NIM : 1705233
Ikan sarden dikemas menggunakan kaleng. Ikan sarden akan disimpan didalam
sebuah wadah yang tertutup secara hermetis. Pengawetan makanan kaleng dilakukan
melalui proses termal yaitu sterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi
komersial. Sterilisasi komersial adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (umumnya
di atas 100°C) selama waktu tertentu untuk membunuh mikroba perusak dan mikroba
patogen serta menginaktifkan spora bakteri. Spora bakteri memang tidak terbunuh
selama proses sterilisasi komersial, namun spora ini dijamin tidak akan aktif selama
pangan disimpan dalam suhu kamar. Nantinya, spora ini akan mati oleh asam
lambung saat kita mencerna makanan. Alat yang digunakan untuk sterilisasi dalam
kemasan (in-container sterilization) disebut retort. Panas yang masuk ke retort
disuplai dari uap panas (steam) yang dihasilkan oleh steam boiler. Jadi, pemanasan
dalam retort bukanlah menggunakan api langsung tetapi menggunakan energi panas
yang ditransfer oleh steam. Retort memiliki pengatur suhu otomatis yang di’set’
sesuai dengan suhu yang diinginkan. Suhu akan naik secara perlahan hingga mencapai
suhu setting. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu setting point ini disebut
come-up time (CUT). Retort yang baik memiliki nilai CUT yang kecil. Waktu
sterilisasi yang diperhitungkan memiliki efek terhadap pembunuhan mikroba dihitung
semenjak suhu telah mencapai setting point. Namun, ada beberapa literatur yang
menyatakan bahwa 42% dari waktu CUT juga memiliki efek letalitas terhadap
mikroba. Retort juga dilengkapi dengan katup pengaman sebab tekanan yang
dihasilkan oleh retort cukup tinggi.
6. Informasi apa saja yang harus ada dalam kemasan
Jawab :
Informasi yang harus terdapat didalam kemasan adalah informasi nilai gizi,
kompoisisi, kod SNI dan BPOM, informasi perusahaan, sertifikat halal, tanggal
produksi, tanggal kadaluarsa, serta informasi kontak costumer service.
7. Bagaimana bukti bahwa produk pangan itu aman dan legal.
Jawab :
Terdapat sertifikat halal dari MUI, sertifikat SNI, sertifikat HACCP, informasi
kontak costumer service, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa.
TUGAS TAMBAHAN
Jawab :
1. Pemanasan
Pemanasan membunuh mikroba dan menginaktifkan enzim. Pemanasan yang digunakan
dalam pengawetan pangan tergantung dari jenis produk yang akan diawetkan. Bakteri
akan dapat dimatikan pada suhu antara 82 oC sampai 93 oC, sedangkan sporanya dapat
dimatikan pada suhu air mendidih 100 oC selama 30 menit. Untuk lebih meyakinkan
bahwa semua mikroba telah mati, suhu harus dinaikkan sampai 121 oC dengan pemanasan
uap dan bahan pangan dipertahankan pada suhu ini selama 30 menit. Pemanasan pada
suhu ini dapat dilakukan dengan uap di bawah tekanan 15 psi di dalam alat otoklaf/retort
atau di dalam panci tekan (pressure-cooker). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan
untuk daging, ikan, dan unggas, yang termasuk ke dalam bahan makanan yang kurang
asam. Bahan makanan yang asam dapat mengurangi bakteri yang tahan panas juga
sporanya, sehingga bahan makanan yang asam cukup dipanaskan sampai suhu 93,3 oC
selama 15 menit.
2. Pendinginan dan Pembekuan
Suhu rendah dapat :
memperlambat aktivitas mikroba
menghambat aktivitas enzim
menghambat reaksi kimia
Makin rendah suhu yang digunakan, kecepatan reaksi kimia dan pertumbuhan mikroba
makin lambat. Satu hal penting yang selalu harus diingat adalah bahwa pendinginan dan
pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba. Oleh karena itu pada saat
“thawing” (pencairan kembali kristal-krital es), sel mikroba yang tahan terhadap suhu
rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan kebusukan pada bahan pangan
yang bersangkutan. Jadi dengan pendinginan tidak dapat mensterilkan bahan makanan.
Pada suhu lemari es, perubahan karena mikroba dan enzim tidak dicegah tetapi
diperlambat, sedangkan pada pembekuan dengan terjadinya kristal-kristal es maka
tersedianya air bagi pertumbuhan mikroba berkurang, sehingga perkembang biakan
mikroba terhenti.
3. Pengeringan
Dengan pengeringan, kadar air bahan menurun. Bakteri tidak dapat tumbuh pada kadar air
yang rendah. Pengeringan mengakibatkan mikroba menjadi inaktif. Pengeringan dapat
mencegah pembusukan pangan, karena untuk dapat tumbuh dan berkembang biak
mikroba membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Penurunan kadar air harus
dilakukan sehingga mencapai aktivitas air aman, karena pertumbuhan mikroba ditentukan
terutama oleh aktivitas air dan bukan oleh kadar air bahan. Bakteri dan khamir umumnya
membutuhkan air relatif lebih besar dibndingkan dengan kapang. Kapang sering
ditemukan tumbuh pada makanan setengah basah dimana bakteri dan khamir sulit
tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan kering atau roti, umumnya kapang masih
dapat tumbuh dengan subur. Oleh karena mikroba sangat membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan
merupakan metode pengawetan yang efektif terhadap serangan mikroba.
4. Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut
denaturasi . Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein maka pemberian asam pada
bahan pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Asam dapat dihasilkan dari bahan
pangan dengan cara menambahkan kultur pembentuk asam atau dengan menambahkan
asam secara langsung ke dalam makanan. Contohnya : penggunaan vinegar (cuka) dalam
pembuatan acar, penambahan asam sitrat dan asam fosfat ke dalam minuman. Dalam
pembuatan yoghurt, bakteri memfermentasi laktosa (gula susu) dan menghasilkan asam
laktat. Asam laktat akan menurunkan pH dan memperlambat pertumbuhan mikroba
perusak. Beberapa jenis bahan makanan misalnya tomat, jeruk dan apel mengandung
asam secara alami . Masing-masing asam ini mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
sebagai pengawet. Oleh karena itu perlu proses pengawetan tambahan terhadap bahan
pangan jenis ini, misalnya kombinasi asam dengan panas.
5. Pemberian Gula dan Garam
Pengawetan pangan dengan pemberian gula dan garam sudah umum dilakukan, misalnya
pada pengawetan buah-buahan dalam sirup dalam bentuk manisan, pembuatan dodol,
pembuatan ikan asin, dll. Bakteri, kapang, dan khamir disusun oleh sel-sel membran.
Adanya membran menyebabkan air dapat masuk atau keluar dari membran sel. Bila
bakteri, kapang, dan khamir ditempatkan dalam larutan gula atau garam yang pekat akan
mengalami peristiwa osmosis. Pada peristiwa osmosis, air di dalam sel mikroba akan
keluar menembus membran dan mengalir ke dalam larutan gula atau garam dengan kadar
air 30 – 40 %. Sel mikroba mengalami plasmolisis sehingga perkembangbiakannya
terhambat.
6. Irradiasi
Irradiasi merupakan konsep terbaru dalam pengawetan pangan. Pada irradiasi digunakan
sinar gamma atau elektron dengan kecepatan tinggi untuk memusnahkan mikroba. Dosis
iradiasi yang rendah akan menghambat pertunasan kentang, menunda pematangan buah,
mematikan serangga dan cacing pita dalam daging babi. Pada dosis lebih tinggi dapat
merusak mikroba pembusuk. Mikroba menjadi inaktif oleh berbagai jenis radiasi
misalnya radiasi sinar ultra violet atau radiasi pengion, yang merupakan radiasi
elektromagnetik. Radiasi pengion digunakan untuk mensterilkan makanan dan
menginaktifkan enzim.
7. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia
Bahan pengawet alami maupun senyawa-snyawa kimia ditambahkan dalam makanan
dengan tujuan menghambat kerusakan pangan. Pengawet alami antara lain garam, gula,
cuka, rempah-rempah , dan asap yang berasal dari pembakaran kayu. Pengawet buatan
misalnya SO2 , asam nitrat; selain itu digunakan pula antioksidan dan penghambat
kapang. Bahan kimia dapat mematikan dan menghentikan pertumbuhan mikroba, tetapi
sebagian besar bahan kimia tersebut tidak diizinkan dipakai dalam makanan dengan alas
an dapat membahayakan kesehatan.
8. Pengasapan
Asap mengandung bahan pengawet kimia misalnya formaldehid dan senyawasenyawa
lainnya hasil pembakaran kayu. Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas
mikroba. Untuk membantu membunuh mikroba, maka pengasapan dikombinasikan
dengan proses pemanasan. Panas membantu mengeringkan bahan sehingga lebih awet,
terutama bagian-bagian luarnya. Permukaan-permukaan yang kering itu akan turut
membantu mencegah kontaminasi bagian dalam produknya yang masih basah.
9. Pembuangan Udara
Membuang udara dari kemasan yang berisi bahan pangan, merupakan salahsatucara
pengawetan, karena mikroba pembusuk yang aerobik membu tuhkan udara khususnya
oksigen unuk hidupnya. Selain itu, membuang udara dari kemasan pangan juga dapat
mencegah terjadinya oksidasi minyak dan lemak. Cara-cara yang sudah dipraktekkan
untuk menghindari kontak oksigen dengan bahan pangan, misalnya pemberian pelapis
lilin pada keju. (Avicena dan Retno, 2018).
REFERENSI
Abriana, A. (2017). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bandung: Eksis Media
Grafisindo.
Avicena SM, R. W. (2018). Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan. Ponorogo: Uwais
Insipirasi Indonesia.
Sudiarto, F. (2008). Dasar Pengawetan Pangan. Jakarta: Google Books.