DI SUSUN OLEH:
1. Aprilian Dian Paransari (1702092)
2. Asri Palupi (1702093)
3. Dinda Rizky Tiara (1702098)
4. Nurjannah S (1702112)
5. Ody Gumelar D (1702113)
6. Siti Nur Asiyah (1702119)
1
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4
C. TUJUAN...............................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................5
A. PENGERTIAN FUNGSI KOGNITIF...................................................................................5
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF...............................................5
C. PERUBAHAN FUNGSI KOGNITIF....................................................................................5
D. ASPEK ASPEK KOGNITIF.................................................................................................7
E. PENGERTIAN TERAPI KOGNITIF....................................................................................9
F. TUJUAN TERAPI................................................................................................................9
G. INDIKASI TERAPI............................................................................................................10
H. TEKNIK PELAKSANAAN TERAPI.................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada beberapa dekade terakhir, kemajuan ilmu kedokteran sangat
berpengaruh pada perawatan kesehatan dan akan mempengaruhi pertumbuhan
populasi lanjut usia. Di Indonesia, jumlah jiwa anggota keluarga umur 60 tahun ke
atas, secara nasional tahun 2009 diperkirakan sebanyak 15.504.089 jiwa atau 6,8%
dari seluruh jiwa dalam keluarga (BKKBN,2009). Menurut Lembaga Demografi
Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut pada tahun 1985
adalah 3,4% dari total penduduk dan pada tahun 2000 mencapai 7,4%. Data
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa peningkatan warga berusia
lanjut di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu 414% hanya dalam
waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan tahun 2020 mencapai 25,5 juta jiwa
(Soejono,2006).
Akibat populasi usia lanjut yang meningkat maka akan terjadi transisi
epidemiologi yaitu bergesernya pola penyakit dari penyakit infeksi dan gangguan
gizi menjadi penyakit-penyakit degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, dan
penyakit jantung koroner. Konsekuensi dari peningkatan warga usia lanjut adalah
meningkatnya jumlah pasien geriatri dengan kerakteristiknya yang berbeda dengan
warga usia lanjut atau dewasa muda. Karakteristik pasien geriatrik adalah
multipatologi, menurunnya daya cadangan faali, berubahnya gejala dan tanda
penyakit dari yang klasik, terganggunya status fungsional pasien geriatri, dan kerap
terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006). Jika karena
sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti infeksi, maka seringkali
akan timbul gangguan fungsi kognitif, depresi, imobilisasi, instabilisasi, dan
inkontinensia (atau lazim disebut sebagai geriatric giants).
Keadaan akan semakin rumit jika secara psikososial terdapat hendaya
seperti neglected atau miskin (finansial). Sehingga pendekatan untuk pasien geriatri
harus bersifat holistik dan paripurna, yaitu bio-psiko-sosial, juga dari sisi kuratif,
reehabilitatif , preventif, dan promotif (Soejono,2006). Pendekatan klinis yang
3
lazim dikerjakan seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang ditambah
pengkajian untuk mendeteksi gangguan yang terutama sering terdapat pada usia
lanjut yaitu fungsi kognitif dan afek, mobilitas, gait, keseimbangan, kontinens,
nutrisi, penglihatan dan pendengaran. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi
hendaya menjadi penting karena sering hal ini yang menjadi skala prioritas
penyelesaian masalah (Supartondo,2001).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang malakah ini disusun untuk mengetahui
Bagaimana latihan kognitif pada lansia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui latihan kognitif pada lansia
2. Mengetahui tujuan kognitif pada lansia
3. Mengetahui teknik pelaksanaan latihan kognitif pada lansia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan
kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya, dan
informasi baru seperti TV dan film (Azizah, 2011)
2. IQ (Intellegent Quocient): IQ merupakan suatu skor pada suatu tes yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan verbal dan kuantitatif (Semiun, 2006).
Fungsi intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti
mengingat daftar, memori bentuk geometri, kecepatan menemukan kata,
menyelesaikan masalah, keceptan berespon, dan perhatian yang cepat teralih
(Wonder&Donovan, 1984; Kusumoutro&Sidiarto, 2006; dalam Azizah, 2011).
3. Kemampuan belajar (learning): para lansia tetap diberikan kesempatan untuk
mengembangkan wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience).
Implikasi praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia
baik bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah memberikan
kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan
dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani (Azizah, 2011).
4. Kemampuan pemahaman: kemampuan pemahaman atau menangkap
pengertian pada lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh
konsentrasi dan fungsi pendengaran lansia mengalami penurunan. Dalam
memberikan pelayanan terhadap lansia sebaiknya berkomunikasi dilakukan
kontak mata atau saling memandang. Dengan kontak mata lansia dapat
membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengaran dapat
diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang
hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima,
sehingga lansia lebih tenang, senang dan merasa dihormati (Azizah, 2011).
5. Pemecahan masalah: pada lansia masalah-masalah yang dihadapi semakin
banyak. Banyak hal dengan mudah dapat dipecahkan pada zaman dahulu,
tetapi sekarang menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada
lansia. Hambatan yang lain berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman,
dan lain-lain yang berakibat pemecahan masalah menjadi lebih lama. (Azizah,
2011).
6. Pengambilan keputusan: pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat
atau seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, lansia membutuhkan
petugas atau pembimbing yang dengan sabar mengingatkan mereka. Keputusan
6
yang diambil tanpa membicarakan dengan mereka para lansia, akan
menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya.
Dalam pengambilan keputusan sebaiknya lansia tetap dalam posisi yang
dihormati (Ebersole & Hess, 2001 dalam Azizah, 2011).
7. Motivasi: motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif.
Motif kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan
untuk mencapai tujuan tertentu. Motif afektif lebih menekankan pada aspek
perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu.
Pada lansia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk memperoleh sesuatu
cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan
kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal yang diinginkan banyak
terhenti ditengah jalan (Azizah, 2011)
7
b. Pemahaman: pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami
suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang
untuk melakukan perintah tersebut.
c. Pengulangan: kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan
atau kalimat yang diucapkan seseorang.
d. Naming: kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta
bagian-bagiannya.
3. Atensi: atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus
spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.
a. Mengingat segera: kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil
informasi selama
b. Konsentrasi: kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannnya
pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut
untuk mengurangkan 7 secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau
dengan memintanya mengeja kata secara terbalik.
4. Memori
a. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi yang diperolehnya.
b. Memori baru, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
c. Memori lama, yaitu kemampuan untuk mengingat informasi yang
diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
d. Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi berupa gambar.
5. Fungsi konstruksi: kemampuan seseorang untuk membangun dengan
sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk
menyalin gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu
bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.
6. Kalkulasi: kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
7. Penalaran: kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal,
serta berpikir abstrak.
8
E. PENGERTIAN TERAPI KOGNITIF
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek, terstruktur, berorientasi,
terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Terapi kognitif akan lebih
bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini
disatukan dan di kenal dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini memerlukan
individu sebagai agen yang berfikir aktif dan berinteraksi dengan dunianya. Tugas
perawat adalah secara aktif dan langsung membantu klien mempertimbangkan
kembali stressor dan mengidentifikasi pola pemikiran atau keyakinan yang tidak
akurat untuk mengatasi masalah klien dari perspektif kognitif.
F. TUJUAN TERAPI
1. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis dan menentang
keakuratan kognisi negative klien.
2. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah
cara berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional
4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta proses pikiran
tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran individu yang
menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008)
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan dengan mengubah
cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien harus menyadari kesalahan cara
berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut
dengan cara yang lebih adaptif. Dengan presfektif kognitif, klien dilatih untuk
mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative.
Cara lain adalah dengan membantu klien mengidentifikasi kondisi negative,
mencarikan alternative, membuat skema, yang sudah ada menjadi fleksibel,
dan mencari kognisi perilaku yang baru dan lebih adaptif
6. Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan dan
mempertahankan panic dan kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan
klien, restrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi terkendali, umpan balik
biologi, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing
9
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan
obsessive kompulsif dan selanjutnya mencegah responnya. Misalnya dengan
cara pelimpahan atau pencegahan respon, mengidentifikasi, dan
merestrukturisasi distorsi kognitif melalui psikoedukasi
8. Membantu individu mempelajari respon relaksasi, membentuk hierarki situasi
fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap
mempertahankan respon relaksasi misalnya dengan cara desensitisasi
sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah presepsi klien
terhadap situasi yang ditakutinya
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan
hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan
yang salah
11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik
untuk meningkatkan aktifitas sosialnya
12. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal
G. INDIKASI TERAPI
Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
1. Depresi (ringan sampai sedang)
2. Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan
3. Individu yang mengalami stress emosional
4. Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang sering
terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan
antidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi
terisolasi sering terjadi.
5. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik)
6. Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
7. Gangguan makan
8. Gangguan mood
9. Gangguan psikoseksual
10. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya
10
H. TEKNIK PELAKSANAAN TERAPI
1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan
keyakinan yang menyebabkannnya khawatir
2. Mengguanakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan menegaskan pikiran negative yang
merendahkan dirinya. Dengan demikian klien mulai melihat bahwa asumsi
tersebut tidak logis dan tidak rasional
3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realistis mengenai diri sendiri, nilai
diri dan dunia. Dengan demikian klien membentuk nilai dan keyakinan baru
dan distress emosional menjadi hilang.
Terapi kognitif dipraktekkan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam
mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas 3
fase:
1. Fase awal (sesi 1-4)
a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik
c. Menentukan tujuan terapi
d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikiran yang otomatis
2. Fase pertengahan (sesi 5-12)
a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah
b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta
mempraktekkan keterampilan berespon terhadap hal-hal yang
menimbulkan depresi dan memodifikasinya.
3. Fase akhir (sesi 13-16)
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi
yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri
Strategi pendekatan terapi kognitif, antara lain:
a. Menghilangkan pikiran otomatis
b. Menguji pikiran otomatis
c. Mengidentifikasi asumsi maladaktif
d. Menguji validitas asumsi maladaktif
11
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, H, N. (2014). Efektifitas terapi musik terhadap penurunan skor depresi pada
lansia di upt panti sosial tresna werdha mulia dharma kabupaten kubu raya
(Skripsi; Universitas Tanjungpura Pontianak, Pontianak).
Arjadi. R. (2012). Terapi Kognitif-Perilaku Untuk Menangani Depresi Pada Lanjut Usia
(Tesis; Universitas Indonesia, Depok). Diunduh dari http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20298310-T30095Retha%20Arjadi.pdf.
Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
12