Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN INTENSIF
KONSEP BENCANA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Sekolah Mata Kuliah Keperawatan Intensif
yang Diampu Oleh Bapak Rudiyanto, M.Kep.,Ners

Disusun Oleh :

Adik Ria Wardani


2016.02.001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Konsep Bencana”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat bagi
pembaca.

Banyuwangi, 26 Januari 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bencana.................................................................................................3
2.2 Tipe Bencana...........................................................................................................4
2.3 Fase-Fase Dalam Bencana.......................................................................................5
2.4 Resiko Bencana.......................................................................................................8
2.5 Faktor-Faktor Yang Memperburuk Bencana...........................................................10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................15
3.2 Saran........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana Alam merupakan salah satu fenomena alam yang mengancam
keberlangsungan hidup manusia. Dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa
kerugian materi maupun nonmateri. Bencana tersebut bisa dicontohkan seperti
banjir, tanah longsor, gempa bumi, adapula bencana non alam seperti kebakaran,
gagal teknologi, gagal modernisasi, konflik sosial antar kelompok dan teror.
Bencana merupakan sebuah fenomena kehidupan manusia yang tidak
dapat diketahui secara pastikapan terjadinya. Manusia hanya mampu mengenali
gejala-gejala awal dan memprediksi terjadinya. Kecanggihan teknologi yang
diciptakan manusia terkadang hanya mampu menjelaskan gejala awal ini,
sehingga kejadian detil dari bencana itu hanya dalam prediksi manusia. Meskipun
demikian, dengan kemampuan mengenali gejala-gejala awal dari sebuah
bencana manuisa dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi becana.
Persiapan itu meliputi persiapan sebelum terjadinya bencana, ketika terjadi
bencana, dan pasca terjadinya bencana. Artinya, kesiapan yang dilakukan oleh
manusia dapat dilakukan ketika dapat mengenali gejala awal, tingkat resikonya
dan lain sebagainya.
Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatar belakangi
kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia
untuk membangun visi untuk membangun ketangguhan bangsa dalam
Hiswara Bundjamin, Perkembangan Hukum & Lembaga Negara, Cet ke-1,
Jilid II, (Yogyakarta: FH UII Press,2014), h.272.
Wilayah Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesardi dunia. Wilayah
yang juga terletak di antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan
Pasifik ini memiliki 17.508 pulau. Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan
pulau-pulau yang luarbiasa, bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah
nusantara ini memiliki 129 gunung api aktif, atau dikenal dengan ring of fire, serta
terletak berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia Lempeng Indo-
Australia, Eurasia,dan Pasifik.
Ring of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan
negara kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman bencana alam sehingga masyarakat

1
perlu memahami konsep bencana agar memiliki pengetahuan dalam hal pencegahan,
pengurangan resiko dan langkah-langkah yang dilakukan saat terjadi bencana sehingga
penulis tertarik membuat makalah yang berjudul Konsep Bencana

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Yang Dimaksud Dengan Bencana?
1.2.2 Apa Saja Tipe-Tipe Bencana?
1.2.3 Apa Saja Fase-Fase Dalam Bencana?
1.2.4 Apa Yang Dimaksud Dengan Resiko Bencana?
1.2.5 Apa Saja Faktor-Faktor Yang Dapat Memperburuk Bencana?

1.3 Tujuan
1.3.1 Diketahuinya Pengertian Bencana
1.3.2 Diketahuinya Tipe-Tipe Bencana
1.3.3 Diketahuinya Fase-Fase Dalam Bencana
1.3.4 Diketahuinya Resiko Bencana
1.3.5 Diketahuinya Faktor-Faktor Yang Dapat Memperburuk Bencana

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana


Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif
maupun pendapat para ahli. Definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002)
adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan
kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau
wilayah yang terkena.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/Menko/Kesra/x/95adalah
sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan
fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003) yang dikutip Wijayanto
(2012), Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang
menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai
material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi
kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada.
Lebih lanjut, menurut Parker (1992) dalam dikutip Wijayanto (2012), bencana
adalah sebuah kejadian yang biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah
manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang

3
memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk
memberikan antusiasme yang bersifat luas.
Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP mengemukakan
bahwa : Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang member
meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda,
infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang
berada di luar kapasitas norma.
Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35) Mengemukakan bahwa: Bencana
adalah Terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal, bersipat merugikan
kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya kebutuhan masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pengertian bencana diatas, bahwa pada
dasarnya pengertian bencana secara umum yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan kerusakan berupa sarana prasana maupun struktur sosiak yang sifatnya
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.

2.2 Tipe Bencana


Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, bencana dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:
2.2.1 Bencana alam
Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
2.2.2 Bencana non alam
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi dan wabah penyakit.
2.2.3 Bencana sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.
2.2.4 Kegagalan Teknologi
Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia

4
dalam penggunaan teknologi dan atau insdustri yang menyebabkan
pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

2.3 Fase-Fase Dalam Bencana


2.3.1 Pra Bencana
Pra bencana adalah fase dimana bencana belum terjadi dan manusia
berperan penting untuk pencegahan, mitigasi dalam mewujudkan upaya
kesiapsiagaan dini. Hal ini seharusnya yang mendorong manusia untuk saling
mengedukasi dan bersinergi untuk mencapai upaya kesiapsiagaan yang
maksimal.
Dalam fase pra bencana ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan,
yaitu:
1. Pencegahan: upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
timbulnya suatu ancaman, misalnya : Penanaman pohon untuk menghindari
banjir, tidak membangun rumah di wilayah rawan longsor, tidak membuang
sampah sembarangan. Namun beberapa bencana tidak sepenuhnya bisa
dicegah oleh tindak pencegahan.
2. Mitigasi: upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak buruk dari
suatu ancaman, misalnya : membuat jalur evakuasi, menghindari benda-
benda yang mengancam keselamatan saat bencana terjadi.
3. Kesiap-siagaan: adalah fase persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi
(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan ini dapat
mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. 

2.3.2 Tanggap Darurat


Tanggap Darurat, fase ini diisi dengan kegiatan-kegiatan tanggap darurat
yang membantu meringankan penderitaan sementara saat setelah terjadinya
bencana. Misalnya: search and rescue (SAR), Assesment, Pembuatan Posko,
Pengungsian Darurat.
2.3.3 Pasca Bencana
Pasca bencana adalah fase yang membutuhkan waktu paling lama dan
upaya paling besar, karena fase ini mencakup proses pemenuhan kebutuhan
pokok atau recovery, lalu dilanjut dengan pemulihan yang bersifat sementara
dan dituntaskan dengan pemulihan yang sifatnya permanen

5
Terdapat 4 tahapan dalam fase pasca bencana yaitu: fase heroic, honeymoon,
disillusionment, dan reconstruction.
1. Fase heroic
Fase heroic merupakan fase awal terjadinya bencana, banyak korban
bencana tinggal di pengungsian-pengungsian karena kehilangan tempat
tinggal ataupun tempat tinggalnya termasuk daerah rawan bencana
sehingga tidak dapat ditinggali dalam waktu tertentu. Pada fase ini berita
terjadinya bencana tersebar ke mana-mana melalui pemberitaan sehingga
banyak pihak yang tergerak memberikan bantuan. Pada fase ini pada pihak
pemberi bantuan terasa lebih ringan untuk memberikan bantuan karena
banyak pihak yang memberikan bantuan. Kebutuhan utama para korban
bencana alam adalah adanya perasaan aman secara fisik dan tercukupinya
kebutuhan fisiologis sehingga pemenuhan kebutuhan yang bersifat logistik
tergolong mendesak untuk dipenuhi.
Pada fase heroic banyak bantuan berupa makanan, pakaian, tenda
tempat tinggal, ataupun kebutuhan fisik lain yang dapat disalurkan kepada
korban. Namun pada fase ini seringkali terjadi penyaluran bantuan yang
tidak merata, sehingga banyak korban yang belum tersentuh. Mengapa hal
ini dapat terjadi? Karena informasi lokasi pengungsian yang tidak sama,
terdapat lokasi pengungsian yang berada di pelosok daerah yang sulit
dijangkau karena kerusakan yang parah sehingga bantuan tidak mampu
masuk. Dampaknya banyak bantuan yang menumpuk di suatu lokasi saja
yang mudah dijangkau. Penanganan psikologis pada korban bencana pada
fase ini tidak boleh dilupakan selain penanganan kesehatan fisik. Kondisi
gangguan psikologis dapat terjadi dimulai dari fase heroic, mungkin
pembaca akan langsung menebak terjadi trauma pasca bencana. Tidak
selalu berupa trauma sebagai bentuk gangguan psikologis, beberapa bukti
penanganan psikologis pasca bencana menunjukkan bahwa kebosanan di
tempat pengungsian berpotensi menimbulkan kondisi psikologis yang
lebih parah misalnya depresi. Sehingga seringkali dilakukan kegiatan yang
terkadang hanya berupa permainan terutama untuk anak-anak, ataupun
hiburan seperti musik dan kegiatan yang menyenangkan. Tujuannya
mencegah kebosanan dan terjadinya kondisi psikologis yang tidak
kondusif.

6
2. Fase Honeymoon
Saat korban bencana mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya
yang berasal dari bantuan ataupun perhatian berbagai pihak, korban
merasakan beban hidupnya karena bencana mulai berkurang. Hal ini
merupakan ciri dari fase honeymoon, berbagai pihak yang memberikan
bantuan selau melakukan inventarisasi atau asesmen terhadap kebutuhan
korban. Sehingga menumbuhkan harapan bahwa mereka akan dapat hidup
seperti kondisi sebelum bencana. Beberapa pihak yang saat bencana
kondisi hidupnya tidak menguntungkan bahkan merasakan bencana
sebagai berkah karena dengan bencana yang dialami mereka dapat mulai
menata hidup yang lebih baik. Banyak pihak yang memberikan perhatian
dan fokus pada kondisi korban bencana.
3. Fase Disillusionment
Fase Disillusionment merupakan fase yang dicirikan dengan
banyaknya masalah terjadi karena para korban mulai ditinggalkan dan
dikurangi perhatiannya oleh berbagai pihak pemberi bantuan. Pada fase ini
sudah mulai banyak pihak pemberi bantuan yang merasa telah cukup
memberikan bantuan dan menghentikan bantuan, pihak-pihak yang semula
membuka posko penanganan bencana juga banyak yang kembali karena
mulai kekurangan tenaga relawan dan kembali fokus pada kegiatan
sebelum bencana. Bagaimana dengan kondisi korban pada fase ini?
Mereka belum sepenuhnya siap untuk ditinggalkan, mulai munculah
perasaan berputus asa karena kondisinya mulai mengalami kesulitan.
Terdapat keinginan bangkit namun sumberdaya yang dimiliki belum siap
dan memuhi syarat. Pada fase ini harus segera diikuti dengan fase
rekonstruksi yaitu upaya untuk kembali ke kondisi semula sebelum
bencana atau paling tidak mengarah pada upaya ke kondisi yang lebih baik
dibandingkan saat bencana.
4. fase rekonstruksi
Pada fase rekonstruksi, penanganan secara sistematis dan terstruktur
perlu diupayakan. Pemetaan potensi sosial dan psikologis korban bencana
dilakukan untuk pemberian berbagai pendampingan dalam bidang kerja
ataupun bidang kehidupan yang lainnya. Pembangunan hunian baru bagi

7
korban juga perlu memperhatikan karakteristik sistem sosial korban
bencana. Jangan sampai asal dibangun namun pada akhirnya merusak
sistem sosial yang selama ini telah tertata dengan baik. Rekonstruksi
pendidikan juga perlu diperhatikan tidak hanya bangunan secara fisik
namun proses motivasional anak-anak didik dan pendidik. Begitu pula
untuk penanganan psikologis pada fase rekonstruksi tetap perlu dilakukan.
Fase rekonstruksi ini tidak dapat selesai dalam waktu yang singkat,
meskipun berita tentang bencana tersebut sudah tidak lagi terdengar
namun fase rekonstruksi tetap berlangsung. Oleh karena itu bantuan dari
berbagai pihak masih dibutuhkan terutama dalam mempercepat fase
rekonstruksi.

2.4 Resiko Bencana


Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat akibat kombinasi dari bahaya,
kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian
bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana
menggunakan persamaan sebagai berikut :

Resiko (Risk) = ancaman × (kerentanan/kapasitas)

1. Ancaman
Ancaman adalah setiap usaha, kegiatan, atau fenomena yang
membahayakan. Ancaman merupakan faktor yang berasal dari penyebab dari
bencana alam. Ancaman terhadap bencana dapat dianalisis dengan melakukan
pengamatan kondisi fisik wilayah yang mungkin terjadi bencana. Pengamatan
fisik ini dapat diwujudkan dalam bentuk peta zonasi wilayah rawan bencana
dengan melibatkan faktor-faktor fisik yang mendukung ataupun menghambat
terjadinya bencana.
Sebagai contoh untuk bencana banjir dapat dimati dari kondisi curah
hujan, daya serap tanah, tutupan lahan, luasan vegetasi, dan sebagainya. Untuk

8
bencana longsor dapat diamati dari kondisi tanah, kemiringan lereng, curah hujan,
tutupan vegetasi, dan sebagainya. Sedangkan untuk bencana letusan gunung
berapi dapat diamati dari kondisi kemiringan lereng, jarak dari puncak, kondisi
lembah dan punggungan/igir, dan sebagainya.
Secara umum, ancaman lebih sulit untuk diubah karena menunjukkan
kondisi alamiahnya. Namun ada kemungkinan kondisi alam dimodifikasi agar
bencana tidak menimbulkan kerugian yang besar. Modifikasi dapat dibuat secara
tradisional maupun dengan bantuan teknologi.

2. Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan atau sifat masyarakat, sistem, atau aset sehingga
mudah terpengaruh oleh dampak merusak dari bahaya atau ancaman. Kerentanan
merupakan faktor dalam risiko bencana yang berpotensi menjadi korban atau pihak
yang mengalami kerugian.
Analisis kerentanan dapat dilihat dari berbagai hal, antara lain kepadatan
penduduk; rasio jenis kelamin; tingkat kemiskinan; jumlah difabel; rasio kelompok
umur; luas lahan produktif; bangunan fasilitas umum, dan fasilitas darurat yang
ada; kepadatan bangunan, dan sebagainya.
Hal ini dapat dipahami semisal semakin padat penduduk suatu wilayah
maka jika terjadi bencana akan semakin banyak kerugian atau korban jiwa.
Demikian pula pada faktor rasio jenis kelamin, semakin banyak penduduk berjenis
kelamin perempuan makan kemungkinan untuk mengalami kerugian korban jiwa
tinggi, karena perempuan diasumsikan lebih lemah secara fisik dibandingkan laki-
laki. Begitu pula untuk faktor-faktor lainnya.

3. Kapasitas
Kapasitas adalah gabungan dari seluruh tenaga, kelengkapan, dan sumber
daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Faktor kapasitas dalam
bencana yang dimaksud adalah kesiapan seluruh elemen dalam menghadapi
bencana. Baik secara fisik lingkungan, masyarakatnya, maupun aparatur
pemerintahannya.
Analisis kapasitas dapat dilihat dari faktor berikut ini:
a. Aturan kelembagaan penanggulangan bencana
b. Peringatan dini atau kajian resiko bencana

9
c. Pendidikan kebencanaan yang dimiliki warga dan aparatur pemerintah
d. Pengurangan faktor resiko dasar seperti kondisi lingkungan, masyarakat, dan
sarana prasarana
e. Pembangunan kesiap-siagaan pada seluruh lembaga dan masyarakat

Tentunya persamaan risiko bencana bukan persamaan matematis yang dapat


dengan begitu saja dihitung. Persamaan ini dapat dilakukan dengan mudah
menggunakan Sistem Informasi Geografis di mana semua informasi dari faktor
ancaman, kerentanan, dan kapasitas dapat diolah dan disajikan menjadi informasi
yang akurat.
Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan
tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain :
1. Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk
yang berada dipinggir tebing yang mudah longsor
2. Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.
3. Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana.
4.Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.
4. Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.
5. Dan lain-lain

2.5 Faktor-Faktor Yang Memperburuk Bencana


2.5.1 Kemiskinan
Kemiskinan yang muncul pasca bencana alam sering luput dari perhatian,
termasuk pemerintah. Bahkan kita pernah mendengar, ketika bencana alam di
Banjarnegara beberapa bulan lalu, pemerintah kehabisan pasokan bantuan untuk
masyarakat. Beruntung banyak lembaga sosial masyarakat ikut berkontribusi.
Bencana alam dan kemiskinan ibarat lingkaran setan. Keduanya saling
berpengaruh. Bencana menyebabkan kemiskinan, sebaliknya kemiskinan juga
bisa menyebabkan bencana. Program mitigasi bencana yang intens adalah cara
paling efektif mengedukasi masyarakat, terutama di daerah rawan.

10
2.5.2 Pertumbuhan Penduduk
Peningkatan populasi penduduk di indonesia membutuhkan berbagai
sarana dan fasilitas pemenuhan kebutuhan hidup, mulai dari pangan, sandang,
papan, maupun kebutuhan integratif lainnya. Meningkatnya populasi manusia
secara langsung berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan hidup yang
hampir seluruhnya memanfaatkan sumber daya alam. Kebutuhan pangan yang
meningkat berusaha dipenuhi dengan modernisasi dan mekanisasi pertanian.
Modernisasi pertanian memiliki aspek positif diantaranya dapat mencapai
intensifikasi dan difersivikasi produksi, namun juga turut menyumbangkan
aspek negatif seperti dampak penggunaan pestisida dan insektisida terhadap
kualitas lingkungan. Peningkatan kebutuhan sandang juga secara tidak langsung
memacu peningkatan produksi perkebunan kapas, Hal negatif yang dapat timbul
dari meningkatkan kebutuhan sandang adalah efek limbah hasil produksi dari
industri tekstil. Kebutuhan akan papan menuntut eksploitasi terhadap berbagai
sumber daya alam, seperti kayu, pasir, batu, dan beberapa jenis barang tambang.
Bekas daerah eksploitasi sering kali menjadi daerah yang tandus dan bahkan
berubah menjadi lahan-lahan kritis. Pemenuhan kebutuhan integratif, seperti
rekreasi alam juga sering menghasilkan efek negatif berupa rusaknya alam oleh
ulah manusia yang jahil ataupun berambisi mengeruk kekayaan dari potensi
alam yang ada.
Tekanan populasi penduduk yang lain adalah akibat distribusi penduduk
yang tidak merata. Urbanisasi telah turut memperparah keadaan lingkungan
perkotaan. Dalam Kongres Metropolis Sedunia (Herlianto, 1997: 5)
dikemukakan 6 masalah pokok yang umumnya dihadapi oleh kota-kota besar
dunia. Salah satu dari masalah yang disebutkan adalah lingkungan hidup dan
kesehatan yang semakin menurun Bintarto (1983:47) juga menyebutkan bahwa
salah satu masalah yang ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah
sampah. Sampah dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia. Pemukiman
kumuh (siam area) juga menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh
kota-kota besar sebagai pusat pemukiman penduduk kalangan bawah.
Faktor yang juga turut memunculkan krisis lingkungan adalah konsumsi
berlebihan dan pola konsumsi yang boros. Konsumsi berlebihan menuntut
sistem produksi memperbesar kapasitasnya yang berarti menambah jumlah zat
buangan sisa hasil industri yang dihasilkan dan sisa hasil limbah plastik masusia

11
yaitu sisa konsumsi berupa bahan pembungkus, khususnya sampah plastik turut
menjadi permasalahan karena tidak dapat menjalani daur biologis dan kini
Indonesia berada diperingkat ke dua sebagai penyumbang sampah plastik.
Masalah-masalah yang timbul akibat pertumbuhan penduduk tersebut dapat
mempengaruhi lingkungan yang dapat memperburuk bencana.

2.5.3 Urbanisasi Yang Cepat


Seiring dengan perkembangan kota, jumlah penduduk meningkat tajam,
yang mengarah pada kebutuhan lahan yang terus meningkat. Ekspansi dari
kebutuhan permukiman dan aktivitas penunjangnya mempunyai peranan penting
dalam perubahan guna lahan yang menyebabkan perubahan pada proses-proses
ekologi baik skala lokal maupun global. Lahan yang seharusnya tidak boleh
terbangun semakin berkurang. Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang
cepat juga menyebabkan peningkatan konsentrasi penduduk pada wilayah yang
rawan dan berisiko bencana. Potensi terbesar terjadi bencana adalah pada daerah
yang paling padat penduduk (Gencer, 2013).
Di sisi lain, sebagian besar kota-kota di Indonesia secara geografis terletak
di daerah pesisir serta dilalui sungai-sungai besar, yang membuat peluang
terjadinya banjir semakin tinggi. Sebagai daerah hilir, tidak hanya aktivitas di
dalam kota sendiri yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan kota, tetapi
aktivitas di daerah hulu juga memegang peranan penting.
Pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya sudah diakui secara luas sebagai
penggerak dari meningkatnya kerentanan terhadap bencana dan merupakan
elemen penting dalam perlakuan dan analisis risiko bencana. Perubahan guna
lahan karena urbanisasi yang cepat memberikan dampak negatif pada proses
hidrologi, dimana daerah resapan semakin berkurang. Peningkatan
pembangunan kawasan hunian, kawasan industri dan pembangunan infrastruktur
di daerah rawan banjir telah mempersempit aliran air pada saat hujan turun.

2.5.4 Kerusakan Lingkungan


Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah.
Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat
kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya

12
kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan
akibat ulah manusia.
Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi
atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini
ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan
fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi
kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel,  Challenges and
Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh
ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German
Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute
for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature
Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko
bencana di suatu kawasan.

2.5.5 Kurangnya Kesadaran Akan Informasi


Pengetahuan dan pendidikan menjadi pintu masuk yang penting
dan strategis untuk membangun budaya masyarakat yang peduli pada hal
hal yang berkaitan dengan persoalan kebencanaan. Gambaran masyarakat
yang mengetahui, memahami dan peduli pada hal-hal yang berkaitan dengan
bencana inilah yang kemudian penulis mendefinisikan sebagai “masyarakat
sadar bencana”. Pendidikan kebencanaan merupakan suatu upaya
menyampaikan hal hal yang berkaitan dengan bencana, dalam rangka
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan
kepedulian masyarakat agar memiliki kesadaran untuk bersikap dan
melakukan adaptasi, di wilayah yang rawan bencana dengan sebaik
baiknya, sehingga dapat berpartisipasi secara aktif dalam meminimalisir
terjadinya bencana atau mengatasi dampak apabila terjadi bencana.

2.5.6 Proses Alam (Proses Geologi, Geomorfologis Dan Klimatologi)


Indonesia yang secara geologi merupakan wilayah yang
dikelilingi oleh 3 tumbukan lempeng, yaitu lempeng eurasi, lempeng
Asia dan lempeng Australia. Ketiga lempeng tersebut saling

13
bertumbukan mengelilingi wilayah Indonesia secara aktif.Dengan demikian
wilayah Indonesia juga merupakan wilayah yang cukup aktif dengan
kejadian bencana geologinya. Bencana geologi yang mempunyai turunan
bencana lainnya perlu dicermati agar dapat memberikan pemahaman
mengenai mitigasi kepada masyarakat setempat.
Faktor iklim seperti angin dan hujan juga dapat memperburuk bencana,
contoh bencana klimatologis adalah badai, banjir, banjir bandang, kekeringan,
kebakaran lahan dan hutan, dan angin puting beliung. Dua bencana klimatolois
yang sering terjadi di indonesia yaitu banjir dan kebakaran hutan.

2.5.7 Peristiwa Perang Atau Kerusuhan Masyarakat


Perang dan kerusuhan masyarakat bisa dikategorikan sebagai bencana,
tetapi tidak disebabkan oleh alam. Karena memang pelaku utamanya adalah
manusia. Mereka yang melakukan perang atau kerusuhan mendatangkan
kerugian bagi manusia lain, seperti menghancurkan harta benda, nyawa dan hak-
hak sebagai manusia. Mereka juga menimbulkan trauma dan rasa tidak nyaman
dan aman bagi manusia lain yang bertahan. Perang pun umumnya tidak hanya
terjadi satu atau dua tahun saja, perang dapat bertahan sangat lama, sehingga
bencana yang ditimbulkan oleh perang sangatlah luas.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana adalah sebuah kejadian yang biasa terjadi disebabkan oleh alam
maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan
teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun
lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas. Bencana dibedakan
menjadi bencana alam. Non alam, bencana sosial dan kegagalan teknologi. Fase
bencana terjadi 3 tahap yaitu fase pra bencana, fase tanggap darurat dan fase pasca
bencana. Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian
bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Faktor-faktor yang dapat
memperburuk bencana yaitu kemiskinan, pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang
cepat, kurangnya kesadaran akan informasi, kerusakan lingkungan, proses alam dan
perang atau kerusuhan masyarakat.

3.2 Saran
Bencana yang selama ini terjadi di Indonesia telah membawa kerugian yang
sangat besar. Melihat kondisi ini , maka pencegahan dan penganggulangan bencana
harus dilakukan oleh seluruh warga negara indonesia guna mencegah atau
meminimalkan dampak yang akan terjadi akibat bencana yang terjadi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Febrialita. 2018. Resiko bencana. https://luciafebriarlita17.wordpress.com/2018/01/05


/resiko-bencana-risk/ diakses tanggal 26 Januari 2020

Irni. 2019. Kependudukan dan lingkungan hidup. https://disdukcapil.pontianakkota.go.id/


kependudukan-dan-lingkungan-hidup-ditulis-oleh-ersa-tri-fitriasari . diakses
tanggal 26 januari 2020

Rachman S Dan Harry Pramudito. 2018. Mencermati Keunikan Bencana Geologi Di


Indonesia. Prosiding Pit Ke-5 Riset Kebencanaan universitas Andalas. Padang

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pentang Penanggulangan Bencana

Yendra musfi. 2017. Bencana alam dan kemiskinan. http://www.kbknews.id/2017/03/02/


bencana-alam-dan-kemiskinan/ diakses tanggal 26 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai