TUJUAN PELAJARAN :
Setelah mengikuti pembelajaran ini Peserta diharapkan mampu
memahami Dasar – Dasar Proteksi untuk dapat melaksanakan
Pemeliharaan proteksi peralatan elektrikal pembangkit sesuai dengan
SOP/IK (Instruksi Kerja), standard Perusahaan, Instruction Manual
dan Standar Pabrik.
DURASI : 4 JP
PENYUSUN :
1. ERWIN (SPV PBP – Udiklat Suralaya)
2. KISWONDO (Fungsional Ahli – IP UBP
Suralaya)
Sistem tenaga listrik memerlukan modal yang sangat besar dalam investasi. Sehingga untuk
memaksimal keuntungan atas pengeluaran investasi yang telah dilakukan maka sistem tenaga
tersebut harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan meningkatkan keandalan dan
keamanan sistem tenaga. Dalam kondisi apapun suatu sistem harus dapat beroperasi secara
aman, akan tetapi pada kenyataan dalam pengoperasian suatu sistem tenaga yang telah
dirancang sangat baik maka tetap terjadi gangguan pada sistem tenaga. Dimana gangguan
tersebut merupakan resiko dari suatu sistem yang beroperasi. Seperti contoh diperlihatkan
pada gambar 2 menunjukkan adanya gangguan di saluran udara transmisi.
Kekuatan yang besifat merusak akibat adanya gangguan arc yang membawa arus yang sangat
besar yang dapat membakar konduktor tembaga atau mengelas laminasi inti dalam
transformator dalam waktu yang sangat singkat (beberapa puluh atau ratus milidetik). Sehingga
diperlukan proteksi yang memadai untuk mendeteksi dan melepaskan peralatan dari sistem
tenaga sehingga dapat melindungi peralatan dari kerusakan. Gambar 3 memberikan gambaran
tentang konsekuensi kegagalan proteksi untuk memberikan perlindungan yang tepat dan cepat.
Circuit Breaker (PMT) berfungsi sebagai pemutus arus dalam rangkaian listrik untuk
mengisolasi/melepas bagian sistem yang terganggu.
Relai berfungsi sebagai elemen pengukur/perasa untuk mendeteksi gangguan.
Waktu Kerja Relai (Relay Operating Time) adalah Rentang waktu sejak gangguan muncul
sampai dengan saat kontak keluaran relai terhubung (mengeluarkan perintah trip) (SPLN
T5.002-1: 2010). Dimana waktu kerja relai merupakan salah satu perhitungan dalam
menentukan
Waktu Pembebasan Gangguan (Fault Clearing Time) yang merupakan rentang waktu sejak
gangguan muncul sampai gangguan dibebaskan dari sistem (SPLN T5.002-1: 2010)
1.4.5 Pengawatan
Pengawatan (Wiring) untuk menghubungkan komponen komponen proteksi sehingga
menjadi satu sistem. Gambar berikut memperlihatkan contoh pengawatan transformator
d. Andal (Reliability)
Kemungkinan suatu sistem proteksi dapat bekerja benar sesuai fungsi yang diinginkan
dalam kondisi dan jangka waktu tertentu (IEV 448-12-05). Proteksi diharapkan bekerja pada
saat kondisi yang diharapkan terpenuhi dan tidak boleh bekerja pada kondisi yang tidak
diharapkan. (SPLN T5.002-1: 2010)
Keandalan sistem proteksi terbagi dua yaitu Keterpercayaan (Dependability) dan
Keterjaminan (Security).
Keterpercayaan (Dependability) : Derajat kepastian suatu sistem proteksi tidak
2. Instrumentasi Proteksi
Fungsi utama dari sistem proteksi suatu peralatan adalah untuk mengamankan peralatan
tersebut dari bahaya kerusakan. Untuk menjalankan fungsi tersebut, digunakan peralatan
instrumentasi diantaranya sebagai berikut ini.
2.1. Transformator Tegangan
Trafo tegangan adalah peralatan yang mentransformasi tegangan sistem yang lebih tinggi ke
suatu tegangan sistem yang lebih rendah untuk peralatan indikator, alat ukur / meter dan relai
2.1.1 Fungsi dan Rasio Trafo Tegangan
Adapun fungsi Trafo Tegangan (Voltage Transformer) pada peralatan instalasi tenaga listrik
adalah :
Mentransformasikan besaran tegangan sistem dari yang tinggi ke besaran tegangan
listrik yang lebih rendah sehingga dapat digunakan untuk peralatan proteksi dan
pengukuran yang lebih aman, akurat dan teliti.
Mengisolasi bagian primer yang tegangannya sangat tinggi dengan bagian sekunder
Dimana :
N1>N2
Dimana :
N1 = Jumlah Lilitan Primer
N2 = Jumlah Lilitan Sekunder
E1 = Tegangan Primer
E2 = Tegangan Sekunder
a = perbandingan transformasi (Rasio)
Transformator tegangan tipe CVT biasanya digunakan pada rangkaian yang menggunakan
tegangan lebih tinggi, misalnya grid/jaringan tegangan ekstra tinggi. Kapasitor juga
memungkinkan injeksi sinyal frekuensi tinggi pada konduktor penyaluran yang digunakan untuk
komunikasi antara gardu induk/substation untuk relay distance , telemetri/supervisori dan
komunikasi suara. Oleh sebab itu, pada jaringan tegangan ekstra tinggi, CVT sering digunakan
untuk tujuan proteksi dan komunikasi.
(a)
(c)
Gambar 14 Rangkaian dasar dan Penampang CVT
Transformator tegangan pada dasarnya merupakan sebuah transformator biasa, akan tetapi
mempunyai rasio transformasi yang sangat teliti. Rasio tegangan itu digunakan untuk
mengubah tegangan tinggi menjadi tegangan rendah yang standard, yang digunakan untuk
pengukuran maupun untuk proteksi.
Misalnya pada sebuah insatalasi listrik yang tegangannya 20 KV, maka transformator tegangan
merubahnya dari 20 KV menjadi 220 V atau 110 V. Ciri khas dari trafo ini ketelitiannya sangat
tinggi. Tegangan rendah pada sisi sekunder tersebut dipakai untuk keperluan pengukuran atau
proteksi.
0.2 ± 0.2 ± 10
0.5 ± 0.5 ± 20
1.0 ± 1.0 ± 40
6P ±6 ± 240
Batasan kesalahan VT untuk proteksi dengan rating beban 0,25 s/d 1 kali pada faktor daya 0,8
dan 0.05 sd faktor overvoltage kali dari tegangan rating
T1 T2
t1 t2
berdasarkan gambar tersebut diatas maka merupakan rangkaian tertutup dimana pada
sekunder terhubung dengan beban yang dapat merupakan gambaran suatu relai atau alat ukur.
adapun beberapa hal menjadi perhatian pada saat kondisi sekunder CT dihubungkan dengan
beban.
Tegangan beban akan naik jika arus beban naik dan/atau impedance beban (burden) naik
Tegangan impedansi naik pada saat nilai impedansi core (Ze) turun
Jika Ze sangat tinggi (tidak ada kejenuhan yang berarti pada tegangan beban rendah),
maka arus yang melalui Ze sangat kecil (dapat diabaikan)
pada saat CT jenuh, Ze sangat kecil sehingga kebanyakan arus mengalir melalui Ze dan
arus yang melalui relai (burden) dapat diabaikan atau hampir nol.
Pada gambar dibawah ini diperlihatkan kondisi sekunder CT terbuka (open).
berdasarkan kondisi CT sekunder Open maka ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan:
Tegangan di terminal beban (V) menjadi tinggi
Semua arus akan melalui Ze dimana impedansi Ze tinggi yang akan menghasilkan
tegangan Ze yang tinggi pada saat terminal sekunder CT open.
Isolasi CT akan rusak karena tegangan tinggi yang dihasilkan sehingga menghasilkan
arus yang melalui impedansi Ze yang tinggi.
diperlukan pengamanan untuk menghindari kondisi sekunder CT terbuka (open).
Karena pada sisi primer selalu mengalir arus instalasi, maka sisi sekunder transformator harus
senantiasa merupakan suatu rangkaian yang tertutup, jika tidak, dan karena suatu kelalaian sisi
sekunder berada dalam keadaan terbuka, maka transformator arus itu akan mengalami
kerusakan karena tidak adanya fluks yang berasal dari kumparan sekunder. Bila untuk
keperluan perbaikan atau pemasangan rangkaian sekunder ini perlu dibuka, maka terlebih
dahulu sisi sekundernya di hubung singkat. Hal ini dilakukan dengan mempergunakan suatu
switch khusus dengan tanda S, sebagaimana terlihat pada Gambar berikut ini
A1
A2
a1 a2
A
Gambar 24 Skema Transformator Arus
Komposit error
Komposit error merupakan nilai rms dari kesalahan trafo dan ditunjukkan oleh
persamaan berikut
2.2.5 Class CT
Menyatakan prosentase kesalahan pengukuran CT pada rating atau pada rating akurasi limit.
Accuracy Limit Factor ( ALF )
Disebut juga faktor kejenuhan inti
Perbandingan dari I primer : I rated
Nilai dimana akurasi CT masih bisa dicapai
Tabel 5 Kesalahan rasio dan pergeseran fasa CT proteksi Per IEC 60044-1
10P ± 5% ± 10 %
Gambar 277 Grafik Bahan / Material Thermocouple terhadap temperature dan tegangan.
Ada beberapa jenis Thermocouple, dimana setiap jenis Thermocouple (TC) memiliki
kode dan warna kabel yang berbeda (warna kabel menunjukkan jenis metalnya).
Secara komersial jenis thermocouple ditetapkan oleh ISA (Instrument Society of
America). Jenis E, J, K dan T adalah base-metal thermocouple dan dapat digunakan
untuk mengukur temperature hingga 1000°C (1832°F). Jenis S, R dan B adalah noble-
Tabel 6 Tipe thermocouple (jenis, range pengukuran dan standar warna kabel)
Berdasarkan jenis probe Thermocouple, secara umum ada tiga macam jenis tipikal probe
thermocouple, yakni tipe Exposed Junction, Grounded Junction dan Ungrounded Junction,
dimana masing-masing memiliki karakter tersendiri sebagaimana dapat dilihat pada gambar 28.
RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik (
isolator ).
Bahan atau material pembuatan Resistance Temprature Detector yang umum adalah :
Platinum ( paling populer dan akurat )
Nickel
copper
Balco ( langka )
Tungsten ( langka )
Secara komersial resistance RTD yang tersedia di pasaran terbentang dari nilai 50 ~ 1.000 Ω.
Material yang paling banyak digunakan adalah Platinum (Pt) karena memenuhi kriteria stabil,
linier, high resistively dan workability serta mampu mengukur antara -300 ~ 1200 OF (-150 dan
650 OC). Platinum RTD dikenal dengan naman Pt100, karena sensor ini memiliki nilai resistansi
sebesar 100 Ω pada temperatur 32 OC (0 OC) dan akan meningkat nilai resistansinya sebesar
0.385 Ω setiap kenaikan temperatur 1 OC. Sehingga temperatur dapat dihitung :
O
C=
b. RTD tipe 3 wire ini merupakan tipe yang paling sering digunakan, praktis dan
cukup akurat untuk aplikasi industry.Pada RTD 3 wire terdapat kompensasi perubahan
hambatan kabel ekstensi karena perubahan temperature lingkungan dan panjang kabel.
Akurasi RTD tipe ini lebih baik dibandingkan dengan RTD tipe 2 wire karena ada
tambahan 1 kabel yang berfungsi sebagai hambatan kompensasi untuk mengurangi
kesalahan pengukuran akibat kabel ekstensi. RTD tipe 3 wire ini dapat diinstal pada
jarak yang lebih jauh ( < 600 Meter ) dengan transmitter dari pada tipe RTD 2 wire.
c. RTD tipe 4 Wire merupakan RTD yang paling mahal,namun memiliki akurasi
yang paling baik diantara RTD lainnya. Kabel keempat berfungsi menambah
kompensasi kabel ekstensi sehingga menghasilkan akurasi yang lebih tinggi
Jika sensor dipanaskan, air raksa akan memuai dan mendorong piston/tuas, sehingga kontak
switch akan terdorong (C-NO atau C-NC). Thermoswitch atau temperatur switch biasanya
digunakan sebagai digital input fungsi proteksi, misalnya pada temperatur casing.
Kasus yang dominan dalam vibrasi mesin adalah yang disebabkan oleh gaya eksitasi getaran
yang berasal dari mesin tersebut, yang menyangkut diantaranya :
Kondisi yang tak seimbang (unbalance) baik statik maupun dinamik pada shaft
Cacat yang terjadi pada elemen-elemen rotasi (bearing rusak, impeller macet)
Permasalahan pada Fluid Coupling
Terjadi mis-alignment pada shaft
Adanya Oil Whirl (pusaran perputaran oli) dan ketidakstabilan dinamis yang lain
Secara matematis vibrasi mempunyai karakteristik yang disebut dengan parameter vibrasi,
yakni Displacement (Jarak), Velocity (Kecepatan) dan Accelerometer (Percepatan).
i. Horizontal
Pengecekan secara horizontal dengan cara meletakkan alat sensor secara
horizontal pada bearing cap. Dari pengukuran ini dapat diketahui nilai amplitudo yang
paling tinggi.
ii. Vertikal
Pengambilan data secara vertikal adalah dengan menempatkan alat sensor pada posisi
vertikal atau berbanding 90o dengan arah horizontal pada bearing cap. Pengambilan data
secara vertikal ini akan menunjukan nilai amplitudo yang lebih rendah dibandingkan
pengambilan data secara horizontal.
Keterangan :
X-axis = horizontal position
Y-axis = vertical position
Z-axis = axial position
Pada tangki terbuka yang terhubung ke udara terbuka (atmosfer), DP transmitter (level Tx)
dipasang pada tekanan tinggi pada dasar tangki, sedangkan sisi tekanan rendah tetap
dibiarkan terbuka ke atmosfer. DP akan mengukur level secara sederhana, sesuai dengan
rumusan berikut,
P High = P atm + S . H
P Low = P atm
Differential Pressure (ΔP) = P High – P Low = S . H
S = Berat Jenis cairan (N/m3)
H = Tinggi cairan dalam kolom (m)
Level transmitter dapat dikalibrasi pada output 4 mA ketika level tangki pada posisi 0% dan
bernilai 20 mA ketika level tangki 100 %.
Level Tangki Tertutup – Dry Leg System
Yang dimaksud dengan sistem Dry Leg adalah ketika garis impulse/sisi tekanan rendah dari
DP Transmitter terhubung langsung ke phase gas pada sisi atas level tangki, sebagaimana
dapat dilihat pada gambar 49.
Sistem Dry Leg biasanya digunakan untuk pengukuran level tangki tertutup dimana fase gas di
dalamnya adalah gas yang bersifat non-kondensable.
Rumusan : P High = P gas + S . H
P Low = P gas
Differential Pressure (ΔP) = P High – P Low = S.H
3
S = Berat Jenis cairan (N/m )
H = Tinggi cairan dalam kolom (m)
Efek yang ditimbulkan oleh tekanan gas tidak diperhitungkan, hanya tekanan akibat tekanan
hidrostatis yang diperhitungkan.
Level Tangki Tertutup – Wet Leg System
Pada sistem Wet Leg, line sisi low-pressure secara penuh terisi dengan fluida cairan (biasanya
cairan yang sama dengan cairan pada proses utama) sebagaimana pada gambar 50 berikut.
Pada sistem Wet Leg, bagian atas impuls sisi tekanan rendah dibuat sebuah tangki penangkap
(catch tank). Fluida phase gas atau uap akan mengalami kondensasi pada sisi wet leg dan
akan terkumpul pada catch tank. Dengan adanya catch tank ini maka hydrostatic pressure pada
sisi low-pressure akan terjaga konstan, sehingga lebih mudah untuk dikalibrasi. Pada gambar
Ketika material magnetik mendekati kutub generator, fluks magnetik akan bertambah (gambar
51 atas). Sebaliknya, ketika material magnetik menjauhi generator, fluks magnetik akan
berkurang seperti semula. Gerigi dari gir yang berputar terbentuk dari material magnetik.
Perubahan fluks magnetik akan menghasilkan tegangan AC ke kumparan kawat yang ada. Dari
tegangan AC yang dihasilkan, dapat dicari nilai frekuensi dari pergerakan turbin dan generator
yang nilainya sebanding dengan kecepatan. Prinsip operasinya berdasarkan prinsip eddy
current.
a.Tipe plunger
Prinsipnya adalah menggunakan plunger yang ditempatkan didalam kumparan elektromagnetik
yang statis/tidak bergerak. Apabila arus yang melewati kumparan mencapai setting, maka akan
menggerakkan plunger sehingga kontak pada switch akan close atau open sesuai setting.