PENDAHULUAN
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah pasien baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa
Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di 3 provinsi tersebut
hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis
kelamin kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir
1,5 kali disbanding kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi
diseluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandikan
perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak
pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur
35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar
19,39%. (Profil Kesehatan Indonesia, 2013)
1
2
Kondisi tersebut masih jauh dari target CDR yang ditetapkan yaitu 70%. (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012)
Pada tahun 1995, diperkirakan 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan :
B = Behavior
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi
4) Pengobatan
12
4. Pemberian Informasi
13
2.3.2 Patofisiologi
Sumber infeksi yang paling penting adalah manusia yang
mengekskresi baksil tuberkel dalam jhumlahn besar dari saluran
pernapasan pada saat bersin atau batuk. Kontak yang intensif (dalam
keluarga) dan kontak secara massif (missal diantara tenaga kesehatan)
menyebabkan banyak kemungkinan terjadi penularan melalui percikan
inti droplet. Berkembang atau tidaknya penyakit secara klinik setelah
infeksi mungkin dipengaruhi oleh factor genetik. Juga dipengaruhi oleh
umur, kekurangan gizi, status imunologi, penyakit yang menyertai
14
2.4 Pengobatan TB
Pengobatan Tuberkulosis Paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) dengan metode Directy Observed Treatment (DOTS).
1
g. T 80 menit pada asetilator cepat dan 180 menit pada
2
asetilator lambat
4. Etambutol
a. Dapat menembus sawar otak.
b. Mengganggu ekskresi asam urat, sehingga dapat meningkatkan
kadarnya dalam plasma darah.
c. Dapat menyebabkan nueritis optik penyebab menurunnya
ketajaman penglihantan dan buta warna merah/hijau, sehingga
dianjurkan untuk tidak diberikan pada anak-anak. Pada dosis
15 mg/kg BB/hari dapat terjadi : penurunan ketajaman
penglihatan pada pasien sebanyak 0,8 %, rash 0,5 %, dan
demam 0,3 %.
d. Etambutol tidak dianjurkan diberikan pada anak usia < 6 tahun.
5. Streptomisin
a. Hipersensitif, merupakan efek samping yang sering terjadi.
b. Golongan aminoglikosida, tidak diabsorpsi dalam saluran
pencernaan, indek terapi sempit.
c. Bekerja mengambat sintesis sempit.
d. Ototoksik atau toksik pada saraf otak ke 8 dapat menimbulkan
vertigo, sempoyongan dan tuli, neprotoksik yang dapat
menurunkan fungsi ginjal.
e. Bila ada keluhan baal dimuka terutama sekitar mulut segera
setelah pengobatan, dosis perlu dikurangi.
19
1. Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tapat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan (Depkes RI, 2008 :20).
Tahap Lanjutan
Kategori 2:
Kategori 3:
a. 2HRZ/ 4H3R3
21
b. 2HRZ/ 4HR
c. 2HRZ/ 6HE (Depkes RI, 2008)
1. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberculosis di Indonesia:
a. Kategori 1: 2HRZE/ 4(HR)3.
b. Kategori 2: 2HRZES/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan OAT
sisipan:HRZE.
d. Anak: 2HRZ/ 4HR
2. Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam
bentuk paket obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT),
sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk
OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
3. Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Tabel 2.3 Depkes RI, 2011 :24
2. Kategori -2
Panduan OAT menurut Depkes RI (2011) diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatab setelah putus berobat (default)
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu
)
Tabel 2.5 Depkes RI, 2011 :25
Catatan:
4. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
(Depkes RI, 2008 : 33).
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari
sistem survei penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan
jangkawaktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan
(priyanto, 2008).
28
BAB 3
Faktor Predisposisi
1. Sosiodemografi
2. Pengetahuan
3. Efek samping obat
4. Riwayat penyakit
Faktor Pendukung
1. Ketersediaan obat
2. Jarak tempuh tempat Kepatuhan Minum Obat
pelayanan
3. Ketersediaan transportasi
29
Faktor Penguat
Peran PMO
Keterangan :
: Diteliti : Berpengaruh
3.2 Hipotesa
HA : Ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan minum obat pada
pasien TBC di kecamatan gantrung kabupaten madiun.
BAB 4
METODE PENELITIAN
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu
dipenuhi oleh saetiap anggota populasi yang dapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili kriteria
populasi ( Nursalam, 2008). Sampel yang digunakan disini adalah
total sampel.
Populasi
penderita TBC di Puskesmas Gantrung
Sampel
penderita TBC di Puskesmas Gantrung
Desain Penelitian
Analitik dengan pendekatan cross sectional
Pengumpulan data
Menggunakan Kuesioner
Variabel terikat :
Kepatuhan
Variabel bebas : penderita TBC
Peran PMO dalam menjalani
Pengolahan data pengobatan
Editing, coding, tabulating scoring,
tabulating
B. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan
oleh orang yang berbeda (Nursalam, 2011). Untuk melihat reabilitas dalam
pengumpulan data dibidang kedokteran harus berprinsip pada stabilitas yaitu
mempunyai kesamaan bila dilakukan pengukuran berulang-ulang dalam waktu
yang berbeda. Ekuivalen yaitu pengukuran memberikan hasiil yang sama pada
kejadian yang sama. Dan homogenitas yaitu instrument yang diperlukan harus
mempunyai isi yang sama.
39
a. Patuh =1
b. Tidak Patuh =0
3. Scoring.
41
1. pernyataan positif
SS =4
S =3
TS =2
STS =1
2. pernyataan negative
STS =4
TS =3
S =2
SS =1
Sedangkan untuk kepatuhan minum obat :
1. jika obat habis sesuai jadwal berarti patuh
2. jika obat tertinggal atau lupa meminum walaupun 1x saja
berarti tidak patuh
4. Tabulating.
Kegiatan untuk meringkas data yang termasuk dalam tabel-tabel yang
telah dipersiapkan. Proses tabulasi meliputi: mempersiapkan tabel
dengan kolom dan baris yang disusun dengan cermat sesuai dengan
kebutuhan, kemudian menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap
kategori jawaban, dan menyusun distribusi frekuensi dengan tujuan agar
data yang telah tersusun rapi mudah dibaca dan dianalisa.
P=
∑ f x 100 %
N
Keterangan :
P : Prosentase
N : Jumlah populasi
∑F : Frekuensi jawaban
X − X̄
T = 50+10
[ ]S
Keterangan :
X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah
menjadi T
X̄ : Mean skor kelompok
S : Deviasi standar kelompok
T : Nilai dari T- skor
MT : Mean dari T skor
43
∑T
MT = n
Keterangan :
MT : Mean T
∑T : rerata T
2
S=
√ ∑ ( X − X̄ )
n
dari situ kita dapat melihat cara pengobatan dan jadwal minum
obatnya, kemudian pasien ditanya sisa berapa obatnya pada hari kita
melakukan wawancara. Jika patuh obat habis sesuai dengan jadwal
yang ditentukan oleh dokter, jika tidak patuh obat tertinggal atau
lupa meminumnya walaupun 1x, karena jika obat lupa 1 hari saja
berarti pasien tersebut harus mengulang pengobatan dari awal.
4.9.2.2 Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga
berkorelasi atau berhubungan (Notoadmodjo, 2012). Dalam
penelitian ini analisa bivariate dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan minum obat.
Pengolahan analisa data bivariate ini dengan menggunakan bantuan
komputerisasi. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square.
Uji chi square digunakan untuk mengetahui hubungan variabel yang
mempunyai data kategorik. Data atau variabel kategorik pada
umumnya berisi variabel yang berskala nominal dan ordinal
(Notoatmodjo, 2012). Pendapat lain menurut (Supiyudin, 2009)
mengatakan: semua hipotesis untuk kategorik yang berskala
nominal dan ordinal tidak berpasangan menggunakan analisa data
uji chi square, apabila memenuhi syarat uji chi square. Syarat yang
berlaku pada uji chi square yaitu:
a. Tidak ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari
5, maksimal 20% dari jumlah sel.
b. Jika syarrat uji chi square tidak terpenuhi, maka dipakai
uji alternatifnya:
1) Bila tabel 2 x 2, da nada nila E < 5 namun tidak
lebih dari 20 % jumlah sel, maka uji yang dipakai
adalah “fisher’s exact test.
2) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, maka digunakan uji
“pearson chi square” atau menggunakan sel yang
baru.
45