Anda di halaman 1dari 16

MATERI PERTEMUAN 5

KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (TAHAP KELUARGA


SEJAHTERA DAN KEMISKINAN)
Dosen : Marianty A. Sangkai, S.Pd, M.Kes

S1 Keperawatan Tingkat 3B

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
2.1 Definisi Keluarga Sejahtera
Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan
yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang /maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi,
dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Kesejahteraan keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran saja, melainkan
juga harus secara keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang berarti dengan
kemampuan itulah dapat menuju keselamatan dan ketentraman hidup. Dalam  rencana
pembangunan nasional memberikan petujuk bahwa pembangunan  keluarga sejahtera 
diarahkan pada terwujudnya keluarga sebagai wahana persmian nilai-nilai luhur
budaya bangsa guna meningkatkan kesejahteraan keluarga serta membina ketahanan
keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. UU No.10/1992 pasal 3
ayat 2 menyebutkan bahwa pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada
pembangunan ku kualitas keluarga yang bercirikan kemandirin, ketahanan keluarga
dan kemandirian kelauarga .

2.2 Tujuan Keluarga Sejahtera


Bertujuan untuk mengembangkan keluarga agar timbul rasa aman, tentram dan
harapan masa depan yang lebih baik merupakan salah satu pembentuk ketahanan
keluarga dalam membangun  keluarga sejahtera.

2.3 Tahapan Keluarga Sejahtera


Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah mengadakan program yang
disebut dengan Pendataan Keluarga. Yang mana pendataan ini bertujuan untuk
memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka program
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Adapun pentahapan keluarga sejahtera 5
tersebut ialah sebagai berikut:
2.3.1 Keluarga pra sejahtera (KPS)
4

4
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need)
secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan
dan KB.
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga
2) Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah atau berpergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2.3.2 Keluarga Sejahtera I (KS I)
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti
kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi.
Pada keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan
sosial psikologi belum terpenuhi yaitu :
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
2) Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau telur.
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
6) Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf latin.
8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
2.3.3 Keluarga Sejahtera II (KS II)
6

Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya, juga


telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi. Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik dan
sosial psikologis telah terpenuhi (a s/d n telah terpenuhi) namun kebutuhan
pengembangan belum yaitu :
1) Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
2) Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
3) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini
dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
5) Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.
6) Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai kondisi
daerah.
2.3.4 Keluarga Sejahtera III (KS III)
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan
sosial psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan
sumbangan yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan.
2.3.5 Keluraga Sejahtera III plus (KS-III plus)
Keluarga sejahtera III plus yaitu kelurga yang mampu memenuhi keseluruhan
dari 6 (Enam) indicator tahapan KS I, 8 (Delapan) indicator KS II, 5 (lima) indicator
KS III, serta 2 (dua) indicator tahapan KS III plus.
2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan
2.4.1 Faktor Intern Keluarga
2.4.1.1 Jumlah anggota keluarga
Pada zaman seperti sekarang ini tuntutan keluarga semakin meningkat
tidak hanya cukup dengan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan,
pendidikan, dan saran pendidikan) tetapi kebutuhan lainya seperti
hiburan, rekreasi, sarana ibadah, saran untuk transportasi dan
7

lingkungan yang serasi. Kebutuhan diatas akan lebih memungkinkan


dapat terpenuhi jika jumlah anggota dalam keluarga sejumlah kecil.
2.4.1.2  Tempat tinggal
Suasana tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan keluarga.
Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan selera keindahan
penghuninya, akan lebih menimbulkan suasana yang tenang dan
mengembirakan serta menyejukan hati. Sebaliknya tempat tinggal
yang tidak teratur, tidak jarang meninbulkan kebosanan untuk
menempati. Kadang-kadang sering terjadi ketegangan antara anggota
keluarga yang disebabkan kekacauan pikiran karena tidak memperoleh
rasa nyaman dan tentram akibat tidak teraturnya sasaran dan keadaan
tempat tinggal.
2.4.1.3  Keadaan sosial ekonomi kelurga.
Untuk mendapatkan kesejahteraan kelurga alasan yang paling kuat
adalah keadaan sosial dalam keluarga. Keadaan sosial dalam keluarga
dapat dikatakan baik atau harmonis, bilamana ada hubungan yang baik
dan benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa kasih sayang antara
anggota keluarga.manifestasi daripada hubungan yang benar-benar
didasari ketulusan hati dan rasa penuh kasih sayang, nampak dengan
adanya saling hormat, menghormati, toleransi, bantu-membantu dan
saling mempercayai.
2.4.1.4 Keadaan ekonomi keluarga.
Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan sumber-sumber yang
dapat meningkatkan taraf hidup anggota kelurga makin terang pula
cahaya kehidupan keluarga. (BKKBN, 1994 : 18-21). Jadi semakin
banyak sumber-sumber keuangan/ pendapatan yang diterima, maka
akan meningkatkan taraf hidup keluarga. Adapun sumber-sumber
keuangan/ pendapatan dapat diperoleh dari menyewakan tanah,
pekerjaan lain diluar berdagang, dsb.
2.4.2 Faktor ekstern
8

Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus dikembangan terjadinya


kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota keluarga perlu di hindarkan,
karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan kenyamanan kehidupan dan
kesejahteraan keluarga.

2.5 Indikator Kesejahteraan Keluarga


Untuk mengukur tingkat kesejahteraan, telah dikembangkan beberapa
indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan. Sedangkan untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang tingkat kesejahteraan akan
digunakan beberapa indikator yang telah digunakan oleh BKKBN. Indikator ini
berdasarkan pendataan keluarga tahun 2000, adapun beberapa indikator tersebut
adalah sebagai berikut :
2.5.1 Keluarga Pra Sejahtera :
Keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera
2.5.2  Keluarga Sejahtera I
2.5.2.1 Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing
2.5.2.2 Makan dua kali sehari atau lebih.
2.5.2.3 Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.
2.5.2.4 Lantai rumah bukan dari tanah.
2.5.2.5 Jika anak sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan.
2.5.3   Keluarga Sejahtera II
2.5.3.1 Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama
yang dianut masing-masing.
2.5.3.2 Minimal seminggu sekali keluarga tersebut menyediakan daging/ ikan/
telur sebagai lauk pauk.
2.5.3.3 Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir.
2.5.3.4 Luas lantai tiap penghuni rumah satu 8 m².
2.5.3.5 Anggota keluarga sehat dalam keadaan tiga bulan terakhir, sehingga
dapat menjalankan fungsi masing-masing.
9

2.5.3.6 Keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.


2.5.3.7 Bisa baca tulis latin bagi anggota keluarga dewasa yang berumur 10-
60 tahun.
2.5.3.8 Seluruh anak yang berumur 7-15 tahun bersekolah pada saat ini.
2.5.3.9 Anak hidup dua atau lebih dan saat ini masih memakai alat
kontrasepsi.
2.5.4  Keluarga Sejahtera III
2.5.4.1 Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
2.5.4.2 Keluarga mempunyai tabungan.
2.5.4.3 Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari.
2.5.4.4 Turut serta dalam kegiatan masyarakat.
2.5.4.5 Keluarga mengadakan rekreasi bersama minimal sekali dalam 6 bulan.
2.5.4.6 Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/ radio/ televisi/
majalah.
2.5.4.7 Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.
2.5.5  Keluarga Sejahtera III Plus
2.5.5.1 Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan
sosial masyarakat dalam bentuk materi.
2.5.5.2 Aktif sebagai pengurus yayasan/ instansi.

2.6 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang amat kompleks dan tidak sederhana
penanganannya. Kemiskinan terkait dengan masalah kekurangan pangan dan gizi,
keterbelakangan pendidikan, kriminalisme, pengangguran, prostitusi. dan masalah‐
masalah lain yang bersumber dari rendahnya tingkat pendapatan perkapita penduduk.
Menurut Mulyono (2006) kemiskinan berarti ketiadaan kemampuan dalam
seluruh dimensinya. Kemiskinan menurut penyebabnya terbagi menjadi 2 macam.
Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor‐
faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau
sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan
10

kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau sedikitnya bisa dikurangi
dengan mengabaikan faktor‐faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan
ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu
kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok
masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya
mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk
mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan
atau dengan perkataan lain ”seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin
karena mereka miskin” (Analisis dan Penghitungan Tingkat kemiskinan, BPS).
Kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan  menjadi dua, relatif (Relative
Poverty) dan kemiskinan absolut (Absolute Poverty).
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun
berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus
pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan
terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran
kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran
penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu
hadir bersama kita”. Selanjutnya, kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan,
sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup
dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial
dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal
dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut mampu
membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut menjadi penting
saat akan menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antarwaktu, atau
11

11

memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian


kredit skala kecil).
Masalah kemiskinan menjadi perhatian utama di berbagai negara. Salah satu
aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah
tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang
baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap
kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan
target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka. Saat ini,
berbagai sumber menginformasikan tentang angka kemiskinan di Indonesia dengan
angka yang bervariasi, hal ini disebabkan oleh perbedaan dari definisi garis
kemiskinan yang dipakai sebagai garis kemiskinan (Muljono, 2006). Definisi miskin
memiliki beberapa versi  tergantung pada instansi yang menjadi rujukan.

2.7 Konsep Kemiskinan Menurut BKKBN ( Badan Kependudukan dan


Keluarga Berencana Nasional )
BKKBN mendefinisikan miskin berdasarkan konsep/pendekatan kesejahteraan
keluarga, yaitu dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu
keluarga prasejahtera (KPS), keluarga sejahtera I (KS‐I), keluarga sejahtera II (KS ‐
II), keluarga sejahtera III (KS‐III), dan keluarga sejahtera III plus (KS‐III Plus).
Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan dengan menggunakan 21 indikator sesuai
dengan pemikiran para pakar sosiologi dalam membangun keluarga sejahtera dengan
mengetahui faktor‐faktor dominan yang menjadi kebutuhan setiap keluarga. Faktor‐
faktor dominan tersebut terdiri dari (1) pemenuhan kebutuhan dasar; (2) pemenuhan
kebutuhan psikologi; (3) kebutuhan pengembangan; dan (4) kebutuhan aktualisasi diri
dalam berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Dalam hal ini, kelompok
yang dikategorikan penduduk miskin oleh BKKBN adalah KPS) dan KS‐I.
Kelompok inilah yang kemudian menjadi bagian dari target BKKBN dalam
upaya penanggulangan kemiskinan, yang salah satunya adalah melalui penyediaan
alat/obat kontrasepsi (alokon) gratis bagi masyarakat miskin.
13

Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan


dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan pokok (pangan), sandang, papan,
kesehatan, dan pengajaran agama. Mereka yang dikategorikan sebagai KPS adalah
keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 (enam) kriteria KS‐I. Selanjutnya,
KS‐I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar,
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu satu atau lebih
indikator pada tahapan KS‐II.

2.8 Indikator Kemiskinan


Adapun indikator kemiskinan, yaitu sebagai berikut :
1) Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal
usaha.
2) Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal
usaha.
3) Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar
karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan.
4) Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas, barusaha apa saja.
5) Kebanyakan yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai
keterampilan

2.9 Faktor Penyebab Kemiskinan


Menurut faktor yang melatarbelakanginya, akar penyebab kemiskinan dapat di
bedakan menjadi dua kategori, yaitu :

2.9.1 Kemiskinan Alamiah


Yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka
jumlahnya dan karena tingkat perkembangan teknologi yang rendah. Artinya faktor-
faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami
14

memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam
masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain.
2.9.2 Kemiskinan Buatan
Yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat
anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-
fasilitas secara merata. Menurut Selo Soemardjan (1980), yang dimaksud dengan
kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang di derita oleh suatu golongan
masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya kalaupun terjadi
sifatnya lamban sekali apa yang disebut mobilitas sosial vertikal. Menurut pendekatan
struktural, faktor penyebabnya adalah terletak pada kungkungan struktural sosial
yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidup
mereka.
Ciri lain dari kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat
pihak si miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya. Menurut Mohtar Mas’ud,
adanya ketergantungan inilah yang selama ini besar dalam memerosotkan
kemampuan si miskin untuk bargaining dalam dunia hubungan sosial yang sudah
timpang antara pemilik tanah dan penggarap, antara majikan dan buruh.

2.10 Dampak Kemiskinan


Kemiskinan memang dapat menyebabkan beragam masalah tapi untuk sekarang
masalah yang paling penting adalah bagaimana caranya agar anak-anak kecil yang
sama sekali tidak mampu dapat bersekolah dengan baik seperti anak-anak lainnya.
Dampak dari kemiskinan antara lain adalah sebagai berikut:

2.10.1 Pengangguran
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki
penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki
penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Pengangguran
15

telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan
dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran
rata-rata. Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya
tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang
terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan (growth). Ketika terjadi
krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang
melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji
karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus
dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK (Putus Hubungan Kerja).
2.10.2 Ekonomi
Masalah ekonomi menyangkut masalah kerumahtanggaan penduduk dalam
memenuhi kebutuhan materinya. Masalah ini terbagi kedalam beberapa aspek yaitu
aspek kuantitas, kualitas penduduk, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia,
komunikasi dan transportasi, kondisi dan lokasi geografi. Ditinjau dari segi kuantitas
penduduk Indonesia, memiliki kekuatan ekonomi yang bisa dikembangkan terutama
dengan jumlah penduduk yang banyak. Tapi kemiskinan menjadikan penduduk tidak
memiliki kekuatan dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Kemudian
kemiskinan menjadikan penduduk seolah menunjukan kelemahanya sebagai
konsumen dalam berbagai produksi.
2.10.3 Kekerasan
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek
dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan
yang benar dan halal. Ketika tidak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan
dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan, misalnya
dengan merampok, menodong, mencuri, dan menipu.

2.10.4 Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa
ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi
menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia
16

pendidikan yang sangat mahal itu, sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu
kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak
pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi
kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan
menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era
globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
2.10.5 Kesehatan
Banyak orang-orang miskin terkena penyakit tapi mereka sulit untuk berobat
ke dokter karena mahal, walapun pemerintah sudah memberikan kartu kemiskinan
sebagai alat untuk membantu masyarakat miskin, tapi itu tidak menjamin mereka
mendapatkan pelayanan yang baik ketika di rumah sakit ataupun puskesmas, karena
biasanya orang yang memakai kartu kesehatan itu di bedakan pelayanannya dengan
orang yang membayar uang tunai ketika berobat. Selain itu kemiskinan dapat
mengganggu kesejahteraan masyarakat, dan itu sangat tampak dari adanya rumah
kumuh di pinggiran sungai, adanya penyakit busung lapar. Jika pemerintah tidak
mengatasi masalah kemiskinan secepat mungkin, mungkin kemiskinan akan
bertambah terus-menerus.

2.11 Upaya Pengentasan Kemiskinan


Strategi dan program untuk menangani kemiskinan memang terus di bahas oleh
pemerintah secara umum, program strategis yang dapat dijalankan untuk
menanggulangi kemiskinan adalah :
2.11.1 Membuka peluang dan kesempatan berusaha bagi orang miskin untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi.
2.11.2 Kebijakan dan program untuk memberdayakan kelompok miskin.
Kemiskinan memiliki sifat multidimensional, oleh karena itu maka
penanggulangannya tidak cukup hanya menggunakan pendekatan ekonomi,
akan tetapi juga mengandalkan kebijakan dan program dibidang sosial,
politik, hukum, dan kelembagaan. Selama ini pendekatan pemerintah dalam
mengatasi kemiskinan baik di tingkat nasional, regional, maupun lokal
16

umumnya adalah dengan menerapkan pendekatan ekonomi semata. Ada


kesan kuat bahwa dimata pemerintah masalah kemiskinan sepertinya hanya
dipahami sebagai sebuah persoalan kekurangan pendapatan. Kelihatan pula
di berbagai program yang dilaksanakan pemerintah umunya hanya berusaha
memberikan bantuan di bidang permodalan.
2.11.3 Kebijakan dan program yang melindungi kelompok miskin.
2.11.4 Kebijakan dan program untuk memutus pewarisan kemiskinan antar
generasi, hak anak dan peranan perempuan. Kemiskinan seringkali
diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Karena itu, rantai
pewarisan kemiskinan harus di putus. Meningkatkan pendidikan dan
peranan perempuan dalam keluarga adalah salah satu kunci memutus rantai
kemiskinan.
2.11.5 Kebijakan dan program penguatan Otonomi Desa dapat menjadi ruang
yang memungkinkan masyarakat desa dapat menanggulangi sendiri
kemiskinannya
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat yang akan berpengaruh besar terhadap kinerja pembangunan dalam
mendukung program-program pemerintah. Dari keluarga yang sejahtera ini, maka tata
kehidupan berbangsa dan bernegara akan dapat melahirkan ketentraman, keamanan,
keharmonisan, dan kedamaian. Dengan demikian, kesejahteraan keluarga menjadi
salah satu tolak ukur dan barometer dalam pembangunan dengan program-program
pemerintah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan dan kesejahteraan keluarga adalah
suatu keadaan sejahtera dalam suatu keadaan fisik, mental, dan sosial. Dan juga
keluarga adalah sekelompok orang yang berkumpul dan tinggal bersama dalam satu
atap, sehingga dapat membentuk suatu keluarga yang sejahtera yang berdasarkan atas
perkawinan yang sah yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga tersebut.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penulisan ini adalah :
3.2.1 Para pembaca diharapkan dapat mengetahui definisi keluarga sehat, sehingga
dapat lebih memahami pengertian keluarga secara lebih mendalam.
3.2.2 Dengan adanya pembahasan tentang keluarga sehat dan sejahtera serta
indikator-indikator penilaian sehat dan sejahtera dalam penulisan ini,
harapannya pembaca dapat ikut berpartisipasi mewujudkan keluarga sehat dan
sejahtera.
3.2.3 Harapannya peranan keluarga dapat lebih dimaknai, setelah membaca tulisan
yang membahas tentang keluarga .
3.2.4 Setalah pembaca membaca tulisan keluarga sehat dan sejahtera ini, semoga
dapat diterapkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, Anatomi Kemiskinan Dan Strategi Penanganannya (Malang:
InTRANS Publishing, 2013), 8-11
Badan Pusat Statistik (BPS), Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia
Tahun 2011 (BPS: CV. Nario Sari, 2011), 19-20
Dadang Setiawan. 17 Oktober 2010 (11:59), Kemiskinan Latar Belakang, Dampak
Dan Pemecahan, 9 Juli 2010
Elly M. Setiadi, Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya Cet ke-2
(Jakarta: kencana, 2011),791

Anda mungkin juga menyukai