LEARNING OBJECTIVE
Konflik kalah-kalah terjadi, apabila tidak ada pihak yang terlibat konflik mencapai
keinginannya yang sebenarnya, dan alasan-alasan mengapa terjadinya konflik
tidak mengalami perubahan. Hasil kalah-kalah biasanya akan terjadi, apabila
konflik dimenej dengan gaya menghindar, akomodasi, atau kompromis (Alhaq,
2018; Adil, 2018). Sekalipun sebuah konflik kalah-kalah seakan-akan terselesaikan
atau memberi kesan lenyap untuk sementara waktu, tetapi mempunyai tendensi untuk
muncul kembali pada masa mendatang (Adil, 2018).
Konflik “menang-kalah”
Konflik menang-kalah terjadi, apabila salah satu pihak mencapai apa yang
diinginkannya dengan mengorbankan keinginan pihak lain. Hal tersebut terjadi karena
adanya kompetisi, dimana orang yang mencapai kemenangan melalui kekuatan,
ketrampilan yang superior, atau karena unsur dominasi dan akomodasi (Widyastuti,
2017).
Konflik “menang-menang”
c. Tipe kepribadian
Menurut pandangan psikologi cara individu menyikapi konflik tergantung pada
seberapa penting tujuan pribadi dan hubungan individu tersebut dengan pihak lain.
Karakter kepribadian berpengaruh pada gaya manejemn konflik. Apakah individu
cenderung agresif, berorientasi kooperatif atau kompetitif, empati, dan
kemampuan menemukan alternatif penyelesaian konflik (Widyastuti, 2016).
Boardman dan Horowitz mengatakan faktor sikap etnosentrik (cara pandang yang
menggunakan norma kelompok sebagai tolak ukur dalam memandang segala
sesuatu, termasuk menilai orang lain) sangat berpengaruh. Sikap tersebut akan
memperkecil kemungkinan terjadi proses manajemen yang produktif dalam
interaksi antar individu dalam kelompok berbeda (Putra, 2015).
d. Budaya organisasi
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi ke generasi (Suheri, 2019). Di
dalam organisasi terdapat budaya yang tercipta oleh tiap individu dalam organisasi
tersebut. Budaya ini yang membedakan organisasi satu dengan lainnya, baik dari
perilaku, kemampuan bekerja, pengambilan keputusan, maupun penyelesaian
konflik (Widyastuti, 2016).
e. Sosio-ekonomi
Contohnya sistem imbalan.(Widyastuti, 2015)
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konflik di bidang kesehatan
Masalah di bidang keperawatan
a. Belum ada kejelasan mengenai hirarki kompetensi perawatan yang berlaku secara
umum, sehingga standar kompetensi tersebut seringkali harus ditetapkan oleh
masing-masing lembaga pelayanan kesehatan secara terbatas dan berbedabeda
antara institusi kesehatan yang satu dengan yang lain. Contoh yang paling jelas
adalah belum adanya peraturan yang baku tentang batas kewenangan perawat
lulusan D3 dan S1.
b. Tuntutan kompetensi dari perawat yang diangkat sebagai supervisor pun belum
didefinisikan secara khusus. Posisi manajerial dalam keperawatan seringkali
diasumsikan berbanding lurus dengan durasi pengabdiannya di institusi kesehatan
yang bersangkutan atau pengalaman teknisnya, sehingga tuntutan akan
kompetensi manajerial justru tidak terpenuhi.
c. Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter) juga belum
distandarisasi. Batasan antara wewenang perawat dan wewenang dokter seringkali
kabur, sehingga seringkali menyudutkan profesi perawat.
d. Standar kompensasi yang saat ini berlaku, masih berbasis profesi. Ini
menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan di sisi tenaga perawat karena untuk
tindakan yang sama dengan durasi serta risiko yang sama, tenaga perawat
mungkin menerima kompensasi yang lebih rendah dibandingkan profesi lainnya.
e. Belum adanya pemisahan fungsi manajerial dan teknikal pada profesi perawat.
Meskipun keduanya merupakan satu kesatuan kompetensi yang sulit dipisahkan,
namun pencampuradukkan fungsi manajerial dan teknikal pada satu orang tenaga
perawat menghasilkan konflik kepentingan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Perawat yang menyandang dua fungsi tersebut setiap kali harus menentukan
kepentingan mana yang harus ia dahulukan, kepentingan pasien atau kepentingan
manajemen.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan visi, misi dan tujuan organisasi
Daftar Pustaka