BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jalan
Menurut UU No.38 Tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada di permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Menurut penggunaannya,
jalan dibagi menjadi 2 yakni jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum menurut
fungsinya dikelompokan menjadi beberapa kelas yakni:
a. Jalan Arteri
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna
b. Jalan Kolektor
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi
c. Jalan Lokal
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi
d. Jalan Lingkungan
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah
Dalam Undang-Undang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009, jalan dibagi menjadi
beberapa kelas jalan yakni berdasarkan fungsi dan intensitas serta daya dukung
jalan untuk menerima muatan dari kendaraan bermotor. Pengelompokan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Jalan kelas I
Jalan kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm dan ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 mm, dengan ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan
sumbu terberat adalah 10 ton
b. Jalan kelas II
Jalan kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm dan
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dengan ukuran paling tinggi 4.200
mm dan muatan sumbu terberat adalah 8 ton
c. Jalan kelas III
Jalan kelas III adalah jalan jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
mm dan ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, dengan ukuran paling tinggi
3.500 mm dan muatan sumbu terberat adalah 8 ton
d. Jalan kelas khusus
Jalan kelas khusus adalah jalan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm dan ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 mm, dengan ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan
sumbu terberat adalah 10 ton.
a. Cradle to grave, ruang lingkup pada bagian ini dimulai dari raw material
sampai pada pengoperasian produk.
b. Cradle to gate, ruang lingkup pada analisis daur hidup dimulai dari raw
material sampai ke gate sebelum proses operasi.
c. Gate to gate merupakan ruang lingkup pada analisis daur hidup yang terpendek
karena hanya meninjau kegiatan yang terdekat.
d. Cradle to cradle merupakan bagian dari analisis daur hidup yang menunjukkan
ruang lingkup dari raw material sampai pada daur ulang material.
Skema dari ruang lingkup diperlihatkan pada Gambar 2.1.
Cradle to Grave
Cradle to Gate
Cradle to Cradle
Gambar 2.2 Struktur Whole Life Cycle (WLC) (Sumber: Heralova, 2018)
Menurut ASTM E917-15, garis besar perhitungan LCC adalah sebagai berikut:
LCC = I + Repl – Res + E + W + OM + O ........................................................ (2.1)
Keterangan:
I = Biaya Awal (Initial Cost)
Repl = Biaya pengantian (Replacement Cost), dalam PV (Present Value)
Res = Nilai Sisa (Residual / Salvage Value), dalam PV
E = Pemakaian Energi, dalam PV
W = Water, dalam PV
Perhitungan LCC dilakukan berdasarkan harga sataun pekerjan atau HSP. HSP
terdiri dari 3 hal yakni harga satuan bahan, harga satuan upah dan ditambah
dengan harga satuan alat
Harga Satuan
Bahan
Bahan
Analisa Bahan
Harga Satuan
Pekerjaan
Harga Satuan
Upah Upah
Analisa Upah
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Dibeberapa tempat, permukaan mulai
Rendah berlubang. Jika ada tumpahan oli, genangan oli dapat terlihat, tapi
permukaannya keras dan tak dapat ditembus mata uang logam
Agregat atau bahan pengikat telah lepas. Tekstir permukaan agak kasar dan
Sedang berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata
uang logam
Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan
mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan lubang < 10 mm (4 inch) dan
Tinggi
kedalaman 13 mm (1/2 inch). Luas lubang lebih besar dari ukuran ini dihitung
sebagai pot holes.
(Sumber: Shahin, 1994)
2.4.2 Retak Memanjang (Longitudinal Cracking)
Retak memanjang adalah retak pararel yang sejajar dengan sumbu jalan atau arah
penghamparan (Bina Marga, 2017). Penyebab dari retak memanjang adalah
penyusutan lapis beton aspal yang diakibatkan oleh temperatur yang rendah atau
penuaan aspal atau siklus temperatur harian. Tingkat kerusakan retak memanjang
diperlihatkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Retak Memanjang
Tingkat
Keterangan
Kerusakan
Satu dari kondisi berikut terjadi:
Rendah 1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm
2. Retak terisi sembarang lebar (Pengisi kondisi bagus)
Satu dari kondisi berikut terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar > 10 mm dan < 75 mm
Sedang 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm dikelilingi retak acak
ringan
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak
Satu dari kondisi berikut terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak,
Tinggi kerusakan sedang atau tinggi
2. Retak tak terisi >75 mm
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci disekitar retakan pecah
(Sumber: Shahin, 1994)
b. Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif dilakukan pada ruas jalan dengan kerusakan sedang
sehingga perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih
luas. Kegiatan yang dilakukan adalah penambalan lubang dan pelapisan aspal
tipis termasuk micro seal, fog seal dan lain lain.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi ini dilakukan pada ruas jalan yang berada dalam kondisi rusak
ringan. Jenis kegiatan yang dilakukan adalah pelapisan ulang (overlay),
perbaikan bahu jalan, pengasaran permukaan, pengisian retak permukaan,
perbaikan bangunan pelengkap, permarkaan ulang, penambalan lubang dan
pemeliharaan rumaja
d. Rekonstruksi
Rekonstruksi jalan dilakukan pada ruas jalan dengan kondisi rusak berat. Jenis
kegiatan yang dilakukan adalah perbaikan seluruh perkerasan, drinase, bahu
jalan dan talud, peningkatan kekuatan struktur dengan perkerasan ulang,
perbaikan perlengkapan jalan, perbaikan bangunan pelengkap dan pembersihan
rumaja.
e. Pelebaran jalan
Pelebaran jalan dilakukan pada ruas jalan yang sudah tidak mampu
menampung volume lalu lintas sehingga perlu dilakukan pelebaran. Pelebaran
jalan ini dilakukan dengan merekonstruksi jalan eksisting.
Dalam menentukan kondisi jalan, terdapat dua metode yang dapat digunakan
yaitu IRI dan PCI.
1. IRI (International Roughness Index)
Menurut Tho’atin (2016), IRI merupakan parameter ketidakrataan permukaan
jalan yang dihitung dari kumulatif naik turunnya permukaan arah profil
memanjang dibagi panjang permukaan yang diukur. Penentuan nilai IRI dilakukan
dengan alat roughmeter yang ditempatkan pada roda kendaraan survei. Penentuan
kondisi jalan berdasarkan IRI diperlihatkan pada Tabel 2.10.
Keterangan :
Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)
As = luas total unit segmen (m3)
d. Menentukan nilai pengurang (deduct value)
Menurut Febryawan (2017), deduct value merupakan nilai pengurangan untuk
tiap jenis kerusakan. Nilai ini diperoleh dari kurva hubungan antara density
dengan deduct value. Deduct value dibedakan atas tingkat kerusakan untuk
tiap-tiap jenis kerusakan. Contoh dari kurva hubungan dapat diperlihatkan pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.6 Proses Pekerjaan Fog Seal (Sumber: Bina Marga, 2017)
b. Chip Seal
Chip seal adalah penanganan permukaan aspal dengan menyeprot aspal
eksisting dengan aspal cair atau emulsi dan kemudian dilapisi dengan satu lapis
agregat. Manfaat dari penanganan ini adalah melindungi perkerasan dari air,
memperbaiki permukaan perkerasan yang mengalami ravelling dan
memberikan tekstur pada perkerasan sehingga memberikan tahanan gelincir
atau kekesatan. Proses pekerjaan chip seal diperlihatkan pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Proses Pekerjaan Chip Seal (Sumber: Bina Marga, 2017)
c. Bubur aspal (Slurry Seal)
Pekerjaan pelapisan dengan bubur aspal ini terdiri dari agregat, filler, air yang
dicampur secara dingin dengan menggunakan alat pencampur aspal. Bubur
aspal kemudian di hampar dan dilakukan pemadatan. Untuk melakukan
pekerjaan ini jalan eksisting perlu di persiapkan dan dibersihkan dengan baik.
Manfaat dari penanganan in adalah menutup retak, mengurangi ravelling,
membuat permukaan kedap air, memperbaiki kekesetan permukaan dan
membantu mereduksi kerusakan permukaan. Proses pekerjaan slurry seal
diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Proses Pekerjaan Bubur Aspal (Sumber: Bina Marga, 2017)
d. Lapis permukaan mikro (Microsurfacing)
Pekerjaan pelapisan mikro pada dasarnya hampir sama dengan pekerjaan lapis
Buras. Yang membedakan keduanya adalah adanya campuran polimer seperti
latex pada campuran aspal. Manfaat pekerjaan ini sama, namun dengan
menggunakan lapis permukaan mikro maka pekerjaan akan lebih optimal
karena mampu mengisi celah yang lebih kecil dan mampu menahan abrasi.
Gambar 2.9 memperlihatkan pekerjaan microsurfacing.
<20% √ √ √ √
Pelepasan
20-50% √ √ √
butir
>50% √ √ √ √
<20% √ √ √ √
Retak
20-50% √ √ √
memanjang
>50% √ √ √ √
<20% √ √ √ √
Retak
20-50% √ √ √
melintang
>50% √ √ √ √
Keterangan :
R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu lintas Kumulatif
i = Laju pertumbuhan Lalu Lintas Tahunan
UR = Umur Rencana (Tahun)
Umur rencana untuk overlay jalan ini adalah 5 tahun.
Laju pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) diperoleh dengan
menggunakan Tabel 2.17.
Tabel 2.15 Nilai VDF Masing Masing Kendaraan
Jenis Kendaraan Muatan VDF
Sepeda Motor
Sedan/Angkot/Pickup/Station Wagon
0.3
Bus Kecil
1.0
Bus Besar
Muatan umum 0.3
Truk 2 Sumbu – Cargo Ringan
Tanah, Pasir, Besi, 0.8
Truk 2 Sumbu – Ringan Semen
Muatan Umum 0.7
Truk 2 Sumbu – Cargo sedang
Tanah, Pasir, Besi, 1.6
Truk 2 Sumbu – Sedang Semen
Muatan Umum 0.9
Truk 2 Sumbu – Berat
Tanah, Pasir, Besi, 7.3
Truk 2 Sumbu – Berat Semen
Muatan Umum 7.6
Truk 3 Sumbu – Ringan
Tanah, Pasir, Besi, 28.1
Truk 3 Sumbu – Sedang Semen
28.9
Truk 3 Sumbu – Berat
Truk 2 Sumbu dan trailer penarik 2 36.9
sumbu
13.6
Truk 4 Sumbu – Trailer
19.0
Truk 5 Sumbu – Trailer
Gambar 2.14 Grafik Faktor Koreksi Lendutan terhadap Temperatur Standar (Ft)
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
Kemudian, untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu ruas jalan,
digunakan persamaan berikut yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu:
Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri/tol ...................................................... (2.13)
Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor .................................................. (2.14)
Dwakil = dR + 1,28 s ; untuk jalan lokal ....................................................... (2.15)
Keterangan:
Dwakil = lendutan yang mewakili suatu ruas jalan (mm)
dR = lendutan rata-rata pada suatu ruas jalan (mm)
Nilai dR diperoleh menggunakan persamaan berikut:
∑dL
dR = ........................................................................................ (2.16)
ns
dengan:
dL = lendutan langsung tiap titik pemeriksaan pada suatu ruas jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu ruas jalan
s = deviasi standar
Gambar 2.15 Grafik Penentuan Tebal Perkerasan Berdasarkan Lendutan dan ESA
(Sumber: Bina Marga 2017)
Tahapan yang dilakukan pada teknik simulasi metode Monte Carlo ini adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan distribusi data
Dalam estimasi ini, semua variabel dianggap memiliki distribusi normal.
2. Menentukan parameter dan interval angka
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivitas preservasi yang
dilakukan. Setiap aktivitas memiliki biaya minimum dan maksimum. Biaya
minimum adalah biaya yang dinaikkan sebesar 5% dari biaya normal.
Sedangkan, biaya maksimum adalah biaya yang dinaikkan sebesar 10% dari
biaya normal. Estimasi terhadap biaya aktivitas adalah variabel random dengan
nilai yang terletak antara biaya minimum dan maksimum.
3. Membangkitkan angka acak dan melakukan simulasi
Simulasi dilakukan dengan menggunakan program yakni Ms.Excel.
Pengambilan nilai acak dilakukan dengan menggunakan formula yakni
=Rand(). Dengan formula ini, maka dapat diambil angka acak dari biaya
minimum dan maksimum suatu aktivitas. Simulasi Monte Carlo ini dilakukan
sebanyak 1000 kali dengan nilai error kurang dari 1%.
4. Penentuan anggaran yang optimal
Setelah simulasi sebanyak 1000 kali dilakukan, maka dilakukan beberapa
perhitungan yakni rata-rata, median, selisih median dan rata rata, deviasi
standar populasi, error sebenarnya dan % error sebenarnya. Berikut ini adalah
perhitungan dari beberapa parameter teresebut:
∑ Data
Rata-rata = ...................................................... (2.20)
n
3
Error () = ........................................................... (2.23)
√N
Error
% Error = x 100% ........................................... (2.24)
x̅
Keterangan :
∑ data = jumlah data
n = banyak data
Median = nilai tengah data
= Total Error
= Deviasi standar dari variabel random
N = Jumlah simulasi yang dilakukan
Setelah simulasi sebanyak 1000 kali dilakukan, maka data total anggaran
dibulatkan dengan tujuan agar data dapat lebih mudah dikelompokan dan dapat
dianalisis. Parameter yang berikutnya dianalisis adalah frekuensi, PDF dan CDF.
Frekuensi adalah banyak data yang muncul dalam 1000 simulasi. Percentage
Distribution Frequency (PDF) adalah persentase munculnya data tersebut dalam
1000 simulasi. Cumulative Distribution Frequency (CDF) adalah kumulatif dari
data PDF. CDF dapat digunakan untuk mengetahui probabilitas biaya total proyek
tersebut. Biaya total proyek yang optimal dapat ditentukan dari persentase
probabilitas paling besar.