Anda di halaman 1dari 12

LASER PADA MATA

PENDAHULUAN
Saat ini pemakaian Laser dalam bidang kehidupan telah digunakan secara luas,
seperti didunia kedokteran, ilmu pengetahuan, komersial dan industri. Dibidang
kedokteran khususnya laser untuk penyakit-penyakit mata dimulai dengan fotokoagulasi
korioretina. Sejak pemakaian ‘ruby laser’ pada tahun1960, teknologi ‘ophthalmic laser’
dan pemakaian secara klinik telah meningkat dengan cepat. Kemajuan yang progresif
pada teknologi laser dan pemahaman mekanisme tentang interaksi laser-jaringan telah
menghasilkan secara seksama cara melakukan laser retina dan meminimalkan efek
sampingnya.

Perkembangan ‘Ophthalmic Laser’


Albert Einstein mengembangkan konsep dan prinsip-prinsip yang penting untuk
menghasilkan fungsi sistim laser tahun 1917 sebagai bagian dari teori quantumnya. Dia
mengatakan bahwa energi yang dihasilkan oleh emisi yang distimulasi mempunyai
panjang gelombang yang sama dan berjalan dalam arah yang sama. Kemudian konsep ini
tidak berkembang sampai tahun 1954, sampai ketika Charles H. Townes dkk,
menghasilkan alat pertama maser (microwave amplification by stimulated emission of
radiation). Bersama dengan A.L.Schawlow, Townes memperlihatkan bahwa mungkin
dibuat alat yang sama dengan memakai ‘optical light’ : suatu laser (light amplification by
stimulated emission of radiation).
Perkembangan laser sampai saat ini merupakan hasil observasi dan penelitian
yang dilakukan oleh para ilmuwan. Dimulai oleh Socrates yang melakukan pengamatan
terhadap retina akibat cahaya matahari (solar retinitis atau eclipse burns). Tahun 1600-an
seorang ilmuwan bernama Theophylus Bonetus (1620-1689) menguraikan pertama kali
mengenai skotoma sentral akibat radiasi sinar matahari pada mata. Pengetahuan ini
semakin berkembang setelah ditemukannya ophthalmoscope. Czerny tahun 1867 dan
Deutschmann tahun 1882, serta Widmark secara series menyampaikan hasil
penelitiannya tentang efek sinar matahari yang dapat menghasilkan lesi atau ‘burns’ pada
retina rabbit dengan memfokuskan cahaya matahari melalui pupil yang dilatasi. Maggiore
lebih memfokuskan pada histology retina manusia akibat radiasi berupa hiperemi dan
edema pada struktur retina. Tahun 1949 Meyer-Schwickerath berhasil pertama kali
mempublikasikan researchnya tentang fotokoagulasi. Tahun 1956 mereka juga
memprakarsai pemakaian ‘high-pressure xenon lamp’ untuk fotokoagulasi yang
kemudian dibuat secara komersil oleh Zeiss. Tahun 1960 Maiman menciptakan ‘optical
maser’ (akhirnya disebut laser) memakai ruby cristal. Laser ruby kemudian diketahui
sangat efektif menimbulkan ‘adhesive chorioretinitis’ tetapi tidak digunakan untuk
kelainan vaskuler.
Sebelumnya tahun 1943, Eccles dan Flynn, mencari hubungan antara ‘waktu
eksposur’ dan ‘intensitas panas’ yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu ‘solar burn’
pada retina rabbit. Tahun 1955, Byrnes dkk, mendemonstrasikan bahwa retina rabbit
yang diekspose dengan ‘nuclear explosions’ yang mempunyai ‘burn’ sama dengan
ekspose retina oleh ‘sunlight’. Beberapa tahun kemudian, Weisinger dkk dan Guerry dkk,
mengukur secara kuantitatif exposure time dan intensitas retina yang terbakar yang
dihasilkan oleh ‘carbon arc lamp’.
Pemakaian argon ion laser dimulai tahun 1965 untuk penyakit vaskuler retina dan
dipakai untuk manusia pertama kali tahun 1968. Secara komersil laser ini dimulai tahun
1971. Pada waktu hampir bersamaan krypton (1972) digunakan untuk fotokoagulasi dan
YAG laser (1971). Tahun 1971 ini juga Beckman melakukan keratektomi dan sklerotomi
pada binatang menggunakan CO2 laser. Tahun 1979 laser ini dimanfaatkan untuk terapi
penyakit glaukoma pada manusia. Kemudian berkembang pemakaiannya untuk
manipulasi intravitreal dan koagulasi korioretina. Saat ini banyak dipakai untuk
kauterisasi, vaporisasi dan insisi jaringan okuler.
Sejak tahun 1973 ruby laser dan argon laser secara luas digunakan untuk terapi
penyakit glaukoma seperti manipulasi trabecular meshwork, trabeculoplasty, laser
iridotomi, transcleral irradiation corpus ciliaris dan transpupilary laser cyclocautery.
Sampai saat ini telah banyak tipe laser yang dimanfaatkan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing kelainan dan penyakit mata pada manusia.

Prinsip Laser
Laser adalah suatu kependekan dari light amplification by stimulated emission of
radiation. Merupakan suatu teknik untuk mendapatkan cahaya photon (elektromagnetik)
yang berasal dari energi yang dilepaskan secara spontan oleh atom-atom berenergi tinggi
yang tidak stabil yang distimulasi dari atom-atom yang berenergi rendah (ground-state)
yang stabil. Perubahan status atom-atom tersebut secara terus menerus distimulasi,
dipertahankan dan ditingkatkan (amplification) dalam suatu ruang resonant oleh
mediator yang kemudian dikenal sebagai sumber laser.

Agar terbentuknya sinar laser, ada 3 elemen dasar yang diperlukan:


1. ‘active medium’
2. ‘resonant cavity’
3. ‘excitation or pumping mechanism’

Pada basic laser cavity, medium aktif ditempatkan dalam ruang resonant dengan
cermin coaxial pada ujung-ujung yang berlawanan. Satu dari cermin mentransmisikan
sebagian cahaya laser ke jaringan target. ‘Pumping source’ membangkitkan energi ke
medium aktif untuk mencapai situasi dimana atom-atom akan berubah pada level
berenergi tinggi yang tidak stabil yang kemudian berubah kembali ke atom stabil dengan
energi rendah (ground state). Perubahan ini akan menimbulkan radiasi emisi spontan ke
semua arah. Emisinya itu dapat berupa monochromatic, spatial coherent, collimation.
‘Monochromatic’ berarti dapat beremisi dalam range panjang gelombang yang sangat
sempit, ‘spatial coherent’ mampu difokuskan ke spot size sangat kecil, ‘collimation’
berarti gelombang yang diemisikan tidak mengalami perubahan.
Spektrum radiasi elektromagnetik yang timbul bisa dibedakan atas 3 bagian
berdasarkan panjang gelombang (wavelength) yang dihasilkan :
1. Ultraviolet, < 400 ηm, meliputi UVA, UVB, UVC, x-rays, gamma-rays
2. Visible light, 400 ηm (blue) – 780 ηm (red)
3. Infrared, > 700 ηm, meliputi IRA, IRB, IRC
TIPE LASER
Laser yang dihasilkan tergantung active medium yang digunakan yang secara fisik
meliputi solid, liquid, gas atau semiconductor.
- Solid-state laser
o meliputi ruby laser dan Nd:YAG laser
- Liquid laser
o suatu dye laser dengan bekerja berdasarkan transisi organic dye molecule
yang dilarutkan dalam larutan
o memakai ‘series dye solution’ akan menghasilkan panjang gelombang dari
near-ultraviolet sampai near-infrared
- Gas ion laser
o meliputi ion laser dan carbon dioksida laser. ‘Ion laser’ adalah argon dan
krypton laser, ‘carbon dioksida laser’ adalah kombinasi nitrogen dan
helium
- Semiconductor laser
o Diode laser dibuat dari ‘semiconductor crystal gallium arsenid (GaAs)’
atau ‘indium phospide’
o wavelength yang diemisikan 780 ηm dan 850 ηm
o dapat digunakan pada transpupillary slit-lamp biomicroscope dan laser
indirect ophthalmoscope

Argon Laser
- terdiri dari 9 panjang gelombang dalam blue-green visible spectrum, tetapi yang
utama ada 2 yaitu 488.0 ηm blue wavelength dan 514.5 ηm pea-green
wavelength, ini membentuk 70-80% argon laser.
- retina sendiri sedikit mengabsorbsi energi dari argon laser, begitu juga vitreous,
lensa, kornea
- pigmen epithel (dengan granul-granul pigmennya), pigmen xantophyll, pigmen
hemoglobin sangat tinggi mengabsorbsi radiasi argon

Xenon-Arc
- berasal dari radiasi semua spectrum visible dan near-infrared (400.0-1600.0 ηm)
- radiasinya dapat diabsorbsi secara primer oleh pigmen epithel dan beberapa
jaringan berpigmen lainnya

Ruby Laser
- mempunyai 1 panjang gelombang 694.3 ηm pada spectrum visible.
- kurang atau tidak diabsorbsi oleh pigmen hemoglobin, sehingga radiasi tidak
efektif pada pembuluh darah dan struktur berisi darah, karena di ‘scatter’,
ditransmisikan dan direfleksikan oleh eritrosit (sama dengan red krypton laser)
- diabsorbsi baik oleh granul-granul pigmen dari pigmen epithel
- belakangan jarang digunakan dan tidak diproduksi secara komersil, digantikan
oleh argon dan krypton laser karena ‘delivery system’ lebih baik, mudah
menentukan power yang tepat ditempat koagulasi, dan dapat dipakai secara luas
pada terapi struktural, vaskuler, neoplastic dan defek okuler lainnya.
Krypton Laser
- mempunyai beberapa panjang gelombang spektrum visible yaitu : blue (488.0
ηm), green (514.5 ηm), pea green (530.8 ηm), yellow (568.2 ηm), red (647.1 ηm).
- outputnya cukup untuk menghasilkan koagulasi khorioretina, namun terbatas
untuk pasien dengan kekeruhan vitreous dan lensa
- manfaat yang besar adalah panjang gelombang pea green dan yellow yang
diabsorbsi lebih tinggi oleh hemoglobin, lipofuscin, dan melanin dibanding
argon, red krypton, ruby, frequency-doubled neodymium-YAG, atau regular
neodymium-YAG, dan lebih efisien mengkonversi energi cahaya kedalam bentuk
panas.
- red-krypton (647.1 ηm), dapat digunakan untuk koagulasi pigmen epithel ketika
terdapat darah di vitreous, ruang preretinal, atau lapisan superficial retina.
- salah satu kerugiannya adalah memerlukan input power elektrik yang besar untuk
menghasilkan laser yang adequate untuk fotokoagulasi
- Keuntungan utama red-krypton laser adalah :
a. mampu menembus perdarahan tipis di vitreous, preretina dan retina untuk
membuat koagulasi khorioretina tanpa absorbsi bermakna dari kekeruhan
tersebut
b. mampu menembus pigmen xantophyll dalam area foveolar, tidak efektif
(absorbsi maksimum oleh xantophyll adalah 460 ηm) untuk mengkoagulasi
dan menghancurkan neovaskularisasi epithel subpigmen dan kelainan lainnya
dalam area tersebut. Blue-krypton tidak bisa digunakan karena diabsorbsi
kuat oleh xantophyll sehingga menimbulkan koagulasi lapisan serabut saraf
daerah tersebut.
c. dapat mengkoagulasi lebih ekstensif deep choriocapillaris dan choroidal
karena kurang diabsorbsi epithel pigmen retina,sedangkan transmisinya lebih
tinggi, sehingga bisa menghilangkan neovaskularisasi khoroid.
d. mampu menembus vitreous yang keruh (darah, membrane, debris) dan dengan
power rendah dapat mengkoagulasi retina secara efektif dibanding laser lain
e. diabsorbsi terutama oleh epithel pigmen retina, sehingga mempunyai akibat
minimal kepada inner retinal layer, dengan demikian lebih menguntungkan
untuk panretinal photocoagulasi.

Dye Laser
- menghasilkan energi cahaya dengan panjang gelombang regio ‘visible spectrum’
- dapat menghasilkan laser ‘monochromatic’
- emisi laser dapat dipakai secara efektif diruang operasi
- dapat digunakan sebagai fotokoagulasi, fotodisruption, fotoobliteration.

YAG Laser
- terd dari 2 macam : frequency-doubled dan without frequency-doubled
neodymium yttrium-aluminium-garnet
- frequency-doubled :
o laser dihasilkan oleh spektrum infrared (1064.0 ηm) dan kemudian lewat
melalui ‘nonlinear crystal’ (barium sodium lithium niobate) yang ‘doubles
the frequency’ menjadi cahaya separoh dari ‘wavelenght’ awal yaitu
cahaya laser pea green (532.0 ηm)
o lebih tinggi diabsorbsi oleh hemoglobin dan pigmen epithelium dibanding
argon laser,
o menguntungkan karena kemasan yang portable, sedangkan kelemahannya
sulit diproduksi secara masal karena bermasaalah dengan teknik produksi
‘nonlinear crystal’
- without frequency-doubled
o memakai ‘basic wavelength (1064.0 ηm)
o termasuk emisi infrared pulsed dengan range nanosecond atau picosecond
(10-9 – 10-12 sec)
o dapat digunakan untuk memotong vitreous dan membrane segment
anterior, seperti kapsul anterior atau posterior lensa
o dengan energi yang sangat kecil sekali dapat melakukan insisi nonthermal
melalui membrane dan struktur yang transparan, dengan demikian sangat
bermanfaat sekali pada ‘discission’ kapsul posterior, ekstraksi prekatarak
dengan menginsisi kapsul anterior, atau melisis membrane vitreous
khususnya traksi vitreoretinal yang hebat

Diode Laser
- emisinya dalam spectrum near-infrared (800 ηm)
- mampu penetrasi media keruh seperti katarak dan perdarahan vitreous dibanding
argon laser dan sangat baik penetrasinya pada edema retina dan cairan serous
- membutuhkan power besar dan eksposure time lebih lama untuk terjadinya
koagulasi
- kurang diabsorpsi oleh epithel pigmen retina dan khoroid, sehingga energi
penetrasi sampai kekhoroid lebih dalam

EFEK LASER PADA MATA

Interaksi radiasi dengan material biologi


Pada saat suatu molekul mendapatkan energi dari hasil proses eksitasi, maka
energi tersebut akan mengalami konversi dalam bentuk berbeda, dimana dapat dibedakan
atas 3 kategori utama, yaitu :
1. Sebagian atau semua energi direradiasi ke panjang gelombang yang lebih
panjang, dalam bentuk ‘flourescence’ atau ‘phosphorescence’
2. Semua atau sebagian energi akan dikonversi kedalam bentuk panas
3. Semua atau sebagian energi dapat digunakan untuk membentuk energi bebas yang
mengaktivasi reaksi kimia.

Bila molekul system biologi yang mengalami interaksi dengan photon yang
dihasilkan oleh proses eksitasi, maka akan terjadi perubahan energi pada system biologi
sesuai dengan panjang gelombang photon tersebut. ‘Photon’ pada regio ultraviolet,
interaksinya dengan sistem biologi menimbulkan ‘disruption’ atau ‘alteration’ DNA dan
RNA kedalam bentuk ‘abiotic’, yang kemudian sel mengalami kematian. ‘Photon’ dalam
visible spectrum, menyebabkan 2 bentuk interaksi. Pertama, photon dapat memberikan
energi untuk reaksi fotokimia, seperti fotosintesis dan proses visual. Kedua, energi
photon diabsorbsi dirubah kedalam panas, dan temperature ini parameter yang sangat
‘critical’ dalam kehidupan normal sel, peningkatan sedikit akan menyebabkan ‘thermal
damage’. Photon dalam region infrared atau panjang gelombang lebih panjang biasanya
melibatkan interaksi ‘thermal-type’ dengan ‘biologic material’.

Pada saat aplikasi laser pada ‘low-level’, dimana tidak terjadi vaporization adalah :
1. Laser dalam regio ultraviolet akan menyebabkan perubahan ‘abiotic’ pada semua
jaringan
2. Laser dalam spectrum visible akan menyebabkan 2 kemungkinan :
a. photon dapat menyebabkan proses fotokimia, seperti interaksi pemakaian
‘dye laser’ untuk mengeksitasi ‘hematoporphyrin’ yang diinjeksikan.
b. Energi photon yang diabsorbsi dirubah kedalam bentuk panas yang
menyebabkan kerusakan thermal yaitu berupa fotokoagulasi akibat
denaturasi protein dan inaktifasi enzim
3. Laser dalam spectrum infrared , interaksinya akan menimbulkan panas

Bila terjadi absorbsi energi sangat tinggi yang dihasilkan oleh laser, interaksinya akan
menimbulkan vaporization air jaringan, penguapan dan ‘shock waves’. Jika deposit
energi sangat tinggi, dan sisa-sisa jaringan dan gas ‘vaporiz’, temperature dapat mencapai
sangat tinggi, maka interaksi menjadi lebih kompleks dan lebih sulit untuk dianalisa.

Jadi efek laser pada jaringan dapat digolongkan atas 3 kategori utama yaitu fotokimia,
thermal dan ionizing (mechanical), tergantung kepada parameter wavelength, irradiance
dan duration exposure. Hasil akhir pada jaringan dapat berupa fotokoagulasi,
fotodisruption, fotoablation.

- Fotokoagulasi
o terjadi ketika khromophore mengabsorbsi photon, timbul peningkatan
temperature yang critical untuk mendenaturasi biomolekul, thermal
menginduksi perubahan struktural jaringan target.
o perubahan ini dimanifestasikan sebagai kehilangan aktifitas biologi atau
integritas struktural, sehingga menghasilkan nekrosis, hemostasis dan
koagulasi.
- Fotodisruption
o tidak tergantung kepada absorbsi pigmen
o suatu proses memakai peak-power tinggi, pulse ‘ionizing laser’ digunakan
untuk merusak jaringan
o energi terkonsentrasi pada time dan space untuk menimbulkan ionisasi
medium target dengan pembentukan plasma
- Fotoablation
o Memakai photon ultraviolet energi tinggi untuk merusak ikatan-ikatan
molekul, secara langsung meradiasi permukaan kedalam fragmen-fragmen
halus yang mudah menguap tanpa menyisakan panas pada substrat, yang
pada akhirnya jaringan menjadi terangkat

Interaksi Laser dengan Mata


Ultraviolet A (UVA) dan Infrared A (IRA) di absorbsi oleh lensa yang kemudian
mengalami kerusakan fotokimia. IRB, IRC, UVB dan UVC mempengaruhi kornea. UVB
dan UVC bisa menyebabkan konjungtivitis, merasakan mata serasa berpasir dan mata
berair. Ketika UVB dan UVC di serab ke kornea lebih dalam, bisa menyebabkan ‘milky
cornea’. Ini berlangsung dalam 6 – 12 jam.
IRB dan IRC menyebabkan katarak dan ‘flashburn’. Gelombang infrared
mentransmisikan energi termal dan panas akan ditransfer ke iris dan lensa.

Cara Pemakaian Laser


Laser dapat digunakan untuk berbagai teknik sesuai dengan kebutuhan. Ada
beberapa teknik untuk melakukan laser pada mata yaitu :
a. Memakai Slit-lamp.
b. Endolaser
c. Laser Indirect Ophthalmoscope
d. Dan lain-lain

PEMANFAATAN LASER PADA MATA

1. Vitreoretina
Agar laser dapat berhasil berinteraksi di fundus, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu :
- Panjang gelombang harus ditransmisikan dengan baik oleh media okuler dan saat
yang sama diabsorbsi secara efektif oleh jaringan target dan mempunyai efek
minimal kemedia lain. Laser spektrum visible dan near-infrared sangat baik
ditransmisikan oleh media okuler, dimana sangat sedikit kehilangan energi saat
melewati media untuk sampai ke retina, sedangkan laser infrared tidak dipakai
untuk retina karena diabsorbsi sangat tinggi oleh air media okuler.
- granul-granul melanin: berlokasi didalam epithel pigmen retina dan melanocyte
khoroid, merupakan komponen utama untuk absorbsi sinar laser di retina dan
absorber paling baik dari semua pigmen. Laser yang paling efektif adalah panjang
gelombang lebih pendek dimana akan diabsorbsi melanin lebih besar. Digunakan
blue-yellow dari spektrum visible atau 400-700 ηm.
- Hemoglobin, berlokasi dalam pembuluh darah retina dalam dan khoroid, juga di
jaringan ekstravaskuler. Absorbsi oleh hemoglobin bervariasi sesuai dengan
saturasi oksigen. ‘Shorter-wavelenght’, terutama blue-yellow jauh lebih efektif
dari red dan near-infrared. Oxyhemoglobin secara maksimal diabsorbsi oleh 542
ηm (green) dan 577 ηm (yellow), sedangkan hemoglobin kurang diabsorbsi secara
maksimal oleh 555 ηm (yellow). Red laser seperti ruby-laser (694 ηm) tidak
diabsorbsi oleh hemoglobin secara total. Untuk bisa diabsorbsi oleh hemoglobin,
panjang gelombang harus kecil dari 550 ηm. Argon laser yang mempunyai emisi
beberapapanjang gelombang dalam spektrum blue-green adalah efektif untuk
berinteraksi dengan pigmen ephitelium dan hemoglobin, 2,2 – 3,5 kali lebih
efektif daripada xenon-arc, 5 kali lebih efektif diabsorbsi hemoglobin dibanding
xenon-arc. Dengan demikian argon laser sangat efektif untuk fotokoagulasi
pigmen epithel dan khoroid dan interaksi dengan pembuluh darah.
- Xantophyll, berlokasi didalam lapisan plexiform luar dan dalam makula.
Mengabsorbsi dengan baik dibawah 500 ηm, berarti baik dengan blue, buruk
dengan green, dan minimal dengan yellow dan red. Pemakaian cahaya biru akan
diabsorbsi oleh retina dalam, epithel pigmen dan khoroid, tetapi juga dapat
menimbulkan kerusakan neurosensoris retina.
- Pigmen fotoresptor dan lipofuscin pada mata orang tua juga diperhitungkan
sebagai chromophore potensial dalam melakukan laser.

Fotokoagulasi
Terdapat beberapa parameter sebagai control ketika melakukan fotokoagulasi :
1.Exposure time, 2. Power, 3. Spot size, 4. Wavelenght (color)

Exposure time
Terdiri dari short dan long exposure time. Short exposure time, merupakan
eksposure yang intens, cendrung menghasilkan temperature lebih tinggi di pusat lesi, bisa
menimbulkan ruptur jaringan (insisi) karena terjadi penguapan air, stress mekanik
meningkat pada jaringan yang berdekatan yang akhirnya bisa menimbulkan perdarahan.
Long exposure time, eksposure jaringan kurang intens, sehingga meningkatkan konduksi
thermal pada jaringan, menyebabkan ukuran lesi lebih luas dan area kerusakan kurang
tegas.

Power.
Pemilihan power lensa penting dalam membatasi luasnya kerusakan thermal pada
retina karena ukuran lesi sangat tergantung kepada power laser.

Spot size.
Pemilihan spot size fotokoagulasi adalah paling penting, ditentukan oleh jenis
penyakit yang akan diterapi. Bila daerahnya luas maka dipakai spot size yang besar,
tetapi bila dekat makula dan mengharapkan paling sedikit jumlah fungsi visual yang
hilang dengan menghilangnya lesi, maka dipakai spot kecil.
Pemilihan spot size memerlukan pertimbangan praktis, dimana ditentukan power
fotokoagulasi dan setting exposure time yang paling baik, untuk suatu spot size yang
optimal. Meningkatnya spot size membutuhkan peningkatan proporsional power laser.
Estimasi yang paling sederhana, merubah power laser berhubungan langsung ke spot size
yang kira-kira tepat. Masalahnya adalah ini menimbulkan reaksi yang cukup intens untuk
spot size yang besar, karena menimbulkan lebih banyak kerusakan retina daripada spot
size kecil. Paling baik meningkatkan power laser secara perlahan daripada meningkatkan
spot size.
Panretinal Fotokoagulasi (PRP)
- tujuan rasionalnya adalah untuk mengurangi stimulus neovaskularisasi dengan
menghancurkan retina yang hipoksia khususnya fotoreseptor, sehingga
memperbaiki perfusi oksigen untuk retina yang masih baik
- biasanya sering dipakai adalah argon green dan red krypton
- dilakukan ‘burn’ diretina perifer 360 sebanyak 1000-2000 dalam 2-3 kali session
untuk meminimalkan efek samping, dimulai dari bagian inferior untuk menghidari
perdarahan vitreous yang terjadi sebelum pengobatan berikutnya
- masing-masing ‘burn’ berjarak 1 1/2 – 1 spot size yang dilakukan pada sisi luar
disc dan arcade pembuluh darah temporal sampai ke equator
- parameter yang dipakai pada slit-lamp biomicroscope dengan power setting
dimulai 200 mW dan ditingkatkan 30-50 mW sampai intesitas ‘burn’ yang
diinginkan tercapai, dan tergantung juga pada ada tidaknya kekeruhan
media,edema retina dan derjad pigmentasi fundus, spot size antara 200-500 ηm
dengan durasi 0,1 sec.
- bila memakai laser indirect ophthalmoscope atau laser retina lain, harus
diperhitungkan condensing lens yang dipakai (20 D) yang meminimalkan spot
size pada mata hipermetrop atau mata dengan subsitusi vitreous (silicone oil), dan
lens 28 D dipakai pada mata myopia tinggi dan mata berisi gas yang berguna
untuk pembesaran spot.

Focal atau Grid fotokoagulasi


- khusus dilakukan untuk terapi daerah makula untuk mengurangi edema
- ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk fotokoagulasi makula dalam
memilih jenis panjang gelombang yang dipakai yaitu transmisinya efektif
menembus media okuler, absorbsinya rendah oleh xantophyll makula, penetrasi
melalui subretinal fluid, edema retina, atau lapisan tipis perdarahan subretina dan
intraretina
- parameter laser untuk CSME
o Focal edema
 Laser : argon green
 Spot size : 50 – 100 ηm (focal), 100 – 200 ηm (Grid)
 Exposure time : 0.05 – 0.1 sec
 Power : 100 – 300 mW
o Diffuse edema
 Laser : krypton red / diode
 Spot size : 100 ηm (focal), 100 – 200 ηm (Grid)
 Exposure time : 0.1 – 0.2 sec
 Power : 200 – 600 mW

Laser untuk Floaters

2. Glaukoma
a. Argon Laser Trabeculoplasty
Digunakan ketika terapi glaukoma dengan obat-obatan tidak cukup untuk
mengontrol tekanan bola mata dan progresifitas glaukoma. Terakhir sering digunakan
sebagai terapi primer pada pengobatan glaukoma, khususnya pada pasien-pasien yang
kontraindikasi untuk obat-obatan glaukoma.
Dilakukan ALT di trabecular meshwork sebagai tempat aliran aqueos primer agar
drainasenya meningkat dari dalam bola mata. Dibutuhkan 40 - 80 kali tembakan untuk
dapat terbentuknya spot laser di trabecular meshwork.
ALT dapat digunakan untuk terapi Primary open angle glaucoma,
Pseudoexfoliation (exfoliation) syndrome, Pigmentary dispersion syndrome.

b. Laser Iridotomy
Prosedur untuk membuat satu lobang kecil di iris biasanya di bagian iris superior,
untuk mengalirkan cairan dari kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior yang
terbendung akibat tertutupnya celah pupil. Tanpa lobang ini tekan bola mata akan
meningkat dengan cepat karena adanya blok pupil yang akan dapat merusak syarap optic
dan mengancam kehilangan penglihatan permanent.
Laser iridotomi biasanya dipakai untuk pengobatan narrow-angle glaucoma.

c. Endoscopic Cyclophotocoagulation
Suatu teknik laser yang digunakan untuk merusak corpus ciliaris agar produksi
aqueos berkurang sehinga tekanan intra okuler dapat dikontrol pada Open-angle
glaucoma. Teknik ini dipakai ketika terapi glaukoma lain gagal untuk mengontrol
tekanan intra okuler. Biasanya membutuhkan tembakan laser 20 – 40 kali. Prosedur ini
cukup aman dengan risiko sangat minimal.

3. Bedah Refraktif
Bedah refraksi telah mulai dilakukan sejak lebih 100 tahun lalu. Lans, seorang
professor oftalmologi dari Jerman telah meletakan prinsip-prinsip dasar Radial
Keratotomi tahun 1898. Kemudian di Jepang tahun 1930 an, Sato mempelopori Insisi
Kornea. Dia melakukan insisi di permukaan endothel kornea, dimana teknik ini
menghasilkan ‘late corneal decompensation’ untuk beberapa pasiennya. Tahun 1970an
Dr. Fyodorov dari Rusia melakukan Radial Keratotomi pada kasus-kasus trauma mata.
Tahun 1978 para ahli mata Amerika sangat tertarik dengan teknik tersebut. Dr. Leo
Bores yang pertama kali membawa teknologi ini ke Amerika setelah mengunjungi
Fyodorov, dan sejak itu telah lebih 2 juta orang dilakukan radial keratotomi di Amerika
Serikat.
Excimer Laser telah terbukti keamanan dan efektifitasnya didunia internasional
sejak tahun 1987. Ini dimulai dari penelitian di laboratorium IBM. Dr. Srinivasin
menguraikan kemampuan excimer laser berinteraksi dengan jeringan biologi. Dr. Steven
Trokel, oftalmologis, akhirnya melakukan kekornea. Emisi mesin laser ini non-thermal,
cold beam, merusak ikatan carbón antar molekul yang mengakibatkan ablasi jaringan.
Diproyeksikan tahun 2000 an lebih dari1 juta pasien akan diobati di Amerika.
Tahun 1988 telah dilakukan tindakan pertama Photorefractive Keratectomy di
Jerman. Sejak 1994 diperkirakan telah lebih 1 juta kasus PRK dilakukan di 40 negara di
dunia, khususnya di Eropa dan Asia Timur.
LASIK telah diperkenalkan didunia internasional sejak 10 tahun silam, pertama
sekali di ujicoba di klinik Amerika tahun 1991.
Sampai saat ini bedah refraktif adalah yang paling efektif untuk pengobatan
Myopia, Astigmat dan Hipermetropia.

LASIK
Suatu cara yang paling popular saat ini untuk mengoreksi penglihatan akibat
kelainan refraksi. Laser digunakan untuk mengubah kurvatura kornea. Cara ini
merupakan prosedur yang paling cepat untuk memperbaiki penglihatan akibat rabun jauh,
rabun dekat dan astigmat dengan tingkat komplikasi sangat minimal dibandingkan
dengan cara lain.
Dengan operasi ini akan mengurangi ketergantungan seseorang akan kaca mata
dan lensa kontak, dilakukan minimal pada usia 18 tahun dengan 1 tahun tanpa adanya
perubahan ukuran kaca mata, biasanya untuk myopia 4 – 14 D.

Anda mungkin juga menyukai