Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Tonometri adalah suatu cara untuk mengukur tekanan intra okuler (TIO)
dengan memakai alat-alat terkalibrasi yang mendatarkan atau menekan apeks
kornea. Dilakukan pada pemeriksaan okular untuk membantu mendeteksi
hipertensi okular dan juga untuk mendiagnosis hipotoni (TIO yang rendah).
Makin tegang bola mata makin besar gaya yang diperlukan untuk mengakibatkan
penekanan. Tekanan antara 10-21 mmHg dianggap sebagai tekanan normal. Ada 2
jenis tonometri yang digunakan yaitu tonometri Applanasi dan indentasi.
Tonometri applanasi seperti: tonometri Goldman, Perkins, tonopen, non kontak
dan tonometri indentasi seperti tonometri Schiotz. Akurasi dari tonometri Schiotz
ini dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti rigiditas okular, ketebalan kornea,
dan ocular blood flow. Pada makalah ini akan membahas mengenai tonometri
indentasi Schiotz. (1,2,3,)

Pada tahun 1905 Schiotz memperkenalkan tonometri indentasi yang


dilakukan dalam posisi berbaring. Hasil dari pemeriksaan tekanan intra okular
dikonversikan terhadap tabel konversi Schiotz tahun 1955 dengan satuan
millimeter merkuri. Pada keadaan ocular rigidity pengukuran TIO dengan
memakai tonometri Sciotz dikonversikan dengan normogram Friedenwald. (4-9)

Tonometri Schiotz adalah suatu alat tonometer yang tidak mahal, mudah
dibawa dan digunakan. Tonometri Schiotz ini mempunyai beban dasar 5,5 mg
yang melekat pada plunger. Beban lainya adalah 7,5 mg, 10 mg dan 15 mg untuk
memeriksa tekanan yang lebih tinggi. Ketepatan tonometri schiotz ini mungkin
berkurang akibat teknik yang tidak benar karena tidak dibersihkan dengan baik
dan kalibrasi yang tidak benar. Tonometri schiotz ini banyak dipakai untuk
mendeteksi ( screening ) peningkatan TIO pada glaukoma. (1,3,10,11)

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Korneosklera

Lapisan luar dari bola mata terdiri dari kornea yang transparan pada bagian
anterior dan sklera yang opag pada bagian posterior. Lapisan korneosklera ini
merupakan lapisan yang kuat, protektif yang berperan dalam kekuatan fokus bola
mata. Kornea mempunyai diameter horizontal 11-12 mm dan diameter vertikal
10-11 mm. Ketebalan kornea sentral kira-kira 0,52 mm dan 0,65 mm di perifer.
Kelengkungan permukaan posterior kornea 6,5 mm (6,0 -7,0 mm ) dan
kelengkungan permukaan anterior 7,8 mm ( 6,8 -8,5 mm ). Kornea mempunyai 5
lapisan yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, lapisan Descemet dan
lapisan endotel. 90 % dari ketebalan kornea adalah stroma yang terdiri dari serat-
serat kolagen yang teratur . (12,13,14,)

Sklera menutupi 5/6 dari lingkaran bola mata, berwarna putih tebal dan kuat.
Dibagian anterior sklera berlanjut ke kornea pada korneoskleral jungtion (limbus).
Diposterior 2/3 bagian luar sklera bergabung dengan duramater nervus optikus
sedangkan bagian dalam melanjutkan diri menjadi lamina kribrosa. Lamina
kribrosa adalah bagian yang paling lemah dari sklera dan dapat menonjol
kebelakang pada keadaan terjadinya peningkatan tekanan okuler. Ketebalan sklera
berbeda – beda dari bagian anterior sampai kebagian posterior. Sklera yang paling
tipis ( 0,3 mm ) di belakang insersi otot- otot rektus dan yang paling tebal ( 1,0
mm ) di posterior di papilla nervus optikus. Rata-rata ketebalan sklera di bagian
ekuator 0,4 -0,5 mm dan dibagian anterior insersi otot-otot rektus 0,6 mm. fungsi
sklera adalah membentuk rangka yang kuat sehingga menyokong fungsi visual
dari bagian dalam bola mata, menahan kekuatan tekanan intra okular dan
melindungi bola mata dari trauma yang datang dari luar. Sklera terdiri dari 3
lapisan yaitu episklera, stroma dan lamina fuska. Stroma merupakan lapisan

2
terbesar dari sklera yang mengandung pembuluh darah yang jarang dan serat
kolagen. Serat kolagen distroma ini tersusun sejajar dengan permukaan luar
sklera, namun beberapa serat tersusun tidak teratur, bercabang dan bergelombang.
(12,15)

2.2. Fisiologi Akuos Humor

Tekanan intra okular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos humor


dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Akuos humor adalah suatu
cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior mata. Akuos
humor diproduksi oleh korpus siliari masuk ke kamera okuli posterior dan
mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior kemudian ke jalinan trabekular.
Jalinan trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang menbentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori yang mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm kemudian terus ke
vena episklera. Kontraksi muskulus siliaris melalui insersinya kedalam jalinan
trabekular memperbesar ukuran pori-pori dijalinan tersebut sehingga kecepatan
drainase akuos humor meningkat. ± 90 % outflow akuos melalui jalur ini dan
disebut jalur trabekular . dan ± 10 % melalui jalur uveoskleral.(11,16,17)

Gambar akuos outflow:

Gambar 1. Dikutip dari kepustakaan no 17

3
2.3 Tonometri Schiozt

2.3 1. Deskripsi Tonometri Sciotz

Tonometri Schiotz mengukur tekanan intra okuler dengan cara meletakkan


suatu instrument yang telah di standarisasi pada permukaan kornea. Sejumlah
beban standar yang telah diketahui, dibebankan pada kornea melalui suatu batang
yang disebut dengan plunger. Plunger ini akan menekan kornea dan skala akan
menunjukkan deformitas bola mata. Kedua nilai ini kemudian digunakan untuk
menentukan tekanan intra okuler . Plunger bergerak secara vertikal pada bagian
tengah instrument dan melalui suatu lempeng kaki (footplate) lengkung yang
berada pada bagian atas kornea dengan posisi supinasi.

Sebuah pemegang (Holder) menfiksasi footplate pada kornea namun


memungkinkan gerakan bebas plunger dan beban yang melekat pada arah
vertikal. Suatu gerakan plunger dari posisi “0” kearah kornea dapat dikorelasikan
dengan deformasi kornea. Karena gerakan plunger relatif kecil dan sulit untuk
dibaca, maka suatu pengungkit memperbesar gerakan ini pada skala terkalibrasi
yang dapat dibaca lebih mudah. Semakin besar pembacaan skala yang diperoleh
pada beban tertentu, maka semakin besar gerakan plunger dan deformasi bola
mata .Oleh karena itu TIO semakin rendah. (1,6.7,18)

4
Gambar Tonometri Schiotz:

Gambar 2. Dikutib dari kepustakaan no 5

2.3 .2. Konsep dasar

Jika plunger menekan bola mata maka akan menimbulkan deformasi pada
bola mata.TIO steady state (Po) meningkat pada tekanan yang lebih tinggi yakni
tekanan yang diinduksi oleh tonometer (Pt). Schiotz melakukan eksperimen
mengunakan suatu manometer untuk dapat mengukur secara akurat TIO mata
yang dienukleasi. Dengan melakukan eksperimen berulang kali dapat dibuat
suatu chart yang dapat memperlihatkan nilai tekanan intra okuler steady state
(Po) untuk tiap beban pada pembacaan beban tertentu. Dari data ini berdasarkan
teknik Schiotz, Friedenwald memperoleh rumus yang dapat menentukan TIO
dengan lebih akurat. Jika tonometer ditempatkan pada mata, selain menunjukkan
indentasi kornea juga mencerminkan distensi bola mata / perubahan volume bola

5
mata (ΔV). Rumus Frendewald mengaitkan distensi ini dengan TIO. Rumus ini
memerlukan konstanta “K” atau koefisien rigiditas okuler, yang merupakan
ukuran resistensi mata terhadap gaya distensi dari tonometer. Dimana :

K = Log ( Pt – Po )
ΔV

Rumus Frendewald memungkinkan dibuatnya tabel yang lebih akurat.


Frendewald pertama kali mempublikasikan tabelnya pada tahun 1948 dan direvisi
tahun 1995. Frendewald menetapkan nilai K suatu individu dapat dihitung dari
dari 2 pembacaan skala tonometri dengan mengunakan beban yang berbeda. Nilai
rata -rata K yaitu 0,0215 untuk tabel tahun 1995. Nomogram frendewald dapat
menentukan nilai K secara grafis dan nilai Po dari bacaan skala berpasangan pada
mata yang diperiksa. ( 4,6,7,18)

Gambar tabel Nomogram Friedenwald

Gambar3. Dikutip dari kepustakaan no 18

6
2.3.3. Cara pemeriksaan tonometri Schiotz

Sebelum melakukan pemeriksaan , periksa kalibrasi alat dengan meletakkan


footplate tonometer pada testing plate. Jika kalibrasi tidak menunjukan angka 0
dengan penekanan yang penuh dilakukan pembersihan alat dan kalibrasi ulang.

 Pasien dengan posisi berbaring di tempat periksa, kemudian teteskan


anestesi topikal pada tiap mata pasien, dan pasien disuruh memfiksasi
mata pada langit-langit atap / loteng.
 Letakkaan beban 5,5 mg pada tonometer Schiotz, lebarkan kelopak mata
pasien dengan hati-hati agar tidak menimbulkan tekanan pada bola mata.
 Letakkan lempeng footplate pada kornea dan pemegang diposisikan untuk
menjaga tonometer vertikaldan memungkinkan gerakan bebas plunger
untuk menimbulkan indentasi kornea.
 Lihat pada skala, jika nilainya kurang dari 4 unit, maka diberi beban
tambahan 7,5 mg , jika masih kurang dari 4 unit diberi lagi beban 10 mg
dan jika masih kurang maka ditambahkan lagi beban 15 mg. Catat hasil
pengukuran pada skala dan beban yang digunakan kemudian
dikonfirmasikan kedalam tabel schiotz tahun 1955. (1.6,7)

Tabel Schiotz

7
Gambar 4. Dikutip dari kepustakaan no 4

2.3.4. Keterbatasan dan kesalahan

8
Tonometer Sciotz memiliki beberapa sumber kesalahan. Kesalahan
ini dapat disebabkan oleh pengunaan instrumen yang tidak standar, rusak,
kotor atau akibat aplikasi tonometer yang tidak benar pada mata, misalnya
miring atau menekan mata.
Tabel konversi yang umumnya dipakai mengunakan nilai Koefisien
rigiditas okuler rata-rata untuk menghitung tekanan intra ocular. Jika nilai
koefisien yang sebenarnya lebih tinggi dari nilai K rata-rata, maka nilai
tabel akan lebih besar dari sebenarnya dan sebaliknya’. Rigiditas okuler
yang tinggi telah dilaporkan pada pasien dengan hipermetropia yang
tinggi, glaukoma kronis dan terapi vasokonstritor. Rigiditas okuler yang
rendah dapat terjadi pada miopia tinggi, terapi miotik (khususnya
kolinesterase inhibitor), setelah operasi ablasio retina, injeksi gas intra
vitreal dan terapi vasodilator.
Pembacaan TIO yang tinggi palsu juga didapatkan pada kornea yang
tebal atau pada kornea dengan kelengkungan yang yang abnormal. Pada
keadaan patologi kornea yang signifikan dan pada permukaan kornea yang
irregular pengukuran tonometri Schiotz tidak dapat dilakukan. (7,18,19)

2.3.5. Desinfeksi tonometer Schiotz


Desinfeksi dari tonometer Schiotz harus dilakukan sebelum dan
sesudah pemakaian alat ini untuk mencegah penyebaran organisme
patologis. Cara desinfeksinya adalah sebagai berikut. (1,20)
 Pindahkan plunger dari silinder dengan memindahkan beban dan
membuka bautnya.
 Bersihkan footplate dan plunger dengan alkohol atau aseton .
pengunaan pipa pembersih membantu untuk membersihkan lubang
plunger di tengah instrumen.
 Setelah dibersihkan bilas footplate dan plunger dengan air,
keringkan dan pasang alat instrumen kembali

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson FM. Tonometry. In Practical Ophthalmology A Manual For Beginning


Residents. Fourth Edition. AAO. San Francisco. 1996: 285-296
2. Chang DF. Ophthalmology Examination. Vaughan DG, Asbury, Eva PR. General
Ophthalmology. Seventeen edition. In 2008: 28-38
3. Shetty RK. Tonometry. In Rhee DJ. Glaucoma: Color Atlas and Synopsis
Clinical Ophthalmology. McGraw-Hill. New York. 2003: 15-23
4. Portney GL.Open Angle Glaucoma. In Glaucoma Guidebook. Lea dan Febiger.
Philadelphia. 1977: 7-11
5. Palmer DJ. Concepts and Measurement Techniques of Intraocular Pressure. In
Higginbotham EJ: Clinical Guide to Glaucoma Management. Butterworth
Heinemann. USA. 2004: 38-45
6. Allingham RR, Damji KF, Freedman S. Intraocular Pressure and Tonometry. In
Shields´ Text Book of Glaukoma. Fifth Edition. Lippincott Williams &Wilkins.
Philadelpia . 2005: 36-52
7. Mc Dermott JA. Tonometry and Tonografi. In Alber DM, Jacobiec FA.
Principles and Practice of Ophthalmology. Vol 3. W.B.Sounder. Philadelphia.
1994: 1329-1335
8. Stuckey GC. Application of Physical Principles in the Development of
Tonometry. In Clinical & experimental Ophthalmology. Vol 32. Blackwell
synergy. Sydney. 2004:633-635
9. Academy American of Ophthalmology. Intraocular Pressure and Aqueous Humor
dynamics. In Glaucoma. Basic and Clinical Science Course. Section 10. 2008-
2009: 17-31
10. Brubaker RF.Tonometry. In Tasman w. Duane´s Clinical Ophthalmology.
Revised Edition. Lippincott-Raven. Philadelphia. 1997. Chapt 47: 1-7
11. Salmon JF. Glaucoma. Voughan DG, Asbury, eva PR. General Ophthalmology.
Seventeen edition. In 2008:212-215
12. Academy American Of Ophthalmology. The Eye. In Fundamental and Principles
of Ophthalmology. Basic And Clinical Science Course. Section 2 : 2008-2009:
45-49
13. Academy American Of Ophthalmology. Structure and Function of the Exsternal
Eye and Cornea. In Exsternal Disease and Cornea. Basic And Clinical Science
Course. Section 8 : 2008-2009: 8-14
14. Edelhauser HF, Van Horn DL. Cornea and Sclera. In Duane´s Foundations of
Clinical Ophthalmology. Vol 2, Philadelphia. 1994: 1-22
15. Rada JA, Johnson JM. Sclera. In Cornea. 2nd Edition. Elsevier Mosby. China.
2005: 7-14
16. Wong TY. Aqueous Humor and Interocular Pressure. In The Ophthalmology
Examinations Review. World Scientific. Singgapore. 2001: 44-46

10
17. Kanski jj. Glaukoma. In Clinical Ophthalmology. Fifth Edition. Butterworth
Heinemann. London. 2003: 193-198
18. Kolker AE,Hetherington J. Intraocular Pressure. In Diagnosis and Therapy of the
Glaucoma. Fourth Edition. Mosby Company. Saint Louis. 1976: 59-68
19. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Glaucoma. In Review of Ophthalmology.
Elsevier Saunders. 2005: 257-260
20. Dubois L. Tonometry. In Clinical Skills for the Ophthalmic Examination. Second
Edition. Slack incorporated. 2006: 78-82

11

Anda mungkin juga menyukai