Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“Overview Concept Of Corporate Governance and Practice In Indonesia”

MATA KULIAH : CORPORATE GOVERNANCE

Disusun Oleh:
Khusnul Hayati O 1810247038
Mala Hayati
Vivi Rizkiana A

Dosen Pengampu :
Dr. H. Ruhul Fitrios, SE, M.Si, Ak.,CA

Jurusan Magister Akuntansi


Program Pascasarjana
Universitas Riau
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkat persaingan dan perkembangan bisnis yang semakin ketat mengharuskan
perusahaan-perusahaan mengelola perusahaannya secara professional. Corporate governance
adalah konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui monitoring kinerja
manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder yang berdasarkan pada
kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan
perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini
diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring
dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan
banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007).
Corporate governance merupakan mekanisme yang digunakan untuk mengurangi agency
problem dengan meningkatkan pemantauan terhadap tindakan manajemen, membatasi perilaku
oportunistik manajer, dan mengurangi resiko informasi yang ditanggung oleh pemegang saham.
Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan
kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar.
Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif demi terciptanya
pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat.
Banyaknya kasus terkait skandal yang dilakukan perusahaan yang telah terjadi beberapa
tahun terakhir menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak dikelola dengan professional.
Kasus tersebut banyak terjadi dikarenakan salah satunya perusahaan tidak mematuhi dan
melaksanakan prinsip-prinsip Corporate Governance. Dari kasus yang banyak terjadi salah
satunya diakibatkan oleh pengelola perusahaan tidak transparan (Agen) dalam memberikan
informasi terkait dengan perusahaan.
Dalam makalah ini, kami akan coba membahas bagaimana konsep dari Corporate
Governance dan Praktiknya di Negara Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Corporate Governance dan tujuannya?


2. Bagaimana Konsep Corporate Governance ?
3. Apa tujuan dari Corporate Governance ?
4. Apa saja prinsip-prinsip Corporate Governance?
5. Apa manfaat penerapan Corporate Governance?
6. Bagaimana pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa pengertian Corporate Governance dan Tujuannya.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep Corporate Governance.
3. Untuk mengetahui tujuan dari Corporate Governance.
4. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Corporate Governance.
5. Untuk mengetahui manfaat penerapan Corporate Governance.
6. Untuk mengetahu bagaimana pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tujuan Corporate Governance

Terdapat banyak definisi dari Corporate Governance . Konsep good corporate


governance muncul karena adanya pemisahan kepemilikan dalam suatu perusahaan (Berle dan
Means, 1932). Pemisahan kepemilikan ini dapat memunculkan konflik kepentingan antara
prinsipal dan agen (agency problem). Oleh karena itu, perlu suatu mekanisme yang dapat
menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Dalam hubungan ini, baik kalangan
akademisi maupun praktisi bisnis meyakini bahwa dengan pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance) dapat mengatasi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen
(agency problem).

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori agensi,
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance
berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa para manajer tidak akan menggelapkan
dana yang telah ditanamkan investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol
para manajer. Pada dasarnya Corporate Governance (GCG) diharapkan dapat melindungi
pemegang saham (stakeholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya.

Istilah Corporate Governance seringkali diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia


sebagai Tata Kelola Perusahaan. Menurut OECD (Organization for Economic Co-operation and
Development) menyatakan bahwa definisi Corporate Governance adalah sekumpulan hubungan
antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur
perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik
dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang
merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang
efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.
Menurut Bank Dunia (World Bank), pengertian corporate governance adalah kumpulan
hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajar dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan.

Menurut lembaga Finance Committee on Corporate Governance (FCCG), corporate


governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola
bisnis serta aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan.

Menurut Forum Corporate Governance on Indonesia (FCGI), Corporate Governance


adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemangku kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002


tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Bank Usaha Miliki Negara,
mendefenisikan Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh
organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

Menurut Price Waterhouse Coopers sebagaimana dikutip oleh Surya dan Yustiavandana
(2006) mendefinisikan Corporate Governance adalah terkait dengan pengambilan keputusan
yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-
kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan,
efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
kepentingan stakeholders.
Berdasarkan defenisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Corporate
Governance adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit, hubungan antara pemegang
saham, dewan komisaris, dan dewan direksi yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang
menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan kepentingan stakeholders.

2.2 Konsep Corporate Governance

Implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate


governance) menyangkut pengembangan dua aspek yang saling berkaitan satu dengan yag lain,
yaitu : perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware yang lebih bersifat
teknis mencakup pembentukan atau perubahan struktur dan sistem organisasi. Sementara itu,
software lebih bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, nilai, sikap, dan
etika keperilakuan. Dalam praktik nyata didunia bisnis, sebagian besar perusahaan lebih
menekankan pada aspek hardware, seperti penyusunan sistem dan prosedur serta pembentukan
struktur organisasi. Hal ini wajar, karena aspek hardware hasilnya lebih mudah dilihat dan dapat
dilakukan lebih cepat disbanding aspek software.
Implementasi Corporate Governance di perusahaan sebagai sebuah sistem yang
menggunakan Model 7s dari Mc Kinsey, seperti berikut :

Model ini terdiri dari dua aspek yang merupakan dasar atau pondasi untuk menetapkan
mekanisme corporate governance sebagai sebuah sistem, dimana :

1. Aspek Hardware
a. Strategi, merupakan rencana organisasi dalam memanfaatkan sumber daya untuk
mencapai tujuan organisasi.
b. Struktur, merupakan cara unit organisasi berhubungan satu sama lain.
c. Sistem, merupakan langkah atau mekanisme yang dilakukan oleh manajemen
puncak dan personil lainnya dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Aspek Softaware
a. Kecakapan (Skill), merupakan kemampuan khusus dari manajemen puncak dan
personil lainnya dalam organisasi secara keseluruhan untuk membentuk
kompetensi perusahaan.
b. Gaya Kepemimpinan (Style), merupakan gaya kepemimpinan manajemen puncak
untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi.
c. Staf (Staff), merupakan kemampuan bekerja sama dari top manajemen dan
personil lainnya.
d. Nilai-nilai bersama (Shared Value), merupakan nilai-nilai yang dipegang oleh
para stakeholders perusahaan yang membentuk perilaku anggota organisasi.
2.2.1 Konsep Corporate Governance Menurut IICG

Panel ahli dari Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), menyatakan dalam
GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin pencetak keuntungan
bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, perusahaan bukanlah sekedar mesin yang mengubah input menjadi
output, melainkan sebuah lembaga insani, sebuah masyarakat yang punya nilai, cita-cita, jati diri,
dan tanggung jawab sosial. Konsep CG mencerminkan pentingnya sikap berbagi, peduli, dan
melestarikan. Semua hal itu menyangkut aspek kejiwaan dari Corporate Governance. Dengan
demikian, bahwa perubahan menuju praktik Corporate Governance yang lebih baik haruslah
mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan struktur) dan aspke psikososial (paradigm,
visi, dan nilai-nilai organisasi).

Terlepas dari model dan sistem yang akan digunakan oleh sebuah korporasi, perangkat
Corporate Governance dari suatu organisasi sebagai suatu sistem terbuka (open sistem) terdiri
atas struktur tata kelola, mekanisme tata kelola, dan prinsip-prinsip tata kelola. Ketiga perangkat
ini berjalan sebagai suatu kesatuan dalam bentuk sistem tata kelola yang berinteraksi dengan
lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perangkat tata kelola ini dinilai dari seberapa jauh sistem
dimaksud mampu memberikan hasil tata kelola yang diharapkan.

2.3 Tujuan Corporate Governance

Terdapat 6 (enam) tujuan dalam penerapan Corporate Governance menurut BUMN,


yaitu:

1. Untuk memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional ataupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap para
pemangku kepentingan ataupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Menyukseskan program privatisasi.

Adapun, tujuan Corporate Governance sesuai pasal 4 peraturan Menteri Negara BUMN No.
Per 01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
pada BUMN, penerapan prinsip-prinsip Corporate Governance, bertujuan untuk :

1. Mengoptimalkan nilai-nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik
secara nasional ataupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya
dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN;
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, efisien, dan efektif serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ Persero/Organ Perum;
3. Mendorong agar Organ Persero/Perum dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap
pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN;
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional; serta
5. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.

Menurut Siswanto dan E. John Aldridge (2005:5-6) Corporate Governance mempunyai lima
macam tujuan utama. Tujuan tersebut adalah :

1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham;


2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham;
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham;
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors
dan manajemen perusahaan; dan
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penerapan Corporate
Governance diantaranya adalah dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya
proses pengmbilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efesiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada pemangku kepentingan.

Implementasi mekanisme Corporate Governance diharapkan juga dapat mengurangi


masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari adanya masalah keagenen. Pada gilirannya hal
tersebut akan menimbulkan perasaan aman pada seluruh pemegang saham ataupun investor
lainnya. Bahwa hak-hak mereka diperhatikan dan dilindungi. Manajemen ataupun pemegang
saham mayoritas sebagai pengendali perusahaan diharuskan untuk bertindak dalam koridor
aturan yang ada dan tidak dapat lagi bertindak semaunya mengeksploitasi ketidakmampuan
ataupun keterbatasan informasi yang dimiliki investor. Iklim saling percaya di antara pemilik
dana dan pengelola perusahaan yang diatur dalam mekanisme tata kelola perusahaan yang baik
diharapkan akan mendorong kinerja perusahaan lebih meningkat lagi. Hal ini tentunya akan
menguntungkan kedua belah pihak, pemilik dana dan pengelola perusahaan.

2.4 Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Menurut The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) pada tahun 2011,
sebagaimana dikutip oleh Hamdani (2016) mengemukakan beberapa prinsip pelaksanaan good
corporate governance yang berlaku secara Internasional sebagai berikut:

a. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan
perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
b. Perlakuan sama terhadap pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang
pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider
trading).
c. Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja
sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan
kesejahteraan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
d. Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua
hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan
(stakeholders).
e. Tanggung jawab pengurus manajemen, pengawasan manajemen, serta
pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
Sedangkan, OECD sebagai salah satu lembaga yang mempunyai inisiatif
mempromosikan konsep Corporate Governance pada April 1988 telah mengeluarkan
seperangkat prinsip GCG yang dikembangkan, secara universal. Prinsip ini disusun memberikan
gambaran bagaimana caranya manajemen perusahaan bertanggung jawab terhadap pemiliknya.
Prinsip-prinsip GCG menurut OECD (1999) meliputi:

1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. Kerangka yang dibangun dalam


corporate governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak
tersebut meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk:
a. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya;
c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan
teratur;
d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS;
e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi;
f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
2. Persamaan Perlakuan Terhadap Seluruh Pemegang Saham. Kerangka corporate
governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus
memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atas perbaikan pelanggaran dari
hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-
saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan sefl
dealing mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan, jika
menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan (conflict of interest).
3. Peranan Stakeholder Yang Terkait Dengan Perusahaan. Kerangka Corporate Governance
harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholder, seperti ditentukan dalam
Undang-Undang dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para
stakeholder, dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan
kesinambungan usaha.
4. Keterbukaan dan Transparansi. Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan
dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan.,
kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Disamping itu, informasi
yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang
berkualitas tinggi.
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (board of director). Kerangka Corporate Governance
harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif
terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan
komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
Sementara itu, KNKCG ( Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance) yang
terlampir dalam Pedoman Umum Corporate Governance (FCGI 2001).Prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut:
1. Transparansi ( Transparancy). Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas(Accountability). Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Resposibility). Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-
undangan dan melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mandapat
pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.
4. Independensi (Independensy). Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness). Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep. 117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan Praktik Good Corporate Governance, dikemukakan bahwa prinsip-prinsip Good
Corporate Governance meliputi:

1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan


keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organisasi
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Prinsip-prinsip Corporate Governance biasanya dikenal dengan singkatan TARIF, yaitu
Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness. Berikut penjelasan
dari masing-masing prinsip tersebut :

a. Prinsip Transparansi
Transparansi mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas
dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan, kinerja operasional dan kepemilikan perusahaan, yaitu sebagai berikut :
a. Pengungkapan informasi tidak terbatas pada informasi material tentang :
 Keuangan dan hasil operasi perusahaan
Laporan keuangan yang sudah diaudit adalah sumber informasi yang berguna
untuk memonitor kinerja keuangan dan menjadi dasar untuk menilai asset
sekuritas. Para manager dan pengambil keputusan sering berdiskusi dengan
menggunakan bahan dari laporan keuangan. Pengungkapan hal-hal yang
berkaitan dengan perusahaan secara benar akan sangat bermanfaat.
 Tujuan-tujuan perusahaan
Tujuan perusahaan harus disosialisasikan kepada lingkungan bisnis dan
masyarakat umum. Investor dan pengguna lainnya terkadang melihat tujuan
perusahaan untuk tujuan evaluasi antara operasi perusahaan dan langkah-
langkah apa yang diambil perusahaan untuk mencapai tujuannya.
 Kepemilikan saham mayoritas dan hak-hak suara dengan adanya keterbukaan,
para investor mendapatkan informasi yang berhubungan dengan hak-hak
mereka sebagai pemilik saham. Hak tersebut seperti hak memiliki saham
secara aman, hak untuk memperoleh informasi sejelas-jelasnya, hak suara, hak
ikut serta dalam pembuatan keputusan, hak-hak voting khusus, hak ikut serta
dalam pembuatan keputusan mengenai perdagangan atau modifikasi asset
bersama.
 Anggota dewan komisaris serta penghasilannya, dasar membutuhkan
informasi ini untuk mengevaluasi kinerja dan kualitas anggota dewan serta
mengukur seberapa besar potensi konflik kepentingan akan memengaruhi
keputusan mereka. Pengungkapan gaji dewan eksekutif adalah untuk
mengukur biaya dan manfaat dari rencana gaji tersebut, serta kontribusi apa
yang didapat dari tunjangan seperti stock option.
 Factor-faktor resiko yang akan datang, yang material informasi yang penting
lainnya adalah tentang risiko yang sekiranya dapat diduga dari informasi yang
didapatkan, seperti risiko tingkat bunga, ketergantungan atas komoditas
tertentu, risiko transaski derivative, dan transaski off balance sheet, serta
resiko kerusakan lingkungan hidup.
 Isu-isu yang berhubungan dengan para karyawan dan pihak berkepentingan
lainya.
 Struktur dan kebijakan governance perusahaan disini lebih ditekankan
bagaimana usaha perusahaan dalam mewujudkan good corporate governance.
b. Prinsip Akuntabilitas
Akuntabilitas dimaksudkan sebagai prinsip mengatur peran dan tanggungjawab
menajemen agar dalam mengelola perusahaan dapat mempertanggungjawabkan serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbang kepentingan manajemen dan pemegang
saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris. Dewan komisaris dalam hal ini
memberikan pengawasan terhadap manajemen mengenai kinerja dan pencapaian target
yang telah ditetapkan bagi pemegang saham. Supaya prinsip akuntabilits ini efektif, maka
harus dijaga independensinya dari pengaruh manajemen. Campur tangan dalam
manajemen perseroan yang melanggar hukum harus ditanggulangi dengan cara
meningkatkan keterbukaan perseroan dan akuntabilitas manajemen perseroan, serta pada
akhirnya harus diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Pemegang saham
minoritas juga mempunyai tanggungjawab yang serupa, yaitu mereka tidak boleh
menyalahgunakan hak mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang objektif tentang urusan
perusahaan secara independen, khususnya terhadap manajemen.
Perusahaan seharusnya mendefiniskan fungsi, hak, tanggungjawab, dan kewajiban
masing-masing organ perusahaan serta mengomunikasikan hal tersebut kepada setiap
pihak berkepentingan. Setiap keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan harus
jelas aspek akuntabilitasnya. Perusahaan menerapkan prinsip akuntabilitas sebagai salah
satu cara untuk mengatasi persoalan yang timbul karena adanya pembagian tugas
(division of authority) antar organ perusahaan serta mengurangi dampak agency problem
yang timbul akibat perbedaan kepentingan antara manajemen, pemegang saham dan
pemangku kepentingan. Tiga tingkatan akuntabilitas, yaitu :
1) Akuntabilitas Individual
2) Akuntabilitas Tim
3) Akuntabilitas Korporasi
c. Prinsip Responsibilitas
Perusahaan memastikan pengelolaan perusahaan dengan mematuhi peraturan
perundang-undangan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin tanggung jawab
korporasi sebagai warga korporasi yang baik. Perusahaan selalu mengupayakan
kemitraan dengan semua pemangku kepentingan dalam batas-batas peraturan perundang-
undangan dan etika bisnis yang sehat. Pertanggungjawaban ini setidaknya mencakup
dimensi :
1) Ekonomi
Diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi pemangku kepentingan,
2) Hukum
Diwujudkan dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang
berlaku,
3) Moral
Diwujudkan dalam bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat dirasakan secara
menyeluruh dan adil bagi semua pemangku kepentingan,
4) Sosial
Diwujudkan dalam bentuk Corporate Sosial Responsibility (CSR) sebagai wujud
kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan
perusahaan,
5) Spiritual
Diwujudkan dalam bentuk sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan
aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran
agama yang diyakininya.

d. Prinsip Independensi
Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, bebas dari tekanan serta pengaruh
dari pihak manapun yang bertentangan dengan perundangan yang berlaku dan prinsip
pengelolaan yang sehat.

e. Prinsip Kesetaraan
Kesetaraan (Fairness) mengandung makna bahwa terdapat perlakuan yang sama terhadap
semua pemegang saham, termasuk investor asing dan pemegang saham minortitas, yaitu
semua pemegang saham dengan kelas yang sama harus mendapat perlakuan yang sama
pula, sesuai ketentuan berikut.
1) Di kelas manapun, semua pemegang saham harus memiliki hak suara yang sama. Semua
investor harus dapat memperoleh informasi tentang hak suara yang melekat pada semua
kelas saham sebelum mereka membelinya. Setiap perubahan dalam hak-hak suara harus
mendapat persetujuan pemegang saham
2) Suara harus disampaikan oleh para custodian atau homiones dengan cara yang disetujui
oleh pemilik saham.
3) Proses dan prosedur RUPS harus memungkinkan pelakuan yang sama terhadap
pemegang saham. Prosedur perusahaan tidak boleh mempersulit atau membutuhkan
biaya mahal untuk menyampaikan suara.
4) Transaski orag dalam (insider trading) dan penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan orang dalam sendiri harus dilarang.
5) Anggota dewan komisaris dan direksi serta para manajer harus mengungkapkan setiap
kepentingan yang bersifat hutang atas transaksi atau hak-hak yang berpengaruh terhadap
perusahaan.

2.5 Manfaat Penerapan CG (Corporate Governance)

Badan Pengelola Pasar Modal di banyak Negara menyatakan penerapan corporate


governance di perusahaan-perusahaan publik secara sehat, telah berhasil mencegah praktek
pengungkapan laporan keuangan perusahaan kepada pemegang saham, investor dan pihak lain
yang berkepentingan secara tidak transparan. Mereka juga mengatakan Board of Directors
perusahaan-perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip corporate governance dapat melakukan
bimbingan kepada manajemen perusahaan mereka secara lebih efektif. Corporate governance
dapat membantu Board of Directors mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis
perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiliknya. Corporate governance yang baik
diakui membantu perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, dalam banyak hal
corporate governance yang baik telah terbukti juga meningkatkan kinerja corporate.

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 1999
dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik, ada beberapa manfaat penerapan Good
Corporate Governance, yaitu:

a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan


keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta
lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.
b. Mempermudah diperolehnya dan pembiayaan yang lebih murah karena faktor
kepercayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus
akan meningkatkan shareholder value dan dividen.
Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan Corporate Governance dapat
dikemukakan antara lain (Maksum, 2005):

a. Dengan Good Corporate Govenance proses pengambilan keputusan akan


berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal,
dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat.
b. Good Corporate Governance akan memungkinkan dihindarinya atau sekurang-
kurangnya dapat diminimalkan tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak
direksi dalam pengelolaan perusahaan.
c. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya
kepercayaan mereka kepada pengelola perusahaan tempat mereka berinvestasi.
d. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut pada
huruf a, dengan sendirinya juga akan menaikan nilai saham mereka dan juga nilai
dividen yang akan mereka terima. Bagi Negara ini juga akan menaikkan jumlah pajak
yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan
penerimaan Negara dari sektor pajak.
e. Karena dalam praktik Good Corporate Governance karyawan ditempatkan sebagai
salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka
motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat.
f. Dengan baiknya pelaksanaan Good Corporate Governance, maka tingkat
kepercayaan para stakeholder kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra
positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja dapat menekan biaya (cost) yang
timbul akibat tuntutan stakeholders kepada perusahaan.
g. Penerapan Good Corporate Governance yang konsisten juga akan meningkatkan
kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen cenderung untuk tidak melakukan
rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi
berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara
transparan.

2.6 Implementasi Corporate Governance di Indonesia


Perkembangan Corporate Governance di Indonesia diawali dengan timbulnya kesadaran
untuk memperbaiki situasi perekonomian sebagai akibat krisis ekonomi. Hasil penelitian
Wulandari dan Rahman (2004) terhadap 100 perusahaan tercatat di BEJ tahun 1999
memperlihatkan bahwa Corporate Governance perusahaan masih lemah. Hal tersebut
diidentifikasikan dengan struktur perusahaan yang kompleks, ketergantungan pembiayaan pada
bank, dan ketidakefektifan pengawasan oleh dewan komisaris. Untuk mengatasi hal tersebut,
pemerintah memfasilitasi dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) pada tahun 1999. KNKCG selain bertugas menyusun pedoman umum Corporate
Governance, juga bertindak selaku organisasi yang menaungi kegiatan-kegiatan mempromosikan
penerapan Corporate Governance di perusahaan-perusahaan Indonesia. Dengan kata lain,
KNKCG menaungi kegiatan yang dilakukan lembaga-lembaga lain sejenis seperti FCGI (Forum
Corporate Governance Indonesia), ICGI (Institute Corporate Governance Indonesia), IICD
(Indonesian Institute of Corporate Directors), Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia
(LKDI), Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) dan lainnya.
Di awal pembentukannya, KNKCG memfokuskan diri pada kemajuan Corporate
Governance, namun sejak tahun 2004 timbul kesadaran bahwa perbaikan Corporate Governance
perlu ditopang oleh perbaikan di bidang public governance. Oleh karena itu, dilakukan
perubahan nama KNKCG menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
Disamping perbaikan yang dilakukan dari sudut kelembagaan yang mempromosikan Corporate
Governance, pemerintah juga melakukan banyak usaha perbaikan Corporate Governance
dengan mewajibkan perusahaan menerapkan beberapa mekanisme Corporate Governance
didalam kegiatannya. Berkaitan dengan kepemilikan saham perusahaan, pemerintah pada tahun
2000, melalui peraturan Bapepam dan LK sebagai pengawas kegiatan pasar modal, mewajibkan
perusahaan mengungkapkan nama pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham
perusahaan. Begitu pula nama direksi dan komisaris yang memiliki saham perusahaan serta
perubahan kepemilikan saham harus dilaporkan tidak lebih dari 10 hari sejak terjadinya
transaksi. Sejak tahun 2001, Bursa Efek Jakarta mewajibkan semua perusahaan yang tercatat
untuk memiliki komite audit. Sementara itu, Bapepam dan LK mepersyaratkan hal yang serupa
untuk semua perusahaan terbuka dan perusahaan publik sejak Desember 2004.
Komite audit dibentuk dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris. Anggota komite
audit setidaknya terdiri dari 1 orang komisaris independen, yang merangkap sebagai ketua, dan 2
orang anggota yang berasal dari luar perusahaan. Salah satu anggota komite audit wajib memiliki
keahlian di bidang keuangan. Dewan pengurus perusahaan di Indonesia terdiri dari direksi dan
dewan komisaris. Hal ini dikarenakan Indonesia mengikuti 'two tier board system'. Direksi,
selaku pengelola perusahaan, merupakan 'manajemen' dalam 'one tier system', sedangkan dewan
komisaris, sebagai pengawas, bertindak seperti 'board of directors' dalam 'one-tier system'.
Terdapat perbedaan jelas mengenai fungsi direksi dan komisaris; dan direksi tidak dapat
merangkap sebagai anggota atau ketua dewan komisaris. BEJ, sejak Juli 2001, mewajibkan
perusahaan tercatat untuk memiliki komisaris independen. Kewajiban tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa komisaris independen akan dapat melindungi tidak hanya kepentingan
pemegang saham minoritas tetapi juga pemangku kepentingan lainnya secara seimbang dan
transparan. Jumlah komisaris independen harus proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki
oleh selain pemegang saham pengendali, dan setidaknya 30% dari jumlah anggota dewan
komisaris.
Menyadari pentingnya peranan auditor sebagai salah satu mekanisme Corporate
Governance, Bapepam dan LK melalui peraturan yang diterbitkan pada 2002 berusaha
meningkatkan independensi auditor. Untuk itu, auditor dan kantor akuntan publik wajib dirotasi.
Auditor wajib dirotasi setelah memberikan jasanya selama 3 tahun berturut-turut, sedangkan
kantor akuntan publik setelah 5 tahun berturut-turut. Auditor atau kantor akuntan publik dapat
memberikan jasa audit kembali pada klien yang sama setelah 3 tahun berturut-turut tidak
mengaudit klien tersebut. Kewajiban rotasi auditor dan kantor akuntan publik dipandang perlu
untuk melindungi auditor dari kemungkinan timbulnya dampak negativ akibat kedekatan
hubungan dengan klien auditnya. Disamping itu, hal tersebut akan memaksa auditor dan kantor
akuntan publik untuk tetap melakukan auditnya dengan kualitas tinggi karena kemungkinan hasil
auditnya akan menjadi subjek pemeriksaan auditor dan kantor akuntan publik berikutnya.
Sebagai dampaknya, dapat diharapkan bahwa kualitas audit akan membaik, dan pada gilirannya
hal tersebut dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan yang diaudit.
Disamping itu, Bapepam dan LK juga melarang kantor akuntan publik untuk memberikan
beberapa jasa non-audit tertentu pada klien auditnya untuk periode yang sama. Jasa-jasa tersebut
antara lain meliputi pembukuan, konsultasi manajemen, perpajakan, internal audit, dan jasa
penasihat investasi. Pemberian jasa non audit kepada klien audit dianggap membahayakan
independensi kantor akuntan publik karena dapat memberikan persepsi yang keliru pada
masyarakat bahwa kantor akuntan publik melakukan kompromi. Berkaitan dengan remunerasi,
perusahaan publik wajib mengungkapkan remunerasi anggota direksi dan komisarisnya di
laporan tahunan. Hal tersebut diwajibkan dalam peraturan Bapepam dan LK tahun 1997 yang
direvisi pada 2006. Melalui pemberian remunerasi yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan,
pemegang saham dapat mengharapkan bahwa manajemen akan berusaha semaksimal mungkin
untuk meningkatkan kinerja perusahaan, yang berarti juga meningkatkan kesejahteraan pemilik
perusahaan.
Sejak tahun 2002, dalam rangka meningkatkan kesadaran perusahaan mengenai
pentingnya Corporate Governance, KNKG bekerja sama dengan 7 lembaga lainnya mengadakan
kontes laporan tahunan atau dikenal dengan nama Annual Report Award (ARA). Lembaga-
lembaga yang turut terlibat dalam kegiatan ARA adalah Bapepam dan LK, Kementerian Negara
BUMN, Bank Indonesia, Bursa Efek Jakarta, Direktorat Jenderal Pajak, dan Ikatan Akuntan
Indonesia. Keterbukaan informasi, khususnya mengenai Good Corporate Governance, dalam
laporan tahunan, seperti kegiatan dan remunerasi direksi dan komisaris, komite audit,
manajemen risiko, dan lain sebagainya, menjadi acuan utama penilaian. Peserta ARA tidak
dibatasi hanya bagi perusahaan terbuka, tetapi semua jenis perusahaan; baik BUMN maupun
non-BUMN, baik dari industri jasa keuangan maupun non-jasa keuangan. Penelaahan mengenai
kualitas keterbukaan pemenang ARA dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen bekerja sama dengan
KNKG, BEJ, Bapepam dan LK serta Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sejak tahun 2005,
menyelenggarakan Indonesian Sustainability Reporting Award (ISRA). ISRA bertujuan
mempromosikan sustainability reporting atau triple-bottom line reporting, yang menekankan
pelaporan kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan. Tahun 2006, terdapat 4 peserta
ISRA yang menyajikan laporan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Sustainability
Reporting terpisah dari laporan tahunan. Hal tersebut menunjukkan kesadaran perusahaan
mengenai pentingnya informasi mengenai tanggung jawab sosial dan keberlanjutan perusahaan
bagi para pemangku kepentingannya.

2.7 Praktik Corporate Governance di Indonesia


Sebagaimana dijelaskan di atas, Corporate Governance di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
praktik Corporate Governance di perusahaan Indonesia, berikut dijelaskan implementasi
mekanisme Corporate Governance. Khusus untuk mekanisme governance spesifik perusahaan,
diambil contoh penerapannya di salah satu perusahaan terbuka yaitu PT Antam Tbk.
PT Antam Tbk merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang mencatatkan
efeknya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan di Australian Stock Exchange. PT
Antam Tbk merupakan salah satu pemenang ARA 2005 yang mendasarkan penilaiannya pada
pelaksanaan Corporate Governance. Sebagai bagian penerapan prinsip transparansi, kepemilikan
saham perusahaan diungkapkan dalam laporan berkala, baik di laporan tahunan maupun di
laporan keuangan. Pada Laporan Tahunan 2006, perusahaan mengungkapkan tidak hanya nama
pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham perusahaan, tetapi juga yang kurang dari
5%. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagian besar saham PT Antam (65%)
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. JP Morgan Chase Bank memiliki 8.8% saham
perusahaa; selebihnya saham perusahaan dimiliki oleh banyak pihak dengan kepemilikan
masingmasing kurang dari 5%.
Pembiayaan perusahaan pada tahun 2006 didominasi oleh pembiayaan dari sektor
perbankan. Pembiayaan dari pasar modal berupa penerbitan saham perusahaan dilakukan pada
tahun 1997. Anak perusahaan tahun 2003 menerbitkan obligasi yang telah dilunasi pada tahun
2005. Laporan keuangan perusahaan, baik tahunan maupun tengah tahunan, diaudit oleh akuntan
publik yang terdaftar di Bapepam dan LK. Fee audit yang dibayarkan perusahaan kepada auditor
diungkapkan dalam laporan tahunan. Begitu pula terdapat pengungkapan bahwa auditor tidak
memberikan jasa lainnya kepada perusahaan.
Perusahaan memiliki Komite Audit, yang diketuai oleh Komisaris Independen. Ketua
Komite Audit dibantu oleh 4 orang anggota independen. Dua diantara anggota Komite Audit
merupakan akuntan. Piagam komite audit (committee audit charter ) PT Antam menjelaskan
peran, wewenang, tanggung jawab, komposisi, dan persyaratan keanggotaan komite audit.
Piagam tersebut direview secara berkala. Dalam Laporan Tahunan 2006, diungkapkan Laporan
Komite Audit. Dalam laporan tersebut antara lain dijelaskan mengenai fungsi pengawasan yang
dilakukan komite audit selama tahun 2006, frekuensi rapat dan tingkat kehadiran anggota komite
audit dalam rapat.
Sebagai perusahaan yang berdomisili di negara yang menggunakan two board system,
pengurusan perusahaan dilakukan oleh direksi dan dewan komisaris. Direksi berfungsi
melakukan pengelolaan perusahaan dan dewan komisaris berfungsi mengawasi pelaksanaan
jalannya pengelolaan perusahaan. Tahun 2006, PT Antam memiliki 5 orang Direksi dan 5 orang
Komisaris, termasuk 2 orang komisaris independen. Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya,
komisaris dibantu oleh 5 komite yaitu: Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, Komite
Corporate Governance, Komite Nominasi, Remunerasi dan Sumber Daya Manusia, dan Komite
Pasca Tambang. Komite-komite tersebut dipimpin oleh seorang komisaris. Remunerasi direksi
dikaji setiap tahun oleh Komite Nominasi, Remunerasi dan Sumber Daya Manusia. Remunerasi
tersebut diputuskan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Paket remunerasi direksi dan
komisaris meliputi pembayaran tetap dan insentif. Jumlah remunerasi yang diterima setiap
direksi dan komisaris dalam bentuk rincian jumlah gaji, tunjangan, dan tantiem diungkapkan di
laporan tahunan.
Implementasi mekanisme governance spesifik negara di Indonesia dapat digambarkan
sebagai berikut. Menurut La Porta et al (1997;1998; 2000), Indonesia termasuk sebagai negara
yang memiliki sistem hukum French civil law. Negara yang termasuk dalam kategori French
civil law memiliki karakteritik berupa perlindungan hukum yang lemah kepada investor. Dari
sudut penegakan hukum (law enforcement ), French civil law juga memiliki karakteristik
penegakan hukum yang terlemah dibandingkan negara yang termasuk dalam kategori sistem
hukum lainnya. Dengan demikian, menurut La Porta et al , baik sistem hukum maupun
penegakan hukum di Indonesia termasuk dalam kategori yang lemah. Dari sudut lingkungan
budaya, Indonesia sebagai salah satu negara Asia memiliki karakteristik serupa dengan negara
Asia lainnya. Hal tersebut dicirikan dengan kemilikan saham oleh keluarga dalam jumlah
substansial (ADB, 2001). Begitu pula sumber pembiayaan perusahaan secara signifikan
didominasi oleh hutang dari perbankan. (Hackethal dan Schmidt, 2001).
Penyusunan laporan keuangan di Indonesia didasarkan pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK-IAI). DSAK-IAI merupakan lembaga independen yang bernaung dibawah
IAI, dan anggotanya berasal dari berbagai unsur, antara lain regulator (Bapepam dan LK, Bank
Indonesia), Dirjen Pajak, BPKP, akademisi, dan praktisi akuntan publik. Praktik akuntansi di
Indonesia, menurut kriteria Mueller et al (1997),termasuk dalam kategori British-American
Model. British-American Model memiliki karakteristik akuntansi berupa pemenuhan kebutuhan
informasi untuk pengambilan keputusan pemegang saham dan kreditur. Namun demikian,
beberapa penelitian diantaranya oleh Rahman (1998) menyimpulkan rendahnya tingkat
keterbukaan informasi akuntansi perusahaan terbuka di Indonesia sebelum krisis ekonomi 1997.
Mekanisme governance pasar di Indonesia dapat dilihat dari pasar bagi pengendalian
perusahaan dan perkembangan pasar modal. Praktik pengambilalihan perusahaan tidak sering
terjadi di pasar modal Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa mekanisme untuk
mendisiplinkan manajemen agar memaksimalkan kinerjanya dengan ancaman kehilangan
kendali atas perusahaan kurang berfungsi dengan baik. Pasar modal Indonesia, menurut beberapa
penelitian, termasuk dalam kategori sedang berkembang. Hal tersebut dilihat dari tingkat
perlindungan hukum terhadap hak-hak investor yang lemah.

BAB III

KESIMPULAN

Corporate Governance adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit, hubungan
antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi yang bertujuan untuk mencapai
bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan kepentingan stakeholders.
Konsep good corporate governance muncul karena adanya pemisahan kepemilikan
dalam suatu perusahaan (Berle dan Means, 1932). Pemisahan kepemilikan ini dapat
memunculkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen (agency problem). Oleh karena itu,
perlu suatu mekanisme yang dapat menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut.
Dalam hubungan ini, baik kalangan akademisi maupun praktisi bisnis meyakini bahwa dengan
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dapat mengatasi konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen (agency problem). Good Corporate Governance (GCG)
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan
peraturan perundang-undangan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006)
Prinsip Corporate governance Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.
117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance, dikemukakan bahwa
prinsip-prinsip Good Corporate Governance meliputi:
a. Transparansi
b. Kemandirian
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kewajaran

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, John.E, dan Siswanto Sutojo .2008. Good Corporate Governance. Jakarta : PT. Damar
Mulia Pustaka.

FCGI . 2001. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), Edisi ke-2 Jakarta.
Effendi, M.A. 2018. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Edisi
II, Cetakan ke-4. Jakarta : Salemba Empat

Hamdani. 2016. Good Corporate Governance. Jakarta: Mitra Wacana Media

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang


Penerapan Praktik Good Corporate Governance.

Kusmayadi, dkk. 2015. Good Corporate Governance. Tasikmalaya : LPPM Universitas


Siliwangi.

La Porta, R., F. Lopez-de-Silanes, A. Shleifer, dan R.W. Vishny. 2000. Investor protection and
corporate governance. Journal of Financial Economics 58: 3- 27.

Maksum, A. (2005), Tinjauan atas Good Corporate Governance di Indonesia. Harian Waspada,
19 Februari.

Mueller, G.G., G. Gernon, dan G.K. Meek. 1997. Accounting: An International


Perspective. Fourth Edition. Irwin.

Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. SNAX Makasar.

Wulandari, E.R. dan A.R. Rahman. 2004. Political patronage, cross-holdings and corporate
governance di Indonesia. In The Governance of East Asian Corporations: Post Asian
Financial Crisis. Edited by Ferdinand A. Gul dan Judy S.L. Tsui. Palgrave Macmillan.

Anda mungkin juga menyukai