Laporan Pendahuluan Hemoroid
Laporan Pendahuluan Hemoroid
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan suplai
darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian kanan yaitu
sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria mesentrika
inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon desendens,
sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui
arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria
iliaka interna dan aorta abdominalis.
gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior dan inferior dan
vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari
sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-vena
ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari
segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa,
merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan
massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali
sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan merangsang reflek
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol volunter.
Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.
Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang
mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus
tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan
tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot dada dengan glotis
ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator
ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
2. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis (Mansjoer,
2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis ani. Hemoroid
timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.
Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat
tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali dihubungkan
dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare, sering
mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan
nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan
untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan
IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi, sedangkan
sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan
dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-
kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis,
ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada
usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar,
mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu lama dan
konstipasi).
C. PATOFISIOLOGI
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik dari vena hemoroidalis
Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan timbul disebelah dalam
otot spingter ani. Hemoroid eksterna terjadi varises pada vena hemoroidalis inferior, dan timbul disebelah luar otot spingter ani.
Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis akut. Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III. Hemoroid interna derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan dengan proktoskopi.
Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior, dan tampak sebagai
pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid interior derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara
spontan atau dapat direduksi secara manual. Hemoroid interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala hemoroid interna yang paling sering
adalah perdarahan tanpa nyeri karena tidak ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid adalah hemoroid campuran interna dan
eksterna.
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdaraha, trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang
mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.
Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan. Pengobatan berupa kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan penggunaan
supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila perdarahan menetap, terjadi prolapsus, atau pruritus dan nyeri anus tidak dapat diatasi.
D. Komplikasi Wasir Ambeien Hemoroid
Anemia: Kehilangan darah kronis dari wasir dapat menyebabkan anemia, di mana Anda tidak memiliki cukup
sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke sel-sel Anda, sehingga kelelahan dan
kelemahanseringkali melanda.
Strangulata wasir: Jika suplai darah ke wasir internal terputus, wasir mungkin "tercekik" dandapat
menyebabkan rasa sakit yang hebat dan menyebabkan kematian jaringan (gangren).
F PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
a) Pengelolaan dan modifikasi diet
Diet berserat dan rendah sisa, buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet
serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa tidak mampu
dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makanan-
makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar namun lunak sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan.
b) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-obatan
yang sering digunakan adalah:
1. Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan, misalnya
Docusate Sodium.
2. Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5% (Lidoderm,
Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan topikal per rectal
dapat menimbulkan efek samping sistematik.
3. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianalyang timbul akibat iritasi
karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus, misalnya Hamamelis water (Witch
Hazel)
4. Analgesik, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin dan Feverall) yang
merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki hiperensitifitas terhadap aspirin
atau NSAID, atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan bagian atas atau pasien yang
sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.
5. Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih
diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran
adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah dikonsumsi beberapa bulan.
Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi.
G. Prognosis
Sebagian besar hemoroid akan sembuh secara spontan atau dengan terapi konservatif saja.Prognosis
kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar timbul pada keberhasilan edukasi yaitu: pada perubahan
pola makan,defekasi dan gaya hidup.
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
– Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
– Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa sering, apa warnanya?
Riwayat diet:
– Bagaimana pola makan klien?
Riwayat pekerjaan:
– Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri dalam waktu lama?
Pengkajian obyektif:
– Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area perianal akan adanya hemoroid,
fisura, iritasi, atau pus.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada pasien yang menerima perawatan pada gangguan daerah rectal meliputi :
1. Konstipasi berhubungan dengan penahanan dari keinginan untuk b.a.b untuk menghindari
nyeri karena haemorhoid atau setelah pembedahan haemorhoid
2. Nyeri berhubungan dengan haemorhoid atau setelah penanganan bedah dan perlukaan
jaringan
3. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dengan iritasi oleh defekasi
(internal) atau ruptur hemorrhoid (eksternal).
C. Perencanaan
1. Konstipasi berhubungan dengan penahanan dari keinginan untuk b.a.b untuk menghindari
nyeri karena haemorhoid atau setelah pembedahan haemorhoid
Tujuan :
Pengontrolan nyeri akan membantu mengurangi resiko konstipasi yang mungkin akibat pasien
menahan keinginan untuk b.a.b karena nyeri rectal
Hal ini menghilangkan rasa tidak nyaman dan menunjang penyembuh-an dengan meningkatkan
sirkulasi ke daerah perianal dan mempertahankan hygiene yang baik.
Rasional :
Mencegah pengerasan tinja yang akan meningkatkan rasa tidak nya-man dengan b.a.b
2. Nyeri berhubungan dengan haemorhoid atau setelah penanganan bedah dan perlukaan jaringan
Tujuan :
1.) Berikan obat nyeri secara teratur setelah pembedahan 24-48 jam. Jika pasien rawat jalan,
ajarkan pasien menggunakan obat nyeri secara teratur sesuai kebutuhan.
Rasional :
Rasional :
Hal ini mencegah penekanan pada daerah perineal atau jaringan rectal yang luka. Penekanan akan
menyebabkan nyeri dan mungkin memper-lambat penyembuhan.
Rasional :
Rasional :
Pengetahuan tentang hasil yang diha-rapkan akan mengurangi ketakutan dan memberikan referensi
bagi kemajuan terhadap penyembuhan yang sempurna
3. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dengan iritasi oleh defekasi
(internal) atau ruptur hemorrhoid (eksternal).
Tujuan :
a.) Ajarkan pasien untuk meningkatkan diet intake cairan (1 – 2 quarts) dan serat (buah-buahan dan
sayur).
Rasional :
Tinja yang keras atau peregangan pada saat b.a.b akan mengiritasi hemorrhoid dan mukosa rectum
dan mungkin mengakibatkan perdarahan.
Rasional :
Perdarahan pelan, tidak ditangani mungkin akan menyebabkan anemia, khususnya pada pasien tua.
Rasional :
Rasional :
Ini memungkinkan seseorang dapat mendeteksi perdarahan dengan cepat, jika terjadi. Penanganan
dini perdarahan mencegah kehilangan darah yang lebih banyak.
D. Evaluasi
Kriteria hasil atas pencapaian tujuan sebagai berikut :