Anda di halaman 1dari 16

RESUME MODUL 11 : AGROFORESTRI / WANATANI : TANAM GANDA

DOMINASI TANAMAN TAHUNAN

Ditujukan untuk memenuhi tugas matakuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan II

Disusun oleh:

MARIAH SALSABILLA
150510170165

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
AGROFORESTRI / WANATANI : TANAM GANDA DOMINASI TANAMAN
TAHUNAN

1.1. Konsep dan sejarah agroforestri


Istilah agroforestri diambil dari dua kata yakni “agro” atau pertanian dan “forest”
bermakna hutan. Dengan itu pengertian agroforestry mencakup penggunaan lahan untuk
menghasilkan satu atau beberapa produk pertanian dan produk dari hutan yang diusahakan secara
berkelanjutan. Namun sampai saat ini belum ada suatu kesatuan pendapat dari para ahli
mengenai definisi dari agroforestri.
Agroforestri menjadi istilah baru dari praktek pemanfaatan lahan tradisional. Dengan itu
agroforestri memiliki unsur – unsur sebagai berikut :
- Penggunaa lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia.
- Penerapan teknologi.
- Komponen tanaman semusim, tahunan, atau hewan ternak
- Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
- Ada interaksi ekologi, social, ekonomi.
Dalam mencapai keberhasilan dari sistem agroforestri yang harus diperhatikan adalah
kombinasi yang benar dari spesies serta praktek manajemen yang baik, juga pemahaman dan
motivasi dari masyarakat. Akibat ketatnya definisi ilmiah, agroforestri harus menekankan dua
karakteristik umum untuk semua bentuk agroforestri, yaitu :
- Pertumbuhan tanaman keras berkayu sengaja pada unit lahan yang sama dengan tanaman
pertanian dan atau hewan dalam bentuk spasial atau urutan.
- Harus ada interaksi yang nyata antara kayu dan komponen non kayu dalam sistem, secara
ekologis dan ekonomi.
Adapun prinsip utama dalam agroforestri, yaitu :
1. Pohon – pohon atau semak – semak yang sengaja dikombinasikan dengan tanaman dan
atau ternak
2. Penggunaan lahan intensif
3. Interaksi biologis yang meningkat
4. Manfaat yang dioptimalkan
Konsepsi agroforestri mencakup :
1. Bentuk (model) pengelolaan.
2. Unsur ekonomi (hasil yang lebih menguntungkan).
3. Unsur waktu (daur pendek/panjang serempak dan atau berurutan).
4. Pelaksanaannya dapat dilakukan di lahan milik dan atau di dalam kawasan hutan negara.
5. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
6. Untuk menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ada beberapa definisi agroforestri yang berkembang di masyarakat, misalnya :
- Perhutanan Sosial (Social-Forestry)
- Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Social Forestry)
- Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (FarmForestry)
- Hutan rakyat (farm-forestry)
- Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
- Forest Farming
- Ecofarming

Sejarah perkembangan agroforestri


Setiap bentuk pertanian merupakan usaha mengubah ekosistem tertentu untuk menaikkan
arus energi ke manusia (Geertz, 1983). Pada kebanyakan masyarakat tradisional, usaha tersebut
seringkali dilakukan tanpa mengubah (secara total) indeks diversitas komunitas aslinya.
pengkombinasian komponen kehutanan dengan pertanian sebenarnya bukan merupakan hal yang
baru. Pohon-pohon telah dimanfaatkan dalam system pertanian sejak pertama kali aktivitas
bercocok tanam dan memelihara ternak dikembangkan.
 Fase agroforestri klasik
Budidaya pohon dan tanaman pertanian dalam kombinasi satu sama lain
merupakan praktek yang telah lama digunakan petani di seluruh dunia. King (1987)
menyatakan bahwa hingga Abad Pertengahan, adalah kebiasaan umum di Eropa untuk
membersihkan hutan yang terdegradasi, menebas dan membakarnya, lalu pada areal yang
telah dibersihkan menanam tanaman pangan, dan menanam pohon-pohonan, sebelum,
bersamaan, atau setelah penanaman tanaman pertanian.Di Asia, Sistem HanunOo di
Filipinapembukaan hutan untuk penggunaan pertanian, mereka sengaja meninggalkan
pohonpohon tertentu, yang pada akhir musim penanaman padi, kanopinya akan
memberikan naungan bagi tanah dari penyinaran matahari berlebihan
Praktek-praktek agroforestri memainkan peranan tradisional dalam sistemsistem
pemanfaatan lahan di sebagian besar wilayah Indonesia. Sistem-sistem tradisional adalah
sistem-sistem yang sangat beragam yang pada umumnya berisi lebih banyak jenis,
khususnya jenis-jenis tanaman/pohon hutan.Di Afrika, keadaannya sedikit berbeda. Di
bagian selatan Nigeria, ubi jalar, jagung, labu, dan kacang-kacangan biasanya tumbuh
bersama di bawah naungan pohon yang tersebar. Sistem ini diklaim merupakan cara
menghemat energi manusia dengan pemanfaatan penuh ruang terbatas dari hutan lebat
Perladangan bukanlah satu-satunya sistem agroforestri klasik yang dikenal.
Menurut Wiersum (1982; 1987) praktek agroforestri, baik yang tradisional maupun yang
secara ilmiah dikembangkan saat ini dimulai dari system berkebun (gardening) yang
banyak dijumpai di daerah Asia Tropis, misalnya sistem kebun hutan dan kebun
pekarangan (forest and home gardens) masyarakat asli di Kalimantan Timur
Pra-agroforestri Modern
Pada akhir abad ke-19, salah satu tujuan penting dalam praktek agroforestri adalah
dengan membangun perkebunan hutan (pepohonan sengaja ditanam – man made forest) atau
pertanian. Pada sistem pengelolaan lahan pun agroforestri di pratekkan. Lalu pada tahun 1806,
Pan U Hie yang merupakan seorang Karen di Burma, Myanmar. Dia membangung
perkebunan/hutan jati (Tectona grandis) dengan menggunakan metode yang ia sebut dengan
“taungya” yang berarti budidaya di bukit. Gubernur Inggris Sir Dietrich Brandis mengatakan
bahwa praktek “taungya” apabila dikembangkan diikuti oleh berbagai orang akan menjadi cara
yang paling efisien dalam membudidayakan tanaman jati (Blanford, 1958). Dan pada akhirnya
praktek ini pun menjadi populer dan penerapannya semakin luas, lalu diperkenalkan ke daerah
Afrika Selatan pada tahun 1887 (Hailey, 1957) serta diadopsi di wilayah kolono Chittagong dan
Benggala India pada tahun 1890 (Raghavan, 1960).
Filosofi penting dari sistem ini adalah dengan membangun hutan tanaman dengan
menggunakan pekerja yang mengganggur atau tidak memiliki tanah yang tersedia agar biaya
yang dikeluarkan dapat lebih murah. Agar pekerja mau melakukan tugasnya, mereka diberi
imbalan dengan diizinkannya mereka untuk mengolah tanah di barisan bibit pohon (tanaman
pokok) untuk menanam tanaman pertanian (tanaman pangan semusim) selama jangka waktu
tertentu. Biasanya penanaman ini baru diperbolehkan pada saat 2 tahun selama tanaman pkok
belum terlalu berkembang tajuknya. Di Indonesia, praktek tanaman dengan cara seperti ini telah
diperkenalkan sejak lama oleh kolonial Belanda dengan nama “tumpang sari”. Penerapan dari
sistem “taungya” pun telah diterapkan di berbagai wilayah dengan tata cara yang berbeda-beda
serta para ahli pun sepakat bahwa sistem “taungya” merupakan awal dari berkembangnya
agroforestri modern.
Agroforestri Modern
Pada awal tahun 70-an ada sebuah pendapat yang mengungkapkan bahwa pentingnya
peran pepohonan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh para petani dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Masalah ini terjadi karena petani tidak punya cukup modal untuk melakukan
budidaya tanaman yang baik agar dapat memenuhi kebutuhan pangan. Pepehonan atau Hutan
tidak hanya menghasilkan kayu tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai hal lain seperti tempat
perlindungan, rekreasi, untuk pengembangan industri ternak, dan sebagai habitat kehidupan liar.
Bentuk pengelolaan hutan sesuai dengan kondisi fisik wilayah dan tuntutan sosial ekonomi
masyarakat dapat disebut dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan.
Berkembangnya agroforestri modern tidak terlepas dari studi yang dibiayai oleh
International Development Research Centre di Canada (Bene et al., 1977) yang menghasilkan
rekomendasi tentang pentingnya penelitian di bidang Agroforestri sehingga dibentuklah suatu
Badan Internasional yang menangani penelitian dalam bidang agroforestri bernama ICRAF
(International Council for Research in Agroforestry) pada tahun 1977. Sekarang badan ini
berganti nama menjadi World Agroforestry Centre, ICRAF. Kegiatan dari ICRAF sendiri banyak
dilakukan di Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.

1.2. Agroforestri sebagai sistem


Pada prinsipnya agroforestri dikembangkan untuk mengatasi masalah pemanfaatan lahan
dan pengembangan pedesaan serta memanfaatkan potensi yang ada untuk kesejahteraan manusia
dengan kelestarian sumber daya beserta lingkungannya. Dalam melakukan sistem agroforestri
manusia pasti melakukan interaksi dengan komponen-komponen lainnya. Komponen tersebut
ialah :
1. Lingkungan abiotis (air, tanah, iklim, dll.)
2. Lingkungan biotis (tanaman dan binatang)
3. Lingkungan budaya (teknologi dan informasi, sumberdaya, infrastruktur, pemukiman,
penawaran dan permintaan, dan disparitan kepemilikan lahan)
Agroforestri terdiri dari 2 jenis atau lebih tanaman dan atau hewan dan pasti memiliki
tanaman berkayu tahunan. Selain itu sistem ini pun memiliki 2 output atau lebih dan sistem
agroforesti yang sederhana pun lebih komplek dalam penerapannya daripada sistem
monocropping. Dan yang terpenting pada sistem agroforestri semua komponen dan
berhububunga serta bergantung satu dengan yang lainnya.

Aspek – Aspek Agroforestri


Agroforestri dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial – budidaya
dan aspek ekonomi:
 Aspek ekologi yang berpengaruh antara lain tingkat kesuburan tanah, curah hujan,
topografi, altitude, dan lainnya tergantung pada potensi alam yang ada.
 Aspek sosial-budaya dipengaruhi tingkat kepadatan penduduk, luas pemilikan lahan,
tingkat pendidikan, kebiasaan bertani, agama dan kepercayaan dll.
 Aspek ekonomi tergantung pada harga suatu komoditi, pemasaran/aksesibilitas pasar dan
keadaan infra struktur lainnya.
Maka dari itu, bentuk – bentuk agroforestri sangat bergantung pada karakteristik suatu
wilayah, tergantung pada kondisi aspek sosial, ekonomi, dan ekologi daerah bersangkutan

1.3. Bentuk dan jenis Agroforestri


Agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu, kehutanan, pertanian, dan peternakan.
Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi
sebagai berikut:
 Agrisilvikultur : Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan,
perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.
 Agropastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen
peternakan
 Silvopastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan
 Agrosilvopastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan
kehutanan dan peternakan/hewan

a. Agrisilvikultur: merupakan bentuk campuran dari kegiatan kehutanan dan pertanian


pangan, misalnya: Sistem tumpangsari di hutan jati di P.Jawa
b. Silvopasyura: Hutam ternak yang merupakan bentuk campuran kegiatan kehutanan dan
peternakan. Model ini cocok dikembangkan di daerha yang penduduknya menggiatkan
usaha peternakan.
c. Silvofishery atau Hutan Tambak: campuran kegiatan kehutanan di daerah pantai (hutan
mangrove) dengan kegiatan perikanan. 
d. Farm Forestry atau Hutan Kebun: Agroforestry yang kegiatannya merupakan campuran
kegiatan pertanian dan kehutanan di daerah pemukiman (kebun, pekarangan) di mana
tanaman kehutanan bukan merupakan tanaman utama.

Jenis – jenis Agroforestri


Sistem Agroforestri sederhana
Suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau
lebih jensi tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan
tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam
larikan sehingga membentuk lorong/pagar. 
Bentuk agroforestry sederhana yang paling banyak ditemui adalah tumpangsari atau
taungya uang merupakan program perhutanan sosial dari Perum Perhutani dimana petani diberi
ijin menanam tanaman pangan di antara pohon – pohon jati muda dan hasilnya untuk petani
sedangkan semua pohon jati tetap menjadi milik Perhutani.
Sistem Agroforestri kompleks: hutan dan kebun
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara
alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang
menyerupai hutan. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik
dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun
hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest (ICRAF, 1996).
Sistem agroforestri kompleks dicirikan dengan :
 Struktur vegetasi kompleks (tajuk pohon berlapis-lapis)
 Jumlah komponen tanaman cukup banyak (ada pohon tinggi, pohon sedang, semak, dan
tanaman rendah lainnya)
 Secara ekologi memiliki fungsi seperti hutan, contoh kebun pekarangan, hutan damar
mata kucing.
Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri kompleks ini dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden)
adalah sistem bercocok-tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia selama
berabad-abad. Kebun yang umum dijumpai di Jawa Barat adalah sistem pekarangan,
yang diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang
kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun (fase kebun) . Pada
fase kedua, pohon buah-buahan (durian, rambutan, pepaya, pisang) ditanam secara
tumpangsari dengan tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga,
beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola
kombinasi tanaman asli setempat misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya
dengan pohon buah-buahan (fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang tumbuh di
bawahnya amat terbatas karena banyaknya naungan.
Fase perpaduan berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase talun. Dengan
demikian pembentukan talun memiliki tiga fase yaitu kebun, kebun campuran dan talun.
Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan
menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur
dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang demikian ini akan sangat
membantu aktivitas organisme tanah sehingga sifat fisik tanah menjadi lebih baik
2. Agroforest atau hutan

1.4. Sasaran, peranan, dan keunggulan agroforestri


Keunggulan agroforestri :
a. Produktivitas (Productivity)
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri
jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja
keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata
sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan
satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis
tanaman lainnya
b. Diversitas (Diversity)
Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri
menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan
demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga
pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal permanen
sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).
c. Kemandirian (Self-regulation)
Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan
terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam
arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas
yang lebih tinggi daripada sistem monokultur
d. Stabilitas (Stability)
Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu
memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat
menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.

1.5. Beberapa Praktek Agroforestri


Windbreaks
Windbreaks (Penahan angin) adalah baris tunggal atau beberapa pohon yang ditanam
untuk melindungi suatu area dari kerusakan karena angin. Windbreaks ditanam di sepanjang
bertiupnya angin pada batas-batas bidang lahan untuk membuat lingkungan yang lebih
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Windbreaks juga dibentuk untuk melindungi dan
meningkatkan lingkungan sekitar rumah, kebun, dan desa. Windbreaks terdiri dari pohon-pohon
“multi-purpose tree species” pilihan, yang mungkin juga menyediakan berbagai produk untuk
keperluan rumah tangga serta untuk dijual, termasuk pakan ternak, kayu bakar, kayu, tiang, buah,
mulsa/kompos, rempah-rempah dan obat-obatan.
Alley Cropping (Tanaman Lorong)
Alley Cropping merupakan reinterpretasi fungsional menyeluruh dari konsep untuk
kondisi tropis. Efek menguntungkan dari tanam-pohon pada tanah pertanian dapat dilakukan
dengan menghubungkan dua komponen dalam waktu, seperti dalam praktek berurutan rotasi
bera, atau dalam ruang, melalui asosiasi simultan pohon dan tanaman pangan, dapat didefinisikan
sebagai pendekatan “zonal” terhadap agroforestri (Huxley, 1980; Huxley dan Raintree, 1983), di
mana tanaman pangan ditanam di lorong-lorong antara pagar tanaman pohon atau semak-semak
yang mampu membantu siklus naungan dan kompetisi di bawah tanah, dan untuk menyediakan
pupuk hijau dan bahan mulsa untuk kepentingan tanaman pertanian. Pakan ternak dan kayu
bakar bisa diambil sebagai by product dari sistem, tetapi tujuan dasar adalah untuk memenuhi
“fungsi pelayanan” dalam sistem pertanian subur.
Orchard Alley Cropping
Mulsa dari tanaman pagar mempengaruhi kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.
Suatu studi di kebun alley cropping di sebuah kebun buah tropis di Holualoa, Pulau Hawaii,
menggunakan tanaman buah nangka (Artocarpus heterophyllus), dan tanaman pagar Akasia dan
Cailiandra calothyrsus.
Kebun pekarangan (Home Garden).
Kebun pekarangan merupakan campuran antara tanaman tahunan, tanaman umur panjang,
dan ternak di pekarangan sekitar rumah berupa suatu sistem terpadu dengan batas-batas jelas
yang memenuhi fungsi-fungsi ekonomis, biofisik, dan sosiokultural. Sistem kebun pekarangan
terkanal di Pulau Jawa. Lapisan paling rendah (sampai ketinggian 2 meter) didominasi oleh ubi-
ubian, sayu mayur, dan tanaman bumbu. Ubi kayu dan ganyong (Canna edulis) merupakan
tanaman yang paling umum di pekarangan. Lapisan dua sampai sepulu meter didominasi oleh
pisang, pepaya, dan pohon buah-buahan lainnya. Lapisan lima sampai sepuluh meter didominasi
oleh tanaman buah-buahan dan tanaman perdaganagn seperti cengkeh. Lapisan tertinggi lebih
dari sepuluh meter didominasi oleh kelapa dan pohon-pohon lain seperti sengon.
Kebun Talun.
Biasanya terdiri dari tiga tahap: kebun, kebun campuran, dan kebun talun. Tahap pertama,
kebun terjadi apabila petani membuka hutan dan mulai menanam tanaman tahunan yang
biasanya dikosumsi sendiri oleh kelurga petani dan hanya sebagian dijual sebagai sumber
penghasilan. Pada tahap ini ada tiga lapisan mendatar tanaman tahunan yang mendominasi.
Kebun secara bertahap menjadi kebun campuran dimana tanaman semusim tumbuh di antara
tanaman umur panjang yang belum dewasa. Nilai ekonomis kebun campuran tidak setinggi
kebun, tetapi nilai biofisiknya meningkat. Sifat kebun campuran terdiversifikasi junga
meningkatkan konservasi tanah dan air.
Setelah memanen tanaman tahunan di kebun campuran, lahannya mungkin ditinggalkan
selama dua sampai tiga tahun sampai didominasi oleh tanaman umur panjang. Tahapan ini
dikenal sebagai talun dan merupakan puncak perkembangan sistem talun. Talun didominasi oleh
campuran pohon-pohon umur panjang dan bambu membentuk tiga lapisan tegak. Pada tahapan
ini kebun dapat berupa berbagai bentuk seperti kebun kayu (untuk bahan bangunan dan kayu
bakar), bambu dan campuran tanaman umur panjang.
Sistem Tiga Strata.
Tiga strata adalah metoda penanaman dan pemanenan rerumputan, tanaman leguminosa,
semak, dan pepohonan sedemikian rupa sehingga pakan ternak tersedia sepanjang tahun. Sistem
ini dikembangkan oleh petani di Bali. Sistem tiga strata membagi suatu lahan menjadi tiga
bagian: (1) inti, (2) selimut, (3) batas. Inti dipelihara untuk produksi pangan. Areal selimut
ditanami penutup tanah, misalnya Panikum (Panicum maximum) dan Centrosema (Centrosema
pubescens). Pohon-pohon penghasil pakan ditaam disekitar batas, misalnya Bunut (Ficus
poacellie) dan Santen (Lamea coromandelica). Diantara pohon-pohon ini lamtoro (Leucaena
leucocephola) ditanam sebagai semak dengan jarak tanam 10 cm.tingkat pemeliharaan hewan
dapat bervariasi dari sangat rendah (0,5 ha setiap ekor sap) sampai sangat tinggi (0,25 ha untuk
setiap ekor sapi) karena ketersediaan pakan yang meningkat.
Perladangan Berpindah
Perladangan berpindah merupakan satu di antara kegiatan penggunaan lahan yang
menerapkan teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami.
Dari perspektif sosial budaya, sistem perladangan berpindah secara umum dianggap sebagai
satu-satunya sistem pertanian yang sesuai dengan ekosistem hutan tropis. Dari segi ekologi,
sistem perladangan lebih berintegrasi ke dalam struktur ekosistem alami (Geertz, 1976).
Sedangkan dalam hal biodiversiti, di dalam sistem perladangan berpindah lebih tinggi
dibandingkan sistem pertanian permanen seperti sawah. Tingginya biodiversiti/keanekaragaman
hayati adalah berasal dari pemberaan dan tanaman yang beraneka. Dalam perladangan
berpindah, tahapan pemberaan (fallow) merupakan persentase tertinggi dalam proses penggunaan
lahan, di mana lahan digunakan dalam waktu periode yang pendek, sehingga erosi dan
sedimentasi di sungai rendah. Memang praktek pembakaran bisa menyebabkan kehilangan
nutrient, tetapi dapat meningkatkan pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan
kandungan bahan organik akan menurun pada sistem agrikultur yang permanen di wilayah tropis
basah. 
Sistem perladangan berpindah dipraktekkan secara meluas di hampir semua pulau di
Indonesia dengan perkecualian pulau Jawa. Sistem perladangan berpindah mencakup
beranekaragam tindakan yang dilakukan di banyak lingkungan yang berada dalam keadaan yang
berbeda pula. Di Apo Kayan, seperti juga banyak di tempat lainnya di Kalimantan Timur, hampir
semua hutan yang ditebas untuk pertanian adalah hutan sekunder dan masa bera bervariasi,
tergantung dari beberapa hal. Pada umumnya masa bera sekitar 7 tahun. Para petani
berkeyakinan bahwa masa bera harus cukup panjang untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Kadangkala ada tempat-tempat yang ditinggalkan untuk masa yang lebih lama lagi untuk
mencegah pengurangan kesuburan secara bertahap serta peningkatan jenis-jenis tanaman
pengganggu.
Latihan dan Tugas Khusus
1) Mahasiswa ditugaskan untuk mencari gambar bentuk-bentuk agrforestri.
bentuk-bentuk agrforestri:
a. Agrisilvikultur

b. Agrosilvipastura

c. Silvopasture
d. Silvofishery

e. Farm forestry
f. Apikultur

Evaluasi Formatif
1) Jelaskan peran agroforestri dalam pertanian berkelanjutan!
Peran agroforestri dalam pertanian berkelanjutan yaitu dapat mengurangi dampak rumah
kaca dengan memperbanyak penanaman pepohonan, agroforestri yang memiliki
diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang
sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan)
pendapatan petani.
2) Sebutkan dan jelaskan beberapa bentuk agroforestri!
Bentuk agroforestri :
a. Agrisilvikultur, yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
b. Agrosilvipastura, yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian
dengan kehutanan dan peternakan/hewan
c. Silvopastur, yaitu bentuk agroforestry yang merupakan campuran kegiatan
kehutanan dan peternakan.
d. Silvofishery, yaitu campuran kegiatan kehutanan di daerah pantai (hutan
mangrove) dengan kegiatan perikanan.
e. Farm forestry, yaitu agroforestry yang kegiatannya merupakan campuran kegiatan
pertanian dan kehutanan di daerah pemukiman (kebun, pekarangan) di mana
tanaman kehutanan bukan merupakan tanaman utamanya.
f. Apikultur, yaitu budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan
atau komponen kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai