Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA : BPH

DISUSUN OLEH :
1. ANITA DEVI (19110002)
2. CATUR PURNANINGSIH (19110003)
3. DYAH SETYO. D. (19110004)
4. DITA YUSTIANINGSIH (19110005)
5. ERMA RAHMAWATI (19110006)
6. ERNA WAHYU W (19110007)

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES GUNA BANGSA
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa ,
karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA” sehingga kami dapat membuat
serta menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini kami tampilkan hasil diskusi
kami, kami juga mengambil beberapa kesimpulan dari hasil diskusi yang kami
lakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya:
1. Yang terhormat Ibu Erika Nurwidiyanti.,S.Kep.,NS M.Kep selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun
proses penyelesaian makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca dan
dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses
pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini,
sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut sehingga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 10 Mei 2020

Penulis

2
Daftar Isi
KataPengantar..................................................................................................……2
DaftarIsi............................................................................................................… 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Tujuan.................................................................................................................4

BAB II ISI
A. AnatomiFisiologi Kelenjar Prostat.....................................................................5
B. Definisi BPH……………...................................................................................8
C. ManifestasiKlinis Benigna Prostat Hiperplasia.............................................…..9
D. Pemeriksaan Diagnostik BPH…………………………………… ………..10
E. Penatalaksanaan Medis Dari Keperawatan Pada BPH………… ……........….10
F. Komplikasi Pada Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia.........................…......13
G. Pathway Dari Benigna Prostat Hiperplasia...........................................………14
H. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia............16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
Kasus.....................................................................................................................24
Analisis Kasus.......................................................................................................24
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................31
Saran......................................................................................................................31
Daftar Pustaka........................................................................................................33

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benign Prostate Hyperplasi (BPH) atau pembesaran prostat jinaka
merupakan suatu keadaan terjadinyab poliferasi sel stroma prostat yang akan
menyebabkan pembesaran dari kelenjar prostat (Kapoor, 2012). Pada
pembesaran prostat jinak terjadi hiperplasia kelenjar perineutral yang akan
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer (Sjamsuhidajat, 2007).
Mediator utama dalam pertumbuhan kelenjar prostat yaitu dehidrotestosteron
(DHT) yang merupakan metabolit testosteron yang dibentuk di dalam sel
prostat oleh breakdown prostat (Kapoor, 2012)
Kelenjar pembesaran prostat akan mengakibatkan terganggunya aliran
urine sehingga menimbulkan gangguan miksi (Purnomo, 2011). Pembesaran
prostat jinak dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik berupa colok dubur
atau rectal toucher dan dapat dijadikan pemeriksaan fisik dasar untuk
mengetahui informasi mengenai pembesaran prostat jinak (Purnomo, 2011;
Sjamsuhidajat, 2007)
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi Benigna Prostat Hiperplasia
2. Mengetahui etiologi Benigna Prostat Hiperplasia
3. Mengetahui manifestasiklinis Benigna Prostat Hiperplasia
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnostik Benigna
Prostat Hiperplasia
5. Mengetahui penatalaksanaan medis dari keperawatan pada Benigna
Prostat Hiperplasia
6. Mengetahui komplikasi pada penyakit Benigna Prostat Hiperplasia

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Organ

Anatomi Sistem Perkemihan pada pria

Fisiologi
Kelenjer kelamin pada pria :
1. Vesika seminalis
Vesika seminalis merupakan kantong yang terkonvusi (berkelok-
kelok) bermuara ke dalam duktus ejaculator yang akan menghasilkan
secret dalam bentuk cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa.
Cairan ini berfungsi untuk melindungi dan member nutrisi pada
sperma, meningkatkan pH ejakulat dan mengandung prostaglandin,
yang akan menyebabkan gerakan spermatozoa lebih cepat sampai ke
tubafallopi (Wibowo 2012).

5
2. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang berbentuk kerucut,
memiliki panjang 4 cm, lebar 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat
kira-kira 18-20 gram. Prostat mengelilingi bagian atas uretra, terletak
dan terhubung langsung dengan cervix vesicae urinaria. Prostat
tersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-serabut otot involuter dan
berada dalam kapsul fibrosa (Wibowo, 2012).
Jaringan otot prostat membantu dalam proses ejakulasi. Sekresi
prostat akan di produksi secara terus-menerus dan akan
diekskresikan kedalam urin. Sekresi prostat setiap harinya diproduksi
sebanyak 1 ml, tetapi jumlah yang dikeluarkan dipengaruhi oleh
hormone testosterone. Secret di prostat memiliki pH 6,6 dan
memiliki susunan seperti plasma, tetapi mengandung bahan-bahan
tambahan seperti koleterol, asam sitrat, dan suatu enzim
hialuronidase. Secret prostat ditambahkan ke dalam sperma dan
cairan seminal pada saat sperma dan cairan seminal melewati uretra
(Wibowo, 2012).
Prostat sering membesar pada pria yang sudah lanjut usia.
Pembesaran ini terjadi karena tekanan lain yang disebabkan oleh
beberapa hal pada sfingter uretra atau uretra itu sendiri. Hal ini dapat
menyebabkan retensi urin akut. Kedaan ini dapat diatasi dengan
pemasangan kateter ke dalam vesica urinaria atau melakukan
prostatektomi pada pasien tertentu (Wibowo, 2012).

6
Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh
jaringan ikat prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada
bagian superior dari prostat berhubungan dengan vesika urinaria,
sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital.
Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak
retroperitoneal dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal
berbatas pada ampulla recti (Moore & Agur, 2002).
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang
mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan
profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi
sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti
susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen
lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin
penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens
relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolism
sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma.
3. Kelenjar bulbourtehralis
Kelenjar bulbouretral adalah sepasang kelenjar yang ukuran dan
bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi
cairan basa yang mengandung mucus kedalam uretra penis untuk
melumasi dan melindungi serta ditambahkan pada semen
(spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

7
B. Definisi BPH
1. Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Benigna prostat hyperplasia merupakan penyakit perbesaran dari
prostat. BPH seringkali menyebabkan terganggunya eliminasi urine
akibat pembesaran prostat yang cenderung kearah depan sehingga
menekan vesika urinaria (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014).
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar
prostat secara progresif yang dapat menyebabkan obtruksi dan ritriksi
pada jalan urine (urethra) (M. Clevo Rendi & Margareth TH, 2012).
Benign Prostate Hyperplasia adalah nama yang biasa digunakan
untuk kelainan jinak umum dari prostat, ketika meluas, Mengakibatkan
berbagai tingkat obstruksi saluran kemih, kadang-kadang
membutuhkan intervensi bedah. Istilah hiperplasia nodular, seperti
yang diusulkan oleh Moore dalam studi klasiknya, adalah sebutan
yang lebih tepat. Penyakit ini merupakan pembesaran nodular kelenjar
yang disebabkan oleh hiperplasia dari kedua kelenjar dan komponen
stromanya (Rosai, 2004).

C. Etiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Penyebab terjadinya BPH belum diketahui secara pasti, namun
factor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH.
Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat

8
kaitannya dengan (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014) :
1. Peningkatan DHT (dehidrosteron)
Peningkatan enzim 5 alfa reduktsase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjer prostat mengalami
hyperplasia.
Hal ini terjadi karena, enzim 5 alfa reduktase dan reseptor
androgen (RA) berikatan membentuk kompleks DHT-RA pada inti
sel, yang nantinya akan mensintesis protein growth factor yang
akan menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2012).
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaaan yang terjadi pada pria, hormone estrogen akan
meningkat dan hormone testosterone akan menurun. Hal inilah
yang akan memicu terjadinya hyperplasia stroma dan epitel.
Estrogen di dalam prostat itu berfungsi dalam proliferasi sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormone androgen, yang akan
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan mengurangi
terjadinya kematian sel-sel prostat (apoptosis) (Purnomo, 2012).
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi
BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lamanya
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan menyebabkan poliferasi sel transit
dan memicu terjadinya BPH.
Sel-sel yang mati akibat dari apoptosis, akan digantikan oleh sel-
sel baru. Sel stem inilah yang akan berproliferasi membentuk sel-

9
sel baru tersebut. Keberadaan sel ini bergantung kepada hormone
androgen. Terjadinya proliferasi sel pada penderita BPH
diasumsikan sebagai bentuk dari ketidaktepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun
sel pada kelenjar (Purnomo, 2012).

D. Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


BPH adalah penyakit yang diderita oleh laki-laki usia rata-rata 50
tahun. BPH merupakan gambaran klinis dari dampakn obstruksi
saluran kencing, sehingga pasien sulit untuk miksi (buang air kecil).
Berikut beberapa gambaran klinis pada klien BPH (Eko Prabowo &
Andi Eka Pranata, 2014) :
1. Gejala prostismus (nokturia, urgency, penurunan aliran urine)
Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan vesika urinaria yang
gagal mengeluarkan urine secara spontan dan regular, sehingga
volume urine sebagian besar masih tertinggal di dalam vesika.
2. Retensi urine
Pada awal obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, akan terjadi
hesistansi, intermitensi, urine menetes, dorongan mengejan yang
kuat saat miksi, dan retensi urine. Retensi urine sering dialami oleh
penderita BPH krronik. Secara fisiologis vesika urinaria memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan urine melalui kontraksi otot
destrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat
beban kerja m. destrusor semakin berat dan pada akhirnya akan
mengalami dekompensasi.
3. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui rectal toucher (RT) anterior. Biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.

4. Inkontinensia
Inkotinensia yang terjadi menunjukkan bahwa m. destrusor gagal

10
melakukan kontraksi. Dekompensasi yng berlangsung yang
berlangsung lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius,
sehingga control untuk melakukan miksi hilang.

E. Pemeriksaaa Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH)
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk, mengetahui apakah
pembesaran ini bersifat bebenigna atau maligna dan untuk memastikan
tidak adanya penyakit penyakit penyerta lainnya. Berikut
pemeriksaannya (Grace,2006)
1. Urinalisis dan Kultur Urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi
dan RBB (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan
adanya perdarahan / hematuria.
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya
perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah
cairan abdomen dan diperiksa sel darah merahnya.
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal
ini sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi
dari BPH, karena obstruksi yang berlangsung kronis seringkali
menimbulkan hidronefrosis yang lambat laun akan memperberat
fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal ginjal.
4. PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca
operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya berseifat benigna atau maligna,
sehingga akan menjadi landasan treatment selanjutnya.
5. Catatan Harian Berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga

11
akan terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini
menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola eleminasi urine
yang normal.
6. Urovloumetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat.. hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar
prostat pada traktus urinarius. Selain itu, volume residu urine juga
harus diukur. Normalnya residual urine < 100ml. namun, residual
yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi
penyerta dari BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada
vesika urinaria akan memperliharkan gambaran pembesaran
kelenjar prostat.

F. Penatalaksanaan Medis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Dalam


Keperawatan
Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat
simptomatis untuk mengurangi tanda dan gejala yang diakibatkan oleh
obstruksi pada saluran kemih. Terapi simptosis ditujukan untuk
merelaksasi otot polos prostat, sehingga obstruksi akan berkurang. Jika
keluhan masih bersifat ringan, maka observasi diperlukan dengan
pengobatan simptosis untuk mengevaluasi perkembangan klien.
Namun, jika telah terjadi obstruksi / retensi urine, infeksi,
vesikolithiasis, insufiensi ginjal, maka harus dilakukan pembedahan.
1. Terapi Simptomatis
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan
lebih terbuka. Obat goloingan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu

12
menurunkan kadar dehidrotesteron intraprostat, sehingga dengan
turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostat akan
mengecil (Schwartz, 2000)
2. TUR – P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu
pemotongan secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Jaringan
prostat yang membesar dan menghalangi jalannya urine akan
dibuang melalui elektrokauter dan dikeluarkan melalui irigasi dilator.
Tindakan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu meminimalisir
tindakan npembedahan terbuka, sehinggga masa penyembuhan lebih
cepat dan tingkat infeksi resiko bisa ditekan.
3. Pembedahan Terbuka (Prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh
penyakit penyerta lainnya, misalnya tumor vesika urinaria,
vesikolithiasis, dan adanya adenoma (Schwartz.2000)

G. Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1. Urinary traktus ingection
2. Retensi urin akut
3. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi
ginjal

H. Pathway Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

Degeneratif

Peningkatan
Epidermal
Growth Factor
Dehidroteston Estrogen
13 Testosteron
meningkat meningkat meningkat
Penurunan
Peningkatan sel stem Hiperplasia epitel & Transforming
stroma prostat Growth Factor

Proliferasi sel

BPH

Obstruksi sal. Kronis Secondary Effect


Kencing bawah

Residual urin Iritabilitas N. Fungsi Seksual


tinggi Urinarius turun

Tekanan intravesika Kehilangan Disfungsi seksual


meningkat kontrool miksi

14
Refleks berkemih Inkontinensia
meningkat Urinarius Fungsional
Sensitifitas
Urgensi meningkat

Hambatan

Retensi Urin Nyeri Akut

Dekompensasi
vesika Urinaria

Aliran fistula urin

Kerusakan
integritas kulit

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa

15
Prostat hanya dialami pada laki-laki. Keluhan yang sering dialami
oleh klien dikenal dengan istilah LUTS (Lower Urininary Tract
Symptoms), yaitu hesistansi, pancaran urin lemah, intermittensi,
urgensi, ada sisa urin pasca miksi, frekuensi dan disuria (jika
obstruksi meningkat)
b. Pemeriksaan Fisik
 Peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan,
kecuali ada penyakit yang menyertai). Ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri akibat obstruksi meatus
uretralis dan adanya distensi bladder. Jika retensi urin
berlangsung lama akan ditemukan ditemukan tanda dari
gejala urosespsis (peningkatan suhu tubuh) .
 Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH
menimbulkan retensi urin pada bladder hal ini akan
memicu terjadinya refluks urin dan terjadi hidronefrosis
serta pyelonefrosis, sehingga jika kita palpasi secara secara
bimanual akan ditemukan rabaan pada ginjal. Pada palpasi
suprasimfisis akan teraba distensi bladder
 pada pemeriksaan penis, pada pemeriksaan ini uretra dan
skrotum tidak akan ditemukan kelainan kecuali penyakit ini
disertai oleh penyakit seperti stenosis meatus, stiktur
uretralis, uretralithiasis, kanker penis maupun epididimitis.
 Pemeriksaan rectal toucher, pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan sederhgana dan paling mudah untuk
menegakkan BPH. Tujuannya adalah menentukan
konsistensi system persarafan unit resiko uretra dan
besarntya prostat.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukkkan
adanya kelainan, kecuali jika BPH disertai oleh urosepsis, yaitu

16
adanya peningkatan leukosit. Pada pemeriksaan urin lengkap akan
ditemukan bakteri pathogen pada kultur jika adanya infeksi dan
adanya eritrosis jika terjadinya rupture pada jaringan prostat.
Pada kondisi pois operasi, pemeriksaan PA dilakukan untuk
menentukan keganasan atau jinaknya jaringan prostat yang
mengalami hyperplasia.

3. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


Pemeriksaan penunjang lainnya bisa membantu untuk
menegakkan diagnosisi BPH yaitu USG ginjal (melihat
komplikasi) dan vesika urinaria (tampak pembesaran jaringan
prostat). Pemeriksaan uroflowmetri sangat penting untuk melihat
pancaran urin.
Berikut penilaian dari pemeriksaan uroflowmetri:
a. Flowret maksimal > 15 ml/detik = non obstruktif\
b. Flowret maksimal 10-15 ml/detik = borderline
c. Flowret maksimal < 15ml/detik = obstruktif

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan
BPH adalah :
a. Retensi Urin (00023)
1) Definisi : pengosongan kandung kemih tidak tuntas
2) Batasan Karakteristik :
- Tidak ada haluaran urin
- Distensi kandung kemih
- Urin menetes
- Sering berkemih
- Inkontinensia aliran berlebih
- Residu urin
- Sensasi kandung kemih penuh

17
- Berkemih sedikit
3) Factor yang Berhubungan :
- Sumbatan
- Tekanan ureter tinggi
b. Nyeri Akut (00132)
1) Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
actual atau potensial, atau digambarkan dalam kerusakan
(International Assosiation for the Study of Pain) ; awitan
tiba-tiab atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan.
2) Batasan Karakteristik :
- Perubahan selera makan, tekanan darah, frekuensi jantung,
frekuensi pernapasan.
- Diaphoresis
- Perilaku
- Ekspresi wajah nyeri
- Melindungi area nyeri dan focus menyempit (gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan
interaksi)
- Putus asa
- Melaporkan nyeri secara verbal
- Dilatasi pupil
- Focus pada diri sendiri
- Gangguan tidur
3) Faktor yang Berhubungan
- Agens cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

c. Ansietas (00146)
1) Definisi : merupakan perasaan tidak nyaman / kekhawatiran

18
yang samar disertai respon autonom (seringkali sumber
tidak spesifik dan tidak diketahui oleh individu) ; perasaan
takut disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya .
2) Batasan Karakteristik
- Penurunan produktivitas
- Gerakan ekstra
- Gelisah
- Insomnia
- Kontak mata buruk
- Waspada
- Agitasi
- Wajah tegang
- Tremor tangan
- Khawatir karna perubahan peristiwa kehidupan
- Peningkatan keringat, ketegangan, gemetar dan suara
bergetar
3) Faktor yang Berhubungan
- Perubahan dalam status kesehatan
- Infeksi

d. Disfungsi Seksual (00059)


1) Definisi : suatu kondisi yang ditandai dengan individu
mengalami perubahan fungsi seksual selama fase respon
seksual hasrat, terangsang dan/ atau orgasme, yang
dipandang tidak memuaskan, tidask bermakna, atau tidak
adekuat.
2) Batasan Karakteristik
- Keterbatasan aktual akibat penyakit
- Perubahan dalam mencapai persepsi peran seks dan
kepuasan seksual
- Tidak mampu dalam mencapai kepuasan yang diharapkan.

19
- Persepsi perubahan pada rangsangan seksual
- Persepsi defiseinsi hasrat seksual
- Persepsi keterbatasan akibat penyakit
- Mengungkapkan masalah
3) Faktor yang Berhubungan
- Perubahan struktur tubuh (proses penyakit)
- Tidak ada privasi
- Model peran tidak adekuat

5. Intervensi Keperawatan
a. Retensi Urin
Dx : Retensi Urin berhubungan dengan sumbatan, tekanan
ureter tinggi
NOC : 0503. Eliminasi Urin
Kriteria Hasil :
1) Tidak adanya retensi urin.
2) Pola eliminasi normal.
3) Kantong kemih kosong dengan sepenuhnya.
4) Tidak ada nyeri saat kencing.
5) Mampu menjaga pola berkemih yang teratur.
6) Mampu untuk berkemih > 150 ml tiap kalinya.
NIC : 0620. Perawatan Retensi Urin
1) Pasang kateter urine, sesuai kebutuhan.
2) Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatatat urine
output,sesuai kebutuhann.
3) Monitor intake output.
4) Monitor derajat distensi kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi.
0580. Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan rasionalisasi katererisasi.
2) Pasang alat dengan tepat.

20
3) Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik, untuk
kesopanan (yaitu, hanya mengekspos area genitalia).
4) Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan
selang kateter di waktu yang tepat.
5) Lakukan pengosongan kantung kateter, jika
diperlukan.
6) Dokumentasikan perawatan termasuk ukuran kateter,
jenis, dan jumlah pengisian bola kateter.
7) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan
kateter yang tepat.
b. Nyeri Akut
Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
NOC : 1843. Pengetahuan: Manajemen Nyeri
1) Mampu merencanakan strategi untuk mengontrol nyeri.
2) Memberitahu teknik relaksasi yang efektif.
3) Memberitahu manfaat dari modifikasi gaya hidup.
NIC : 1400. Manajemen Nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, atau beratnya nyeri dan factor pencetus.
2) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
nyeri.
3) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
4) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
5) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani
nyerinya dengan tepat.
6) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi.
7) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan

21
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri non-
farmakologi sesuai kebutuhan.
8) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat.
9) Evaluasi keefektifan dan tindakan pengontrolan nyeri
yang dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan.
10) Berikan individu penurunan nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesic.
c. Disfungsi Seksual
Dx : Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh (proses penyakit)
NOC : 0119 Sexual Functioning
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan gairah seksual
2) Menunjukkan orgasme.
3) Beradaptasi dan menerapkan teknik adaptasi seksual
4) Menunjukkan kepuasan seksual dan kemampuan berhubungan
seksual
5) Melaporkan adanya kepuasan dari pasangan seksual
6) Memahami keterbatasan kondisi untuk melaksanakan aktifitas
seksual
NIC : 5248 Sexsual Counseling
Aktifitas keperawatan :
1) Jalin hubungan secran terapeutik dengan klien secara kontinue
2) Jamin privasi dan yakinkan klien merasa nyaman dan percaya
diri
3) Beritahu klien bahwa seksualitas merupakan sebuah bagian
dari kehidupan yang penting dan karena suatu hal (penyakit,
pengobatan dan stress) terjadi gangguan fungsi
4) Diskusikan dampak dari penyakit klien terhadap pola
seksualitas

22
5) Diskusikan dengan klien tentang kebutuhan untuk aktifitas
seksual
6) Hibur klien untuk mengurangi kecemasan akibat penyakitnya
7) Jelaskan kepada klien untuk aktifitas seksual pasca
penyembuhan penyakitya
8) Bantu klien untuk menjelaskan gangguan aktifitas seksualnya
kepada pasangannya karena proses penyakit.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
A. Kasus
Pasien Tn. A sudah dirawat selama 4 hari di rumah sakit, keluhan
seperti sakit waktu BAK, BAK sering tapi sedikit-sedikit dirasakan pasien

23
sejak satu bulan yang lalu, akan tetapi satu minggu sebelum dibawa
kerumah sakit pasien merasa sakit yang luar biasa. Akhirnya, keluarga
membawa klien ke rumah sakit. Ternyata setalah dilakukan pemeriksaan
klien di diagnose dengan pembesaran kelenjar prostat (BPH). Klien
dianjurkan untuk dilakukan operasi. Klien mengatakan cemas dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan dan klien serta keluarga tidak
mengerti tentang penyakit yang dideritanya sekarang. Klien berharap
penyakitnya dapat disembuhkan. Klien seorang perokok berat dan
peminum alcohol, selama di RS hanya menghabiskan sebagian makanan
yang diberikan. BB sebelum 57 tidak terjadi perubahan, tidak dapat tidur
dengan nyenyak karena sering terbangun di malam hari untuk BAK.
B. Analisis kasus
a. Data Demografi
1) Data pasien
 Nama : Tn. A
 Umur : 55 tahun
 Suku/ Bangsa : Minang
 Status perkawinan : Kawin
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan :-
 Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2020
 Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2020
 Diagnose Medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Riwayat Kesehatan Pengkajian pada Pasien (11 Pendekatan
Fungsional Gordon dan Pemeriksaan Fisik)
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Klien mengatakan cemas akan tindakan operasi yang akan
dilakukan. Klien dan keluarga tidak mengerti tentang penyakit
yang diderita oleh klien sekarang, dan klien berharap penyakitnya

24
dapat disembuhkan.
2) Pola Nutrisi – Metabolik
Selama di rumah sakit pasien hanya menghabiskan sebagian
makanan yang diberikan. Tetapi pasien tidak mengalami fluktuasi
berat badan.
3) Pola eliminasi
 BAK
Klien mengatakan terasa sakit saat melakukan BAK dan
BAK sering namun sedikit-sedikit.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
 Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan
Diri
Makan dan 
minum
Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

 Latihan
Selama dirawat di rumah sakit klien hanya berisitirahat.
5) Pola Kognitif Perseptual
Klien merasa cemas karena akan dilakukan tindakan operasi.
6) Pola Istirahat-Tidur
Klien tidak dapat tidur dengan nyenyak karena sering terbangun di
malam hari untuk BAK.
7) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Pasien merasa cemas karena akan dilakukan operasi. Pasien dan

25
keluarga berharap agar cepat sembuh.
8) Pola Peran dan Hubungan
Hubungan klien dan keluarga sangat baik karena keluarga
mengharapkan kesembuhan untuk klien.
9) Pola Reproduksi/ Seksual
Klien mengalami gangguan pada pola seksual karena mengalami
pembengkakan pada kelenjar prostat.
10) Pola Pertahanan Diri
Klien tetap berinteraksi dengan keluarga,
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Klien dan keluarga tetap taat beribadah dengan harapan penyakit
yang diderita klien dapat disembuhkan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis dan Kultur Urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi
dan RBB (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan
adanya perdarahan / hematuria.
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya
perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah
cairan abdomen dan diperiksa sel darah merahnya.
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal
ini sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi
dari BPH, karena obstruksi yang berlangsung kronis seringkali
menimbulkan hidronefrosis yang lambat laun akan memperberat
fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal ginjal.

4. PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca

26
operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya berseifat benigna atau maligna,
sehingga akan menjadi landasan treatment selanjutnya.
5. Catatan Harian Berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga
akan terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini
menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola eleminasi urine
yang normal.
6. Urovloumetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat.. hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar
prostat pada traktus urinarius. Selain itu, volume residu urine juga
harus diukur. Normalnya residual urine < 100ml. namun, residual
yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi
penyerta dari BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada
vesika urinaria akan memperliharkan gambaran pembesaran
kelenjar prostat.

d. Analisis Data Senjang


1) Data Subjektif
 Pasien mengeluh sakit ketika BAK.
 Pasien merasa cemas karena akan dilakukan operasi.
 Pasien tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit.
 Pasien mengatakan sering buang air kecil dalam jumlah
yang sedikit.
 Pasien sulit untuk tidur karena seing BAK pada malam
hari.

27
2) Data Objektif
 Berat badan 57 kg.

e. Perumusan Diagnosa sesuai kasus (NANDA)


1) Ansietas (00146)
Ansietas berhubungan dengan gelisah, ditandai dengan cemas
dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.
2) Insomnia (00095)
Imsomnia berhubungan dengan perubahan pola tidur, kesulitan
mempertahankan tidur nyenyak, ganggguan status kesehatan
ditandai dengan tidak dapat tidur nyenyak karena sering terbangun
di malam hari untuk BAK.
3) Defisien Pengetahuan (00126)
Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
ditandai dengan ketidaktahuan klien dan keluarga terhadap
penyakit yang diderita klien sekarang.
f. Penentuan Kriteria Hasil sesuai kasus (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam, klien
akan
1402. Kontrol Kecemasan Diri
Kriteria Hasil :
a) Kecemasan klien berkurang dari skala 4 menjadi skala 2
b) Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi yang
menimbulkan stress.
c) Klien dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi
kecemasan.
d) Klien dapat mencari informasi untuk mengurangi kecemasan.
0502. Kontinensia Urine
a) Klien dapat menuju toilet diantara waktu ingin berkemih dan
benar-benar ingin berkemih.
b) Klien dapat merasakan respon berkemih tepat waktu.

28
1814. Prosedur Penanganan
a) Klien mengetahui tujuan dari prosedur penanganan.
b) Klien mengetahui langkah-langkah prosedur.
c) Klien mengetahui tindakan pencegahan yang berkaitan dengan
prosedur.
d) Klien mengetahui tindakan yang sesuai untuk komplikasi.
e) Klien mengetahui efek samping penanganan.
f) Klien mengetahui kontraindikasi prosedur.
g. Perumusan Intervensi Keperawatan sesuai kasus (NIC)
a) Pengurangan Kecemasan (5820)
1. Gunakan pendekatan yang tenang untuk meyakinkan.
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien.
3. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan
dan yang akan mungkin dialami selama prosedur dilakukan.
4. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan
prognosis.
5. Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman.
6. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
kepercayaan.
7. Berikan aktivitas pengganti untuk mengurangi tekanan.
8. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang
tepat.
b) Perawatan inkontinensia urin (0610)
1. Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk mempermudah akses
ke toilet.
2. Sediakan popok kain yang nyaman dan melindungi.
3. Instruksikan klien dan keluarga untuk mencatat pola dan
jumlah urin output.
4. Monitor keefektifan terapi pembedahan, obat-obatan,
perawatan mandiri pasien.
c) Pengajaran Perioperatif (5610)

29
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga untuk menjadwalkan
tanggal, waktu, dan lokasi operasi.
2. Informasikan kepada klien dan keluarga perkiraan lama
operasi.
3. Fasilitasi kecemasan pasien dan keluarga.
4. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
5. Jelaskan prosedur pre-operasi.
6. Jelaskan obat obatan pre operatif yang diberikan dan efek yang
ditimbulkan.
7. Diskusikan kemungkinan nyeri yang akan dialami.
8. Jelaskan perawatan dan peralatan pasca operasi.
9. Instruksikan pasien bagaimana teknik mobilisasi pasca operasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat
secara progresif yang dapat menyebabkan obtruksi dan ritriksi pada jalan

30
urine (urethra) (M. Clevo Rendi & Margareth TH, 2012).
BPH disebabkan oleh beberapa factor seperti : Peningkatan DHT
(dehidrosteron), Ketidakseimbangan estrogen-testosteron, Interaksi antar sel
stroma dan sel epitel prostat , Berkurangnya kematian sel (apoptosis), Teori
stem sel.
Penderita BPH sendiri kondisinya seperti saat membuang urin masih ada
yang tersisa urin di kandung kemihnya, pancaran urinnya lemah, terasa sakit
saat buang akir kecil karna adanya pembesaran prostat, serta inkoninensia
urin. Sedangkan untuk memeriksa apakah seseorang tersebut menderita BPH
atau tidaknya dapat dengan menggunakan pemeriksaan : Urinalisis dan
Kultur Urine, DPL (Deep Peritoneal Lavage), Ureum, Elektrolit dan Serum
Kreatinin, PA ( Patologi Anatomi), Catatan Harian Berkemih, Urovloumetri
dan USG Ginjal dan Vesika Urinaria.
Penyakit BPH sendiri dapat ditangani dengan proses pembedahan, seperti
pembedahan terbuka. Namun pembedahan terbuka ini dilakukan jika prostat
terlalu besar dan diikuti penyakit seperti tumor, vesika urinaria, dll. Namun
juga bisa dengan beberapa terapi meskipun bersifat simptomatis. Contohnya
dengan pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor mampu
merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka.

B. Saran
Agar terhindar dari penyakit BPH sebaiknya pria yang sudah lanjut usia
harus bisa menjaga diri supaya bisa menhindar dan mecegah adanya penyakit
BPH. Jika ada tanda-tanda seperti : sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk
buang air kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali, sulit menahan
buang air kecil, pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong,
menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang
air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang
yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow
segeralah periksakan kedokter untuk peninjauan lebih lanjut agar penyakitnya
tidak semakin parah.

31
Lalu kita sebagai tenaga keperawatan juga hendaknya dapat memberikan
asuhan keperawatan secara professional agar klien kita juga mendapat
perawatan yang baik da maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Eko,dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

32
Saputra, Lyndon. 2014. Organ System Visual Nursing, Genitouria. Tangerang
Selatan: BINARUPA AKSARA Publishare.
Devi, Anakardian Kris Buana. 2017. Anatomi Fisiologi dan Biokimia
Keperawatan. Yogyakarta: Pustakabarupress.

33

Anda mungkin juga menyukai