkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi". Hal ini
mengacu pada kumpulan gagasan yang luas mulai dari sistem numerik dan matematis
yang berbeda hingga pendidikan matematika yang sangat beragam. Tujuan dari
ethnomathematika yaitu untuk berkontribusi pada pemahaman budaya dan
pemahaman matematika, dan terutama untuk menghasilkan apresiasi terhadap
hubungan antara keduanya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif


Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu dari hal yang diteliti. Metode penelitian yaitu suatu
strategi umum yang menjadi acuan dalam pengumpulan serta analisis data yang
diperlukan unutuk menjawab segala persoalan yang akan dan sedang dihadapi dalam
penelitian tersebut (Furchan, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur
Golden Ratio pada Topeng Cirebon, dimana jenis dari penelitian ini adalah penelitian
kualitatif.
Metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti atas kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, serta hasil dari penelitian ini lebih menekankan dibanding sifat
umum penelitiannya (Sugiono, 2012). Jadi, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
natural karena penelitian ini meneliti atas obyek yang alamiah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang artinya peneliti berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan obyek sesuai dengan kenyataan yang ada di
lapangan (Sukardi, 2009).
Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri, karena dalam
penelitian kualitatif peneliti itu sendiri atau dengan bantuan orang lain adalah alat
pengumpul data utamanya (Moleong, 2013).

B. Langkah-langkah Penelitian
1. Menentukan sasaran penelitian
Sasaran dari penelitin ini adalah Topeng Cirebon yang berfokus pada
struktur Golden Ratio pada permukaan topeng. Penulis juga tentunya memberi
informasi tentang tariannya yang bisa dibilang tidak bisa lepas dari Topeng itu
sendiri yaitu tari topeng serta sekelumit filosofi atau sejarahnya.
11

2. Menentukan lokasi penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di desa Slangit kecamatan Klangenan
kabupaten Cirebon karena di situ merupakan pusat dari pembuatan topeng
Cirebon.

C. Rencana Waktu Penelitian


Rencana waktu penelitian ini Insya Allah dalam kurun waktu sekitar 2 bulan
yang dimulai dari Maret sampai April tahun 2018
DAFTAR PUSTAKA

Bochari, M. S. dan Kuswiah, Wiwi. (2001). Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon.


Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Jenderal
Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen agama RI, (1971). Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: Departemen Agama
RI.
Departemen Agama RI. (2007). Undang-undang Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama RI.
Ensiklopedia Nasional Indonesia. (1997) Ensiklopedia Nasional Indonesia Jakarta:
Delyta Pamungkas.
Furchan, A. (2007). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Moleong, L. J (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rasda Karya.
NN. https://en.wikipedia.org/wiki/Etnomathematics. Diakses: 08.18 5 Februari 2018.
Orey, Daniel Clark. Dkk. 2014. “Kongres Internasional Etnomatematika-ICEm5”.
Jurnal Matematika & Budaya. Edisi khusus. Posiding dari 5. ISSN-1558-5336.
Afrika: Fakultas Ilmu Alam dan Matematika Kampus Universitas Pedagogik
Lhanguage Maputo-Mozambik.
Prawiraredja, Mohammed Sugianto. (2005). Cirebon Falsafah, Tradisi, dan Adat
Budaya. Jakarta: Perpustakaan nasional.
Suanda, Toto Amsar. (2009). Tari Topeng Cirebon. Bandung: Jurusan Tari STSI.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sumardjo, Jakob. (2014). Filosofi Topeng Cirebon.
https://cerbonan.wordpress.com/2007/07/27/filosofi-topeng-cirebon/. Diakses:
14.53 12 Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai