KEPERAWATAN INTENSIF
KONSEP BENCANA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Sekolah Mata Kuliah Keperawatan Intensif
yang Diampu Oleh Bapak Rudiyanto, M.Kep.,Ners
Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Konsep Bencana”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat bagi
pembaca.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bencana.................................................................................................3
2.2 Tipe Bencana...........................................................................................................4
2.3 Fase-Fase Dalam Bencana.......................................................................................5
2.4 Resiko Bencana.......................................................................................................8
2.5 Faktor-Faktor Yang Memperburuk Bencana...........................................................10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................15
3.2 Saran........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
perlu memahami konsep bencana agar memiliki pengetahuan dalam hal pencegahan,
pengurangan resiko dan langkah-langkah yang dilakukan saat terjadi bencana sehingga
penulis tertarik membuat makalah yang berjudul Konsep Bencana
1.3 Tujuan
1.3.1 Diketahuinya Pengertian Bencana
1.3.2 Diketahuinya Tipe-Tipe Bencana
1.3.3 Diketahuinya Fase-Fase Dalam Bencana
1.3.4 Diketahuinya Resiko Bencana
1.3.5 Diketahuinya Faktor-Faktor Yang Dapat Memperburuk Bencana
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk
memberikan antusiasme yang bersifat luas.
Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP mengemukakan
bahwa : Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang member
meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda,
infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang
berada di luar kapasitas norma.
Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35) Mengemukakan bahwa: Bencana
adalah Terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal, bersipat merugikan
kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya kebutuhan masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pengertian bencana diatas, bahwa pada
dasarnya pengertian bencana secara umum yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan kerusakan berupa sarana prasana maupun struktur sosiak yang sifatnya
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.
4
dalam penggunaan teknologi dan atau insdustri yang menyebabkan
pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
5
Terdapat 4 tahapan dalam fase pasca bencana yaitu: fase heroic, honeymoon,
disillusionment, dan reconstruction.
1. Fase heroic
Fase heroic merupakan fase awal terjadinya bencana, banyak korban
bencana tinggal di pengungsian-pengungsian karena kehilangan tempat
tinggal ataupun tempat tinggalnya termasuk daerah rawan bencana
sehingga tidak dapat ditinggali dalam waktu tertentu. Pada fase ini berita
terjadinya bencana tersebar ke mana-mana melalui pemberitaan sehingga
banyak pihak yang tergerak memberikan bantuan. Pada fase ini pada pihak
pemberi bantuan terasa lebih ringan untuk memberikan bantuan karena
banyak pihak yang memberikan bantuan. Kebutuhan utama para korban
bencana alam adalah adanya perasaan aman secara fisik dan tercukupinya
kebutuhan fisiologis sehingga pemenuhan kebutuhan yang bersifat logistik
tergolong mendesak untuk dipenuhi.
Pada fase heroic banyak bantuan berupa makanan, pakaian, tenda
tempat tinggal, ataupun kebutuhan fisik lain yang dapat disalurkan kepada
korban. Namun pada fase ini seringkali terjadi penyaluran bantuan yang
tidak merata, sehingga banyak korban yang belum tersentuh. Mengapa hal
ini dapat terjadi? Karena informasi lokasi pengungsian yang tidak sama,
terdapat lokasi pengungsian yang berada di pelosok daerah yang sulit
dijangkau karena kerusakan yang parah sehingga bantuan tidak mampu
masuk. Dampaknya banyak bantuan yang menumpuk di suatu lokasi saja
yang mudah dijangkau. Penanganan psikologis pada korban bencana pada
fase ini tidak boleh dilupakan selain penanganan kesehatan fisik. Kondisi
gangguan psikologis dapat terjadi dimulai dari fase heroic, mungkin
pembaca akan langsung menebak terjadi trauma pasca bencana. Tidak
selalu berupa trauma sebagai bentuk gangguan psikologis, beberapa bukti
penanganan psikologis pasca bencana menunjukkan bahwa kebosanan di
tempat pengungsian berpotensi menimbulkan kondisi psikologis yang
lebih parah misalnya depresi. Sehingga seringkali dilakukan kegiatan yang
terkadang hanya berupa permainan terutama untuk anak-anak, ataupun
hiburan seperti musik dan kegiatan yang menyenangkan. Tujuannya
mencegah kebosanan dan terjadinya kondisi psikologis yang tidak
kondusif.
6
2. Fase Honeymoon
Saat korban bencana mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya
yang berasal dari bantuan ataupun perhatian berbagai pihak, korban
merasakan beban hidupnya karena bencana mulai berkurang. Hal ini
merupakan ciri dari fase honeymoon, berbagai pihak yang memberikan
bantuan selau melakukan inventarisasi atau asesmen terhadap kebutuhan
korban. Sehingga menumbuhkan harapan bahwa mereka akan dapat hidup
seperti kondisi sebelum bencana. Beberapa pihak yang saat bencana
kondisi hidupnya tidak menguntungkan bahkan merasakan bencana
sebagai berkah karena dengan bencana yang dialami mereka dapat mulai
menata hidup yang lebih baik. Banyak pihak yang memberikan perhatian
dan fokus pada kondisi korban bencana.
3. Fase Disillusionment
Fase Disillusionment merupakan fase yang dicirikan dengan
banyaknya masalah terjadi karena para korban mulai ditinggalkan dan
dikurangi perhatiannya oleh berbagai pihak pemberi bantuan. Pada fase ini
sudah mulai banyak pihak pemberi bantuan yang merasa telah cukup
memberikan bantuan dan menghentikan bantuan, pihak-pihak yang semula
membuka posko penanganan bencana juga banyak yang kembali karena
mulai kekurangan tenaga relawan dan kembali fokus pada kegiatan
sebelum bencana. Bagaimana dengan kondisi korban pada fase ini?
Mereka belum sepenuhnya siap untuk ditinggalkan, mulai munculah
perasaan berputus asa karena kondisinya mulai mengalami kesulitan.
Terdapat keinginan bangkit namun sumberdaya yang dimiliki belum siap
dan memuhi syarat. Pada fase ini harus segera diikuti dengan fase
rekonstruksi yaitu upaya untuk kembali ke kondisi semula sebelum
bencana atau paling tidak mengarah pada upaya ke kondisi yang lebih baik
dibandingkan saat bencana.
4. fase rekonstruksi
Pada fase rekonstruksi, penanganan secara sistematis dan terstruktur
perlu diupayakan. Pemetaan potensi sosial dan psikologis korban bencana
dilakukan untuk pemberian berbagai pendampingan dalam bidang kerja
ataupun bidang kehidupan yang lainnya. Pembangunan hunian baru bagi
7
korban juga perlu memperhatikan karakteristik sistem sosial korban
bencana. Jangan sampai asal dibangun namun pada akhirnya merusak
sistem sosial yang selama ini telah tertata dengan baik. Rekonstruksi
pendidikan juga perlu diperhatikan tidak hanya bangunan secara fisik
namun proses motivasional anak-anak didik dan pendidik. Begitu pula
untuk penanganan psikologis pada fase rekonstruksi tetap perlu dilakukan.
Fase rekonstruksi ini tidak dapat selesai dalam waktu yang singkat,
meskipun berita tentang bencana tersebut sudah tidak lagi terdengar
namun fase rekonstruksi tetap berlangsung. Oleh karena itu bantuan dari
berbagai pihak masih dibutuhkan terutama dalam mempercepat fase
rekonstruksi.
1. Ancaman
Ancaman adalah setiap usaha, kegiatan, atau fenomena yang
membahayakan. Ancaman merupakan faktor yang berasal dari penyebab dari
bencana alam. Ancaman terhadap bencana dapat dianalisis dengan melakukan
pengamatan kondisi fisik wilayah yang mungkin terjadi bencana. Pengamatan
fisik ini dapat diwujudkan dalam bentuk peta zonasi wilayah rawan bencana
dengan melibatkan faktor-faktor fisik yang mendukung ataupun menghambat
terjadinya bencana.
Sebagai contoh untuk bencana banjir dapat dimati dari kondisi curah
hujan, daya serap tanah, tutupan lahan, luasan vegetasi, dan sebagainya. Untuk
8
bencana longsor dapat diamati dari kondisi tanah, kemiringan lereng, curah hujan,
tutupan vegetasi, dan sebagainya. Sedangkan untuk bencana letusan gunung
berapi dapat diamati dari kondisi kemiringan lereng, jarak dari puncak, kondisi
lembah dan punggungan/igir, dan sebagainya.
Secara umum, ancaman lebih sulit untuk diubah karena menunjukkan
kondisi alamiahnya. Namun ada kemungkinan kondisi alam dimodifikasi agar
bencana tidak menimbulkan kerugian yang besar. Modifikasi dapat dibuat secara
tradisional maupun dengan bantuan teknologi.
2. Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan atau sifat masyarakat, sistem, atau aset sehingga
mudah terpengaruh oleh dampak merusak dari bahaya atau ancaman. Kerentanan
merupakan faktor dalam risiko bencana yang berpotensi menjadi korban atau pihak
yang mengalami kerugian.
Analisis kerentanan dapat dilihat dari berbagai hal, antara lain kepadatan
penduduk; rasio jenis kelamin; tingkat kemiskinan; jumlah difabel; rasio kelompok
umur; luas lahan produktif; bangunan fasilitas umum, dan fasilitas darurat yang
ada; kepadatan bangunan, dan sebagainya.
Hal ini dapat dipahami semisal semakin padat penduduk suatu wilayah
maka jika terjadi bencana akan semakin banyak kerugian atau korban jiwa.
Demikian pula pada faktor rasio jenis kelamin, semakin banyak penduduk berjenis
kelamin perempuan makan kemungkinan untuk mengalami kerugian korban jiwa
tinggi, karena perempuan diasumsikan lebih lemah secara fisik dibandingkan laki-
laki. Begitu pula untuk faktor-faktor lainnya.
3. Kapasitas
Kapasitas adalah gabungan dari seluruh tenaga, kelengkapan, dan sumber
daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Faktor kapasitas dalam
bencana yang dimaksud adalah kesiapan seluruh elemen dalam menghadapi
bencana. Baik secara fisik lingkungan, masyarakatnya, maupun aparatur
pemerintahannya.
Analisis kapasitas dapat dilihat dari faktor berikut ini:
a. Aturan kelembagaan penanggulangan bencana
b. Peringatan dini atau kajian resiko bencana
9
c. Pendidikan kebencanaan yang dimiliki warga dan aparatur pemerintah
d. Pengurangan faktor resiko dasar seperti kondisi lingkungan, masyarakat, dan
sarana prasarana
e. Pembangunan kesiap-siagaan pada seluruh lembaga dan masyarakat
10
2.5.2 Pertumbuhan Penduduk
Peningkatan populasi penduduk di indonesia membutuhkan berbagai
sarana dan fasilitas pemenuhan kebutuhan hidup, mulai dari pangan, sandang,
papan, maupun kebutuhan integratif lainnya. Meningkatnya populasi manusia
secara langsung berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan hidup yang
hampir seluruhnya memanfaatkan sumber daya alam. Kebutuhan pangan yang
meningkat berusaha dipenuhi dengan modernisasi dan mekanisasi pertanian.
Modernisasi pertanian memiliki aspek positif diantaranya dapat mencapai
intensifikasi dan difersivikasi produksi, namun juga turut menyumbangkan
aspek negatif seperti dampak penggunaan pestisida dan insektisida terhadap
kualitas lingkungan. Peningkatan kebutuhan sandang juga secara tidak langsung
memacu peningkatan produksi perkebunan kapas, Hal negatif yang dapat timbul
dari meningkatkan kebutuhan sandang adalah efek limbah hasil produksi dari
industri tekstil. Kebutuhan akan papan menuntut eksploitasi terhadap berbagai
sumber daya alam, seperti kayu, pasir, batu, dan beberapa jenis barang tambang.
Bekas daerah eksploitasi sering kali menjadi daerah yang tandus dan bahkan
berubah menjadi lahan-lahan kritis. Pemenuhan kebutuhan integratif, seperti
rekreasi alam juga sering menghasilkan efek negatif berupa rusaknya alam oleh
ulah manusia yang jahil ataupun berambisi mengeruk kekayaan dari potensi
alam yang ada.
Tekanan populasi penduduk yang lain adalah akibat distribusi penduduk
yang tidak merata. Urbanisasi telah turut memperparah keadaan lingkungan
perkotaan. Dalam Kongres Metropolis Sedunia (Herlianto, 1997: 5)
dikemukakan 6 masalah pokok yang umumnya dihadapi oleh kota-kota besar
dunia. Salah satu dari masalah yang disebutkan adalah lingkungan hidup dan
kesehatan yang semakin menurun Bintarto (1983:47) juga menyebutkan bahwa
salah satu masalah yang ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah
sampah. Sampah dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia. Pemukiman
kumuh (siam area) juga menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh
kota-kota besar sebagai pusat pemukiman penduduk kalangan bawah.
Faktor yang juga turut memunculkan krisis lingkungan adalah konsumsi
berlebihan dan pola konsumsi yang boros. Konsumsi berlebihan menuntut
sistem produksi memperbesar kapasitasnya yang berarti menambah jumlah zat
buangan sisa hasil industri yang dihasilkan dan sisa hasil limbah plastik masusia
11
yaitu sisa konsumsi berupa bahan pembungkus, khususnya sampah plastik turut
menjadi permasalahan karena tidak dapat menjalani daur biologis dan kini
Indonesia berada diperingkat ke dua sebagai penyumbang sampah plastik.
Masalah-masalah yang timbul akibat pertumbuhan penduduk tersebut dapat
mempengaruhi lingkungan yang dapat memperburuk bencana.
12
kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan
akibat ulah manusia.
Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi
atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini
ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan
fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi
kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel, Challenges and
Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh
ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German
Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute
for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature
Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko
bencana di suatu kawasan.
13
bertumbukan mengelilingi wilayah Indonesia secara aktif.Dengan demikian
wilayah Indonesia juga merupakan wilayah yang cukup aktif dengan
kejadian bencana geologinya. Bencana geologi yang mempunyai turunan
bencana lainnya perlu dicermati agar dapat memberikan pemahaman
mengenai mitigasi kepada masyarakat setempat.
Faktor iklim seperti angin dan hujan juga dapat memperburuk bencana,
contoh bencana klimatologis adalah badai, banjir, banjir bandang, kekeringan,
kebakaran lahan dan hutan, dan angin puting beliung. Dua bencana klimatolois
yang sering terjadi di indonesia yaitu banjir dan kebakaran hutan.
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bencana adalah sebuah kejadian yang biasa terjadi disebabkan oleh alam
maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan
teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun
lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas. Bencana dibedakan
menjadi bencana alam. Non alam, bencana sosial dan kegagalan teknologi. Fase
bencana terjadi 3 tahap yaitu fase pra bencana, fase tanggap darurat dan fase pasca
bencana. Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian
bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Faktor-faktor yang dapat
memperburuk bencana yaitu kemiskinan, pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang
cepat, kurangnya kesadaran akan informasi, kerusakan lingkungan, proses alam dan
perang atau kerusuhan masyarakat.
3.2 Saran
Bencana yang selama ini terjadi di Indonesia telah membawa kerugian yang
sangat besar. Melihat kondisi ini , maka pencegahan dan penganggulangan bencana
harus dilakukan oleh seluruh warga negara indonesia guna mencegah atau
meminimalkan dampak yang akan terjadi akibat bencana yang terjadi.
15
DAFTAR PUSTAKA