S1 Keperawatan Tingkat 3B
4
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need)
secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan
dan KB.
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga
2) Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah atau berpergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2.3.2 Keluarga Sejahtera I (KS I)
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti
kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi.
Pada keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan
sosial psikologi belum terpenuhi yaitu :
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
2) Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau telur.
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
6) Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf latin.
8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
2.3.3 Keluarga Sejahtera II (KS II)
6
2.6 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang amat kompleks dan tidak sederhana
penanganannya. Kemiskinan terkait dengan masalah kekurangan pangan dan gizi,
keterbelakangan pendidikan, kriminalisme, pengangguran, prostitusi. dan masalah‐
masalah lain yang bersumber dari rendahnya tingkat pendapatan perkapita penduduk.
Menurut Mulyono (2006) kemiskinan berarti ketiadaan kemampuan dalam
seluruh dimensinya. Kemiskinan menurut penyebabnya terbagi menjadi 2 macam.
Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor‐
faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau
sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan
10
kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau sedikitnya bisa dikurangi
dengan mengabaikan faktor‐faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan
ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu
kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok
masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya
mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk
mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan
atau dengan perkataan lain ”seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin
karena mereka miskin” (Analisis dan Penghitungan Tingkat kemiskinan, BPS).
Kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan menjadi dua, relatif (Relative
Poverty) dan kemiskinan absolut (Absolute Poverty).
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun
berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus
pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan
terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran
kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran
penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu
hadir bersama kita”. Selanjutnya, kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan,
sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup
dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial
dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal
dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut mampu
membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan absolut menjadi penting
saat akan menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antarwaktu, atau
11
11
memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam
masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain.
2.9.2 Kemiskinan Buatan
Yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat
anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-
fasilitas secara merata. Menurut Selo Soemardjan (1980), yang dimaksud dengan
kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang di derita oleh suatu golongan
masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya kalaupun terjadi
sifatnya lamban sekali apa yang disebut mobilitas sosial vertikal. Menurut pendekatan
struktural, faktor penyebabnya adalah terletak pada kungkungan struktural sosial
yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidup
mereka.
Ciri lain dari kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat
pihak si miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya. Menurut Mohtar Mas’ud,
adanya ketergantungan inilah yang selama ini besar dalam memerosotkan
kemampuan si miskin untuk bargaining dalam dunia hubungan sosial yang sudah
timpang antara pemilik tanah dan penggarap, antara majikan dan buruh.
2.10.1 Pengangguran
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki
penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki
penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Pengangguran
15
telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan
dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran
rata-rata. Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya
tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang
terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan (growth). Ketika terjadi
krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang
melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji
karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus
dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK (Putus Hubungan Kerja).
2.10.2 Ekonomi
Masalah ekonomi menyangkut masalah kerumahtanggaan penduduk dalam
memenuhi kebutuhan materinya. Masalah ini terbagi kedalam beberapa aspek yaitu
aspek kuantitas, kualitas penduduk, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia,
komunikasi dan transportasi, kondisi dan lokasi geografi. Ditinjau dari segi kuantitas
penduduk Indonesia, memiliki kekuatan ekonomi yang bisa dikembangkan terutama
dengan jumlah penduduk yang banyak. Tapi kemiskinan menjadikan penduduk tidak
memiliki kekuatan dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Kemudian
kemiskinan menjadikan penduduk seolah menunjukan kelemahanya sebagai
konsumen dalam berbagai produksi.
2.10.3 Kekerasan
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek
dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan
yang benar dan halal. Ketika tidak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan
dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan, misalnya
dengan merampok, menodong, mencuri, dan menipu.
2.10.4 Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa
ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi
menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia
16
pendidikan yang sangat mahal itu, sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu
kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak
pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi
kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan
menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era
globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
2.10.5 Kesehatan
Banyak orang-orang miskin terkena penyakit tapi mereka sulit untuk berobat
ke dokter karena mahal, walapun pemerintah sudah memberikan kartu kemiskinan
sebagai alat untuk membantu masyarakat miskin, tapi itu tidak menjamin mereka
mendapatkan pelayanan yang baik ketika di rumah sakit ataupun puskesmas, karena
biasanya orang yang memakai kartu kesehatan itu di bedakan pelayanannya dengan
orang yang membayar uang tunai ketika berobat. Selain itu kemiskinan dapat
mengganggu kesejahteraan masyarakat, dan itu sangat tampak dari adanya rumah
kumuh di pinggiran sungai, adanya penyakit busung lapar. Jika pemerintah tidak
mengatasi masalah kemiskinan secepat mungkin, mungkin kemiskinan akan
bertambah terus-menerus.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penulisan ini adalah :
3.2.1 Para pembaca diharapkan dapat mengetahui definisi keluarga sehat, sehingga
dapat lebih memahami pengertian keluarga secara lebih mendalam.
3.2.2 Dengan adanya pembahasan tentang keluarga sehat dan sejahtera serta
indikator-indikator penilaian sehat dan sejahtera dalam penulisan ini,
harapannya pembaca dapat ikut berpartisipasi mewujudkan keluarga sehat dan
sejahtera.
3.2.3 Harapannya peranan keluarga dapat lebih dimaknai, setelah membaca tulisan
yang membahas tentang keluarga .
3.2.4 Setalah pembaca membaca tulisan keluarga sehat dan sejahtera ini, semoga
dapat diterapkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, Anatomi Kemiskinan Dan Strategi Penanganannya (Malang:
InTRANS Publishing, 2013), 8-11
Badan Pusat Statistik (BPS), Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia
Tahun 2011 (BPS: CV. Nario Sari, 2011), 19-20
Dadang Setiawan. 17 Oktober 2010 (11:59), Kemiskinan Latar Belakang, Dampak
Dan Pemecahan, 9 Juli 2010
Elly M. Setiadi, Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya Cet ke-2
(Jakarta: kencana, 2011),791