Anda di halaman 1dari 9

Nama : Alma Tyara Simbara

NIM : 1705233

Kelas : Kimia C 2017

Tugas : Pengantar Kimia Makanan

Analisis Produk Kemasan Makanan

King Fisher’s Sarden Goreng Sambal Balado

1. Bahan baku asal, nabati/hewani bagian mana yang diambil


Jawab :
Bahan baku asal dari produk makanan ini adalah ikan sarden/sardines. Bahan baku ini
berada dalam jumlah 64,52%. Bagian yang diambil dari ikan sarden ini adalah daging
tanpa kepala dan ekor.

2. Kandungan utama, dan kandungan tambahan yang berperan dalam pangan.


Jawab :
Kandungan utama yang terdapat dalam produk pangan ini adalah protein dengan
jumlah 13%. Sedangkan kandungan lainnya adalah :

Kandungan Daily value %AKG


Lemak total 12 % 8 gram
Karbohidrat 1% 4 gram
Natrium/Sodium 11% 260 mg
3. Bagaimana cara pengolahan bahan baku dan bentuk persediaan (padat, tepung, cair, pasta,
ll) agar bisa disimpan lama secara kimia, fisika, atau biologi.
Jawab :
Menurut Andi, tahun 2017, Pengolahan sarden adalah sebagai berikut :
a) Pengadaan Bahan Baku Ikan Segar
Ikan yang akan digunakan sebagai sarden biasanya didapatkan dari nelayan,
ikan ini harus segar agar mempunyai cita rasa yang baik dan menyehatkan.
b) Pengguntingan Bahan Baku
Sebelum dilakukan pengguntingan, sisik yang terdapat dalam ikan dihilangkan
terlebih dahulu menggunakan pisau. Alat yang digunakan dalam
pengguntingan adalah gunting besi. Ikan sarden digunting pada bagian pre
dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk
mengeluarkan isi perut.
c) Pencucian Ikan Sarden
Sarden yang telah dipotong harus dicuci agar bersih. Pencucian biasanya
dilakukan dengan mesin rotary.
d) Pengisian (Filling)
Ikan dari mesin rotary dimasukan kedalam kaleng, jumlah ikan yang
dimasukkan kedalam kaleng diatur dengan perhitungan jumlah rendemen.
Biasanya untuk kaleng kecil, ikan yang diisikan ada 4, 2 diantaranya
menghadap kebawah dan sisanya menghadap keatas.
e) Pemasakan Awal
Pemasakan awal biasanya menggunakan exhaust box, ikan dimasak
menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler, suhu yang digunakan
sangat tinggi biasanya 800oC. Setelah pemasakan awal, ikan sarden ditiriskan
(decanting)
f) Penghamparan
Penghamparan dilakukan dengan menggunakan medium pengalengan berupa
saos cabai atau saus tomat dan minyak sayur.
g) Penutupan wadah
Penutupan wadah biasanya dilakukan dengan double seamer machine.
Sebelum itu, dilakukan vacuum packed terlebih dahulu dengan cara menarik
oksigen dan gas gas lain agar produk tahan lama
h) Sterilisasi : bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen.
4. Dalam pengolahan adakah bahan lain yang ditambahkan dan untuk apa fungsinya
Jawab :
Bahan lain yang ditambahkan saat pengolahan adalah air, cabe merah besar, cabe
merah kecil, minyak nabati, dan pasta tomat sebagai pebambah cita rasa. Selain itu,
ditambahkan juga mononatrium glutamat sebagai penguat rasa, dan pati modifikasi
sebagai penambah nutrisi.
5. Teknik pengemasan apa yang dipakai menyimpan produk pangan siap saji itu agar tahan
lama dan aman.
Jawab :

Ikan sarden dikemas menggunakan kaleng. Ikan sarden akan disimpan didalam
sebuah wadah yang tertutup secara hermetis. Pengawetan makanan kaleng dilakukan
melalui proses termal yaitu sterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi
komersial. Sterilisasi komersial adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (umumnya
di atas 100°C) selama waktu tertentu untuk membunuh mikroba perusak dan mikroba
patogen serta menginaktifkan spora bakteri. Spora bakteri memang tidak terbunuh
selama proses sterilisasi komersial, namun spora ini dijamin tidak akan aktif selama
pangan disimpan dalam suhu kamar. Nantinya, spora ini akan mati oleh asam
lambung saat kita mencerna makanan. Alat yang digunakan untuk sterilisasi dalam
kemasan (in-container sterilization) disebut retort. Panas yang masuk ke retort
disuplai dari uap panas (steam) yang dihasilkan oleh steam boiler. Jadi, pemanasan
dalam retort bukanlah menggunakan api langsung tetapi menggunakan energi panas
yang ditransfer oleh steam. Retort memiliki pengatur suhu otomatis yang di’set’
sesuai dengan suhu yang diinginkan. Suhu akan naik secara perlahan hingga mencapai
suhu setting. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu setting point ini disebut
come-up time (CUT). Retort yang baik memiliki nilai CUT yang kecil. Waktu
sterilisasi yang diperhitungkan memiliki efek terhadap pembunuhan mikroba dihitung
semenjak suhu telah mencapai setting point. Namun, ada beberapa literatur yang
menyatakan bahwa 42% dari waktu CUT juga memiliki efek letalitas terhadap
mikroba. Retort juga dilengkapi dengan katup pengaman sebab tekanan yang
dihasilkan oleh retort cukup tinggi.
6. Informasi apa saja yang harus ada dalam kemasan
Jawab :
Informasi yang harus terdapat didalam kemasan adalah informasi nilai gizi,
kompoisisi, kod SNI dan BPOM, informasi perusahaan, sertifikat halal, tanggal
produksi, tanggal kadaluarsa, serta informasi kontak costumer service.
7. Bagaimana bukti bahwa produk pangan itu aman dan legal.
Jawab :
Terdapat sertifikat halal dari MUI, sertifikat SNI, sertifikat HACCP, informasi
kontak costumer service, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa.

TUGAS TAMBAHAN

Apakah faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pangan dan bagaimana cara


menanggulanginya.

Jawab :

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan faktor-faktor berikut :


1. Pertumbuhan Dan Aktifitas Mikroba
Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan,
dengan cara menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil,
menyebabkan fermentasi gula, menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan, serta
mencerna protein dan menghasilkan bau busuk seperti amoniak. Beberapa mikroba dapat
membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lainnya. Mikroba yang biasanya
terdapat dalam makanan adalah bakteri, kapang, dan khamir.
2. Aktifitas Enzim-Enzim Di Dalam Bahan Pangan
Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada
dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi
kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada
komposisi bahan pangan.
3. Serangga Parasit Dan Tikus;
Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Gigitan serangga
akan melukai permukaan bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh
mikroba. Parasit banyak ditemukan di dalam daging babi, contoh parasit adalah cacing
pita yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan
karena jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus merupakan
media untuk bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.
4. Suhu (Pemanasan Dan Pendinginan)
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat menyebabkan
kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,50C dapat mencegah atau
memperlambat proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi
protein, pemecahan emulsi, merusak vitamin, dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan
pada sayuran dan buah-buahan dapat menyebabkan “thawing” setelah dikeluarkan dari
tempat pembekuan, sehingga mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat
menyebabkan denaturasi protein susu dan penggumpalan.
5. Kadar Air
Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara sekitar.
Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan dapat menjadi media
yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam
pengepakan buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan
transpirasi, air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.
6. Udara (0ksigen)
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan
pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Umumnya
kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh pada permukaan bahan
pangan.
Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung lemak.
Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara keluar secara vakum
atau penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau
menagkap molekul oksigen dengan pereaksi kimia.
7. Sinar
Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna
bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan
perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat
dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
8. Waktu
Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan
atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu
yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada
keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama “ageing”. (Fadil, 2008)

Berikut merupakan cara penanggulangan kerusakan bahan pangan :

1. Pemanasan
Pemanasan membunuh mikroba dan menginaktifkan enzim. Pemanasan yang digunakan
dalam pengawetan pangan tergantung dari jenis produk yang akan diawetkan. Bakteri
akan dapat dimatikan pada suhu antara 82 oC sampai 93 oC, sedangkan sporanya dapat
dimatikan pada suhu air mendidih 100 oC selama 30 menit. Untuk lebih meyakinkan
bahwa semua mikroba telah mati, suhu harus dinaikkan sampai 121 oC dengan pemanasan
uap dan bahan pangan dipertahankan pada suhu ini selama 30 menit. Pemanasan pada
suhu ini dapat dilakukan dengan uap di bawah tekanan 15 psi di dalam alat otoklaf/retort
atau di dalam panci tekan (pressure-cooker). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan
untuk daging, ikan, dan unggas, yang termasuk ke dalam bahan makanan yang kurang
asam. Bahan makanan yang asam dapat mengurangi bakteri yang tahan panas juga
sporanya, sehingga bahan makanan yang asam cukup dipanaskan sampai suhu 93,3 oC
selama 15 menit.
2. Pendinginan dan Pembekuan
Suhu rendah dapat :
 memperlambat aktivitas mikroba
 menghambat aktivitas enzim
 menghambat reaksi kimia
Makin rendah suhu yang digunakan, kecepatan reaksi kimia dan pertumbuhan mikroba
makin lambat. Satu hal penting yang selalu harus diingat adalah bahwa pendinginan dan
pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba. Oleh karena itu pada saat
“thawing” (pencairan kembali kristal-krital es), sel mikroba yang tahan terhadap suhu
rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan kebusukan pada bahan pangan
yang bersangkutan. Jadi dengan pendinginan tidak dapat mensterilkan bahan makanan.
Pada suhu lemari es, perubahan karena mikroba dan enzim tidak dicegah tetapi
diperlambat, sedangkan pada pembekuan dengan terjadinya kristal-kristal es maka
tersedianya air bagi pertumbuhan mikroba berkurang, sehingga perkembang biakan
mikroba terhenti.
3. Pengeringan
Dengan pengeringan, kadar air bahan menurun. Bakteri tidak dapat tumbuh pada kadar air
yang rendah. Pengeringan mengakibatkan mikroba menjadi inaktif. Pengeringan dapat
mencegah pembusukan pangan, karena untuk dapat tumbuh dan berkembang biak
mikroba membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Penurunan kadar air harus
dilakukan sehingga mencapai aktivitas air aman, karena pertumbuhan mikroba ditentukan
terutama oleh aktivitas air dan bukan oleh kadar air bahan. Bakteri dan khamir umumnya
membutuhkan air relatif lebih besar dibndingkan dengan kapang. Kapang sering
ditemukan tumbuh pada makanan setengah basah dimana bakteri dan khamir sulit
tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan kering atau roti, umumnya kapang masih
dapat tumbuh dengan subur. Oleh karena mikroba sangat membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan
merupakan metode pengawetan yang efektif terhadap serangan mikroba.
4. Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut
denaturasi . Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein maka pemberian asam pada
bahan pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Asam dapat dihasilkan dari bahan
pangan dengan cara menambahkan kultur pembentuk asam atau dengan menambahkan
asam secara langsung ke dalam makanan. Contohnya : penggunaan vinegar (cuka) dalam
pembuatan acar, penambahan asam sitrat dan asam fosfat ke dalam minuman. Dalam
pembuatan yoghurt, bakteri memfermentasi laktosa (gula susu) dan menghasilkan asam
laktat. Asam laktat akan menurunkan pH dan memperlambat pertumbuhan mikroba
perusak. Beberapa jenis bahan makanan misalnya tomat, jeruk dan apel mengandung
asam secara alami . Masing-masing asam ini mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
sebagai pengawet. Oleh karena itu perlu proses pengawetan tambahan terhadap bahan
pangan jenis ini, misalnya kombinasi asam dengan panas.
5. Pemberian Gula dan Garam
Pengawetan pangan dengan pemberian gula dan garam sudah umum dilakukan, misalnya
pada pengawetan buah-buahan dalam sirup dalam bentuk manisan, pembuatan dodol,
pembuatan ikan asin, dll. Bakteri, kapang, dan khamir disusun oleh sel-sel membran.
Adanya membran menyebabkan air dapat masuk atau keluar dari membran sel. Bila
bakteri, kapang, dan khamir ditempatkan dalam larutan gula atau garam yang pekat akan
mengalami peristiwa osmosis. Pada peristiwa osmosis, air di dalam sel mikroba akan
keluar menembus membran dan mengalir ke dalam larutan gula atau garam dengan kadar
air 30 – 40 %. Sel mikroba mengalami plasmolisis sehingga perkembangbiakannya
terhambat.
6. Irradiasi
Irradiasi merupakan konsep terbaru dalam pengawetan pangan. Pada irradiasi digunakan
sinar gamma atau elektron dengan kecepatan tinggi untuk memusnahkan mikroba. Dosis
iradiasi yang rendah akan menghambat pertunasan kentang, menunda pematangan buah,
mematikan serangga dan cacing pita dalam daging babi. Pada dosis lebih tinggi dapat
merusak mikroba pembusuk. Mikroba menjadi inaktif oleh berbagai jenis radiasi
misalnya radiasi sinar ultra violet atau radiasi pengion, yang merupakan radiasi
elektromagnetik. Radiasi pengion digunakan untuk mensterilkan makanan dan
menginaktifkan enzim.
7. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia
Bahan pengawet alami maupun senyawa-snyawa kimia ditambahkan dalam makanan
dengan tujuan menghambat kerusakan pangan. Pengawet alami antara lain garam, gula,
cuka, rempah-rempah , dan asap yang berasal dari pembakaran kayu. Pengawet buatan
misalnya SO2 , asam nitrat; selain itu digunakan pula antioksidan dan penghambat
kapang. Bahan kimia dapat mematikan dan menghentikan pertumbuhan mikroba, tetapi
sebagian besar bahan kimia tersebut tidak diizinkan dipakai dalam makanan dengan alas
an dapat membahayakan kesehatan.
8. Pengasapan
Asap mengandung bahan pengawet kimia misalnya formaldehid dan senyawasenyawa
lainnya hasil pembakaran kayu. Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas
mikroba. Untuk membantu membunuh mikroba, maka pengasapan dikombinasikan
dengan proses pemanasan. Panas membantu mengeringkan bahan sehingga lebih awet,
terutama bagian-bagian luarnya. Permukaan-permukaan yang kering itu akan turut
membantu mencegah kontaminasi bagian dalam produknya yang masih basah.
9. Pembuangan Udara
Membuang udara dari kemasan yang berisi bahan pangan, merupakan salahsatucara
pengawetan, karena mikroba pembusuk yang aerobik membu tuhkan udara khususnya
oksigen unuk hidupnya. Selain itu, membuang udara dari kemasan pangan juga dapat
mencegah terjadinya oksidasi minyak dan lemak. Cara-cara yang sudah dipraktekkan
untuk menghindari kontak oksigen dengan bahan pangan, misalnya pemberian pelapis
lilin pada keju. (Avicena dan Retno, 2018).
REFERENSI
Abriana, A. (2017). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bandung: Eksis Media
Grafisindo.
Avicena SM, R. W. (2018). Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan. Ponorogo: Uwais
Insipirasi Indonesia.
Sudiarto, F. (2008). Dasar Pengawetan Pangan. Jakarta: Google Books.

Anda mungkin juga menyukai