Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM

Disusun Oleh :
Aprilia Setya Ningtyas
1714301008
Sarjana Terapan Keperawatan Tanjungkarang

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA IBU HAMIL DENGAN POST PARTUM

A. DEFINISI
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke
dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2010).

Pesalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
melalui jalan lahir.

Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 – 8 minggu.(Rustam Mochtar).

Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika
alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.( Barbara F. weller 2012)

Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2011)

Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2014).

B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)

1. Teori penurunan hormone


1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan
akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.

2. Teori placenta menjadi tua


Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahim


Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.

4. Teori iritasi mekanik


Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi
uterus.

5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan
perinfus.

C. TANDA DAN GEJELA, KLASIFIKASI


1. Involusi uterus
Adalah proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi
dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta
lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa
nyeri/mules-mules yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3
hari.

2. Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum, kontraksi
menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah pada uteri
sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.

3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3. After
pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan gumpalan
darah (stoll cell) dalam cavum uteri .

4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum
spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum
sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia. Epitelisasi
endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh
kembali. Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan
parut, tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.

5. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi
pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui
mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.

6. Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas,
sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak.
Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi, berbau
anyir, tetapi tidak busuk.

Lochia dibagi dalam beberapa jenis :

a. Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa
chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah.

b. Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir,
banyak serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati.
c. Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak kuning
cair dan tidak berdarah lagi.

d. Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir,
mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang
telah mati.

7. Serviks dan vagina


Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari dan
pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama hanya dapat
dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang lambat laun
mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu ke-3
post partum, rugae mulai nampak kembali.

8. Perubahan pada dinding abdomen


Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang
begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat, terdapat
striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot rectus/perut) akibat janin
yang terlalu besar atau bayi kembar.

9. Perubahan Sistem kardiovaskuler


Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus dan
eksresi cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output kembali normal setelah
partus

10. Perubahan sistem urinaria


Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan
hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang oedema
trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin.
Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan refleks miksi menurun.

11. Perubahan sistem Gastro Intestina;


Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post partum.
Penyebabnya karena penurunan tonus pencernaan, enema, kekakuan perineum
karena episiotomi, laserasi, haemorroid dan takut jahitan lepas
12. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum. Hari
ketiga produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang,
membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler)

13. Laktasi
Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan
kehamilan. Buah dada belum mengandung susu melainkan colustrum yang dapat
dikeluarkan dengan memijat areola mammae. Colustrum yaitu cairan kuning
dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi alkalis dan mengandung protein dan
garam, juga euglobin yang mengandung antibodi.Bayi yang terbaik dan harus
dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi

14. Temperatur
Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali
dalam 24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya cairan melalui
vagina ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan terkontaminasinya vagina.

15. Nadi
Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal. Penurunan ini
akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada sirkulasi seiring lepasnya
placenta. Bertambahnya volume darah menaikkan tekanan darah sebagai
mekanisme kompensasi dari jantung dan akan normal pada akhir minggu pertama.

16. Tekanan Darah


Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat kehamilan
ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang harus
diperhatikan secara serius.

17. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24
hari, setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin
meningkat untuk proses laktasi.   
 KLASIFIKASI
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40hari
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil
dan waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih
sempurna bias berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan.
(YettiAnggraini,2010)

D. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi
dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari
kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks
ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-
5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai
waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur
kembali seperti sediakal.
POST PARTUM NORMAL

Luka Episiotomi Perubahan Fisilogi Perubahan Psikologi

Proses Involusi Vagina dan Perineum Taking In Taking Hold Latting Go

Peningkatan kadar ocytosin, Ruptur jaringan (ketergantungan) (ketergantungan kemandirian) (kemandirian)

Peningkatan kontraksi uterus Personal hygiene Butuh perlindungan

kurang baik dan pelayanan Belajar mengenai Kondisi tubuh


Nyeri akut
perawatan diri&bayi mengalami perubahan
Takut mengejan Genetalia kotor Perdarahan Berfokus pd diri Kurang pengetahuan
sendiri dan lemas Perubahan menjadi orang tua
Konstipasi Resiko infeksi Resiko Resiko ggn.
kekurangan Proses
volume cairan Ggn. Pola Ketidakefektifan
parenting
tidur menyusui

Takut akan lepas jaritan Tertahannya urine

Kantong urine penuh

Ggn. Eliminasi
Urine
E. PEMERIKSAAN PENUJANG
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periode pasca
partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama
pada partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan Urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di
kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin (Bobak, 2004).

F. PENATALAKSANAAN
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain
itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar,
1998).Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada
robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis,
dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan
cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan


perineum tingkat I.
a. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu
sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan
Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat
manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada
perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya:
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.

3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995)

G. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG

Masalah Keperawatan Data Pendukung

Ketidaknyamanan pasca partum - Terdapat kontraksi uterus


berhubungan dengan trauma - Luka epistomis
perineum selama persalinan dan
kelahiran

Menyusui efektif berhubungan - Suplasi ASI adekuat


dengan hormon oksitosin dan - Payudara memebesar
prolactin adekuat

Gangguan eliminasi urine - Pola berkemih berubah


berhubngan dengan efek tindakan - Distensi kandung kemih
medis (luka episitomi)
H. DIAGNOSIS KEPERAWATAN MINIMAL 3
1. Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan trauma perineum
selama persalinan dan kelahiran
2. Menyusui efektif berhubungan dengan hormon oksitosin dan prolactin
adekuat
3. Gangguan eliminasi urine berhubngan dengan efek tindakan medis (luka
episitomi)

I. TUJUAN RENCANA DAN KRITERIA HASIL


 Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan trauma perineum selama
persalinan dan kelahiran.

Tujuan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan - Keluhan tidak nyaman menurun.


keperawatan diharapkan status - Meringis menurun.
kenyaman pasca partum meningkat. - Pemulihan perineum meningkat.
- TTV normal
TD: 110/120
N : 60-100 x/menit
RR : 16-20x/menit
T : 36,5-37,50C.

 Menyusui efektif berhubungan dengan hormon oksitosin dan prolactin adekuat.

Tujuan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan - Perlekatan bayi pada payudara


keperawatan diharapkan status ibu meningkat.
menyusui meningkat, - Miksi bayi lebih dari 8 kali/24
jam meningkat.
- BB bayi meningkat.
Suplai ASI adekuat.
 Gangguan eliminasi urine berhubngan dengan efek tindakan medis (luka
episitomi).

Tujuan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan tindakan - frekuensi BAK membaik


keperawatan selama 3 kali 24 jam - sensasi berkemih meningkat
diharapkan - berkemih tidak tuntas menurun
eliminasi urine membaik,

J. INTERVENSI DAN RASIONAL

Dx. Keperawatan Intervensi Rasional

Ketidaknya - Identifikasi nyeri secara - Untuk menentukan


manan komprehensif termasuk intervensi yang
pasca lokasi,karakteristik,durasi,frek tepat dan
partum b.d uensi, kualitas dan faktor mengurangi
trauma presipitasi kelelahan
perineum - Observasi respons nonverbal - Respon non verbal
selama dan ketidaknyamanan dapat membantu
persalinan - Kontrol lingkungan yang mengevaluasi
dan dapat memeperberat rasa nyeri derajat nyeri dan
kelahiran seperti suhu ruangan, perubahannya.
pencahayaan, dan kebisingan. - Lingkungan bisa
- Ajarkan teknik jadi pemicu
nonfarmakologis yaitu teknik meningkatnya
relaksasi napas dalam. derajat nyeri
- Membantu ibu
untuk istirahat
lebih efektif
- Menurunkan nyeri
dan meningkatkan
kenyamanan.

Menyusui efektif - Jelaskan manfaat menyusui - Dengan isapan bayi


berhubungan bagi ibu dan bayi akan merangsang
dengan hormon - Monitor kemampuan ibu kontraksi uterus
oksitosin dan untuk menyusui cepat kembali
prolactin adekuat - Informasikan ibu untuk selalu kebentuk semula
. mengosongkan payudara pada serta mempercepat
payudara yang belum disusui. pengeluaran ASI.
- Untuk mengatahui
kemampuan ibu
dalam menyusui
- Untuk mencegah
terjadinya
pembekakan
payudara atau
mastitis sebab ASI
yang tidak tuntas
diselesaikan.
Gangguan - Identifikasi kebiassan - Untuk menentukan
eliminasi urine BAK/BAB sesuai usia intervensi yang
berhubngan dengan - Ajurkan BAK/BAB secara tepat.
efek tindakan teratur - Agar frekuensi
medis (luka - Fasilitasi ibu berkemih BAK membaik
episitomi secara normal - Untuk
mempermudah
melakukan
eliminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing
( 10th ed). USA: Pearson Education.

Perry, A.G. & Potter, P.A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed). St Louis: Elsevier

Ackley, B. J., Ladwing, G.B., & Makic, M.B.F. (2017). Nursing Diagnosis , An Evidence-
Based Guide to Planning Care. 11

Anda mungkin juga menyukai