Anda di halaman 1dari 9

Managemen gastroenteritis akut pada anak: survey pada ikatan dokter

anak bagian gastroenterology, hepatologi dan nutrisi Korea

ABSTRAK
Tujuan: belum ada survey nasional yang menjelaskan mengenai guideline/pedoman yang diikuti
dokter anak korea untuk mengobati gastroenteritis akut (GEA). Survey online dilakukan untuk
menyelidiki cara managemen GEA oleh dokter anak bagian gastroenterology, hepatologi dan
nutrisi korea, dibandingkan dengan gastroenterologis pediatric (PG) dan dokter anak umum
(GP).

Metode: kuisioner dikirimkan ke dokter anak pada tanggal 2 - 4 juni 2018 berisi tipe rumah
sakit, indikasi masuk rs, obat antibiotik, antiemetik dan antidiare yang diresepkan juga
perubahan diet yang dianjurkan

Hasil: dari 400 dokter anak yang terdaftar, 141 (35,3%) dokter anak yang melakukan/mengisi
survey. Gatroenterologis pediatri (PG) terdiri dari 39% responden dan 72,7% diantaranya berasal
dari rumah sakit tersier. Kedua PG dan GP mempertimbangkan diare dan muntah sebagai gejala
primer GEA. Indikasi masuk / rawat RS paling umum adalah dehidrasi berat (98,9%).
Kebanyakan dokter anak menangani dehidrasi dengan infus cairan intravena (PG 98,2%, GP
92,9%). Antiemetik diresepkan oleh 87,3% PG dan 96,6% gp. Probiotik untuk menangani diare
diresepkan oleh 89,1% PG dan 100%GP. Antibiotic digunakan pada anak diare dengan feses
berdarah atau demam tinggi. Perubahan diet umumnya direkomendasikan oleh GP (59,3%)
dibanding oleh PG (27,3%) (p<0,05).

Kesimpulan: pada survey ini, terdapat kesamaan managemen GEA pada anak oleh GP dan PG
dalam indikasi masuk RS dan managemen rehidrasi. Terdapat sedikit perbedaan dalam peresepan
obat untuk diare dan perubahan diet, yang lebih sering dilakukan oleh GP dibanding PG.

Kata kunci: gastroenteritis: managemen penyakit; dokter anak; anak; survey dan kuisioner

PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut (GEA) merupakan kondisi umum yang didiagnosa pada anak. The American
Academy of Pediatrics, The European Sociey of Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition (ESPGHAN), dan the World Health Organization telah mengeluarkan
guideline/pedoman managemen GEA. Tatalaksana primer yang direkomendasikan oleh guideline
tersebut berupa terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringan-sedang. Guideline
tersebut merekomendasikan perawatan di RS dan terapi hidrasi intravena (IV) pada anak dengan
dehidrasi berat. Guideline tersebut juga menjelaskan managemen GEA simptomatik.
Ketidaksesuaian implementasi/ penerapan guideline tersebut dilaporkan terjadi pada beberapa
Negara berupa indikasi rawat dan terapi hidrasi IV yang tidak sesuai. Layanan kesehatan dapat
dengan mudah didapatkan di Korea dan terapi hidrasi IV lebih banyak dipilih oleh orangta
maupun dokter.

Banyak penelitian mengenai GEA pada anak-anak di Korea yang menginvestigasi beratnya
gejala klinis berdasarkan virus/bakteri penyebab gejala pada pasien. Belum ada survey yang
dilakukan mengenai guideline/pedoman yang diikuti oleh dokter anak di Korea dalam
managemen GEA pada anak anak. Penelitian ini menilai hasil survey pada anggota Korean
Society of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (KSPGHAN) untuk
mengevaluasi guideline/pedoman yang diikuti oleh dokter anak korea dalam managemen GEA
dan untuk melihat perbedaan pola managemen antara dokter anak umum dan dokter anak
subspesialis gastroenterologis.

Material dan metode


Partisipan dan metode survey

Alat survey online (SurveyMonkey®; SurveyMonkey, Palo Alto, CA, USA) digunakan untuk
men girimkan kuisioner anonym kepada dokter anak yaqng telah terdaftar pada homepage
KSPGHAN. Link survey online dikirimkan dua kali kepada anggota dengan interval 2 hari dan
respon dikumpulkan dalam 1 minggu. Kriteria inklusi berupa dokter anak yang menangani annak
anak di korea. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu dokter (bukan dokter anak), dokter anak yang
tidak bekerja sebagai klinisi, dan dokter anak yang tidak mengisi survey dengan lengkap.

Instrumen survey tidak divalidasi dan berisi kuisioner yang diisi sendiri oleh dokter anak berisi
12 pertanyaan yang dirancang oleh komite KSPGHAN. Kuisioner berisi informasi demografi
dokter anak, strategi managemen GEA, dan data yang berkaitan dengan komplikasi yang
berhubungan dengan managemen GEA. Managemen GEA termasuk indikasi rawat, peresepan
agen antiemetic, antasida, antidiare dan antibiotic, rekomendasi perubahan dieT, pemeriksaaan
penunjang yang dilakukan untuk mengkonfirmasi agen etiologi diare, dan data mengenai
komplikasi.

Analisis Data

Survey online yang tidak lengkap telah dikeluarkan dari analisis data. Semua data dianalisis
menggunakan software SurveyMonkey. Data kategorik dianalisis menggunakan uji X2. Jawaban
pertanyaan urai dianalisis menggunakan analisis deskriptif

HASIL

KSPGHAN memiliki 400 anggota dokter anak yang terdaftar online, 80 diantaranya merupakan
PG dan 320 lainnya merupakan GP. Dari 400 dokter anak tersebut, 141 (35,3%) menjawab
survey. Dari 141 dokter anak, 55 orang PG dan 86 GP. Gambar 1 memperlihatkan area domestik
lokasi dokter anak yang mengisi kuisioner

Dari 141 dokter anak yang mengisi survey, 39,0% (n=55) adalah PG dan 72,7% diantaranya
bekerja pada rumah sakit tersier. Sekitar 60%GP (n=52) bekerja pada rumah sakit primer
(p<0,05). Kami melihat bahwa 94,6% PG (52) dan 46,5% GP (n=40) bekerja pada rumah sakit
yang menyediakan akses perawatan inap (p<0,05). Terdapat kemiripan durasi kerja sebagai
dokter anak pada kedua kelompok (tabel 1). Kebanyakan dokter anak pada survey ini telah
bekerja sebagai spesialis selama lebih dari 10 tahun.

Kelompok PG dan GP tidak memiliki perbedaan dalam pemeriksaan tanda dan gejala GEA.
Kedua kelompok PG dan GP meyakini diare (n=119) atau muntah (n=107) sebagai gejala utama
GEA. Hanya beberapa dokter anak mendiagnosa GEA pada anak tanpa gejala diare dan muntah.
Gambar 1. Area geografi dokter anak

Tabel 1. Spesialistik responden dan durasi sebagai dokter anak

Indikasi rawat inap paling umum adaah dehidrasi berat (n=139, 98,8), muntah persisten dan
letargi/iritabilitas (tabel 2). Hampir semua dokter anak mengobati dehidrasi sedang-berat dengan
cairan IV (PG n=54, 98,2%; GP n=74,92,9%). Terapi rehidrasi oral atau tanpa hidrasi dilakukan
pada anak dengan dehidrasi ringan oleh kedua kelompok PG dan GP.

Antiemetik diresepkan untuk >50% anak dengan GEA oleh 87,3% (n=48)PG dan 96,6% (n=85)
GP (p>0,05). Domperidone merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati
muntah oleh 57,4% (n=31) PG dan 57,1% (n=51) of GP. Ondansetron digunakan oleh 22,2% PG
dan7,0% GP. Trimebutine digunakan lebih sering oleh GP (73,3%) disbanding oleh PG (27,3%).
Antasida diresepkan pada anak dengan nyeri perut dan muntah oleh 5,6% PG dan 8,1% GP.
Proton-pump inhibitor diresepkan untuk nyeri perut dan muntah oleh 7,3% PG dan 4,6% GP.

Probiotik merupakan agen antidiare yang paling sering diresepkan oleh 89,1% PG dan 100% GP
(p<0,05). Saccharomyces boulardii dan Lactobacillus rhamosus GG merupakan probiotik yang
paling sering diresepkan untuk diare oleh 87,8% PG dan 80,2% GP. Probiotik lain yang
seringdiresepkan oleh GP adalah Medilac DSⓇ (Hammi, Seoul, Korea), Bacilpedi powderⓇ
(Sama Pharm Co., Ltd., Wonju, Korea), LacterolⓇ (Dong-Wha Pharm Co., Ltd., Seoul, Korea),
AntibioⓇ (Han Wha Pharma Co., Ltd., Seoul, Korea). Smectit lebih sering diresepkan oleh GP
(64,4% dibandingkan oleh PG (14,6%). Rececadotril diresepkan oleh 27,3% PG dan 19,6% GP.
Loperamide diresepkan oleh 5,5% PG dan 18,4% gp. Zinc diresepkan oleh 31,5% PG dan 23,5%
GP.

Terdapat 22,2% PG dan 12,8 GP terkonfirmasi meresepkan antibiotik. Kebanyakan PG (77,8%)


dan GP (87,2%) mengaku tidak meresepkan antibiotik untuk mengbati GEA. Indikasi tersering
pemberian antibiotik pada GEA adalah adanya darah pada feses (73,5% PG dan 76,3% GP)
(P>0,05%).

Perubahan diet lebih sering direkomendasikan oleh GP (n=15, 27,3%) (p<0,05%, 95%
confidence interval). Kami melihat bahwa 80,0% (n=44) PG dan 66,7% (n=57) GP tidak
merekomendasikan “nil per os” (NPO) status pada anak. NPO direkomendasikan oleh 20% PG
dan 27,9% GP.

Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi agen etiologi yang berhubungan dengan GEA
dilakukan oleh 83,6% PG dan 88,4% GP saat anak dirawat inap. Pemeriksaan virus pada feses
menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan kultur feses lebih sering dilakukan oleh PG
disbanding oleh GP. Kedua grup PG dan GP memberikan hasil yang sama pada pemeriksaan uji
antigen rotavirus dan fecal occult blood test.

Tingkat terjadinya komplikasi terkait GEA pada anak yang diobati oleh PG (65,4%) lebih tinggi
dibanding pada anak yang diobati oleh GP (26,7%) (p<0,05). Sindrom uremia hemolitik, sepsis,
shock hipovolemi, gagal ginjal, glumerulonefritis, kejang, methemoglobinemia, intussusepsi,
appendicitis akut dan urtikaria menjadi komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak tersebut.

DISKUSI
Penelitian survey ini mencari metode/praktik diagnosis dan managemen GEA yang paling sering
digunakan oleh anggota KSPGHAN, khususnya berfokus pada perbedaan praktik yang
digunakan oleh PG dan GP. Dokter anak diseluruh Negara korea berpartisipasi pada survey ini,
dan kebanyakan responden yang menjawab kuisioner telah menjadi dokter anak selama 5-10
tahun. Tidak ada perbedaan durasi praktik klinis tersebut antara PG dan GP. Sehingga, hasil
penelitian ini dapat menjadi representasi pola diagnosis dan managemen GEA yang dilakukan
oleh dokter anak di Korea. Anggota KSPGHAN berisi subspesialis seperti PG yang terakreditasi
oleh Society of Korean Pediatrics. Survey ini berisi respon dari 55 PG dan 87 GP. Kebanyakan
PG bekerja pada RS sekunder dan tersier.

Terdapat kesamaan antara PG dan GP dalam melakukan diagnosis, indikasi masuk RS dan terapi
hidrasi yang digunakan sebagai tatalaksana GEA pada anak. Kedua kelompok PG dan GP
mempertimbangkan muntah dan/atau diare sebagai presentasi/gejala klinis primer GEA pada
anak.
Sehubungan dengan indikasi rawat inap, PG lebih menganjurkan rawat inap pada anak dengan
penyakit kronik. Anak dengan kondisi penyakit kronik atau sedang dalam pengobatan lain dapat
mengalami infeksi diare yang lebih berat dan berkepanjangan atau memiliki resiko lebih tinggi
mendapat infeksi oportunistik. Maka dari itu, PG lebih merekomendasikan rawat inap pada anak
dengan penyakit kronik yang mendasari terjadinya gejala diare, karena 66% PG bekerja pada
rumah sakit tersier. Di Seoul, 313 anak dirawat inap di RS dengan diagnosa GEA dengan
beberapa diantaranya tanpa gejala diare ataupun muntah, dan dengan derajat muntah yang
berbeda pada tiap anak. Penelitian lain yang dilakukan di 31 RS menjelaskan bajwa 57.5% anak
yang dirawat dengan GEA sebenarnya tidak memerlukan perawatan inap. Sehingga, diperlukan
adanya penelitian mengenai guideline/pedoman indikasi rawat inap yang diikuti dokter anak
korea.

Pada guideline menganjurkan ORT (oral rehydration therapy) atau terapi rehidrasi oral pada anak
dengan dehidrasi ringan sedang; namun, guideline tersebut mungkin tidak selalu dilakukan
dengan benar pada praktik klinis sehari-hari. ORT telah terbukti sama efektifnya dengan
rehidrasi IV pada anak dengan dehidrasi ringan sedang dan secara ekonomi lebih murah.
Penelitian lain yang dilakukan pada dokter IGD menjelaskan bahwa 34% dokter tersebut
memilih memberikan ORT pada populasi pasien dengan dehidrasi ringan sedang, dan 66%
dokter anak memilih menggunakan hidrasi IV untuk menangani dehidrasi. Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian di Italia dimana 74.0% anak dengan GEA mendapat rehidrasi IV. Dari
penemuan di atas, (ORT hanya dilakukan oleh sedikit dokter anak untuk menangani dehidrasi)
mungkin berkeitan dengan kuisioner yang kurang jelas membedakan ORT dan hidrasi IV.

ORT merupakan terapi lini pertama untuk menangani dehidrasi ringan sedang pada anak dengan
GEA. Penelitian systematic review yang menyelidiki managemen hidrasi pada anak dengan GEA
menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan lama rawat inap antara anak yang diberi rehidrasi IV
dan ORT. Phlebitis dan ileus paralitic menjadi efek buruk tersering yang berhubungan dengan
pemberian hidrasi IV. Orang tua dan dokter IGD lebih memilih pemberian terapi cairan IV untuk
mengobati dehidrasi ringan sedang saat anak dengan muntah sebagai gejala utama. Hidrasi IV
lebih dipilih dibanding ORT untuk menangani dehidrasi, yang mencerminkan juga mudahnya
akses terhadap pelayanan kesehatan di korea. Tidak terdapat laporan mengenai komplikasi yang
berkaitan dengan hidrasi IV pada survey ini. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan
pendekatan hidrasi yang paling optimal berdasarkan derajat dehidrasi pada anak dengan GEA.
Selain itu, alasan dokter anak korea lebih memilih hidrasi IV harus diteliti lebih lanjut.

Pada penelitian ini menunjukkan beberapa perbedaan signifikan pada managemen gejala anak
dengan GEA. Guideline klinis tidak menganjurkan pemberian antiemetik pada anak dengan
GEA. Penelitian di Italia melaporkan bahwa hanya sedikit anak yang diresepkan antiemetik di
Italia, meskipun 70% populasi penelitian tersebut memiliki gejala muntah. Pada penelitin ini,
87,5% PG dan 96,4% GP meresepkan antiemetic pada >50% anak dengan GEA, dengan
domperidone dan trimebutine sebagai obat yang paling sering digunakan. Guideline oleh
ESPGHAN / European Society for Paediatric Infectious Diseases merekomendasikan pemberian
terapi ondansetron untuk mengurangi resiko terjadinya muntah persisten pada anak dengan GEA.
Di Eropa, domperidone juga sering dipilih sebagai antiemetic. Beberapa penelitian lain juga
melaporkan penggunaan domperidon, namun penelitian tersebut memiliki jumlah sampel yang
sedikit dan kualitas metodologi yang kurang baik juga hasil yang inkonsisten. Namun,
domperidon saat ini tidak dijual di Amerika. Kebanyakan dokter anak Korea meresepkan
domperidon untuk menangani muntah pada GEA, meskipun ondansetron juga merupakan salah
satu pilihan obat untuk menangani GEA, hanya 7% GP yang menggunakan ondansetron dalam
menangani GEA. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mencari lebih lanjut indikasi dan efek
buruk pemberian domperidon dan ondansetron.
Probiotik sering diresepkan oleh kedua kelompok PG dan GP untuk mengurangi durasi diare.
Probiotik sebagai terapi lini pertama pada GEA bersamaan dengan pemberian rehidrasi. Namun,
efek menguntungkan probiotik bergantung pada strain bakterinya; data mengenai strain bakteri
tersebut belum cukup. Survey saat ini menunjukkan 89,1% PG dan 100% GP meresepkan
probiotik dan Saccharomyces boulardii dan Lactobacillus rhamnosus GG sebagai probiotik yang
paling sering diresepkan. Agen antisdiare lain yang sering diresepkan juga berupa smectite,
racecadotril, loperamide, dan zinc. Smectite lebih sering diresepkan oleh GP, dan racecadotril
oleh PG.
Meskipun diet BRAT yang berisi Banana (Pisang), Rice (nasi), Applesauce (saus apel) dan Toast
(Roti) tidak lagi dipromosikan karena kandungan energy, protein dan lemak yang rendah, namun
makanan tersebut dapat ditambahkan kedalam diet pada anak untuk menambah konsistensi pada
feses. Perubahan diet yang tidak sesuai pada anak berhubungan dengan usia, jumlah episode
diare dan episode muntah. Perubahan diet dan penarikan susu tidak dianjurkan oleh semua
guideline atau pedokam praktik klinis manapun. Formula bebas laktosa dapat diberikan pada
anak dengan diare >7hari. Pada penelitian saat ini, perubahan diet direkomendasikan oleh 27,3%
PG dan 58,9% GP. Angka perubahan diet pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya di Italia.
Antibiotic tidak rutin direkomendasikan untuk menangani GEA pada anak. Kebanyakan
guideline / pedoman praktik klinis merekomendasikan pendekatan berdasarkan pathogen, dan
antibiotic hanya diberikan pada situasi spesifik seperti pada bayi <3 bulan, anak dengan kondisi
kronik atau imunodefisiensi, dan anak anak yang tinggal dalam komunitas untuk mengurangi
resiko penyebaran infeksi. Pada penelitian ini, kuisioner berisi frekuensi dan indikasi peresepan
antibiotic. Didapatkan bahwa 75% dokter anak meresepkan antibiotik hanya pada anak dengan
darah di feses dan demam tinggi. Penelitian prospektif perlu dilakukan untuk menilai
managemen GEA pada anak anak Korea dengan mengelompokkan populaso pasien untuk
mendapatkan pemahaman lanjut mengenai pola penanganan GEA dan mendapat
guideline/pedoman yang lebih spesifik.
Pada penelitian saat ini, >50% responden menjawaB untuk mengidentifikasi agen etiologi GEA
hanya dilakukan pada anak yang mendapat rawat inap. Uji mikrobiologi seperti antigen
rotavirus, PCR virus dan bakteri, dan kultur feses lebih sering dilakukan oleh PG dibandingkan
GP; namun perbedaan nya secara statistik tidak signifikan.
Berdasarkan pertanyaan pilihan ganda mengenai waktu yang diperlukan dalam pemulihan GEA,
60% PG dan 54,7% GP melaporkan adanya perbaikan gejala dalam beberapa hari, yang
mengindikasikan bahwa >50% kasus mengalami perbaikan dalam beberapa hari. Analisis
penyebab perlu dilakukan diantara GP yang meggunakan bebrapa obat atau perubahan diet untuk
menangani diare. Berdasarkan komplikasi GEA, 69,1% PG dan 26,7% GP melaporkan
terjadinya komplikasi GEA. Komplikasi yang dilaporkan kedua kelompok hamper sama, dan
yang paling sering yaitu sindrom uremia hemolitik.
Kekurangan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya berdasarkan survey, tingkat keakuratan
respon kuisioner bergantung pada memori responden. 2. Hanya 35,3% anggota KSPGHAN yang
memberi respon terhadap survey ini 3. Managemen GEA berbeda tergantung pada usia anak dan
penyebabnya; namun, penelitian ini tidak menilai managemen GEA berdasarkan usia anak dan
penyebabnya pada populasi.

Kesimpulannya, survey ini menilai managemen GEA pada anak dengan hasil berupa indikasi
rawat inap dan metode rehidrasi yang mirip antara GP dan PG, dengan hidrasi IV sebagai strategi
rehidrasi utama yang digunakan oleh dokter anak di Korea. Terapi simptomatik termasuk
pemberian antiemetic dan antidiare llebih sering diberikan oleh GP dibandingkan oleh PG di
Korea.

Anda mungkin juga menyukai