Anda di halaman 1dari 2

Kemampuan para khalifah yang tidak cakap

Masa kejayaan Islam di Spanyol dimulai dari periode Abd. Rahman III yang kemudian
dilanjutkan oleh putranya, yaitu Hakam. Sang penguasa cinta ilmu pengetahuan dan
kolektor buku serta pendiri perpustakaan (K.Ali, 1981: 311). Pada masa kedua penguasa
tersebut, keadaan politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan.

Namun, keadaan negara yang stabil dan penuh kemajuan ini tidak bertahan lagi setelah
Hakam II wafat dan digantikan oleh Hisyam II yang baru berusia 11 tahun (K. Ali, 1981:
311). Dalam usia yang sangat muda ini, ia diharuskan memikul tanggung jawab yang
amat besar.

Karena tidak mampu mengendalikan roda pemerintahan, jalannya pemerintahan


dikendalikan oleh ibunya dengan dibantu oleh Muhammad Ibn Abi Umat yang bergelar
Hajib Al-Mansur yang ambisius dan haus kekuasaan. Sejak itulah, khalifah hanya
dijadikan sebagai boneka oleh Al-Mansur dan para penggantinya.

Ketika Al-Mansur wafat, ia diganti oleh anaknya, yaitu Abd. Malik Al-Muzaffar dan
pengganti Al-Muzaffar adalah Abd. Rahman, seorang penguasa yang tidak punya
kecakapan, gemar berfoya-foya. Ia tidak disenangi rakyatnya, sehingga negara menjadi
tidak stabil dan lambat laun mengalami kemunduran.

Konflik Islam dan Kristen


Setelah menaklukkan Spanyol, para penguasa muslim tidak menjalankan kebijakan
Islamisasi secara sempurna. Penduduk Spanyol dibiarkan memeluk agamanya,
mempertahankan hukum dan tradisi mereka. Penguasa Islam hanya mewajibkan mereka
membayar upeti, dan tidak memberontak.

Kebijakan ini ternyata menjadi bumerang. Penduduk Spanyol menggalang kekuatan


untuk melawan penguasa Islam. Pertentangan Islam dan Kristen tak pernah berhenti
sampai jatuhnya kekuasaan Islam. Orang-orang Kristen selalu merasa bahwa kehadiran
umat Islam merupakan ancaman bagi mereka.

Setelah kekuasaan Islam melemah, satu-persatu kota-kota di Spanyol yang dikuasai


Islam jatuh ke tangan orang Kristen.

Tidak Adanya Ideologi Pemersatu 


Kalau di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus,
orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai
abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah 'ibad dan muwalladun kepada para muallaf
itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non
Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan
dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan
tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur
yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu. 
Kesulitan Ekonomi 
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga lalai membina
perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan
menpengaruhi kondisi politik dan militer 

Anda mungkin juga menyukai