Anda di halaman 1dari 4

4.

2 Pengaruh Oksigen Terhadap Pertumbuhan Jumlah koloni Pada Starter

Gambar 4.2 Pengaruh Oksigen terhadap Pertumbuhan Jumlah Koloni pada


starter

Dari grafik 4.2, dapat dilihat pengaruh oksigen terhadap pertumbuhan


jumlah kolonipada starter. Pada hari-ke 0, jumlah koloni pada starter B,
yaitu 60 x 108, sedangkan pada starter D yang tidak ada pemberian oksigen,
jumlah koloni, yaitu 120 x 108. Pada hari pertama, jumlah koloni pada
starter B dengan perlakuan pemberian oksigen, jumlah koloni yang ada
yaitu 530 x 108, mengalami pertumbuhan yang sangan cepat dibandingkan
dengan starter D, dengan jumlah koloni yaitu 310 x 10 8. Pada kedua, jumlah
koloni pada starter B adalah 910 x 108 sementara pada starter D, yaitu 390 x
108.
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerob. Namun udara
dibutuhkan dalam pembibitan sebelum fermentasi untuk pengembagbiakan
sel yeast atau ragi (Pratiwi, 2018). Menurut Azizah dkk (2012),
Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob.
Pada kondisi aerob, Saccharomyces cervisiae mengubah glukosa menjadi air
dan CO2. Sehingga kondisi yang optimum untuk pembuatan starter (biakan
awal) diperlukan kondisi aerob (Kunaepah, 2008 dalam Azizah, 2012). Pada
percobaan kali ini, starter B dengan perlakukan adanya oksigen memiliki
jumlah koloni lebih banyak dibandingan dengan starter D tanpa perlakuan
adanya oksigen. Hal ini disebabkan oksigen berpengaruh pada pertumbuhan
mikroorganisme, yaitu Saccharomyces cerevisiae. Seperti mikroorganisme
lainnya, pertumbuhan saccharomyces cerevisiae dapat dikelompokan
menjadi 4 fase, yaitu fase adaptasi, fase tumbuh cepat, fase stasioner, dan
fase kematian. Pada fase tumbuh cepat ditandai dengan peningkatan kurva
tajam dikarenakan pertumbuhan yang sangat cepat. Sehingga oksigen sangat
diperlukan supaya mikroorganisme dapat berkembangbiak dengan baik.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan kali ini sesuai
dengan teori, dan prosedur percobaan, dimana oksigen dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembang biakan mikroorganisme atau starter, dengan
mengetahui peningkatan jumlah koloni.

4.3 Pengaruh Jumlah Koloni terhadap Densitas pada Starter

Gambar 4.3 Pengaruh Jumlah Koloni Terhadap Desitas pada starter


Pada gambar 4.2 dapat dilihat hubungan antara jumlah koloni dan
densitas pada starter hari ke-0 sampai hari ke-2. Pada hari ke-0 starter A
dengan perlakuan pH 2 mempunyai densitas 1,1016 gr/ml dengan jumlah
koloni 40 x 108. Pada starter B dengan perlakuan pH 4 densitasnya 1,0692
gr/ml dan jumlah koloninya 60 x 108. Pada starter C dengan perlakuan pH 8
densitas yang terukur 1,0676 gr/ml, jumlah koloninya 40 x 108. Selanjutnya
pada hari ke-1 starter A mempunyai densitas 1,039 gr/ml dengan jumlah
koloni 200 x 108. Pada starter B densitasnya 1,0128 gr/ml dan jumlah
koloninya 1,0115 x 108. Pada starter C densitas yang terukur 1.01948 gr/ml
jumlah koloninya 210 x 1011. Untuk hari ke-2 starter A mempunyai densitas
1,0413 gr/ml dengan jumlah koloni 350 x 108. Pada starter B densitasnya
1,0133 gr/ml dan jumlah koloninya 910 x 108. Pada starter C densitas yang
terukur 1,0141 gr/ml jumlah koloninya 170 x 108. Pada percobaan tersebut
dapat dilihat bahwa, dari hari ke 0 sampai hari ke 2, jumlah koloni pada
starter mengalami kenaikan yang sangat cepat. Berbanding terbalik dengan
densitas masing-masing starter, dimana nilai densitas dari hari ke 0 sampai
hari ke 2, mengalami penurunan.
Dengan demikian adanya perbedaan waktu fermentasi dan persentase
ragi pada pembuatan bioetanol mempengaruhi besar kecilnya nilai densitas
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan lama fermentasi memiliki pengaruh
terhadap density alkohol yang diuji dimana pengaruh tersebut berupa suatu
penurunan dalam nilai density seiring bertambahnya waktu, bahwa semakin
lama fermentasi aktivitas mikrobia mengalami pertumbuhan dengan
berkembang biak semakin banyak, sehingga dengan semakin meningkatnya
jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat yang terurai
menjadi alkohol. Dengan meningkatnya jumlah alkohol ini maka berat atau
densitas daripada campuran alkohol-air akan semakin rendah. Semakin
tinggi persentase ragi maka semakin rendah nilai density. Hal ini karena ragi
Saccharomyces cerevisiae merubah glukosa menjadi etanol, dimana jika ragi
yang diberikan banyak maka etanol yang dihasilkan juga akan semakin
banyak dan begitu juga sebaliknya, sehingga densitasnya akan semakin
rendah. Sedangkan pada starter, semakin banyak lama semakin lama waktu
starter maka jumlah kolini juga akan semakin banyak, dan menyebabkan
densitas akan semakin besar. Karena pada saat starter terjadi proses
eksponesial atau pertumbuhan yang sangat cepat (Khodijah,Abtokhi, 2015).
Hasil praktikum kami tidak sesuai dengan teori, dimana semakin
banyak jumlah koloni maka densitas akan semakin besar pula. Tetapi pada
hasil praktikum kami, jumlah koloni berbanding terbalik dengan densitas.
Khodijah, Siti., & Abtokhi, Ahmad. (2015). Analisis Pengaruh Variasi Persentase
Ragi (Saccharomyces Cerevisiae) Dan Waktu Pada Proses Fermentasi Dalam Pemanfaatan
Duckweed (Lemna Minor) Sebagai Bioetanol. Jurnal Neutrino: Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 71-76.
Pratiwi, Ryta Tri. 2018. Pengaruh Konsentrasi Starter Saccharommyces Cerevisiae
dan Waktu Fermentasi Umbi Suweg Terhadap Kadar Alkohol dan Uji Nyala Api Sederhana
Sebagai Bahan Bakar Nabati. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Azizah, N., Al-Barrii, A. N., & Mulyani, S. (2012). Pengaruh lama fermentasi
terhadap kadar alkohol, pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey
dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(3).

Anda mungkin juga menyukai